Anda di halaman 1dari 17

TELAAH SEJARAH SEMANTIK

Diajukan untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Semantik Al-Qur’an

Dosen Pengampu : Syamsuni, MA

Oleh :

Istiqamah (200103020018)

Rusiana (200103020022)

Sopia Azizah (200103020024)

Vira Mawada Rahma (200103020034)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2022
A. PENDAHULUAN
Salah satu cabang linguistik yang menjadi perhatian para linguis adalah
semantik. Dalam bahasa Perancis istilah ini dikenal dengan sebutan “semantique”,
berasal dari bahasa Yunani “semantike” (muannath) yang artinya “tanda”, bentuk
avocatifnya semantikos yang juga berarti “tanda” (sign) atau lambing (symbol), dan
bentuk masdarnya ialah “sema” atau “semainein” yang berarti “memberi tanda”.
Dalam bahasa Arab semantik disebut ‘ilm-ad-dalalah. ‘Ilm-ad-dalalah secara
bahasa artinya ilmu pengetahuan yang mengetahui tentang makna. Secara teminologis,
‘ilm-ad-dalalah sendiri berarti ilmu yang mempelajari makna suatu bahasa, baik pada
tataran mufrodat (kosakata) maupun pada makna dalam tataran tarokib (struktur atau
gramatikal bahasa).
Sejarah telah mencatat dan merekam jejak semantik bahwa semantik dianggap
sebagai studi otonom baru yang muncul pada abad ke-19, tepatnya sejak filolog
berkebangsaan Perancis, Michel Julius Breal pada tahun 1883. Dialah yang pertama
kali memproklamasikan istilah semantik. Sebelum diberikannya istilah ini, banyak
sekali linguis, filsuf, sosiolog, sastrawan, dan para ilmuwan lainnya yang memiliki
sumbangsih besar terhadap perjalanan dan khazanah perkembangan semantik, baik
yang hidup sebelumnya, semasanya, atau setelahnya. Oleh sebab itu, perlu kiranya para
pemerhati disiplin ilmu ini mengetahui perjalanan dan historis semantik mulai dari
generasi klasik (pra-modernism), era modernism, hingga masa kita sekarang.
Pada makalah ini akan sedikit mengurai tentang sejarah semantik, baik di dunia
Barat maupun di jazirah Arab, serta beberapa tokoh penting yang terlibat.

1
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Semantik di Barat
Semantik di kalangan ilmuwan barat baru dibahas sekitar abad 17 sampai ke 19
Masehi, dan tokoh yang paling populer adalah seorang ahli bahasa bernama Breal
dengan karyanya yang berjudul (Essay de Semanticskue), kemudian karya
berikutnya disusul oleh karya Stern di Jenawa, tetapi sebelum muncul karya Stern
telah terbit dahulu kumpulan materi kuliah oleh ahli bahasa yang bernama
Ferdinand de Sausure yang berjudul Course de Linguistikue General. Pandangan
Ferdinand tersebut dikenal sebagai aliran strukturalisme. Menurutnya, bahasa
merupakan satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan dan
merupakan satu kesatuan. Pandangan ini kemudian dijadikan tolak penelitian,
terutama di Eropa (Muhtar, 2010:22). Pada masa Ferdinand De Saussure dikenal
dengan istilah diakronis dan sinkronis. Pendekatan diakronis bersifat historis
sedangkan pendekatan sinkronis bersifat deskriptif. Selain Ferdinand De Saussure,
terdapat juga tokoh linguis yang terkenal yaitu Leonard Bloomfield. Ia menciptakan
sebuah buku yang terkenal yaitu “Language”. Menurutnya makna adalah kondisi
dan respons, kita bisa mendefinisikan arti secara tepat apabila arti tersebut
berhubungan dengan hal-hal yang telah kita ketahui sebelumnya. 1
a. Semantik di Era Pra-Modern
Sejarah semantik pada era pra-modern ini ditemukan fakta-fakta yang
memperjelas perhatian orang-orang Yunani kuno yang begitu besar
terhadap perubahab-perubahan makna yang menerminkan perubahan
mentalis sosial meskipun pada masa itu pembahasan tentang makna masih
cenderung pada kerangka filosofis, metalistik, dan spekulatif yang belum
tervalidasi melalui eksperimen-eksperimen yang didasarkan pada kerangka
metode ilmiah dan prinsip-prinsip linguistik yang terukur.
Pada masa ini ada beberapa embrio semantik yang diperkenalkan oleh
Plato dan Aristoteles. Tesis utama semantik versi plato bisa diikhtisarkan
sebagai berikut.
1) Tanda verbal, baik alami ataupun konvensional merupakan
representasi dari hakikat sesuatu yang tidak utuh dan tidak sejati.

1
Balkis Aminallah M.”Sejarah Perkembangan Ilmu Dalalah dan Para tokoh-tokohnya”. Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab. Vol.1, No.2 (2020). Hlm.95

2
2) Kajian kata-kata tidak menyatakan apapun mengenai penggunaan
sesuatu yang bersifat alamiah, karena bidang gagasan itu terlepas
dari representasinya dalam bentuk kata.

3) Pengetahuan yang ditengarai oleh tanda-tanda itu bersifat langsung


dan lebih rendah dari pengetahuan dan kebenaran tentang sesuatu
melalui kata-kata, meskipun kata-kata itu merupakan kemiripannya
yang sangat bagus, tetapi lebih rendah dibandingkan mengetahui
kebenaran itu sendiri.
Tesis pra-modern Plato ini menganggap bahasa sebagai satu dirkusus
yang berfungsi menyampaikan pesan-pesan ideologis atau spiritualis yang
sudah mapan secara konvensional melalui kombinasi tanda-tanda dan
simbol-simbol tertentu. Selain itu, Plato menyatakan bahwa bunyi-bunyi
bahasa secara samar (implicit) mengandung makna-makna tertentu. Plato
percaya adanya hubungan yang berarti kata-kata yang dipakai manusia
dengan objek-objek yang dinamai.
Berbeda dengan Plato yang percaya adanya hubungan yang berarti
antara penanda dan objek penamaan, maka Aristoteles berpendapat bahwa
relasi-relasi antara bentuk-bentuk (penanda) dan maknanya adalah konvensi
diantara bahasa masyarakat. Tesis utama Aristoteles yang bisa diikhtisarkan
sebagai berikut.
1) Tanda tertulis merupakan simbol bunyi yang dituturkan.
2) Bunyi tutur (pertama-tama) merupakan tanda dan simbol kesan
batin.
3) Kesan batin merupakan representasi sesuatu yang sebenarnya.

4) Bila sesuatu dan peristiwa itu sama untuk semua manusia, tapi tutur
itu tidak seperti itu.
Selain itu, Aristoteles mengatakan bahwa kata itu memiliki dua macam
makna, yaitu :

1) Makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom (dalam istilah
semantik modern disebut leksical meaning).
2) Makna yang hadir sebagai akibat dari proses gramatisasi
(grammatical meaning).

3
Sejarah pra-modernisme ini terus berlanjut dan selain itu ada juga tokoh
yang sering menyinggung persoalan makna pada masa ini ialah Varro. Ia
menyusun bahasa latin yang kajian utamanya terfokus pada pembahasan
etimologi, morfologi, dan sintaksis. Meskipun pada masa ini metode-
metode etimologis sebagai embrio awal semantik belum dianggap ilmiah
hingga abad ke-19, tetapi pendekatan etimologis itu sendiri selalu menjadi
posisi utama dalam kajian kebahasaan.

b. Semantik di Era Modern


Eksistensi semantik modern mulai terlihat pada abad ke-19 dengan
nama Semasiologi, yang diperkenalkan pertama kali oleh C.K Reisig pada
tahun 1820-an. Para ahli bahasa mempertahankan istilah ini hingga 1896,
sebelum Michel Breal menaarkan istilah semantik pada tahun 1897.
Pada dasarkan semantik modern cenderung dan mengarah pada
semantik sinkronik, yang objek utamanya leksikologi atau semantik kata,
yang pada perkembangan berikutnya meluas pada semantik kaliat atau
semantik sintagmatik dan semantik teks. Perkembangan semantik modern
tidak lepas dari bapak linguistik modern yaitu Ferdinand de Saussure (1857-
1913) yang dianggap sebagai pencipta teori linguistik modern.
Konsep Saussure adalah tanda bahasa itu mencakup dua aspek, yaitu
signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Untuk memahami konsep dasar
teori ini perlu memerhatikan dua hal berikut ini.
1) Setiap kata merupakan tanda (sign) yang bersifat arbitrer, dan setiap
tanda (sign) terdiri atas pertanda (signifier) dan petanda (signified).
2) Bahasa, dalam pengertiannya yang dinamis bukan proses penamaan
(name-giving), hal ini bertolak dari asumsi bahwa ide atau makna
lebih dulu ada sebbelum kata. Sebaliknya, setiap kata hadir sekaligus
sebagai kesatuan penanda-penanda atau proses leksikalisasi.

Pada era yang hampir bersamaan, terdapat seorang filolog


berkebangsaan Jerma, C.K Reisig yang merupakan salah satu linguis yang
memiliki jasa besar atas lahirnya semantik modern abad ke-19. Pemikiran
Reisig tentang semantik banyak bersinggungan dengan gagasan-gagasan
cerdas Saussure, terutama pada tataran sinkronik dan diakronik. Hal ini
tampak jelas di dalam konsep-konsep semantik yang diusungnya, ia

4
berpendapat bahwa, “Sasaran pokok studi makna adalah perubahan makna,
setelah itu tujuan utamanya adalah mampu menjelaskan perbedaan-
perbedaan sinonim (mutaradifat)”. Menuru Reisig, perubahan makna
memiliki beberapa kecenderungan, diantaranya adalah sebagai berikut.

1) Pengkhususan makna (takhsis al-dilalah), yaitu terjadinya


perubahan kata yang masih memiliki makna umum pada makna
khusus.
2) Genaralisasi makna (ta’mim al-dilalah), yaitu terjadinya perubahan
sebuah kata yang memiliki makna khusus menuju makna umum.
3) Ungkapan yang dituangkan melalui sebuah kata yang menunjukkan
bagian tertentu, agar pengaruh bagian tersebut dapat diketahui.
4) Kata yyang diungkapkan melalui kata yang menunjukkan materi
tertentu agar dapat melahirkan dan menunjukkan konsep makna.

Periode berikutnya studi semantik banyak dipengaruhi pemikiran


modernisme Fitrh. Salah satu konsep Firth dalam semantik modern adalah
munculnya model analisis dalam semantik. Dalam pandangan Firth analisis
makna memiliki urgensi yang cukup besar dalam penelitian bahasa, baik
aspek-aspek fonologis, morfologis, sintaksis serta semantik. Dalam
pandangan Firth, makna adalah serangkaian fungsi yang mengkronstruksi
bentuk bahasa.

c. Menuju Era Kematangan


Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an dapat dikatakan sebagai
permulaan menuju tahun kematangan studi semantik. Karena pada tahun-
tahun ini muncul karya-karya penting yang mengkodifikasikan teori-teori
semantik secara sitematis dan komprehensif. Berikut ini disebutkan tokoh-
tokoh semantik melalui kontribusi mereka dalam karya-karyanya.
1) Stephen Ullman (31 Juli 1914- 31 Januari 1976)
Ullman dalah seorang linguis berkebangsaan Hungaria. Karya-
karya Ullman dalam bidang ini adalah diantaranya, The Principles
Of Semantics (1951), Precis de Semantique Francaise (1952), dan
Semantics An Introduction to the Sciene Of Meaning (1962).
2) Goofrey N. Leech (16 Januari 19936)

5
Karya Leech yang berjudul “Semantics : The Study of Meaning”
merupakan salah satu karya terpenting dalam perjalanan semantik.
Dalam buku tersebut, ia mengulas isu-isu semantic dalam ruang
lingkup linguistic.
3) F.R. Palmer
Karya Palmer dalam bidang semantik yang sering dijadikan
rujukan ialah “Semantic, A New Outline”. Pada tahun 1995
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Dr. Shabri Ibrahim al-
Sayyid dan diterbitkan Dar al-Ma’rifah dengan judul ‘Ilm al-Dilalah;
Iṭar Jadid.
4) John Lyons
Ada dua karya besar John Lyons yang mengulas seara
komprehensif tema-tema semantik modern, yaitu Semantik
Gramatika (1964) dan Semantik (1964).2
2. Sejarah Semantik di Jazirah Arab
Adapun didunia Arab, kajian semantik sudah muncul sejak lama. Adanya
perhatian terhadap kajian ini muncul seiring dengan adanya kesadaran para linguis
dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan menjaga kemurnian bahasa Arab.
Perhatian mereka itu terlihat pada usaha-usaha, di antaranya: a) pencatatan makna-
makna yang asing dalam Al-Qur’an, b) pembicaraan mengenai kemukjizatan Al-
Qur’an, c) penyusunan Al - Wujuh wa al-Nazha’ir dalam Al-Qur’an, d) penyusunan
kamus, dan e) pemberian harakat pada mushaf Al-Qur’an. Mengenai yang terakhir
ini, telah diketahui bersama bahwa dalam bahasa Arab, perubahan harakat
menimbulkan perubahan i'rab yang pada akhirnya menimbulkan perubahan makna.
Perhatian terhadap ‘ilm al-dilalah ini telah mengantarkan kepada perkembangan
kamus dalam bahasa Arab, dan karena itu pembahasan tentang perkamusan dalam
bahasa Arab sangat erat dengan 'ilm al-dilälah. Sehingga dapat dikatakan bahwa
perkamusan dan ‘ilm al dilalah kelahirannya hampir bersamaan dan merupakan dua
kajian yang saling melengkapi. Hal ini dapat dipahami karena salah satu fungsi
perkamusan adalah memberikan pemaknaan atau pengertian terhadap suatu kata

2
Mohammad Kholison. Semantik Bahasa Arab, Tinjauan Historis, Teoritik, dan Aplikatif. CV. Lisan
Arabi: Sidoarjo, Jawa Timur.

6
atau kalimat, sedangkan pemaknaan itu sendiri merupakan bagian dari Ilm al-
dilalah.
Dengan demikian, kajian tentang Ilm al-dilalah telah dimulai sejak munculnya
kajian perkamusan sekitar pertengahan abad kedua Hijriyah yang diprakarsai oleh
al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi dengan kitabnya al-‘Ain. Sebenarnya, kalau
ditelusuri lebih jauh, penelitian tentang semantik ini telah terjadi pada masa sahabat,
dengan sahabat Ibnu Abbas sebagai tokohnya. Apabila ditemukan kata-kata yang
sukar dipahami dalam Al-Qur’an, maka para sahabat, termasuk Umar, bertanya
kepada Ibn ‘Abbas, bukan kepada yang lain. Karena Ibn Abbas dipandang otoritatif
di bidang itu seperti diketahui bahwa beliau didoakan oleh Nabi Saw., agar diberi
kemampuan menakwil ayat Al-Qur’an yang mutasyabihat.
Perhatian terhadap Ilm al-dilalah dibuktikan oleh para ulama Arab, baik dari
kalangan lughawiyyin, ushûliyyin, falâsifah, maupun balaghiyyin pada masa
berikutnya. Adapun hasilnya dapat dilihat dari dua aspek: pertama, pada tataran
teoretis, pada tataran ini sudah diperlihatkan adanya kajian secara teoretis dengan
adanya hubungan semantis antar kosakata. Kedua, pada tataran sintaksis. Pada
tataran ini tampak terlihat adanya upaya penyusunan kamus yang membahas sebuah
bentuk baru dalam kajian Bahasa.3
Dari kalangan linguis Arab, muncul nama Ibrahim Anis, guru besar bidang
linguistik di Universitas Cairo, dengan kitabnya yang berjudul Dilalah al-Alfazh."
Kitab ini mencakup 12 bab. Dalam kitab tersebut, antara lain dibahas tentang
sejarah perkembangan bahasa manusia dan bagaimana hubungan antara lafaz dan
maknanya serta jenis hubungan keduanya. Dibahas pula media makna yaitu lafaz,
penjelasan tentang macam-macam makna (yang dibaginya menjadi empat, yaitu
fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksiologi). Demikian juga dijelaskan dalam
kitab tersebut bagaimana pendapat para linguis tentang hubungan antara lafaz dan
makna, apakah hubungan itu ber sifat alamiah (thabi'iyyah) ataukah hubungan itu
bersifat kebudayaan pemakainya (‘urfiyyah ishthilahiyyah). Demikian juga
masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan makna.
Sebagai bentuk konkret dari perhatian ulama Arab terhadap semantik adalah
upaya penyusunan kamus. Penyusunan kamus Arab berlangsung melalui beberapa
fase. Pertama, tahap penyusunan kata-kata atau lafaz-lafaz dengan penjelasannya

3
Abdul Karim Mujahid, al-Dalalah al-Lugawiyyah 'inda al-'Arab, (t.tp.: t.p., t.th.). h.10-11.

7
yang belum disusun secara teratur. Pengumpulan ini terjadi sekitar akhir abad
pertama Hijriyah, dengan sumber pokoknya Al-Qur’an, Hadis, dan syair Arab
Jahili, misalnya kitab Nawadir fi al-Lughah karya Abu Zaid al-Anshari. Kedua,
tahap pembukuan lafaz-lafaz secara teratur, akan tetapi berbentuk risalah-risalah
yang terpisah-pisah dengan materi yang terbatas, contohnya kitab al-Mathar karya
Abu Zaid al-Anshari dan al-Ibil karya al-Asmu'i. Ketiga, tahap penyusunan kamus
secara komprehensif dan sistematis, yang dipelopori oleh al-Khalil ibn Ahmad al-
Farahidi. Dialah yang memberikan inspirasi bagi para ahli bahasa lainnya untuk
menyusun kamus.4
Semantik Arab tidak hanya didominasi oleh kajian linguistik Arab saja, tetapi
juga dalam filsafat Islam, ilmu ushul, ilmu fiqih, sastra, dan sebagainya. Berikut
sejarah perjalanan studi bahasa Arab, yang menjadi cikal bakal atau embrio lahir
dan munculnya semantik Arab (ilm al-dilalah), serta peran dan kontribusi para
bahasawan dalam perjalanan semantik Arab, yaitu :
a. Kontribusi Para Linguis Arab
1) Khalil bin Ahmad al-Farahidi (100-175 H/718-786 M)
Khalil bin Ahmad al-Farahidi adalah linguis Arab yang pertama kali
memperhatikan hubungan antara bunyi-bunyi dengan makna, hal ini
tercermin dalam statemen beliau: “Seakan-akan mereka (orang-orang

Arab) mencitra akustikkan bunyi belalang (‫)اجلندب‬ secara istitalah,

karena itu mereka berkata: (‫)صر‬, dan mereka menggambarkan suara

burung elang secara penggal, karena itu mereka mengatakan ( ‫”)صرصر‬.

2) Ibnu Jinni (320-390 H/932-1001 M)


Dialah Abu al-Fath Utsman bin Jinni yang dikenal dengan ju lukan Ibnu
Jinni, seorang pakar nahwu kenamaan, lahir dan dibesarkan di Mosul.
Beliau belajar pada al-Akhfasy, juga Abu Ali al Farisi yang amat besar
jasanya dalam membentuk kepakarannya dalam bidang sastra dan tata
bahasa Arab, terutama kedalamnya dalam menganalisis teori-teori
nahwu dan sharf. Ia dikenal dekat dengan al-Mutanabbih, bahkan

4
Abdul Qadir Abu Syarifah, dkk., Ilm al-Dalalah wa al-Ma'ajim al-Arabi, (Kairo: Dár al-Fikr, 1989), h.
113.

8
sebagai orang pertama yang mensharahi Diwan al-Mutanabbi. Teori
yang dikemukakannya antara lain:
 Isthiqaq Kabir
Ishtiaq ada dua macam, shaghir dan kabir. Yang pertama
(ishtigaq saghir) dikaji dalam ilmu sharf, misalnya isim fail atau

isim mafül yang terambil dari masdarnya seperti ‫قائل‬ dan ‫مقول‬

dari kata ‫قول‬. Yang kedua (ishtiqāq kabir) dikaji dalam fiqih

lughah. Menurut Ibnu Jinni, kata-kata dalam bahasa Arab yang


berasal dari tiga huruf yang sama meskipun urutan hurufnya
berbeda memiliki makna umum yang sama. Misalnya kata-kata
berikut ini:

‫ رجب‬- ‫ برج‬- ‫ ربج‬- ‫ جبر‬- ‫ جرب‬- ‫جرب‬

Kesemuanya mempunyai makna umum yang sama, yakni ‫القوة‬

‫( واشدة‬kekuatan dan kekerasan).

 Tasaqub al-alfaz lataṣaqub al-ma’āni


Maksudnya adalah bahwa kata yang hurufnya berdekatan (tidak
sama persis) maka maknanya juga berdekatan, misalnya yakni

‫ ّأز‬،‫هز‬
ّ yang artinya ‫ ٕاالزعاج‬،‫الفلق‬ yakni mengejutkan dan

kegelisahan, ‫ قطع‬،‫قطف‬ juga mempunyai arti yang berdekatan

yakni memotong dan memetik. Karena itu untuk memahami


esensi makna kata perkata dapat dilakukan penelusuran terhadap
kata-kata lain yang huruf-hurufnya sama atau berdekatan.
3) Ibnu Faris al-Razi (329-395 H/941-1004 M)
Di dalam mu'jam “al-Maqayis”- Ibnu Faris menghubungkan makna-
makna yang partikular (juz’iyyah) dalam satu materi dengan makna
umum.
4) Mahmud bin Umar al-Zamakhshari (467-538 H/1074-1143 M)

9
Di dalam kitab “Asas al-Balaghah” membedakan makna hakiki dan
makna majazi.
b. Kontribusi Ulama Ushul Fiqh
Pembahasan Ushul Fiqh tidak bisa lepas dari kajian makna, karena hukum
fiqih yang digali melalui teks agama yang menggunakan Bahasa Arab tidak
bisa terhindar dari upaya sungguh sungguh dalam memahami makna teks
suci tersebut. Hukum yang digali melalui teks ini dapat dipahami secara
jelas manakala memperhatikan kaidah-kaidah bahasa, yang salah satu
unsurnya adalah aspek semantis. Oleh sebab itu, ulama ushul fiqih memiliki
strategi sendiri dalam memahami makna. Ulama ushul madzhab Hanafy
misalnya, mereka membagi lafad dengan bersandar pada makna menjadi
empat bagian:
1) Sesuai peletakan lafad untuk makna, sehingga melahirkan sebuah
makna khas, makna 'am, dan makna mushtarak.
2) Sesuai penggunaan lafad dalam makna, hal ini terbagi atas makna
haqiqy, makna majazy, makna sariḥ, dan makna kinayah.
3) Pembagian kata menurut kejelasan dan kesamaran maknanya, serta
urutan-urutan kejelasan dan kesamaran makna tersebut. Pembagian ini
dibagi lagi atas: makna zahir, makna nas, makna mufassar, makna
muhkam, makna khafy, makna mushkal, makna mujmal dan makna
mutashabih.
4) Menurut signifikasi lafad atas makna, dan memahami maksud
penuturnya. Bagian ini terbagi atas makna ibarah, makna isharah, makna
signifikasi, dan makna iqtiḍā’. Sedangkan jumhur fuqaha (mayoritas
ulama fiqih) membagi dilalah atas dua bagian:
 Dilalah mantuq (sign operative). Dilalah mantuq ini
diklasifikasikan menjadi: (1) nas Al-Qur'an dan hadis, (2) zahir,
(3) mu'awwal, (4) iqtiḍā', dan (5) isharat.
 Dilalah mafhum (sign concept). Dilalah ini terbagi menjadi dua
macam: mafhum muwafaqah, dan mafhum mukhalafah.
c. Kontribusi Para Teolog dan Filsuf Muslim
Para teolog dan filsuf Muslim juga tidak ketinggalan dalam kajian makna,
hal ini bisa dilacak pada karya-karya mereka, mi salnya karya Al-Farabi,

10
Ibnu Sina, Ibnu Rushd, Ibnu Hazm, Imam Ghazali, Al-Qadhi Abdul Jabbar,
dan yang lainnya.
d. Kontribusi Para Sastrawan
Perhatian dan kontribusi ahli balaghah terhadap studi makna simpanan
dalam tema-tema yang diusung, seperti makna hakiki dan makna majazi,
atau studi-studi tentang uslub amr, nahi, istifhām, kalam khabari, dan kalam
inshaiy, atau teori nazm yang dipelopori oleh Abdul Qahir al-Jurjani, dan
seterusnya.
3. Lahir dan Berkembangnya Semantik Arab Modern
Studi semantik merupakan cabang linguistik modra yang dapat dikatakan
sebaagai relatif baru dalam dunia arab, walaupun embio semantik sudah ada sejak
zaman klasik. Hal tersebut bisa diketahui serta dilacak oleh karya-karya yang
dihasilkan oleh sarjana-sarjana Arab dalam bidang semantic. 5 Modernisasi bahasa
Arab yang dimulai di Mesir dan Suriah pada abad ke-19, banyak dipengaruhi oleh
pengaruh asing di bidang intelektual, sosial dan perkembangan politik yang terjadi
di wilayah Timur Tengah. Modernisasi dimaksud dimulai sejak ekspedisi Napoleon
ke Mesir pada akhir abad ke-19. Pada masa ekspedisi tersebut Napoleon
memberikan banyak kontribusi dengan mengenalkan percetakan surat kabar
pertama kalinya di Mesir, dan menerjemahkan literatur Barat ke dalam bahasa
Arab.6
Dalam Encyclopedia of linguistics semantik didefinisikan sebagai kajian
terhadap makna, tanda dan representasi, baik secara mental ataupun linguistik.
Akhir tujuan dari kajian semantik ialah membangun teori tentang arti dari suatu
bahasa, dengan kata lain ialah ilmu yang mempelajari sistem tanda dalam bahasa
yang juga dikenal sebagai ilmu al-Dalâlah. Makna merupakan kajian yang sangat
penting dalam analisis bahasa, karena bahasa merupakan tujuan akhir dari penutur
untuk disampaikan kepada pendengar dan pembaca. Salim Sulaiman al-Khamas
berpendapat bahwa sebagai alat komunikasi, tentunya bahasa pasti akan mengalami
perubahan dalam fasenya, begitupun bahasa Arab. Manusia dalam berinteraksi

5
Muhammad Kholison, Semantik Bahasa Arab, (Jawa Timur, CV Lisan Arabi,2016) Hal. 77-78.
6
Abu Absi, S, “The Modernization of Arabic: Problems and Prospects”, Anthropological Linguis- tics,
Vol. 28, No. 3, 1986, 337–348. Published By: The Trustees of Indiana University on Behalf of Anthro-pological
Linguistics, Stable URL: http://Www.Jstor. Org/Stable/30027961 Accessed: 05-02-2016 08:16 UTC.

11
dengan manusia lain tidak mungkin hanya berada dalam satu keadaan akan tetapi
dalam berbagai keadaan. Pergerakan serta perbedaan ini akan menyebabkan bahasa
mengalami perubahan. Menurut Chaer, kemungkinan perubahan itu disebabkan
dengan beberapa faktor, yaitu: perkembangan iptek, perkembangan sosial budaya,
perkembangan pemakain kata, perkembangan tanggapan indera, dan adanya
asosiasi. 7 Salah satu karya linguis Arab yang dianggap pembuka dalam sudi
semantik modern adalah karya Ibrahim Anis. Semantik Arab lahir dalam arti
modern tidak lepas dari kontribusi para bahsawan Arab dengan kesabaran
mengembangkan studi makna. Kontribusi-kontribusi linguis arab dala studi
semantik modern yang dituangkan di dalam karya-karya semantik berikut.
a. Kontribusi Ibrahim Anis
Nama Ibrahim Anis adala seorang guru besar di bidang linguistik di
Universitas Cairo, dengan kitabnya yang berjudul Dilalah al-Alfazh atau
Dalailul al-faz. Kitab ini mencakup 12 bab. Dalam kitab tersebut, antara lain
dibahas tentang sejarah perkembangan bahasa manusia dan bagaimana
hubungan antara lafaz dan maknanya serta jenis hubungan keduanya.
Dibahas pula media makna yaitu lafaz, penjelasan tentang macam-macam
makna (yang dibaginya menjadi empat, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis,
dan leksiologi). Demikian juga dijelaskan dalam kitab tersebut bagaimana
pendapat para linguis tentang hubungan antara lafaz dan makna, apakah
hubungan itu bersifat alamiah (thabi’iyyah) ataukah hubungan itu bersifat
kebudayaan pemakainya (urfiyyah ishthildhiyyah). Demikian juga masalah-
masalah lainnya yang berkaitan dengan makna.
b. Kontribusi Tamam Hassan
Tammam Hassan ibn Omar ibn Mohammed Dawood dilahirkan di Desa
Karnak Propinsi Qina, Mesir pada 27 Januari 1918. Beliau adalah pakar
bahasa Arab terkemuka di dunia Islam dan Internasional yang hidup dalam
multizaman. Beliau mendedikasikan hidupnya mengajar, meneliti, menulis,
menerjemah, memimpin lembaga pendidikan dan lembaga ilmiah, berperan
aktif dalam forum nasional maupun internasional, hingga mengabdi kepada
negara. Bahkan beliau telah menulis lebih dari 10 buku (salah satunya
adalah buku Al Lughah Al ‘Arabiyyah: Ma’naha wa Mabnaha) lebih dari

7
Abdul chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), 310-313.

12
50 artikel dan hasil penelitian dan menerjemahkan minimal lima karya
penting mengenai linguistik, sejarah, dan filsafat dari bahasa Inggris ke
dalam bahasa Arab.
Berkat dedikasi dan produktivitas beliau meraih sejumlah penghargaan dan
prestasi, antara lain antara lain ‘Ali Basir International Prize (Saudi Arabia,
1984), Saddam Husein Arabic Prize (Irak, 1987), King Faisal International
Prize (Saudi Arabia, 2006), The International Conference of Arabic and
Humanity (Maroko, 2008), Cairo University Award, dan lain sebagainya.
Nama beliau pun dicatat dalam International Who’s Who in Education oleh
International Biographical Center dan dalam Ensiklopedi Tokoh Mesir
Abad XX oleh Kantor Berita Timur Tengah, Cairo. Linguis yang hidup
dalam multizaman ini wafat pada 11 Oktober 2011 lalu di Kota Cairo,
Mesir.8 Tamam Hassan menulis buku dengan judul “Al-Lughah al
‘Arabiyyah; Ma’näha wa Mabnaha”, diterbitkan pertama kali pada tahun
1973. Meskipun buku ini tidak secara langsung diberi judul “Semantik
Bahasa Arab”, tetapi melalui kecerdasan dan gagasan gagasan revolusioner
penulisnya, buku ini hampir menyingkap semua problematika semantik
gramatikal, leksikal, hingga se mantik teks dalam bahasa Arab, mulai dari
fonologi, morfologi, dan sintaksis beserta makna-makna fungsional yang
dikandung oleh masing-masing unsur tersebut.
c. Kontribusi Fayiz Al-Dalah
Kontribusi nyata Fayiz al-Dayah tertuang pada karya beliau berjudul “Al-
Jawānib al-Dalāliyyah fi Naqdi al-Shi’ry fi al-Qarni al-Rabi’ al-Hijry”,
cetakan pertama yang diterbitkan oleh Dar al-Mallāḥ, Di samping itu Fayiz
al-Dayah juga menulis buku berjudul Kairo, pada tahun 1978, “Im al-Dalah
al-‘Araby: Baina al-Nadzariyyah wa al-Tatbiq, Dirasah Tarkhiya Tayah
Napdiyyah”, cetakan pertama diterbitkan oleh Där al-Fikr, Mesir, pada
tahun 1985. Pada tahun 1985 menerbitkan cetakan kedua dimana
Pendahuluan berisikan: semantik Arab, istilah dan konsep.
d. Kontribusi Mukhtar Umar

8
Di antara judul terjemahan beliau adalah Masalik Al Tsaqafah Al Ighriqiyyah Ila Al ‘Arab, Atsar Al
‘Ilm fi Al Mujtama’, Al Lughah fi Al Mujtama’, Al Fikr Al ‘Arabi wa Makanatuhu fi Al Tarikh, Al Nas wa Al
Khitab wa Al Ijra’.

13
Mukhtar Umar adalah sesorang bahasawan berkebangsaan Mesir. Beliau
lahir pada 17 Maret 1933 di Kairo. la meraih gelar doktor dalam bidang
linguistik di Cambridge University Tahun 1967. Mukhtar Umar telah wafat
pada 4 April 2003 silam memiliki kontribusi besar dalam studi semantik
Arab modern. Di antara karya beliau yang sampai hari ini masih menjadi
rujukan utama bagi pemerhati studi semantik Arab ialah ‘Ilm al-Dilalah.
Buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1982. Buku ini terdiri dari
empat bab, masing-masing bab mencakup beberapa pasal.
Sebelum menulis buku tersebut, Mukhtar Umar banyak mencurahkan
perhatiannya pada linguistik modern. Hal itu dapat terlihat dari beberapa
karya tulisannya. Pada tahun 1973 telah menerbitkan karya terjemahannya
yang berjudul “Usus ‘Ilm al-Lughah (Dasar Dasar Linguistik), karya Mario
Pai”. Tahun 1978, dia stelah mengkaji teori field semantics dan
penggunaannya dalam mu'jam, yai tu dalam sebuah artikel yang diterbitkan
oleh majalah fakultas Adab, Universitas Kuwait. Dan masih banyak lagi
yang lainnya.
Di samping karya-karya di atas, masih banyak sarjana Arab yang juga
mendedikasikan pengetahuannya dalam pengembangan semantik modern
dalam studi bahasa Arab fushah. Di antaranya ialah upaya menerjemahkan
karya John Lyons, yang dilakukan oleh Majid Abdul Halim al-Mashitah,
Halim Husain Fa lih, dan Kadzim Husain Baqir. Karya terjemahan ini terbit
tahun 1980 untuk pertama kali oleh fakultas Adab Universitas Basrah. Dan
masih banyak lagi kontribusi para sarjana Arab yang ikut mengembangkan
studi semantik bahasa Arab, yang tidak mung kin kami ekspos semua pada
pembahasan ini. 9

9
Muhammad Kholison, Semantik Bahasa Arab, (Jawa Timur, CV Lisan Arabi,2016) Hal. 80-81.

14
C. KESIMPULAN
Sejarah semantik Arab sudah ada sejak awal-awal abad, yang kemudian pada
tahun 1883 oleh Michel Julius Breal dinyatakan sebagai kelahiran ilmu semantik.
Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna
bahasa. Dalam mempelajari semantik terdapat dalam tiga tataran bahasa yaitu
morfology, fonologi,dan sintaksis. Dalam bahasa arab pendekatan semantik disebut
dengan ilmu dilalah (ilmu makna),sedangakan dalam mempelajarinya juga terdapat
dalam tiga tataran yaitu morfology (ilmu saraf), fonology (ilmu tajwid) dan sintaksis
(ilmu nahwu).

15
DAFTAR PUSTAKA

Balkis Aminallah M. Sejarah Perkembangan Ilmu Dalalah dan Para tokoh-


tokohnya, Jurnal Pendidikan Bahasa Arab. Vol.1, No.2 (2020).
Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1995).
Kholison, Muhammad. Semantik Bahasa Arab; Tinjauan Historis Teoritik &
Aplikatif, (Pasuruan: CV. Lisan Arabi, 2016).
Yulistyana, Naili Vidya. Makalah; Sejarah Semantik, dalam
https://www.academia.edu/12998031/sejarah_semantik, diakses pada
tanggal 20 September 2022.

16

Anda mungkin juga menyukai