Disusun Oleh :
Muhamad Ridwan Firdaus
Gesit Zain Annafi
Page | 1
Daftar Isi
Kata Pengantar….……………………………………………………………………………...1
Daftar Isi……………………………………………………………………………………….2
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………3
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………...3
C. Tujuan Pembahasan……………………………………………………………………3
BAB II Pembahasan
A. Filosofi dan Tujuan Pernikahan……………………………………………………….4
B. Etika Pergaulan Laki-laki & Perempuan……………………………………………...5
C. Syarat dan Rukun Nikah………………………………………………………………6
D. Hak dan Kewajiban Suami Istri……………………………………………………….8
E. Hak dan Kewajiban Anak Terhadap Orang Tua……………………………………..12
F. Putusnya Pernikahan dan Akibatnya…………………………………………………14
BAB III Penutup
Kesimpulan…………………………………………………………………………………..17
Saran…………………………………………………………………………………………18
Kata Penutup…………………………………………………………………………………18
Daftar Pustaka
Page | 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal
dari bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: )النكاح yang berarti
perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab
yaitu kata nikah (bahasa Arab: )نكاحyang berarti persetubuhan.
Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau
dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan
ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara
pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku
bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu
kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu.
Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen
tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri
biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan
adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya
bersama teman dan keluarga. Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan
dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai kemudian mereka
dinamakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang maksud dengan pengertian Pernikahan ?
2. Bagaimana etika pergaulan laki-laki dan perempuan ?
3. Apa saja yang harus disiapkan menjelang pernikahan ?
4. Apa saja syarat dan rukun nikah ?
5. Apa saja hak dan kewajiban anak terhadap orang tua ?
6. Apa akibat dari putusnya pernikahan ?
C. Tujuan Pembahasan
Page | 3
BAB II
(Pembahasan)
1. Islam memandang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral, karena bermula dari
perjanjian khusus yang melibatkan Allah swt. Sebagai sesuatu yang sakral maka
hendaklah manusia melangsungkan pernikahan satu kali sepanjang hidup karena
perceraian termasuk dari perbuatan yang dibenci oleh Allah swt.
2. Perkawinan merupakan cara penghalalan terhadap hubungan antara kedua lawan
jenis yang semula diharamkan, seperti memegang, memeluk, mencium dan
berhubungan Intim. Dapat diartikan bahwa melalui perkawinanlah seseorang dapat
melakukan sesuatu yang dilarang menjadi sesuatu yang dapat menjadi ladang
pahala jika dilakukan dengan mengharap ridha Allah swt.P
3. Perkawinan juga merupakan cara untuk melangsungkan kehidupan umat manusia
di muka bumi, secara legal dan bertanggungjawab, karena tanpa adanya regenerasi
populasi manusia di muka bumi ini akan punah. Memiliki anak yang sholeh
sholehah, berbakti kepada kedua orang tua merupakan dambaan bagi setiap
keluarga supaya bisa menjadi khalifah penerus kehidupan di muka bumi.
4. Perkawinan memiliki dimensi psiklogis yang sangat dalam, karena dengan adanya
perkawinan ini kedua insan, suami dan isteri yang semula merupakan orang lain
dan asing kemudian menjadi bersatu. Mereka saling memiliki, saling menjaga,
saling membutuhkan dan tentu saa saling mencintai dan menyayangi, sehingga
terwujud keluarga harmoni (sakinah). Melalui perkawinan ini juga melatih
pasangan suami dan isteri untuk menjaga emosi, kesabaran disaat terjadi pertikaian
yang suatu saat pasti terjadi dalam pernikahan agar tetap terwujud keluarga
harmoni.
5. Perkawinan memiliki dimensi sosiologis, yakni dengan perkawinan maka
menyebabkan seseorang memiliki status baru yang dianggap sebagai anggota
masyarakat secara utuh. Disisi lain, mengakibatkan lahirnya anak-anak, yang
secara naluriah memerlukan pemeliharaan dan pelindung yang sah yakni kedua
orang tuanya. Orang tua (ayah dan ibu) anak inilah yang bertanggungjawab atas
perkembangan fisik dan psikis anak-anak, terutama pada saat mereka sebelum
Page | 4
menginjak dewasa, agar di kemudian hari mereka menjadi generasi penerus umat
manusia yang berkemampuan membangun peradaban di planet bumi ini.
Dengan demikian, filosofi pernikahan dalam ajaran Islam bukan saja persoalan
biologis, persoalan dan hubungan pribadi sepasang suami isteri, melainkan juga
persoalan psikologis dan sosiologis, bahkan persoalan teologis (ketuhanan). Melihat
filsofi pernikahan dari aspel seksual dan aspek hubungan biologis semata, berarti sama
dengan apa yang terjadi dilingkungan hewan.
Tujuan utama menikah dalam Islam adalah beribadah kepada
Allah. Pernikahan dipandang oleh islam bagian dari menyempurnakan ibadah dari
seorang Muslim. Sebagaimana Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits, yang
artinya: "Barangsiapa menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh ibadahnya
(agamanya). Berikut beberapa tujuan menikah dalam Islam menurut Al-Quran dan
Hadist :
Dan itulah beberapa tujuan pernikan bedasarkan dari Al-Quran dan Hadist Nabi Saw.
Page | 5
3. Bercakap-cakap (Berbicara)
Kalua memandang dan bertemu muka antara laki-laki dan perempuan
saja dilarang, demikian juga dengan berbicara atau bercakap-cakap diantara
keduanya. Sahabat Amir RA bercerita, “Rosulullah Saw. Melarang perempuan
diajak bercakap-cakap, kecuali dengan izin suami-suami mereka.” (HR. Tabrani)
Larangan ini bagi Wanita yang sudah bersuami, kalua masih belum
bersuami harus dengan izin atau didampingi walinya atau mahramnya. Ajaran
Islam ini tentu hendak mempersulit urusan, melainkan dalam rangka menjaga
peristiwa yang tidak diinginkan bagi kedua belah pihak, terutama bagi Wanita
agar tidak ada fitnah yang bukan-bukan.
4. Berjabat Tangan (Salaman)
Tentang berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahramnya, diantara Hadist yang dijelaskan sebagai berikut :
“Sesungguhnya aku tidak pernah berjabat tangan dengan orang-orang
perempuan.” (HR. Imam Malik, Tirmidzi).
Larangan demikian tersebut tidak lain bertujuan untuk menjaga
kesopanan dan kesucin (kemulyaan) seorang muslim.
5. Bersentuh Badan
Kalua bersalaman saja sudah dilarang, apalagi sentuh menyentuh, peluk
memeluk, dan seterusnya. Nabi bersabda :
“Sungguh sekiranya seorang laki-laki menyentuh dengan seekor Babi yang
berlumuran darah atau lumpur yang amat busuk baunya, itu lebih baik dari pada
menyentuhkan bahunya pada bahu seorang perempuan yang tidak halal baginya.”
(HR. Tabrani).
Hadist ini menunjukan tercelanya seorang laki-laki menyentuh badan dengan
tubuh perempuan yang tidak halal baginya.
Selain hal-hal penting diatas, masih banyak etika yang diajarkan Islam terkait
hubungan laki-laki dan perempuan, seperti larangan berdesak-desakan atau campur baur
(misalnya, Ketika berjalan perempuan hendaknya menepi dipinggir jalan alias tidakl
melewati jalan laki-laki, tidak keluar rumah / keluyuran, ada jalan khusu atau pintu
khusus untuk perempuan, adanya hijab atau satir, dll), peraturan dalam shaf sholat
(perempuan berada di shaf paling belakang, laki-laki didepan), dan adanya pemisah
tempat bagi laki-laki dan perempuan yang sedang belajar, larangan bagi perempuan
memakai wewangian (farfum) ditempat umum dan sebagainya.
Page | 6
pemenuhan syarat dan rukun nikah agar pernikahan sah. Selain seiman atau sama-
sama memeluk agama Islam ada syarat pernikahan lainnya.
4. Adanya Mahar
Mahar atau maskawin sangat penting keberadaannya di altar pernikahan
dan menjadi syarat nikah dalam Islam. Mahar adalah sejumlah harta yang
diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.
Mahar dalam agama Islam menggunakan nilai uang sebagai acuan.
Mempelai perempuan bisa meminta harta seperti uang tunai, emas, tanah,
rumah, kendaraan, dan benda berharga lainnya.
Di samping itu, sebelum memenuhi syarat menikah yang sah, perlu diketahui juga
rukun sah nikah dalam agama islam. Berikut merupakan rukun sah nikah dalam
Islam:
1. Mampelai pria dan wanita sama-sama beragama Islam
2. Mempelai laki-laki tidak termasuk mahram bagi calon istri
3. Wali akad nikah dari perempuan bersedia menjadi wali
4. Kedua mempelai tidak dalam kondisi sedang ihram.
5. Pernikahan berlangsung tanpa paksaan.
Demikian syarat dan rukun nikah dalam Islam yang perlu kalian ketahui.
Jika salah satu rukun ataupun syarat pernikahan seperti telah dijelaskan di atas
tidak terpenuhi maka pernikahannya dikatakan tidak sah.
Page | 7
D. Hak dan Kewajiban Suami Istri
1. Mahar
Menurut Mutafa Diibul Bigha, Mahar adalah harta benda yang harus
diberikan oleh seorang laki-laki (calon suami) kepada perempuan (calon isteri)
karena pernikahan.[6]
Pemberian mahar kepada calon istri merupakan ketentuan Allah SWT. bagi calon
suami sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4 yang berbunyi:
فا ِّْن طِّ بْن ل ُك ْم ع ْن ش ْیءٍ ِّم ْنهُ ن ْفسا ف ُكلُ ْوهُ هنِّ ْْٓیــًٴـا َّم ِّر ْْٓیــًٴـا-و ٰاتُوا النِّسآء صد ُٰقتِّ ِّه َّن نِّ ْحلة
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa kata النِّ ْحلةmenurut lbnu ‘Abbas
artinya mahar/maskawin. Menurut ‘A’isyah, النِّ ْحلةadalah sebuah keharusan.
Sedangkan menurut Ibnu Zaid النِّحْ لةdalam perkataan orang Arab, artinya sebuah
kewajiban. Maksudnya, seorang laki-laki diperbolehkan menikahi perempuan
dengan sesuatu yang wajib diberikan kepadanya, yakni mahar yang telah
ditentukan dan disebutkan jumlahnya, dan pada saat penyerahan mahar harus pula
disertai dengan kerelaan hati sang calon suami.
Senada dengan tafsir ath Thabari juga menjelaskan bahwa Perintah
memberikan mahar (dalam surat An-Nisa ayat 4) merupakan perintah Allah SWT.
Page | 8
yang ditujukan langsung kepada para suami dengan jumlah mahar yang telah
ditentukan untuk diberikan kepada isteri.
Praktik pemberian mahar tidak semua dibayarkan tunai ketika akad nikah
dilangsungkan, ada juga sebagian suami yang menunda pembayaran mahar istrinya
ataupun membayarnya dengan sistem cicil, dan ini dibolehkan dalam Islam dengan
syarat adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, hal ini selaras dengan hadits
Nabi saw. yang berbunyi, “sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah
(ringan).” (HR. al-Hakim : 2692, beliau mengatakan “Hadits ini shahih
berdasarkan syarat Bukhari Muslim.”)[9]
Menggauli istri dengan baik dan adil merupakan salah satu kewajiban suami
terhadap istrinya. Sebagaimana Firman Allah dalam Alquran surat an-Nisa ayat 19
yang berbunyi:
Page | 9
ض م ٰۤا ٰات ْیت ُ ُم ْوه َُّن ا َّ َِّٰۤل ا ْن ُ ٰٰۤیایُّها الَّ ِّذیْن ٰامنُ ْوا َل یحِّ ُّل ل ُك ْم ا ْن ت ِّرثُوا النِّسآء ك ْرها وَل ت ْع
ِّ ضلُ ْوه َُّن لِّتذْهب ُْوا ِّبب ْع
ّٰللاُ فِّ ْی ِّه خیْرافا ِّْن ك ِّر ْهت ُ ُم ْوه َُّن فعسٰٰۤ ى ا ْن ت ْكره ُْوا شیْــًٴـا َّویجْعل ه- ٍِّۚیَّاْتِّیْن بِّفاحِّ ش ٍة ُّمبیِّن ٍۚ ٍة وعاش ُِّر ْوه َُّن بِّ ْالم ْع ُر ْوف
كثِّیْرا
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah
dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Maksud dari kata ِّ وعاش ُِّر ْوه َُّن بِّ ْالم ْع ُر ْوفadalah ditujukan kepada suami-suami
agar berbicara dengan baik terhadap para istri dan bersikap dengan baik dalam
perbuatan dan penampilan. Sebagaimana suami juga menyukai hal tersebut dari
istrinya, maka hendaklah suami melakukan hal yang sama. Sebagaimana hadist
dari riwayat ‘A’isyah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang
paling baik terhadap keluargaku”. Dan di antara akhlak Rasulullah saw. adalah
memperlakukan keluarganya dengan baik, selalu bergembira bermain dengan
keluarga, bermuka manis, bersikap lemah lembut, memberi kelapangan dalam hal
nafkah, dan bersenda gurau bersama istri-istrinya.[13]
Adapun Imam Asy-Sya’rawi Rahimahullah mengatakan, ِّ وعاش ُِّر ْوه َُّن بِّ ْالم ْع ُر ْوف,
Kata ْالم ْع ُر ْوفmemiliki pengertian yang lebih tinggi tingkatannya dari kata al–
mawaddah. Karena makna kata al-mawaddah berarti perbuatan baik kita kepada
orang lain hanya didasarkan karena rasa cinta (al-hubb) atau karena kita merasa
senang dan bahagia dengan keberadaan orang itu. Adapun kata ْالم ْع ُر ْوفmaknanya
kita berbuat baik kepada seseorang yang belum tentu kita sukai atau kita
senangi.[14] Artinya jika suatu saat istri kita sudah tidak lagi menarik secara fisik
atau keberadaannya sudah tidak menyenangkan lagi bahkan membangkitkan
kebencian dihati, maka tetaplah berlaku makruf terhadapnya dan bergaul
dengannya dengan sebaik-baiknya perlakuan sebagaimana perintah ayat tersebut,
karena bisa jadi satu sisi dia buruk namun pada sisi lainnya banyak kebaikan-
kebaikannya yang bisa menutupi keburukannya tersebut.
Page | 10
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”
Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat Ar Rum ayat 21 di atas pada
kalimat و جعل بیْن ُك ْم َّمودَّة َّو رحْمةdapat juga dimaknai bahwa seorang suami wajib
memberikan cinta dan kasih sayang kepada istrinya yang terwujud dalam perlakuan
dan perkataan yang mampu membuat rasa tenang dan nyaman bagi istri dalam
menjalankan fungsinya sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga. Adapun bentuk
perlakuan tersebut bisa berupa perhatian, ketulusan, keromantisan, kemesraan,
rayuan, senda gurau, dan seterusnya.
Dalam memberikan cinta dan kasih sayang bukanlah atas dasar besar
kecilnya rasa cinta kita kepada istri, akan tetapi hal tersebut merupakan perintah
Allah SWT. agar suami istri saling mencinta dan berkasih sayang sebagai wujud
kepatuhan kepada Allah SWT. Jika memberikan cinta dan kasih sayang antara
suami istri sudah disandarkan pada perintah Allah SWT. maka as-
sakiinah (ketentraman) dalam rumah tangga akan mudah kita raih.
2. Kewajiban Istri terhadap Suami
1. Taat kepada Suami
Mentaati suami merupakan perintah Allah SWT. sebagaimana yang tersirat
dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 34 sebagai berikut:
فال ه-ض َّو بِّم ٰۤا ا ْنفقُ ْوا مِّ ْن ا ْموا ِّل ِّه ْم
ُص ِّلحٰ ت ٍ ّٰللاُ ب ْعض ُه ْم ع ٰلى ب ْع ا ِّلرجا ُل ق هو ُم ْون على النِّسآءِّ بِّما فضَّل ه
اج ِّع وِّ ض م ْ
ال ِّی ف َّ
ُن ه وْ ر
ُ ج
ُ ْ
ه ا و َّ
ُن ه و
ْ ُ
ظ عِّ ف َّ
ُن ه ز و
ْ ُ
ش ُ ن ن وْ ُ ف ا خ ت ی ه
ْ و ال-ُّٰللا
ت
ِّ ب ِّبما حفِّظ ه ِّ ٰقنِّ ٰتتٌ حٰ ف ِّٰظتٌ ل ِّْلغ ْی
ّٰللا كان ع ِّلیًّا كبِّیْرا ا َِّّن ه-فا ِّْن اط ْعن ُك ْم فَل ت ْبغُ ْوا عل ْی ِّه َّن سبِّیَْل-اض ِّْرب ُْوه ٍۚ َُّن
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Menurut Ibnu Abbas dalam tafsir Ibnu Katsir, yang dimaksud dari ا ِّلرجا ُل
ِّ ق هو ُم ْون على النِّسآءadalah kaum laki-laki merupakan pemimpin bagi kaum wanita.
Artinya dalam rumah tangga seorang suami adalah kepala rumah tangga yang harus
didengar dan ditaati perintahnya, oleh karenaa itu sudah seharusnya seorang Istri
mentaati suaminya jika memerintahkannya dalam kebaikan. Menurut Ibnu Abbas
maksud kata ٌ ٰقنِّ ٰتتadalah para istri yang taat kepada suami.[15] Artinya wanita
sholeh itu salah satu tandanya adalah taat kepada suami selama perintahnya tidak
menyelisihi Allah dan Rasulnya.
Page | 11
istri masih ikut di rumah orang tua salah satu pasangan lalu kemudian mencari
tempat tinggal sendiri. Dalam hal ini seorang istri harus mengikuti dimana suami
bertempat tinggal, entah itu di rumah orang tuanya atau di tempat kerjanya. Karena
hal tersebut merupakan kewajiban seorang istri untuk mengikuti dimana suami
bertempat tinggal, sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
ُ …ا ْس ِّكنُ ْوه َُّن مِّ ْن حی
ْث سك ْنت ُ ْم ِّم ْن ُّو ْج ِّد ُك ْم
Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat
tinggal menurut kemampuan kamu,…” (QS. Ath Thalaaq: 6).
Seorang anak dilahirkan ke dunia dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dari
kedua orang tuanya. Anak menjadi anugerah dan kebahagiaan bagi sepasang suami
istri, sehingga mereka dengan sepenuh hati akan mengasuh anak hingga mereka tumbuh
dewasa dan menjadi orang sukses.
Namun, tidak hanya orang tua saja yang memiliki kewajiban untuk memberikan
cinta dan kasih kepada anak mereka. Setiap anak juga memiliki kewajiban terhadap
orang tua, meskipun apapun yang dilakukannya tidak bisa membalas kebaikan orang
tua.
Bahkan meskipun sudah dewasa, mandiri dan sukses, anak harus tetap melakukan
kewajiban-kewajibannya sepanjang hayat hidup orang tua. Lalu apa saja kewajiban
anak terhadap orang tua yang harus dilakukan? Yuk, ketahui dan pahami kewajiban
anak kepada orang tua berikut ini.
Page | 12
kendati mereka bukan orang muslim, tapi seorang anak tetap wajib untuk berbakti
selama masa hidupnya.
2. Segera Datang Ketika Dipanggil
Segera mendatangi bapak atau ibu ketika dipanggil merupakan salah satu wujud
mematuhi perintah dan menghormati orang tua. Seringkali kesibukan membuat kita
lupa dan bahkan malas jika harus datang saat dipanggil. Tidak sedikit juga yang berkata
“ah” ketika dipanggil atau diperintah oleh bapak dan ibu.
Namun, ketahuilah bahwa Allah telah memerintahkan kita untuk menghormati
kedua orang tua. Salah satunya dengan segera mendatangi mereka saat dipanggil
meskipun kita sedang sibuk atau melakukan sesuatu. Tundalah sebentar, sesungguhnya
Allah sangat mencintai seorang anak yang patuh kepada orang tua mereka.
3. Menafkahi Orang Tua Jika Mampu
Di usianya yang lambat laun semakin renta membuat ayah dan ibu kita makin sulit
untuk bekerja dan menghasilkan uang. Disinilah kewajiban kita sebagai seorang anak
yang harus menafkahi orang tua apabila mampu.
Firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 215 menjelaskan bahwa hendaknya
seorang anak memberikan nafkah terlebih dahulu kepada orang tua mereka sebelum
menafkahkan hartanya ke orang lain (sedekah). Orang tua memiliki hak atas harta yang
dimiliki oleh anaknya jika memang si anak diberikan kecukupan.
Kendati orang tua masih mampu bekerja, tapi sebaiknya sebagai seorang anak tetap
memberikan sebagian dari penghasilannya untuk orang tua. Mengenai kewajiban anak
kepada orang tua ini juga dijelaskan melalui HR Admad, Abu Dawud dan Ibnu Majah
bahwasanya Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu.
3. Merawat Orang Tua
Seiring bertambahnya usia, ayah dan ibu kita akan semakin tua dan renta serta
mudah sakit-sakitan. Sebagai seorang anak kita diwajibkan untuk merawat mereka yang
sudah tidak mampu lagi merawat diri sendiri.
Baca Juga: Mempercantik Diri dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda bahwa seseorang yang tidak merawat kedua orang
tuanya ketika sudah renta termasuk orang merugi dan tidak masuk surga (HR Muslim).
Besar pahala yang akan didapatkan oleh anak-anak berbakti yang dengan sepenuh hati
dan bersabar dalam merawat kedua orang tuanya.
5. Berbicara dengan Santun dan Lembut
Berbicara dengan santun kepada orang tua bukan hanya adab, tapi juga kewajiban
yang harus selalu dilakukan. Hindari berbicara dengan nada tinggi yang menyinggung
dan menyakiti hati. Dengan membiasakan diri berbicara yang santun dan lembut di
rumah juga akan membuat kamu terbiasa bicara dengan baik ketika di luar.
Namun memang terkadang kita merasa kesal, kecewa atau marah. Alih-alih
membentak dan mengeluarkan kata-kata tidak pantas, cobalah biasakan untuk sabar
dengan diam terlebih dahulu. Tunggu sampai situasi dingin dan jika perlu sampaikan
dengan baik maksud kamu sebenarnya yang mungkin telah membuat salah paham di
mata orang tua.
Oh iya, kewajiban berbicara dengan santun ini juga harus diterapkan saat
mengirim pesan singkat melalui SMS atau chat. Tanpa disadari banyak diantara anak
muda yang cenderung asal-asalan saat membalas pesan dari orang tua. Yuk, biasakan
bicara dengan baik. Selain menyenangkan hati orang tua, kamu juga akan mendapatkan
pahala loh.
6. Menghindari Sesuatu yang Tidak Disukai Ortu
Setiap orang tua selalu berusaha dan menginginkan apa yang terbaik untuk anak-
anak mereka. Tidak sedikit juga yang bersifat protektif kepada anak demi kebaikan,
Page | 13
misalnya tidak boleh pulang lebih dari jam 7 malam, tidak boleh bepergian jauh tanpa
dampingan orang dewasa, dan lain-lain.
Kita sebagai anak berkewajiban untuk mematuhi perintah tersebut dengan tidak
melakukan apa yang tidak disukai orang tua. Bahkan dalam hadist juga sudah
disampaikan bahwa ridho Allah tergantung ridho orang tua, begitu juga dengan
murkanya Allah tergantung dengan murkanya orang tua.
7. Mendoakan Kebaikan Dunia dan Akhirat
Kewajiban anak lainnya yaitu harus berdoa untuk kebaikan kedua orang tuanya,
baik di dunia maupun akhirat. Bahkan meskipun mereka sudah meninggal, anak wajib
selalu mendoakannya agar ditempatkan di sisi Allah SWT.
8. Menjaga Nama Baik
Anak harus menjaga nama baik bapak dan ibunya, terutama ketika berinteraksi
dengan dunia luar. Hindari membicarakan keburukan orang tua, menyebarkan aib
keluarga dan hal-hal yang sifatnya negatif tentang mereka. Jadilah seperti pakaian bagi
keduanya, yakni dengan menutupi apa yang seharusnya tidak dilihat oleh orang lain.
Sudah banyak loh cerita-cerita nyata tentang seorang anak yang dalam hidupnya
selalu berbakti kepada orang tua. Mereka pun juga hidup dalam keberkahan,
dilimpahkan rezeki serta selalu diberi keselamatan.
Maka dari itu, pahami dan terapkan beberapa kewajiban anak terhadap orang tua
seperti sudah kami sebutkan di atas. Yuk, sayangi kedua orang tua kita mumpung masih
punya kesempatan.
Page | 14
perceraian, dan pembagian harta yang diperoleh suami dan istri karena usahanya,
disebut dengan harta bersama baik mereka bekerja bersama-sama atau suami saja yang
bekerja ataupun sebaliknya. Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah
Apakah akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian terhadap anak, Apakah
akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian terhadap harta bersama. Tujuan
penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa akibat hukum dari
putusnya perkawinan karena perceraian terhadap anak, dan untuk mengkaji dan
menganalisa akibat hukum dari putusnya perkawinan karena perceraian terhadap harta
bersama. Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif,
pendekatan masalah adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum, penyusunan
skripsi ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan Bahan non
hukum. Analisis bahan hukum dengan beberapa tahapan yang kemudian hasil analisis
bahan penelitian tersebut kemudian diuraikan dalam pembahasan guna menjawab
permasalahan yang diajukan hingga sampai pada kesimpulan. Berdasarkan analisa dan
pembahasan permasalahan yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat ditarik
adalah sebagai berikut:
Pertama, Akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian terhadap anak
bahwa dalam Kompilasi Hukum Islam secara eksplisit cenderung menghendaki hak
asuh anak yang belum mumayyiz jatuh ke tangan ibu. Karena menganggap anak yang
belum mumayyiz belum dapat menentukan pilihannya, sehingga harus diberikan oleh
suatu putusan pengadilan untuk memastikan siapa yang berhak dalam mengasuh dan
memeliharanya. Hal ini memang telah sesuai dengan ketentuan pasal 156 huruf (a)
Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa, “Apabila perkawinan putus karena
perceraian maka anak yang belum mumayyiz (belum 12 tahun) yang berhak mendapat
hadhanah adalah ibunya”. Dengan memperhatikan ketentuan Kompilasi Hukum Islam,
tampak jelas bahwa Kompilasi Hukum Islam menganut sistem kekerabatan bilateral
seperti yang dikehendaki oleh Al-Qur’an., sebagaimana yang diatur dalam pasal 105
Kompilasi Hukum Islam. Kompilasi Hukum Islam memberikan prioritas utama kepada
ibu untuk memegang hak hadhanah sang anak, sampai anak tersebut berusia 12 tahun.
Kedua, Pembagian harta bersama masing-masing suami istri bila terjadi
perceraian bahwa penerapan-penerapan hukum Islam dalam soal pembagian harta
bersama baik dalam cerai mati dan cerai hidup, sudah mendapat kepastian positif yaitu
dalam Bab XIII, Kompilasi Hukum Islam mengatur masalah harta bersama dalam
perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 97. Pembagian
harta bersama antara suami dan istri yang cerai hidup maupun yang cerai mati, atau
karena salah satunya hilang, masing-masing mereka mendapat seperdua/setengah dari
harta bersama. Tidak diperhitungkan siapa yang bekerja, dan atas nama siapa harta
bersama itu terdaftar. Selama harta benda itu diperoleh selama dalam masa perkawinan
sesuai pasal 35 dan 36 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974, maka harta yang
diperoleh tersebut merupakan harta bersama, dan dibagi dua antara suami dan istri.
ketika perkawinan berakhir akibat perceraian atau kematian salah seorang pasangan -
baik menurut hukum adat maupun hukum positif adalah bahwa masing-masing suami
isteri memiliki hak yang sama terhadap harta bersama, yaitu separuh dari harta bersama.
Pembagian seperti ini berlaku tanpa harus mempersoalkan siapakah yang berjerih payah
untuk mendapatkan harta kekayaan selama dalam perkawinan. Saran penulis adalah
Akibat terjadinya suatu perceraian memberikan dampak yang besar bagi istri,
khususnya dalam hal pemeliharaan anak (hadhanah) setelah terjadinya perceraian.
Sehingga perlu adanya perlindungan hukum bagi istri dari mantan suami yang tidak
bertanggung jawab. Masalah harta bersama, meskipun dalam fiqh tidak pernah dibahas,
Page | 15
namun permasalahan ini erat kaitannya dengan hak-hak seseorang atas harta benda
yang dimilikinya. Oleh karena itu penguasaan harta bersama ataupun harta bawaan dari
salah satu pihak dalam bentuk bagaimanapun apalagi sampai merugikan pihak lain
tidak dapat dibenarkan.
Page | 16
BAB III
(Penutup)
1. Kesimpulan
Dari makalah yang telah dipaparkan diatas maka pernikahan dapat disimpulkan
bahwa, Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat miitsaqan ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan
ibadah. sinonim dengan tazawwaja. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Dalam pandangan Islam perkawinan merupakan sebuah ikatan lahir batin yang
kukuh antara dua insan manusia laki-laki dan perempuan. Yaitu ikatan yang sangat kuat
atau mitsaaqon gholiidan. Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974, pernikahan
dilakukan untuk mengikat
antara pria dan wanita secara lahir batin dengan maksud membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal atas komitmen terhadap Tuhan yang Maha Esa. Pernikahan
disyariatkan dalam Islam di mana pernikahan dianggap sebagai sarana mencapai
kebahagiaan dalam hidup. Selain itu, pernikahan merupakan satu-satunya jalan yang
disahkan oleh Islam untuk manusia yang hendak memenuhi kebutuhan biologis yang
memang harus disalurkan secara kodrat.
Firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam QS. Ar-Ra'du ayat 38, yaitu "Dan
sesungguhnya kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan," menyatakan bahwa menikah
merupakan salah satu keteladanan yang dilakukan oleh Nabi. Dengan menikah maka
kita sedang meneladani salah satu keteladan Nabi. Menurut fiqh para ulama, hukum
menikah dalam Islam harus didasarkan pada kondisi dan faktor pelaku dalam
pernikahan tersebut. Adapun penjelasan mengenai hukum pernikahan dalam Islam
sebagai berikut :
1. Wajib, jika seseorang memiliki kemampuan untuk berumah tangga baik secara
fisik maupun finansial, serta sulit untuk menghindari zina.
5. Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan baik secara fisik maupun
finansial, juga bermaksud untuk menelantarkan pasangannya.
Page | 17
2. Saran
Sebagai umat Islam hendaknya sadar terhadap akan keluarga Sakinah, karena
berkeluarga merupakan Amanah Allah SWT, yang telah dititipkan kepada manusia
sebagai pemimpin terhadap diri sendiri maupun keluarga. Serta henaknya kita saling
menasehati dan mengingatkan dalam kehidupan dalam kehidupan agar menjadi umat
yang sesuai dengan cita-cita Islam, yakni keluarga yang diberkati Allah SWT,
keluarga yang Sakinah, Mawaddah Warohmah, baik di dunia maupun diakhirat.
3. Kata Penutup
Demikianlah makalah yang kami buat sekiranya pasti ada kekurangan dalam
makalah ini mohon dimaklumi, karena kami masih dalam proses pembelajaran.
Semoga apa yang kami buat dapat bermanfaat untuk pembaca khususnya yang
membuat makalah ini.
Page | 18
Daftar Pustaka
1. id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan
2. kopyah.id/filosofi-pernikahan-dalam-ajaran-islam
3. https://www.merdeka.com/trending
4. https://www.nuruljadid.net/1616/etika-pergaulan-laki-laki-dan-perempuan-dalam-
islam-sebuah-ringkasan
5. https://www.suara.com/news/2020/12/17/175155/syarat-dan-rukun-nikah-dalam-
islam
6. https://pa-palangkaraya.go.id/
7. https://www.hijup.com/
8. https://repository.unej.ac.id/
Page | 19