Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Ayat-Ayat Tentang Jinayah

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Tafsir Ahkam
Dosen Pengampuh :
ANDRI GUNAWAN M. phil

Disusun oleh :
Kelompok
Sahrul Fauzi : 201110034
Ahmad HIdayatullah : 201110013

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDIAL-AHWALAL-SYAKHSIYYAH INSTITUT PERGURUAN

TINGGI ILMU AL-QUR’AN (PTIQ) JAKARTA TAHUN

AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini guna menenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Tafsir Ahkam dengan judul: Ayat-Ayat Jinayah.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas
dari pihak regu kelompok yang dengan tulus membantu menyusun
makalah sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran
serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Jakarta, 30 November 2021

Kelompok Penulis

PEMBAHASAN
Hukum Pidana Islam/ fiqh jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana
atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf ( orang yang dapat
dibebani kewajiban). Sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil hukum dari Al-Qur’an dan
Hadis.
Dalam khazanah hukum positif, hukum menurut isinya dapat dibagi menjadi Hukum Privat
(Hukum Sipil) dan Hukum Publik. Hukum Sipil dalam arti luas meliputi Hukum Perdata
(Burgelijkrecht) dan Hukum Dagang (Handelsrecht), sedangkan dalam arti sempit meliputi
Hukum Perdata saja.
Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayah atau jarimah. Jinayah
dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Jinayah merupakan
bentuk verbal noun (mashdar) dari kata jana. Secara etimologi jana berarti berbuat dosa
atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah.
Secara terminologi kata jinayah mempunyai beberapa pengertian, seperti yang
diungkapkan oleh Abd al Qodir Awdah bahwa jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh
syara’ baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya. Menurut A. Jazuli, pada
dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu kepada hasil perbuatan seseorang.
Biasanya pengertian tersebut terbatas pada perbuatan yang dilarang.
Di kalangan fuqoha’, perkataan Jinayah berarti perbuatan perbuatan yang dilarang oleh
syara’. Meskipun demikian, pada umumnya fuqoha’ menggunakan istilah tersebut hanya
untuk perbuatan perbuatan yang terlarang menurut syara’. Meskipun demikian, pada
umumnya fuqoha’ menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang
mengancam keselamatan jiwa, seperti pemukulan, pembunuhan dan sebagainya.
Selain itu, terdapat fuqoha’ yang membatasi istilah Jinayah kepada perbuatan perbuatan
yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash, tidak temasuk perbuatan yang diancam
dengan ta’zir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah Jinayah adalah jarimah, yaitu larangan
larangan syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir. Dengan kata lain
Jinayah atau jarimah adalah tindak pidana dalam ajaran Islam, yaitu bentuk-bentuk
perbuatan jahat yang berkaitan dengan jiwa manusia atau anggota tubuh (pembunuhan dan
perlukaan).

Jinayah Dalam Al-Qur’an


1) Jaraimul Qishash
Jaraimul Qishas adalah kejahatan yang dapat dikenai hukuman qishash atau diyat. Qishash
artinya balasan yang sepadan, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku seperti
perbuatan yang telah dilakukannya kepada korban. Misalnya hukuman bagi pembunuh
diqishash dengan cara dibunuh, hukuman bagi pelaku yang melukai yang menyebabkan
orang lain cacat diqishash seperti perbuatannya (misalnya : qishash mata dengan mata,
tangan dengan tangan, dan seterusnya.
Qishash diatur dalam Al Quran antara lain:

QS. Al Baqarah, 2:178

‫ه‬ِ ‫ِن َأخِي‬


ْ ‫ِي لَ ُه م‬
َ ‫ن ُعف‬ َ ‫ح ِرّ َوا ْل َع ْب ُد بِا ْل َع ْب ِد َواُأْل ْنثَى بِاُأْل ْنثَى َف‬
ْ ‫م‬ ُ ‫اص فِي ا ْل َق ْتلَى ا ْل‬
ُ ‫ح ُّر بِا ْل‬ ُ ‫ص‬ َ ‫ُم ا ْل ِق‬ُ ‫ِب َعلَ ْيك‬ َ ‫ِين آ َم ُنوا ُكت‬ َ ‫يَا َأيُّ َها الَّذ‬
ٌ ‫َاب َأل‬
‫ِيم‬ ٌ ‫ك َفلَ ُه َعذ‬
َ ِ‫اع َت َدى بَ ْع َد َذل‬
ْ ‫ن‬ َ ‫ة َف‬
ِ ‫م‬ ٌ ‫م‬ َ ‫ح‬
ْ ‫ُم َو َر‬ ْ ‫ِن َربِ ّك‬ ْ ‫ِيف م‬ ٌ ‫خف‬ ْ َ‫ك ت‬َ ِ‫ان َذل‬
ٍ ‫س‬ َ ‫ح‬ ْ ‫ه بِِإ‬ ٌ ‫م ْع ُروفِ َوَأ َد‬
ِ ‫اء ِإلَ ْي‬ َ ‫ع بِا ْل‬
ٌ ‫ي ٌء فَاتِ ّبَا‬
ْ ‫ش‬َ

“Hai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang yang
dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, wanita dengan
wanita. Maka barangsiapa yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksaan yang pedih”.

2. Diyat
Sedangkan Diyat adalah ganti rugi akibat dari suatu perbuatan pidana (Jinayah). Misalnya,
orang yang membunuh dengan tidak sengaja dihukum dengan diyat berupa memerdekakan
hamba sahaya dan membayar 100 ekor unta kepada keluarga korban.

Diyat diatur dalam Al Quran yaitu:


QS. An Nisa, 4:92

‫َو َم ْن قَت ََل ُمْؤ ِمنًا َخطًَأ فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُمْؤ ِمنَ ٍة َو ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ ِإلَى َأ ْهلِ ِه‬
“dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaknya) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),

3. Pembunuhan yang termasuk tindak pidana ada 3 (tiga)


macam, yaitu:

1) Pembunuhan dengan sengaja.


Pembunuhan yang disengaja adalah pembunuhan yang diniatkan atau direncanakan
dengan menggunakan alat atau cara yang dapat menyebabkan orang lain terbunuh.
Pembunuhan yang disengaja merupakan perbuatan yang diharamkan dan pelakunya
memikul dosa besar (kabair), sebagaimana firman Allah:
QS. Al-Isra, 17:33
‫ف فِي ْالقَ ْت ِل ِإنَّهُ َكانَ َم ْنصُورًا‬
ْ ‫ْر‬ ْ ‫ق َو َم ْن قُتِ َل َم‬
ِ ‫ظلُو ًما فَقَ ْد َج َع ْلنَا لِ َولِيِّ ِه س ُْلطَانًا فَاَل يُس‬ ِّ ‫س الَّتِي َح َّر َم هَّللا ُ ِإاَّل بِ ْال َح‬
َ ‫َواَل تَ ْقتُلُوا النَّ ْف‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. Dna barangsiapa dibunuh secara zalim, maka
sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli
waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang
mendapat pertolongan.”
Hukuman bagi pelakunya adalah setinggi-tingginya diqishash yaitu dibunuh. Namun apabila
keluarga (ahli waris) korban memaafkan, pembunuh diharuskan membayar diyat senilai 100
(seratus) ekor unta secara tunai, sebagaimana sabda Nabi:

،ً‫ َوثَاَل ثُونَ َج َذ َعة‬،ً‫ َو ِه َي ثَاَل ثُونَ ِحقَّة‬D،َ‫ َوِإ ْن َشا ُءوا َأ َخ ُذوا ال ِّديَة‬،‫ فَِإ ْن َشا ُءوا قَتَلُوا‬،‫ول‬
ِ ُ‫َم ْن قَتَ َل ُمْؤ ِمنًا ُمتَ َع ِّمدًا ُدفِ َع ِإلَى َأوْ لِيَا ِء ال َم ْقت‬
َ ‫ َو َما‬،ً‫َوَأرْ بَعُونَ خَ لِفَة‬
‫د ال َع ْق ِل‬Dِ ‫ َو َذلِكَ لِتَ ْش ِدي‬،‫صالَحُوا َعلَ ْي ِه فَهُ َو لَهُ ْم‬
“Barangsiapa yang membunuh dengan sengaja, maka ia diserahkan kepada keluarga
terbunuh. Apabila mereka menghendaki, maka membunuhnya, dan apabila mereka
menghendaki ambillah diyat, yaitu tigapuluh ekor unta hiqqah, tiga pukuh ekor unta
jadzaah, dan empat puluh ekor unta khalafah. Hasil perdamaian itu untuk mereka (ahli
waris). Demikian itu untuk menakutkan terhadap pembunuhan. (HR. Tirmidzi)

Ibnu al-Qayyim menyatakan, “Pembunuhan dengan sengaja, berhubungan dengan tiga


hak, yaitu: Hak Allah, dan ini akan terhapus dengan tobat. Hak auliya` al-maqtul, dan ini
gugur dengan menyerahkan diri kepada mereka. Hak al-maqtul (korban). Ini tidak gugur,
karena korban telah mati dan hilang. Namun, apakah kebaikan pembunuh akan diambil (di
akhirat) atau Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan keutamaan dan kemurahan-Nya akan
menanggungnya? Yang benar adalah, Allah dengan keutamaannya akan bertanggung jawab,
apabila si pembunuh tersebut jelas kebenaran dan kejujuran tobatnya.”
Apabila pembunuh telah menyerahkan diri dengan suka rela, dengan menyesalinya dan
takut kepada Allah, serta bertobat dengan tobat nashuha, maka hak Allah Subhanahu wa
Ta’ala gugur dengan tobat si pembunuh, dan hak auliya` al-maqtul gugur dengan
menunaikan qisas secara sempurna, dengan jalan perdamaian, atau dimaafkan. Akan tetapi,
masih tersisa hak korban. Allah yang akan menggantinya di hari kiamat dari hamba-Nya
yang bertobat, dan Allah pun memperbaiki hubungan keduanya.

2) Pembunuhan tidak sengaja;


Pembunuhan tidak sengaja adalah pembunuhan yang tidak dimaksudkan untuk
membunuh, karena salah sasaran, atau ketidaktahuan pelaku sehingga secara tidak sengaja
menghilangkan nyawa orang lain. Pelaku pembunuhan ini tidak dikenakan qishash,
melainkan diwajibkan membayar diyat dengan cara memerdekakan hamba sahaya dan
memberi 100 (seratus) ekor unta kepada keluarga atau ahli waris korban, sebagaimana
firman Allah:
QS. An-Nisa, 4:92
‫َو َم ْن قَتَ َل ُمْؤ ِمنًا خَ طًَأ فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُمْؤ ِمنَ ٍة َو ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ ِإلَى َأ ْهلِ ِه‬
“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah, hendaklan ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu)”
Diyat yang dimaksud dalam ayat di atas dijelaskan dalam sabda Rasul:
‫ضى َأ َّن َم ْن قُتِ َل خَ طًَأ فَ ِديَتُهُ ِماَئةٌ ِمنَ اِإْل بِ ِل‬
َ َ‫ق‬
“Sesungguhnya diyatnya pembunuhan jiwa adalah 100 ekor unta”.
(HR. Abu Daud, Nasai dan Ibn Huzaimah)

3) Pembunuhan seperti sengaja.


Pembunuhan seperti sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan tidak sengaja dan tidak
menggunakan alat dan cara yang dapat membunuh, dan yang secara kebiasaan tidak
dimaksudkan hendak membunuh. Misalnya seseorang memukul dengan lidi dan yang
dipukul ternyata mati. Pelaku pembunuhan ini tidak dihukum qishash, tetapi harus
membayar diyat.

4. Keadilan dalam melaksanakan Had.


Tindak pidana yang dapat dikenai Had adalah:
1) Zina, homoseksual, lesbianisme, dan bestiality
Pelaku zina yang pernah menikah apabila terbukti dikenai hukuman setinggi-tingginya
rajam. Sedangakan bagi pelaku zina yang belum pernah menikah hukumannya dipukul (jilid)
100 (seratus) kali pukulan dan diasingkan selama 1 (satu) tahun.
Firman Allah:
QS. An Nur, 24:2
‫ال َّزانِيَةُ َوال َّزانِي فَاجْ لِدُوا ُك َّل َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما ِماَئةَ َج ْل َد ٍة َواَل تَْأ ُخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما َرْأفَةٌ فِي ِدي ِن هَّللا ِ ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر َو ْليَ ْشهَ ْد‬
َ‫طاِئفَةٌ ِمنَ ْال ُمْؤ ِمنِين‬
َ ‫َع َذابَهُ َما‬
“Perempuan yang berzina dan laik-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan sekumpulan dari orang-orang yang
beriman”.

Homoseksual adalah melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis yaitu laki-laki
dengan laiki-laki. Apablia yang melakukannya perempuan dengan sesama perempuan
disebut lesbianisme. Hukuman bagi pelaku homoseksual dan lesbianisme dikategorikan
sama denga melakukan zina, karena itu jika dapat dibuktikan di pengadilan dapat diancama
hukuman seperti halnya pelaku zina.
Sabda Nabi:
“Kalau laki-laki bersenggama dengan laki-laki, keduanya adalah pezina”
Demikian pula melakukan hubungan seksual dengan binatang (bestiality) termasuk
perbuatan zina dan dikenai hukuman sebagaimana orang berzina.
Islam sangat tegas dalam menghukum para pelaku perzinahan, karena dampaknya besar
sekali terhadap tatanan kehidupan masyarakat, bahkan menjadi sumber penyakit yang
dapat menghancurkan peradaban, seperti penyakit AIDS yang mampu membunuh jutaan
orang pada waktu yang relatif singkat.

2) Menuduh zina (Qadzaf)


Menduduh berzina kepada orang lain apabila tuduhannya itu tidak bisa dibuktikan, maka
penuduh dapat dikenai hukuman 80 (delapan puluh) kali pukulan.
Firman Allah :
QS. An-Nur, 24:2

َ‫اسقُون‬ َ ‫ت ثُ َّم لَ ْم يَْأتُوا بَِأرْ بَ َع ِة ُشهَدَا َء فَاجْ لِدُوهُ ْم ثَ َمانِينَ َج ْل َدةً َواَل تَ ْقبَلُوا لَهُ ْم َشهَا َدةً َأبَدًا َوُأولَِئ‬
ِ َ‫ك هُ ُم ْالف‬ َ ْ‫َوالَّ ِذينَ يَرْ ُمونَ ْال ُمح‬
ِ ‫صنَا‬
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian meeka buat selama-lamanya. Dan
mereka itulah orang-orang yang fasik”.

3) Mabuk.
Khamr adalah minuman yang diharamkan, orang yang meminumnya berdosa. Minum khamr
disamping berdosa yang hukumannya ditentukan di akhirat, juga dalam masyarakat muslim
dipandang kejahatan yang patut dihukum. Hukuman yang diberikan adalah hukuman jilid 40
sampai 80 kali.
Hukuman berat bagi para peminum khamr dan pemabuk dimaksudkan untuk membuat jera
dan tidak mengulanginya. Permabukan dapat merusak sistem syaraf sehingga pelakunya
dapat lepas dari kontrol kesadarannya, sehingga dengan mudah dan ringan mereka dapat
melakukan kejahatan lainnya seperti pencurian, pembunuhan, perzinahan, pemerkosaan,
dan lain-lain. Selain menghukum berat para peminum khamr dan pemabuk, Islam juga
mengharamkan pula penjualan minuman-minuman yang memabukkan.

4) Mencuri
Pencurian adalah mengambil barang milik orang lain tanpa izin pemiliknya secara sembunyi
untuk dimilikinya. Hukuman bagi pelaku pencurian apabila dapat dibuktikan di pengadilan
adalah potong tangan, sebagaimana firman Allah:
QS. Al-Maidah, 5:38
‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya”.
Islam menjamin hak kepemilikan dan hukum wajib memberikan perlindungan serta
keamanan. Oleh sebab itu hukuman berat bagi pencurian merupakan upaya pemeliharaan
dan perlindungan terhadap hak kepemilikan barang oleh individu maupun masyarakat.

KESIMPULAN

Dari makalah yang diuraikan maka dengan ini penyusun dapat menyimpulkan sebagai
berikut:
1. Al Qur`an yang diturunkan Allah Swt mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang
salah satunya adalah mengatur tentang tindak pidana atau jinayah.
2. Jinayah di dalam Al Qur`an mengatur secara rinci baik kategori, hukuman, maupun proses
penetapan hukum terhadap pelaku tindak pidana (jinayah).
3. Pemberian hukuman terhadap pelaku tindak pidana bukan bermaksud bals dendam, atau
kebencian tetapi sebagai pemberian hak baik hak Allah, hak auliya almaqtul, maupun al
maqtul. Dan selain itu juga menjadi sarana penghapusan dosa atas tindak pidana yang
dilakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Musthafa. dkk. Intisari Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1983.
Asy-Syarhu al-Mumti’ ‘ala Zad al-Mustaqni’: 14/5, Muhammad bin Shalih Ibnu Utsaimin,
cetakan pertama, tahun 1428 H, Dar Ibnu al-Jauzi, KSA.
Audah, Abdul Qadir. At Tasyri’ Al Jina’iy Al Islamiy. Dar Al Kitab Al Araby, Beirut.
Jazuli, Ahmad. Fiqh Jinayah, PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Cetakan I.1999.
Kallaf, Abdul wahab. Ilmu Ushul Al-Fiqh. Ad Dar Al Kuwaitiyah. Cetakan VIII. 1968.
Muslich, Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2004
Subul as-Salam al-Mushilah ila Bulugh al-Maram, 7:231, tahqiq Muhammad Shubhi Hasan
Halaf, Muhammad bin Isma’il ash-Shan’ani, cetakan kedelapan, tahun 1428 H, Dar Ibnu al-
Jauzi, KSA.

Anda mungkin juga menyukai