Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

AL-QURAN DAN HADIST SEBAGAI SUMBER INSPIRASI


FILSAFAT DAKWAH

Dosen Pengampu:
Drs. Nuruddin Suwatah M.Si

Disusun oleh:

Ihya Fathuddin (B04219018)

Meilinda Amalia Rahma (B04219019)

M. Fitrah N. (B04219020)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt. Atas segala rahmat, hidayah, serta
taufiq-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang telah membimbing penulis dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang
benderang yakni agama islam sebagai pedoman yang mengatur kehidupan untuk kemashlahatan
dunia dan kemashlahatan akhirat.

Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Drs. Nuruddin Suwatah M.Si selaku dosen pengampu yang telah membimbing penulis dalam
menyelasikan tugas makalah ini.

Kemudian, penulis juga menyadari dengan sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dan
kelebihan. Oleh sebab itu, penulis sangat terbuka dan terbantu jika ada kritik dan saran dalam
pembuatan makalah ini agar makalah ini dapat lebih baik di kemudian hari. Dan berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Surabaya, 17 Maret 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan di dunia ini umat Islam telah diberi pedoman dan petunjuk melalui
Rasul-Nya berupa Al-Quranul karim. Dengan adanya Al-Quran umat Islam bisa mempelajari
kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehingga Al-Quran menjadi penuntun hidupnya.
Kandungan yang terdapat di dalam Al-Quran banyak sekali yang dapat diambil dan
banyak menginspirasi lahirnya berbagai macam ilmu pengetahuan, termasuk inspirasi dalam
berfilsafat yang diidentikan dengan kata hikmah dan mengajak manusia untuk berpikir.
Di dalam Al-Quran, kata filsafat memang tidak secara langsung disebutkan, tapi esensi
maknanya sama dengan filsafat, seperti adanya ayat yang menyuruh manusia agar sering
memikirkan penciptaan Allah SWT yang terhampar di alam semesta, terjadinya fenomena-
fenomena kejadian alam, pergantian siang dan malam, turunnya hujan, adanya berbagai
macam makhluk seperti hewan, tumbuhan, lautan, gunung-gunung, langit, matahari, bulan dan
sebagainya. Selain itu, untuk memikirkan tentang proses terbentuknya manusia mulai dari
janin sampai lahir ke dunia. Hal itu yang menginspirasi agar selalu menggunakan akal untuk
memikirkannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan dan peran Al-Quran ?
2. Bagaimana wacana Al-Quran tentang filsafat ?
3. Apa hikmah dalam Al-Quran dan kegiatan dakwah?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan kedudukan dan peran Al-Quran
2. Untuk menjelaskan wacana Al-Quran tentang filsafat.
3. Untuk menjelaskan hikmah dalam Al-Quran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Al-Quran
1. Al-Quran sebagai sumber berbagai disiplin ilmu keislaman.
Disiplin ilmu yang bersumber dari Al-Quran di antaranya yaitu:
a. Ilmu Tauhid (Teologi)
b. Ilmu Hukum
c. Ilmu Tasawuf
d. Ilmu Filasafat Islam
e. Ilmu Sejarah Islam
f. Ilmu Pendidikan Islam
2. Al-Quran sebagai wahyu Allah SWT yaitu seluruh ayat Al-Quran adalah wahyu Allah; tidak
ada satu kata pun yang datang dari perkataan atau pikiran Nabi.
3. Kitabul Naba wal akhbar (Berita dan Kabar) arinya, Al-Quran merupakan khabar yang di
bawah nabi yang datang dari Allah dan di sebarkan kepada manusia.
4. Minhajul Hayah (Pedoman Hidup), sudah seharusnya setiap muslim menjadikan Al-Quran
sebagai rujukan terhadap setiap problem yang di hadapi.
5. Sebagai salah satu sebab masuknya orang Arab ke agama Islam pada zaman rasulallah dan
masuknya orang-orang sekarang dan yang akan datang.
6. Al-Quran sebagai suatu yang bersifat abadi artinya, Al-Quran itu tidak akan terganti oleh kitab
apapun sampai hari kiamat baik itu sebagai sumber hukum, sumber ilmu pengetahuan dan lain-
lain.
7. Al-Quran dinukil secara mutawattir artinya, Al-Quran disampaikan kepada orang lain secara
terus-menerus oleh sekelompok orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena
banyaknya jumlah orang dan berbeda-bedanya tempat tinggal mereka.
8. Al-Quran sebagai sumber hukum, seluruh mazhab sepakat Al-Quran sebagai sumber utama
dalam menetapkan hukum, dalam kata lain bahwa Al-Quran menempati posisi awal dari tertib
sumber hukum dalam berhujjah.
9. Al-Quran di sampaikan kepada nabi Muhammad secara lisan artinya, baik lafaz ataupun
maknanya dari Allah SWT.
10. Al-Quran termaktub dalam mushaf, artinya bahwa setiap wahyu Allah yang lafaz dan
maknanya berasal dari-Nya itu termaktub dalam mushaf (telah di bukukan).
11. Agama Islam datang dengan Al-Quran membuka lebar-lebar mata manusia agar mereka
manyadari jati diri dan hakikat hidup di muka bumi.

Fungsi/ Peranan Al-Quran


1. Dari sudut subtansinya, fungsi Al-Quran sebagaimana tersurat nama-namanya dalam Al-
Quran adalah sebagai berikut:
a. Al-Huda (petunjuk), Dalam Al-Quran terdapat tiga kategori tentang posisi Al-Quran
sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Kedua, Al-Quran adalah
petunjuk bagi orang-orang bertakwa. Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Al-
Quran menjadi pedoman terpenting bagi umat manusia sepanjang masa. Al-Quran sendiri
telah menyatakan dirinya sebagai petunjuk (dari Allah) bagi manusia (Q.S. Al-Baqarah:
185). A. Syafi’I Ma’arif menjelaskan hal sebagai berikut, ‘Perhatian utama al-Quran adalah
memberikan petunjuk yang benar kepada manusia, yaitu petunjuk yang akan membawanya
kepada kebenaran dan suasana kehidupan yang baik.’1
b. Al-Furqon (pemisah), Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk
membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil, atau antara yang
benar dan yang salah.
c. Al-Asyifa (obat). Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi
penyakit-penyakit yang ada dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit
Psikologis)
d. Al-Mau’izah (nasihat), Didalam Al-Quran di katakan bahwa ia berfungsi sebagai penasihat
bagi orang-orang yang bertakwa.
2. Fungsi Al-Quran di lihat dari realitas kehidupan manusia:
a. Al-Quran sebagai petunjuk jalan yang lurus bagi kehidupan manusia
b. Al-Quran sebagai mukjizat bagi Rasulallah SAW.
c. Al-Quran menjelaskan kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang membedakannya dari
makhluk lain.
d. Al-Quran sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah sebelumnya.

1
“Ahmad Syafi’I Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan , Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 10.”
e. Menjelaskan kepada manusia tentang masalah yang pernah di perselisikan umat Islam
terdahulu
f. Al-Quran berfungsi memantapkan Iman.
g. Tuntunan dan hukum untuk menempuh kehidupan.
Al-Quran merupakan fungsi dan pedoman pertama bagi manusia setelah yang keduanya
Hadits, yang merupakan sumber hukum pertama bagi manusia dan tidak ada satupun yang
dapat mengganti kedudukan Al-Quran sebagai sumber hukum Islam, Al-Quran itu membahas
segala sesuatu secara global misalnya, Al-Quran membahas tentang Sastra tapi Al-Quran
bukan merupakan buku sastra tetapi ia membahas sastra yang sangat tinggi dan sebagainya.
Setelah kita memahami fungsi dan kedudukan Al-Quran tersebut secara utuh maka kita
dapat menjadikan Al-Quran sesuatu yang sangat berperan secara langsung bagi
keberlangsungan kehiduapan ummat manusia di permukaan bumi ini, karna tanpa adanya Al-
Quran tersebut maka peradapan manusia saat ini akan kacau, tidak ada rasa hormat antara
manusia, tidak terjalinnya silaturahim antara Muslim, keadaan kehidupan manusia semraut,
terjadinya penghardian terhadap anak yatim dan sebagainya.

B. Wacana Al-Quran Tentang Filsafat


Pengertian filsafat yang semula berarti cinta kearifan ternyat amenjadi luas sekali. Dahulu,
kata Sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan berarti pula kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan
bahkan kecerdikan dalam memutuskan soal-soal praktis.2
Istilah filsafat merupakan istilah asing dan berasal dari bahasa Yunani, karenanya istilah
filsafat tidak disebut di dalam Al-Quran. Jika istilah filsafat diartikan dengan makna cinta pada
kebijaksanaan, maka dalam Al-Quran istilah tersebut dengan kata al-hikmah. Kata Al-Hikmah
secara etimologi mengandung makna yang banyak dan berbedabeda, di antaranya: al-Adl
(keadilan), al-Hilm (Kesabaran dan ketabahan), al-Nubuwwah (kenabian), yang dapat mencegah
seseorang dari kebodohan, yang mencegah seseorang dari kerusakan dan kehancuran, setiap
perkataan yang cocok dengan kebenaran, meletakan sesuatu pada tempatnya dan kebenaran
perkara. Dari makna tersebut ada satu makna yang menjadi esensi dari kata al-Hikmah yang mudah

2
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2009, Cetakan keempat,hlm. 29; lihat
pula F.E. Peters, Greek Philosophical Terms ,; A History Lexicon , 1967, hlm. 156 & 179.
dipahami secara akal dan dapat dioperasionalkan dalam aktivitas dakwah, yakni meletakkan
sesuatu pada tempatnya.
Seperti yang dikatakan Al’Arabi dalam bukunya Fushuh Al-Hikmah, makna al-hikmah
adalah proses pencarian hakikat sesuatu dan perbuatan. Adapun menurut Ar-Raghib bahwa al-
hikmah yaitu memperoleh kebenaran dengan perantara ilmu dan akal. Begitu pula, dalam tulisan
Nurcholis Madjid bahwa hikmah itu berarti ilmu pengetahuan, filsafat, kebenaran, bahkan
merupakan rahasia Tuhan yang tersembunyi yang hanya bisa diambil manfaat dan pelajaran pada
masa dan waktu yang lain.3 Al-Hikmah jika dikaitkan dengan filsafat menurut al-Amiri, Lukman
adalah orang yang pertama yang mendapatkan hikmah, seperti dijelaskan dalam surat Lukman ayat
12 ‘Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Lukman’.
Selain kata al-Hikmah, Al-Quran juga banyak memberikan dorongan kepada manusia
untuk senantiasa mengembangkan pikiran dan hatinya. Al-Quran mendorong manusia untuk
memikirkan penciptaan langit, bumi, manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang dan sebagainya. Al-
Quran sangat mencela orang-orang yang bersikap taklid dan jumud kepada warisan leluhurnya
sehingga mereka enggan menggunakan akalnya untuk memikirkan kebenaran dan berpikir bebas
guna mencapai kebenaran.
Berbagai motivasi dan dukungan yang kuat dari Al-Quran terhadap penggunaan segala
potensi yang dimiliki oleh manusia, maka kehadiran Al-Quran telah mengubah pola berfilsafat
dalam konteks dunia Islam secara radikal sehingga lahirlah ‘Filsafat profetik’. Artinya realitas dan
proses meta-historis penyampaian Al-Quran merupakan perhatian utama para pemikir Islam dalam
melakukan kegiatan berfilsafat.

C. Hikmah dalam Al-Quran dan Kegiatan Dakwah


Dalam Surat Al-Baqoroh Ayat 269 Allah Swt Berfirman:
“Allah Menganugerahkan Al-Hikmah (Kepahaman Yang Dalam Tentang Al-Qur’an Dan As-
Sunah)Kepada Siapa Yang Dikehendaki-Nya.Dan Barang Siapa Yang Dianugerahi Hikmah,Ia
Benar-Benar Telah Dianugerahi Karunia Yang Banyak.Dan Hanya Orang-Orang Yang Berakallah
Yang Dapat Mengambil Pelajaran (Dari Firman Allah).”(Qs.Al-Baqoroh Ayat 269).

3
Nurcholish Madjid, Memahami Hikmah dalam Agama dalam Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern ,
[Penyunting: M. Amin Akkas & Hasan M. Noer], [Jakarta: Mediacita, 2000], hlm. 397.
Dapat disimpulkan bahwa hikmah adalah kemampuan rohani yang diberikan allah kepada manusia
yang dikehendakinya. Dalam kaitannya dengan dakwah da’I yang mempunyai hikmah seharusnya
adil dan perbuatannya baik untuk dirinya dan untuk orang lain ,ia juga harus adil ketika berdakwah
maupun dalam kehidupan di luar dakwah. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
hikmah itu :
• Hikmah menjadi hakikat atau prinsip dasar dari metode dan semua perangkat dakwah.
• Semua perangkat dakwah harus dijiwai dan diacukan kepada prinsip-prinsip dasar atau
hakikat(hikmah)tersebut agar dakwah sukses,hkmah harus menjadi dasar dalam pemilihan
metode ,teknik dan model dakwah,begitu juga dengan hikmah dalam pengenalan kondisi
dan profil objek ,pemilihan materi,waktu,media dan sarana serta tutur kata.
• Dengan demikian hikmah dalam dakwah dapat diartikan sebagai “seperangkat kemampuan
yang dimiliki da’I yang diperoleh dari pemahaman terhadap al-qur’an ,al-hadist,dan
sejarah dakwah,guna memahami ,memilih dan menerapkan perangkat dakwah secara tepat
dan benar”.

D. Pancaran Adil Dan Hikmah Dalam Dakwah


Dari perspektif etika,adil termasuk sikap batin yang didalamnya terkandung getaran yang
disebut prasangka baik.(khuhusnudezon)artinya orang yang adil tidak akan berperasangka
jelek(su’udzon) terhadap orang lain,sama halnya kita tidak berharap orang lain berprasangka jelek
kepada kita.prasangka baik sebagai pancaran dari sipat adil harus ditumbuh kembangkan dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam kegiatan dakwah. Hikmah itu adalah cahaya(karunia allah)yang
berselubung kaca yang menyatu dengan cahaya itu membuat cahaya semakin terang dan
menembus keluar kaca menyinari objek dakwah.kaca selubung itu berupa sipat adil dan
berprasangka baik.
Pada diri da’I,hakekat hikmah diketahui dari sikap,tutur kata dan perilakunya,dan jika hal
ini sudah nampak pada diri da’I maka objek dakwah akan menerima diri dan dakwahnya dengan
simpati.dengan begitu da’I akan sukses apabila da’I mempunyai sikap,tutur kata yang baik dan
prilaku yang adil serta berprasangka baik terhadap objek dakwahnya.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari berbagai macam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, Al-Quran sangat
berpengaruh penting dalam kehidupan manusia terutama dalam aktivitasnya sebagai khalifah di
muka bumi dan aktivitasnya dalam melakukan kegiatan berpikir terhadap objek yang terhampar
di muka bumi agar bisa diambil pelajaran. Wacana Al-Quran terhadap munculnya filsafat dakwah
sangat penting sekali karena akan mendekatkan manusia tentang esensi kehidupan dan siapa yang
menciptakannya sehingga manusia khususnya umat Islam semakin yakin dengan adanya Tuhan
Yang Maha esa, yakni Allah SWT. Pada intinya, Al-Quran sebagai inspirasi filsafat dakwah adalah
untuk menanamkan kepada manusia agar hanya mentauhidkan Allah SWT sebagai pencipta
kehidupan dan segala isinya. Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, bahwa di dalam Al-
Quran membicarakan tentang kedudukan dan peran Al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA

“Ahmad Syafi’I Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan , Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 10,” t.t.
Nurcholish Madjid, Memahami Hikmah dalam Agama dalam Kehampaan Spiritual
Masyarakat Modern , [Penyunting: M. Amin Akkas & Hasan M. Noer], [Jakarta:
Mediacita, 2000], hlm. 397, t.t.
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2009, Cetakan
keempat,hlm. 29; lihat pula F.E. Peters, Greek Philosophical Terms ,; A History
Lexicon , 1967, hlm. 156 & 179, t.t.
Hanafi Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : PT.Bulan Bintang,1996)

Anda mungkin juga menyukai