Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MENGINTEGRASIKAN IMAN, ISLAM, DAN IHSAN DALAM


MEMBENTUK INSAN KAMIL

DOSEN PEMBIMBING

Dewi Indah Sari, S. Ag, M. Ag

DISUSUN OLEH :

Annisaa Isma Abella (061830700514)


Detha Dianty Rayan (061830700604)
Sutrisno (061830700619)

Kelas: 2CC

JURUSAN TEKNIK KOMPUTER


POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
TAHUN PELAJARAN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman dan
kesehatan, sehingga diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
“Mengintegrasikan Iman, Islam dan Insan Dalam Membentuk Insan Kamil”.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan kita, yaitu
Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita
semua, yang merupakan pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Sekaligus kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk


Ibu Dewi Indah Sari, S. Ag, M. Ag selaku dosen mata kuliah Agama yang telah
menyerahkan kepercayaannya kepada kami guna menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu.

Kami juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini dapat berguna
serta bermanfaat bagi setiap pihak yang membaca dalam meningkatkan pengetahuan
sekaligus wawasan mengenai Integritas Agama. Selain itu kami juga sadar bahwa pada
laporan kami ini dapat ditemukan banyak sekali kekurangan serta jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami benar-benar menanti kritik dan saran untuk
kemudian dapat kami revisi dan kami tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali lagi
kami menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang
konstruktif. Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan perkataan yang tidak berkenan di hati.

Palembang, 16 April 2019

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................. ........ 2

Daftar Isi ........................................................................................................... ........ 3

BAB I Pendahuluan .......................................................................................... ........ 4

BAB II Pembahasan ......................................................................................... ........ 5

A. Menelusuri konsep dan urgensi islam, iman dan ihsan dalam


membentuk insan kamil .................................................................. ........ 5
B. Menanyakan alasan mengapa iman, islam, dan ihsan menjadi
prasyarat dalam membentuk insan kamil ....................................... ........ 6
C. Menggali sumber teologis, historis dan filosofis tentang iman,
islam dan ihsan sebagai pilar agama islam dalam membentuk
insan kamil ...................................................................................... ........ 6
D. Membangun argumen tentang karakteristik insan kamil dalam
metode pencapaiannya .................................................................... ........ 9
E. Mendeskripsikan tentang esensi dan urgensi iman, islam dan
ihsan dalam membentuk insan kamil.............................................. ........ 10
F. Tugas belajar lanjut: Proyek belajar menjadi insan kamil .............. ........ 11
G. Rangkuman tentang bagaimana menjadi insan kamil .................... ........ 11

Daftar Pustaka ............................................................................................................. ......... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata: Insan yang artinya
manusia dan kamil artinya sempurna. Secara harfiah, insan kamil dimaknai sebagai
“manusia yang sempurna”.

Manusia diberi empat potensi; akal, hawa nafsu, ruh dan wujud. Akal untuk berpikir
dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Nafsu berperanan untuk
berkehendak akan sesuatu, kepada perkara yang baik maupun yang buruk. Ruh atau
hati nurani bekerja sama dengan akal ketika merealisasikan nafsu dalam rangka
menjadikan manusia itu lebih baik. Wujud manusia berperanan untuk
merealisasikan akal dan nafsunya dalam bentuk tindakan.
Tentang kesempurnaan manusia ini sudah dinyatakan oleh sang Pencipta, Allah
SWT, sebagaimana dimuat dalam surat At-Tiin ayat 4,

‫اْل نْ سَ ا َن ف ِ ي أ َ ْح سَ ِن ت َقْ ِو يم‬


ِ ْ ‫ل َق َدْ َخ ل َقْ ن َا‬
Yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.”

Insan Kamil sebagai manusia yang sempurna, mengandung arti manusia seutuhnya,
yakni manusia yang perilakunya sesuai dengan apa dikehendaki oleh Penciptanya,
Allah SWT berfirman dalam surah Adz Dzariyat ayat 56,

‫س إ ِ ََّّل لِ ي َعْ ب ُد ُو ِن‬ ِ ْ ‫ت الْ ِج َّن َو‬


َ ْ‫اْل ن‬ ُ ْ‫َو َم ا َخ ل َ ق‬
Yang artinya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”. Jadi, maksud sempurna di sini bukanlah berarti
sempurna seperti Allah, tapi sempurna dalam dimensi kemanusiaan dan kerohanian,
sebagaimana apa yang diharapkan Allah dalam tujuan penciptaan manusia tadi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Menelusuri konsep dan urgensi islam, iman dan ihsan dalam membentuk insan
kamil
Seorang hamba Allah, memiliki 3 kadar kualitas ketaatan dalam proses menuju
kesempurnaan untuk mengabdi kepada Allah, yaitu islam, iman, dan ihsan.
1. Islam
Kata “islām” berasal dari bahasa Arab aslama - yuslimu dengan arti
tunduk dan patuh, berserah diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama).
Penyerahan diri seperti ini ditandai dengan pelaksanaan terhadap apa
yang Allah perintahkan serta menjauhi segala larangan-Nya.
2. Iman
Allah SWT berfirman pada surat Al-Hujurat ayat 15 yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang
yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa
mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
Beriman disini berarti dengan teguh berani berjuang dijalan Allah
dengan mengorbankan jiwa, raga, dan harta tanpa ragu. Untuk dapat
mencapai keteguhan tersebut, terlebih dahulu harus menemukan,
mengenal, dan percaya kepada sang pencipta, Allah SWT.
3. Ihsan
Ihsan artinya kebajikan, atau menjadikan sesuatu indah/cantik
mengandung pengertian memperindah setiap perbuatan yang kita
kerjakan. Dalam hal ini Nabi Muhammad bersabda:”Allah telah
memberikan kebaikan (ihsan) kepada kamu sekalian, karena itulah
berbuat baiklah ketika engkau hendak membunuh; ketika engkau
meyembelih binatang; dan hendaklah kalian mempertajam pisau
sehingga mempercepat kematian binatang sembelihan tersebut.”.

5
B. Menanyakan alasan mengapa iman, islam, dan ihsan menjadi prasyarat dalam
membentuk insan kamil
Akidah merupakan cabang ilmu agama untuk memahami pilar iman; syariat
merupakan cabang ilmu agama untuk memahami pilar Islam; dan akhlak
merupakan cabang ilmu agama untuk memahami pilar ihsan. Jika digambarkan
hubungan antara iman-Islam-ihsan dan akidah-syariat-akhlak, maka bisa dilihat
pada tabel berikut.

C. Menggali sumber teologis, historis dan filosofis tentang iman, islam dan ihsan
sebagai pilar agama islam dalam membentuk insan kamil
1. Sumber Teologis:
a) Pada quran surah Al-Ashr ayat 3 dan surah At-Tin ayat 6, disebutkan
bahwa “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh..” . Seperti yang telah diketahui, beriman berarti keteguhan kita
dijalan Allah yang sudah pasti kita berserah diri dan menaati Allah. Dan
mengerjakan amal shalih, yaitu beramal sesuai syariat Allah. Amal shalih
adalah bagian dari keimanan, maka iman sesorang tidak sempurna tanpa
adanya amal shalih
2. Sumber Historis:
Umar bin Khaththab RA berkata : Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di
dekat Rasulullah SAW tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki
mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat
padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami

6
yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan
kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi,
Kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam
!” Rasulullah SAW menjawab, ”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang
berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya
Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat,
berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika
engkau telah mampu melakukannya.” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka
kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab, ”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah, malaikatNya,
kitab-kitabNya, para RasulNya, hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah
yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalau pun engkau tidak
melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Setelah beliau menjawab berbagai pertanyaan dari Jibril dan dia pun telah
meninggalkan mereka, maka pada suatu kesempatan Rosululloh bertanya kepada
sahabat Umar bin Khoththob, “Wahai Umar, tahukah kamu siapakah orang
yang bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya lah yang
lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah Jibril yang
datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim).Hadis
di atas mengetengahkan masalah pokok yang saling berkaitan satu sama lain,
yaitu islam, iman, dan ihsan. Pernyataan Nabi SAW. di penghujung hadis di atas
bahwa “itu adalah Malaikat Jibril datang mengajarkan agama kepada manusia”
mengisyaratkan bahwa keempat masalah yang disampaikan oleh malaikat Jibril
dalam hadis di atas terangkum dalam istilah ad-din (baca: agama Islam). Hal ini
menunjukkan bahwa keberagamaan seseorang baru dikatakan benar jika
dibangun di atas pondasi Islam dengan segala kriterianya, disemangati

7
oleh iman, segala aktifitas dijalankan atas dasar ihsan, dan orientasi akhir segala
aktifitas adalah ukhrawi.
Atas dasar tersebut di atas, maka seseorang yang hanya menganut Islam sebagai
agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan iman. sebab iman mengandung
konsep keikhlasan tanpa pamrih dalam ibadah Sebaliknya, iman tidaklah berarti
apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya,
kebermaknaan Islam dan iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi
dengan ihsan.
3. Sumber Filosofis:
Insan kamil bukanlah manusia pada umumnya. Ibnu Araby menyebutkan adanya
dua jenis manusia yaitu insan kamil dan monster bertubuh manusia. Maksudnya
jika tidak menjadi insan kamil maka manusia akan menjadi moster bertubuh
manusia. Pandangan Araby ini berdasarkan atas Al-qur’an yang memvonis
manusia sebagai makhluk yang rendah dan negatif, yakni: penantang agama
yang keras(zalim) dan bodoh, kikir dan melupakan Tuhannya, suka berkeluh
kesah padahal manusia diciptaan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S At-tin
ayat 4).

Abdulkarim Al-Jill ī membagi insan kamil atas tiga tingkatan.

a. Tingkat permulaan (al-bidāyah).


Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat merealisasikan asma dan sifat-sifat
Ilahi pada dirinya.
b. Tingkat menengah (at-tawasuth).
Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan sifat kemanusiaan yang
terkait dengan realitas kasih Tuhan (al-haqāiq ar-raḫmāniyyah).
Pengetahuan yang dimiliki oleh insan kamil pada tingkat ini telah
meningkat dari pengetahuan biasa, karena sebagian dari hal-hal yang gaib
telah dibukakan Tuhan kepadanya.

8
c. Tingkat terakhir (al-khitām).
Pada tingkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan citra Tuhan secara
utuh. Ia pun telah dapat mengetahui rincian dari rahasia penciptaan takdir.

D. Membangun argumen tentang karakteristik insan kamil dalam metode


pencapaiannya
Menurut Al-qur’an, manusia sebenarnya merupakan makhluk yang secara potensial
insan kamil dalam (Q.S. Allsraatt (17):70) yang artinya: “Dan sesungguhnya telah
kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami
beri mereka rezeki dari yang baik-baik ddan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”.
1. Takhalli
Takhalli sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan
hati dari keterikatan pada dunia. Hati, sebagai langkah pertama, harus
dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak,
istri, harta dan segala keinginan duniawi.
2. Tahalli
Tahalli adalah upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang
lain, yaitu Allah (swt). Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan
dzikir dan mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya,
akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya
Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah tahalli,
tidak akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya untuk Allah,
bersenandung dalam dzikir. Maka dari itu ada beberapa cara untuk
menghiasi diri kita untuk memdekatkan diri pada Allah diantaranya:
a. Zuhud, yaitu pengendalian hati terhadap ketertarikan pada dunia dan
seisinya dan mengutamakan akhirat.
b. Qona’ah, sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang
diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan
perasaan kurang.

9
c. Sabar, mengendalikan diri terhadap emosi serta bertahan dalam kondisi
sulit dan tidak mengeluh.
d. Tawakkal, pasrah kepada Allah terhadap segala hal.
e. Mujahadah, bersungguh sungguh sekuat tenaga dalam melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan, memerangi ajakan hawa nafsu dan
berlindung kepada Allah
f. Ridho, senang hati, menerima atas pemberian Allah dibarengi dengan
sikap menerima ketentuan hukum syari’at secara ikhlas dan penuh
ketaatan serta menjauhi dari segala macam kemaksiatan baik lahir
maupun batin.
g. Syukur, mengetahui akan segala nikmat yang telah diberikan Allah berupa
nikmat keimanan dan ketaatan dengan jalan memuji Allah
3. Tajalli
Tajalli adalah tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Seseorang
hatinya terbebaskan dari tabir yaitu sifat-sifat kemanusian atau memperoleh
nur yang selama ini tersembunyi (Ghaib) atau fana segala selain Allah
ketika nampak (tajalli) wajah-Nya.

E. Mendeskripsikan tentang esensi dan urgensi iman, islam dan ihsan dalam
membentuk insan kamil

Insan kamil merupakan tipe manusia ideal yang dikehendaki oleh sang pencipta.
Dalam perspektif islam manusia memiliki 4 unsur yaitu : jasad, hati, roh dan rasa,
yang berfungsi untuk menjalankan kehendak ilahi. Untuk mengkokohkan keimanan
akan menjadi manusia yang insan kamil maka kaimanan kita harus mencapai tingkat
yakin. Maka kita harus mengidentifikasi yang mengacu pada rukun iman.
Sedangkan untuk dapat beribadah secara bersungguh-sungguh dan ikhlas, maka
segala ibadah yang kita lakukan mengacu pada rukun islam.

Kaum sufi memberikan tips untuk dapat menaiki tangga demi tangga, maka
seseorang yang berkehendak mencapai martabat insan kamil diharuskan melakukan

10
riyadhah (berlatih terus-menerus) untuk menapaki maqam demi maqam yang biasa
ditempuh oleh bangsa sufi dalam perjalanannya menuju tuhan.

F. Rangkuman tentang bagaimana menjadi insan kamil


Untuk menjadi insan kamil, keenam karakter inti harus ditanamkan secara bertahap
dari maqam pertama hingga maqam keenam. Maqam-maqam yang dimaksud
adalah:
1. Taubat
Taubat berarti menyadari bahwa kita manusia yang tak luput dari kesalahan
dan banyak berbuat dosa, lalu bangkit untuk beristighfar.
2. Wara’
Wara’ adalah sikap berhati-hati terhadap kehalalan dan keharamannya
terkait apa yang akan dilakukan, dimakan, dan dipakai.
3. Zuhud
Tidak cenderung kepada dunia, lebih mengutamakan akhirat.
4. Faqir
Sikap kerendahan hati yang merasa jauh dari kesempurnaan di mata Allah,
dalam hal amal soleh dan ketaatan.
5. Sabar
Menanamkan kesabaran dalam hati atas setiap cobaan dan ujian yang
dihadapi.
6. Tawakal
Bersandar kepada Allah. Meyakini sepenuh hati bahwa Allah telah
mengurus segala urusan dan memberikan yang terbaik untuk kita.

G. Tugas belajar lanjut: Proyek belajar menjadi insan kamil


1. Kita harus mejalankan rukun islam dan mengimani rukun iman dengan ikhlas.
2. Iman bukan hanya diniatkan didalam hati tetapi diucapkan dengan lisan dan
dilakukan dengan perbuatan.
3. Beribadah semata-mata hanya karena untuk mengharap ridho Allah.

11
4. Kita harus bisa mengendalikan nafsu dan menjadi muhsin.

DAFTAR PUSTAKA

Aimi, S.Pdi.,M.Pd.I.Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam.Palembang:Politeknik Negeri


Sriwijaya,2017

Kaelany Drs. HD.MA. Islam, Iman dan Amal Saleh. Jakarta:PT Rineka Cipta,2000

Iberani, Jamal Syarif.Mengenal islam.Jakarta:el-Kahfi,2003

Smith Prof. Huston. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: RajaGrafindo
Persada,2015.

Ensiklopedia Islam(Ringkas) Cyril Glasse;penerjemah,Ghufron A.Mas’adi. Ed.1 cet.3-


Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2002

12

Anda mungkin juga menyukai