DISUSUN OLEH:
2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Subjek Dakwah
(Da’i): Menyampaikan Pesan dengan Berpikir Filosofi” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Dakwah.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ais Isti’ana, M.Pd. Selaku
dosen pengampu Mata Kuliah Filsafat Dakwah. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah
ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
HALAMAN JUDUL....................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
BAB I PEDAHULUAN
A.LatarBelakang................................................................................1
B.Rumusan Masalah..........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A.Kesimpulan ...................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filosofi adalah cara berpikir tentang subjek tertentu seperti etika,
pemikiran, keberadaan, waktu, makna dan nilai. Cara berpikir filosofi
melibatkan 4 Rs: responsiveness (daya tanggap), reflection (refleksi),
reason (alasan), dan re-evaluation (re-evaluasi).
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui pengertian filosofi
2. Metode berpikir yang diturunkan dari al-Qur’an
3. Langkah-Langkah Berpikir Filosofis Berdasarkan al-Qur’an
1
BAB II
PEMBAHASAN
Plato
Aristoteles
Bertrand Russel
Filsafat atau filosofi adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti
2
yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan dalam ilmu
pengetahuan.
1. Berpegang teguh pada etika ulû al-albâb yang terdiri dari enam belas
prinsip, yaitu:
f. Mengimani dan mengambil pelajaran dari kisah para nabi dan rasul
Allah (QS Yûsûf, 12: 111)
j. Mengambil pelajaran dari kisah nabi Zakaria a.s. dan nabi Yusuf
a.s., dengan menggunakan pendekatan sejarah (QS Shâd/38: 43)
3
m. Menjadikan flora dan fauna (zoologi dan botani) sebagai objek
kajian (QS az-Zumar/39: 21)
4
5. Al-Qur’an memberi tuntunan agar dalam kegiatan ilmiah digunakan
ketiga potensi instrumen untuk memeroleh ilmu pengetahuan secara
terpadu. Ketiga instrumen itu adalah (1) ketajaman indera (2) analisis
penalaran yang sistematis, (3) kejernihan nurani yang terilhami.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat digambarkan model
berpikir filosofis dalam mengkaji hakikat dakwah sebagai berikut:
Agar akal terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam berpikir, al-
Qur’an meletakan kaedah-kaedah metodologis dalam menggunakan
akal. Antara lain:
1. Tidak melampaui batas, dalam realitas yang dihadapi akal manusia
terdapat persoalan yang tidak bisa dipecahkan di luar
jangkauannya, dan bahkan bukan wewenamgnya. Persoalan-
persoalan itu hanya dapat dipahami secara hakiki melalui
pernyataan wahyu al-Qur’an. (QS al-An’âm, 6: 59 dan QS
Luqmân, 31: 34)
2. Membuat pikiran dan penetapan (at-taqdîr wa attaqrîr). Sebelum
memutuskan suatu keputusan, terlebih dahulu dilakukan penetapan
dan perkiraan tentang persoalan yang dipikirkan dengan tekun dan
teliti, tidak tergesa-gesa. (QS al-Hujurât, 49: 6 dan QS al-Qiyâmah,
75: 16)
3. Membatasi persoalan sebelum melakukan penelitian. Akal tidak
akan mampu memikirkan sesuatu diliar jangkauannya tanpa ada
pembatasan. Begitu juga dalam kajian ilmiah. Kajiannya dibatasi
oleh objek kajian yang telah diketahui. Membicarakan suatu objek
yang tidak diketahui bukanlah kajian ilmiah. (QS al-Isrâ’, 17: 36)
4. Tidak sombong dan tidak menentang kebenaran. Jika suatu
kegiatan ilmiah disertai dengan sikap seperti ini, kebenaran ilmiah
yang hakiki tidak akan teraih, bahkan akan merusak ukhuwah
Islamiyah. (QS al-An’âm, 6: 7)
5. Melakukan check dan recheck. Dalam mencari kebenaran hakiki
perlu dilakukan penelitian dan pengkajian ulang terhadap objek
pikir secara cermat dan teliti.
5
6. Berpegang teguh pada kebenaran hakiki. Akal mesti tunduk kepada
kebenaran mutlak yang ditopang oleh dalil-dalil yang pasti, untuk
kemudian mengimaninya dengan menyingkirkan keraguan. (QS al-
Hujurât, 49: 15 dan QS al-Baqarah, 2: 147)
7. Menjauhkan diri dari tipu daya. Kepalsuan dan fatamorgana yang
lahir dari dorongan hawa nafsu adalah sesuatu yang akan
memerdayakan dan menipu kejernihan berpikir.
6
Mengenai al-haq (kebenaran hakiki) yang wajib dipertahankan dan
diperjuangkan dalam kegiatan berpikir filosofis. Kandungan al-haq di antaranya
sebagai berikut:
1. Al-Haq adalah Allah SWT (QS al-Mu’minûn, 23: 71)
2. Al-Haq adalah al-Hikmah (QS al-Ahqâf, 46: 3)
3. Al-Haq adalah al-Islam (QS al-Anfâl, 8: 7)
4. Al-Haq adalah al-Syarî’ah (QS al-Israâ’,17: 105)
5. Al-Haq adalah al-Qur’an (QS al-Qashash, 28: 48, Saba’, 34: 43)
6. Al-Haq adalah tanda kekuasaan Allah pada kisah nabi Musa (QS
Yûnûs, 10: 76)
7. Al-Haq adalah ilmu shahih/al-’Ilm ash-Shahîh (QS Yûnûs, 10: 76)
8. Al-Haq adalah keadilan/al-‘Adl (QS al-A’râf, 7: 89)
9. Al-Haq adalah kejujuran/ash-Shidq (QS an-Nisâ’, 4: 171)
10. Al-Haq adalah pertolongan/an-Nashr (QS 9:48)
11. Al-Haq adalah kebangkitan/al-Ba’ts (QS 50:19)
12. Al-Haq adalah utang/ad-Dain (QS 2:282)
Manusia mesti menyadari keterbatasan kemampuan akal dalam
memikirkan objek pikir. Oleh karena itu kerap kali terjadi kesalahan-kesalahan
dalam melakukan kegiatan berpikir.
Adapun kesalahan berpikir bisa disebabkan oleh:
1. Ketergesa-gesaan dalam membuat keputusan.
2. Menganggap mudah dalam mengajukan proposisi, tidak teliti dan
tidak hati-hati.
3. Membangga-banggakan kemampuan pikir dan pendapat diri
sendiri.
4. Tradisi yang keliru.
5. Mengikuti hawa nafsu.
6. Senang berselisih pendapat.
7. Haus pujian orang lain.
Mazhab` berpikir yang sudah ada dan lazim digunakan dapat diiqtibâs
(adopsi) secara terpadu, tidak parsial dalam berpikir filosofis. Yang dimaksud
7
mazhab berpikir adalah suatu aliran berpikir yang dianut oleh manusia dalam
menggunakan potensi pikirnya.
Beberapa mazhab berpikir, di antaranya:
1. Empiricism (mazhab tadrîbî). Yaitu pemikiran yang didasarkan pada
penggunaan potensi indera lahir semata dalam memikirkan objek pikir.
Pengetahuan yang dihasilkannya disebut pengetahuan indera.
2. Rationalism (mazhab ‘aqli). Yaitu pengetahuaan yang didasarkan pada
penggunaan akal semata. Akal memunyai kemampuan memahami,
mengkaji, menetapkan, memikirkan, dan menyadari objek pikir.
Pengetahuan yang diperolehnya disebut pengetahuan rasional.
3. Criticism (mazhab Naqdi). Yaitu pemikiran yang didasarkan pada
penggabungan antara mazhab Tadrib dan mazhab ‘Aqli dalam memikirkan
objek pikir.
4. Mysticism (mazhab Shufi). Yaitu pemikiran yang yang didasarkan pada
penggunaan potensi nurani dan intuisi. Pengetahuan yang diperolehnya
disebut pengetahuan mistis.
8
Mengacu pada pemikiran filosofis yang didasarkan pada konsep tauhid
tersebut, Amrullah Ahmad mengajukan lima macam metode keilmuan
dakwah:
1. Pendekatan analisis sistem dakwah,
2. Metode historis,
3. Metode refektif,
4. Metode riset dakwah partisipatif, dan
5. Riset kecenderungan gerakan dakwah.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat atau filosofi adalah kegiatan yang dilakukan orang ketika
mereka berusaha memahami kebenaran mendasar tentang diri mereka
sendiri, dunia tempat mereka tinggal, dan hubungan mereka dengan dunia
dan satu sama lain dan mencari pengetahuan dan penyelidikan dengan akal
budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Cara
berpikir filosofi melibatkan 4 Rs: responsiveness (daya tanggap),
reflection (refleksi), reason (alasan), dan re-evaluation (re-evaluasi).
10
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum. Bandung: Rosda
Karya Pustaka.
https://repository.umy.ac.id
https://hot.liputan6.com/read/4593467/filosofi-adalah-filsafat-ketahui-
pengertian-dan-cabangnya
11