Anda di halaman 1dari 25

MEMAHAMI AYAT KAUNIYAH DAN QUR’ANIYAH

SERTA TATA KELOLA LINGKUNGAN HIDUP

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah:


Kajian Pembelajaran PAI Multikultural
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Aziz. Fachrurrozi, MA dan Prof. Dr. Zainun Kamal, MA

Disusun Oleh:
FAJAR FATHURAHMAN
(5319022)

PROGRAM DOKTOR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA
TAHUN 2020

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tata kelola lingkungan hidup memiliki peran penting bagi keberlangsungan kehidupan
umat manusia di Bumi ini. Kebutuhan primer manusia seperti sandang, pangan dan papan
diperoleh dari alam, oleh karena itulah alam dan manusia saling membutuhkan. Manusia sebagai
makhluk ciptaanNya, memerlukan bahan-bahan yang tersedia di alam sekitarnya untuk menjalani
kehidupan di bumi ini. Oleh karenanya diperlukan perilaku konstruktif agar lingkungan tempat
hidup manusia senantiasa terpelihara dan bersinergi dalam membangun kehidupan yang semakin
maju dan seimbang. Apabila hal tersebut diabaikan dan perilaku destruktif dibiarkan, maka
kelestarian alam akan terancam yang tentunya akan menggangu kehidupan umat manusia itu
sendiri. Maka dari itu, dalam rangka memelihara kondisi lingkungan agar selalu terjaga diperlukan
manajemen lingkungan hidup guna menjaga harmonisasi umat manusia yang menjalani kehidupan
agar senantiasa bersinergi dengan alam sekitarnya, disamping itu manusia perlu menyiapkan
langkah preventif dalam upaya mencegah terjadinya kerusakan lingkungan baik yang disebabkan
oleh faktor alam maupun faktor tangan manusia yang secara sengaja dilakukan maupun tidak.
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia (hudan li al-naas), diturunkan Allah ke muka
bumi untuk membimbing manusia mengatasi kekeliruan dan menemukan solusi terhadap berbagai
persoalan dalam tatanan kehidupan umat manusia. Pelestarian, pemeliharaan, dan pengelolaan
lingkungan hidup dari segala bentuk kerusakan merupakan pesan yang disampaikan Allah SWT
dalam sejumlah ayat AlQuran. Pesan-pesan tersebut membimbing manusia dalam memahami
kedudukan, fungsi, dan peran dirinya sebagai aktor utama khalifah fil ardh yang memperjelas hak
dan kewajibannya di muka bumi ini.
Posisi al-Qur’an bagi umat Islam sebagai petunjuk (al-hudan), penjelas (bayyinat), dan
pemilah (al-furqan) atas berbagai persoalan yang terjadi di bumi ini yang berimplikasi terhadap
keberlangsungan kehidupan manusia dan kelestarian alamnya. Dengan demikian, manusia
terbekali diantaranya adalah untuk membangun early warning system yang mendeteksi akan
adanya bahaya kerusakan lingkungan hidup yang mengancam keberlangsungan hidupnya.
Disamping itu manusia pun dapat merespon cepat dalam menanggapi terjadinya bencana
kerusakan lingkungan dan memahami sebab-sebab terjadinya kerusakan. Dan tidak hanya itu,
manusia pun menjadi mampu mengatasi persoalan dalam mengobati akibat dari kerusakan
lingkungan yang terjadi di muka bumi. Sehingga Al-Qur’an menjadi bekal bagi umat manusia
agar mampu mendesain bagaimana seharusnya menata dan mengelola lingkungan sebagaimana

1
yang tercantum dalam ayat qur’aniyah yang selaras dengan ayat kauniyah yang telah Allah Swt
karuniakan kepada manusia.
Pada makalah ini penulis mencoba menguraikan bagaimana memahami ayatayat
Qur’aniyah dan ayat-ayat Kauniyah yang membimbing manusia menjadi aktor tata kelola
lingkungan hidup yang baik dan harmonis serta bersinergi antara manusia dengan alam sekitarnya,
menjadikan manusia sebagai khalifah yang amanah di bumi ini. Sehingga diharapkan konten
makalah ini bisa menjadi bahan yang konstruktif dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan
hidup. Menyampaikan esensi ajaran Islam yang rahmah bagi seluruh alam “rahmatan lil alamin”,
yang menyelamatkan hubungan antara manusia dan hubungan antar manusia dengan alam
sekitarnya, ditengah isu yang berkebalikan dengan gagasan Islam rahmatan lil’alamin seperti isu-
isu yang bersifat destruktif, paham negatif radikalisme dan terorisme.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menentukan yang menjadi bagian
dari pokok masalah makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana memahami ayat-ayat Kauniyah dan Qur’aniyah?
2. Bagaimana eksistensi manusia dalam lingkungan hidup dan permasalahannya?
3. Bagaimana tata kelola lingkungan hidup yang selaras sesuai ayat Kauniyah dan Qur’aniyah?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat Qur’aniyah dan Ayat Kauniyah serta hubungannya


Ayat qur’aniyah adalah ayat-ayat yang terdapat di dalam al Qur’an yang merupakan
firman Allah yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, yang saat ini kita dapat
membacanya dalam bentuk mushaf Kitab Suci Al Qur’an. Adapun ayat kauniyah adalah ayat atau
tanda yang wujud di sekeliling manusia yang diciptakan oleh Allah Swt. Ayat-ayat ini adalah
ayat-ayat dalam bentuk segala ciptaan Allah berupa alam semesta dan semua yang ada di
dalamnya. Ayat-ayat ini meliputi segala macam ciptaan Allah, baik itu yang besar (makrokosmos)
maupun yang kecil (mikrokosmos), yang bahkan diri kita baik secara fisik maupun psikis juga
merupakan ayat kauniyahNya. Oleh karena segala sistem dan tata kelola alam semesta yang unik
hanya mampu dilaksanakan oleh Allah, maka ia menjadi tanda kebesaran dan keagungan
Penciptanya. Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat Fushshilat ayat 53.

Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah
benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Demikian pula keindahannya, kerapian, dan kekokohannya yang membuat kagum orang
yang berakal. Semua itu menunjukkan keluasaan ilmu Allah SWT dan keluasan hikmahNya. Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah menyampaikan bahwa apabila kita memperhatikan seruan Allah SWT untuk
bertafakur, hal itu akan mengantar kita pada ilmu tentang Allah, tentang keesaan-Nya, sifat-sifat
keagungan-Nya, dan kesempurnaan-Nya, seperti qudrat, ilmu, hikmah, rahmat, ihsan, keadilan,
ridho, murka, pahala, dan siksaNya. Begitulah cara Allah memperkenalkan diri kepada hamba-
hambaNya dan mengajak mereka untuk merenungi ayat-ayatNya. Oleh karena itu, Al-Qur’an
banyak menyebutkan perintah untuk merenungi ayat-ayat kauniyah dan bukti-bukti kekuasaanNya
ini. Mengajak mereka untuk berfikir dan memperhatikan, karena manfaatnya sangat banyak bagi
hambaNya.
Oleh karenanya terdapat manfaat dan hikmah dari memahami ayat-ayat kauniyah yang
menunjukkan kebesaran dan keagungan Allah Swt yang dapat membimbing kita menjadi manusia
yang bertaqwa, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Merasakan keagungan Allah dan kelemahan diri, bahwa pengagungan Allah akan melahirkan
kecintaan, rasa takut untuk mendurhakai-Nya, juga berharap hanya kepada Allah. Sedangkan
menyadari kelemahan diri akan membuat manusia inabah: bertaubat dan kembali kepada

3
Allah, mengembalikan urusan kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya dan menjauhkan diri
dari sifat congkak dan sombong.
b. Memperoleh inspirasi, bahwa setiap makhluk yang berada di muka bumi ini menjadi sumber
inspirasi bagi manusia untuk mendapatkan maslahat di dunia dan akhirat. Manusia
memperoleh manfaat dari alam sekitarnya seperti terciptanya pesawat oleh karena terinspirasi
dari burung, manusia pun dapat memperoleh pelajaran dari lingkungan sekitarnya dengan
memperhatikan bagaimana aliran udara dapat digunakan untuk suatu kepentingan
penerbangan. Dengan mengaktifkan akalnya manusia bisa menjadikan setiap makhluk
menjadi sumber inspirasi.
c. Mendorong untuk bersyukur, oleh karena tidak satupun makhluk yang diciptakan oleh Allah
melainkan terdapat faedah bagi manusia. Bahkan seekor ulat pun membawa manfaat, yang
keberadaannya mampu mengurai sampah organik dan kemudian kepompongnya menjadi
bahan sutera untuk dipakai manusia. Tidaklah mampu bagi manusia mengurai sampah
organik untuk dikonsumsi dan juga tidak mungkin diri manusia menghasilkan sutera.
Kenyataan ini melahirkan rasa syukur dan pengakuan, “Wahai Rabb kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini sia-sia, Maha Suci Engkau maka jauhkanlah kami dari siksa neraka” (QS. Ali
Imran:191).

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.”

Berikut ini adalah contoh ayat-ayat Qur’aniyah yang mendorong kita untuk memahami
ayat-ayat kauniyahNya:
a. Surat Yunus ayat 101

Artinya: “Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi, tidaklah bermanfaat
tanda kekuasaan Allah dan Rasul-Rasul yang member peringatan bagi orang-orang yang tidak
beriman”

Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
umatnya untuk memerhatikan apa yang ada di langit dan di bumi secara lebih mendetail. Perintah
4
ini mengandung maksud agar manusia menggunakan akalnya untuk mempelajari, meneliti dan
mengelola sumber kekayaan alam dan ciptaan Allah yang lain, manusia harus menguasai berbagai
pengetahuan dan teknologi terutama bagi kaum beriman agar memperoleh manfaat.
b. Surah Ar Rahman ayat 33

Artinya: “Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”
Ayat ini mendorong manusia untuk mendalami penjuru langit dan bumi, dan kita diberikan
bimbingan bahwa tidaklah mungkin bagi seseorang untuk menembusnya kecuali dengan kekuatan
yang memadai. Setelah tercapainya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta majunya
perkembangan peralatan dan perlengkapan canggih untuk melintasi langit dan bumi, manusia
harus mempersiapkan diri untuk menjelajahi dan mendalami luasnya langit dan bumi sebagai
kewajibannya sebagai khalifah di muka bumi ini seraya menelaah lebih dalam lagi makna yang
dikandung ayat tersebut.
c. Surat Al Mulk ayat 4

Artinya: “Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu
dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.”
Ayat ini mengajak manusia untuk mengamati ciptaanNya berulang-ulang memperhatikan,
mempelajari dan merenungkan seluruh ciptaan Allah, tentunya tidak akan menemukan
kekurangan dan cacat walau sedikitpun pada langit yang begitu luas ciptaanNya. Berdasarkan ayat
ini, dipahami bahwa tidak ada seorangpun di antara manusia yang sanggup mencari kekurangan
pada ciptaan Allah. hal ini berarti tidak seorang pun mengetahui seluruh ilmu Allah. Seandainya
ada di antara manusia yang dianggap paling luas ilmunya, maka ilmu yang diketahuinya itu
hanyalah merupakan bahagian yang sangat kecil saja dari ilmu Allah. Tetapi banyak di antara
manusia yang tidak mau menyadari kelemahan dan kekurangannya itu, sehingga mereka tetap
ingkar kepada-Nya.
d. Surat An-Nazi’at ayat 30

Artinya: “Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.”

5
Ayat ini mengantarkan pemahaman bahwa yang Maha Kuasa telah menciptakan bumi
dalam bentuk bulat yang bukan seperti bola. Fakta ini dibenarkan oleh ilmu pengetahuan yang
membuktikan pula, bahwa bumi benar-benar berbentuk demikian itu dengan ukuran yang sangat
besar. Seiring perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, gambaran
manusia tentang bentuk bumi bulat telah mengalami pergeseran, mula-mula orang meyakini
bahwa bentuk bumi bundar terhampar rata tanpa batas, kemudian ia menyadari bahwa bumi itu
bulat. Setelah peradaban semakin maju, dan pengetahuan manusia di bidang matematika dan
astronomi, menjadikan geometri semakin maju, orang telah sanggup mengukur dan menghitung
garis tengah bumi yang membawanya pada kesimpulan, bahwa bumi ini tidak bulat sama sekali,
akan tetapi pepat pada bagian utara dan selatannya. Ini selanjutnya memberikan bukti lagi, bahwa
kitab suci al Qur’an benar-benar diturunkan oleh yang Maha Pencipta lagi, yang Maha
Mengetahui, yang kepalsuan tidak mungkin ada padanya.
e. Surat Al Baqarah ayat 164

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya
dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Ayat ini mendorong kita untuk berfikir dan merenung tentang sekian banyak ciptaan Allah.
Dengan perkembangan iptek kita dapat memikirkan, merenungkan dan meneliti apa yang ada di
alam ini. Hal itu dapat dijadikan sarana meningkatkan kualitas iman dan membuktikan kebenaran
ciptaan Allah. Dalam ayat ini ada 6 hal yang dapat dijadikan bahan pemikiran dan perenungan
yaitu sebagai berikut:
1) Kejadian langit dan bumi, lafadz khalq pada ayat ini yang diterjemahkan sebagai penciptaan,
yang dapat juga berarti pengukuran yang teliti atau pengaturan. Dalam penciptaan langit dan
bumi, dapat kita lihat pengaturan sistem kerja yang sangat teliti. Yakni keteraturan peredaran
benda-benda angkasa, seperti matahari, bulan dan jutaan gugusan bintang. Semua itu beredar
dengan teratur yang sekaligus menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah di langit.

6
2) Pergantian siang dan malam, rotasi bumi menyebabkan terjadinya perubahan waktu siang dan
malam di permukaan bumi. Peredaran bumi mengelilingi matahari menyebabkan terjadinya
perubahan musim dan menjadi dasar hisab atau perhitungan dalam menentukan bilangan
tahun, bulan, hari, jam, menit, dan juga detik.
3) Kapal yang berlayar di lautan, sebagai alat transportasi manusia yang mampu membawa
berbagai barang yang bermanfaat bagi manusia. Hal ini mengisyaratkan adanya sarana untuk
melintasi laut dan samudera, baik berupa alat transportasi yang mengandalkan angin maupun
dengan alat transportasi laut yang berteknologi canggih. Semua itu telah diatur oleh Yang
Maha Tahu yaitu Allah.
4) Turunnya air hujan, keberadaan air sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup berbagai
makhluk hidup di muka bumi. Baik manusia, binatang dan tumbuhan memerlukan air hujan
untuk dapat hidup dengan baik sehingga terbebas dari kekeringan, tanaman menjadi tumbuh
subur dan membawa manfaat bagi kepentingan hidup berbagai makhluk hidup. Dengan
mengaktifkan akal dan ilmu pengetahuannya manusia dapat mengkaji proses terjadinya hujan
dan mampu membuat hujan buatan.
5) Berbagai jenis binatang, semua binatang di alam ini memiliki fungsi dan manfaat yang
berbeda-beda, keberadaannya saling membutuhkan satu sama lain bagi keberlangsungan alam
itu sendiri, membuat ekosistem kehidupan menjadi seimbang, hal ini menimbulkan pemikiran
tentang betapa seimbangnya dalam menciptakannya.
6) Pengisaran angin dan pergeseran awan, membawa rahmat dan kabar gembira berupa turunnya
hujan. Berdasarkan ilmu pengetahuan yang dipelajari manusia dan upayanya dalam meneliti
akhirnya dapat diketahui kondisi arah angin serta keadaan cuaca di suatu tempat. Hal ini
menjadi tanda adanya keteraturan alam dan tentunya merupakan tanda kebesaranNya.
f. Surat An Naba ayat 6-7

Artinya: “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? (6)”. “Dan gunung-
gunung sebagai pasak? (7)”.
Sebagaimana diketahui oleh manusia bahwa luas daratan dibanding lautan di muka bumi
ini adalah 1/3, 2/3 bumi ini merupakan wilayah lautan. Hamparan yang disebutkan pada ayat
tersebut diartikan sebagai daratan dan datarnya permukaan tersebut sebagai tempat tinggal dan
tempat berlindung bagi manusia. Daratan yang menjadi tempat tinggal manusia dalam ilmu
pengetahuan saat ini terbelah menjadi beberapa bagian yang disebut lempeng. Lempeng-lempeng
tersebut bergerak/bergeser membentuk dataran baik tinggi maupun rendah. Sehingga diperlukan
masa yang cukup kuat untuk menjadikannya kokoh. Pada bagian berikutnya ayat ke 7 surat An
Naba ini mengibaratkan gunung sebagai pasak, yang mampu menahan daratan terhampar kokoh
7
bagaikan diikatkan kepadanya. Ini adalah contoh hasil kajian atas pernyataan ilmiah. Tak banyak
orang yang memahaminya kecuali mereka yang mengkajinya dan ahli dalam bidang geologi.
g. Surat Yunus ayat 5:

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan
hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
Al Qur’an menyajikan pengertian-pengertian ini hingga pada tingkatan ilmiah. Ia
membedakan antara “sinar” yang terpancar berasal dari matahari dan “cahaya” yang datang dari
bulan. Berdasarkan ayat tersesbut manusia diberi petunjuk oleh Allah bahwasanya matahari
memancarkan sinar oleh karenanya dalam ilmu pengetahuan saat ini Matahari tergolong benda
langit yang dinamakan bintang. Sedangkan Bulan bukanlah bintang karena tidak memancarkan
sinarnya sendiri, cahaya yang terlihat nampak ada pada bulan merupakan cahaya pantulan yang
berasal dari Matahari. Sehingga bentuk bulan menjadi berubah-ubah dari hilal (sabit awal)
menjadi purnama dan kembali lagi menjadi sabit tua yang disebutkan dalam ayat ini sebagai
manzilah-manzilah. Perbedaan bentuk cahaya yang nampak pada permukaan bulan tersebut
bermanfaat bagi manusia untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. Sehingga kalender
hijriyah dapat ditentukan dengan proses hisab/perhitungan pada saat rukyat (pengamatan)
terhadap hilal tidak dapat dilakukan. Sehingga pada saat ini, sesuai perkembangan kemajuan ilmu
hitung dengan rumusrumus matematika yang kompleks ditunjang dengan peralatan hitung canggih
seperti program-program komputer membuat akurasi penentuan waktu-waktu ibadah dan
penentuan kalender hijriyah dapat dilaksanakan secara cepat tepat dan dengan akurasi yang
mendekati kondisi nyata.
Sebagaimana uraian diatas maka lahirlah gagasan integrasi ilmu pengetahuan islam
sebagai upaya untuk menyatukan pemahaman berbasis ayat qur’aniyah dan pemahaman hasil
pemikiran manusia berbasis ayat kauniyah, sehingga muncul integrasi sains Islam.
Kemunculannya bukan untuk mengisolasi agama (sekularisme) atau mengisolasi manusia
(asketisme duniawi lainnya). Model integrasi ini menjadikan al-Qur'an dan Sunnah sebagai
sumber teori besar ilmu pengetahuan. Sehingga, ayat qur’aniyah dan kauniyah bisa diterapkan
secara selaras. Lebih jauh dari itu, pemahaman berdasarkan ayat qur’aniyah dan ayat kauniyah ini
merupakan bentuk integrasi antara sains umum dan sains Islam yang tanpa mengabaikan keunikan
keduanya. Mendengar istilah integrasi sains Islam seolah membuka lembaran lama sejarah yang
8
mengingatkan hubungan sains dengan agama pernah tidak sejalan, sebagaimana cerita lampau
dihukum matinya seorang ilmuwan Galileo oleh pihak gereja kala itu karena pendapatnya tentang
heliosentris yang bertentangan dengan keyakinan agama. Justru menghadirkan terminologi
integrasi sains Islam akan membuka perspektif baru bahwa agama bisa mendampingi bahkan
mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban umat manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Al-Qur'an telah dikirim kepada manusia sebagai
parameter pembeda antara haq dan bathil. Hal tersebut membimbing manusia untuk belajar dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Pandangan dikotomi antara pengetahuan Islam dan ilmu
umum (sekuler) menyebabkan cendekiawan muslim mencoba memadukan ataupun
mengintegrasikan keduanya karena keduanya (dalam pandangan dikotomi) agar berdampak positif
bagi kehidupan.
B. Perbedaan ayat Qur’aniyah dan Ayat Kauniyah
Ada beberapa perbedaan esensial antara ayat-ayat Qur’aniyah dengan ayatayat Kauniyah.
Kebenaran ayat Qur’aniyah bersifat mutlak, karena ayat ini adalah firman Allah Swt, Sang
Pencipta. Sementara ayat kauniyah bersifat sementara, karena harus diuji dan dikaji melalui
asumsi berdasarkan temuan-temuan hasil penelitian dengan menggunakan metode penelitian.
Singkatnya, ayat-ayat qur’aniyah adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
Saw yang termuat dalam mushaf Kitab Suci Al Qur’an, sementara ayat-ayat kauniyah lahir dari
kemampuan nalar dan berpikir manusia.
Keberadaan tata surya merupakan contoh ayat kauniyah, dipelajari dalam kajian ilmu
Astronomi. Dengan ilmu kauniyah ini, pandangan mayoritas orang pada zaman ini telah berubah.
Dahulu orang lebih mempercayai faham geosentris atau faham yang menyatakan bahwa bumi
menjadi pusat tata surya. Faham ini berpendapat bahwa semua planet di jagad raya ini berputar
mengelilingi bumi. Pandangan ini juga meyakini bahwa bumi itu rata, tidak bulat. Jadi kalau kita
pergi jauh ke suatu tempat akhirnya kita jatuh.
Pandangan ini diluruskan oleh ilmu kauniyah. Bahwa bumi itu bulat, yang berotasi pada
porosnya. Gerakan inilah yang menyebabkan terjadinya siang dan malam selama 24 jam. Bumi
yang bundar itu terlihat pada bayangan yang kita lihat pada malam hari dengan bulan bintang di
langit. Gambaran itu menunjukkan bahwa bumi itu bundar. Bukti bumi itu bundar terlihat pada
saat kita di tepi pantai. Pandangan mata kita akan sampai pada batas daya pandang yang disebut
cakrawala.
Bumi berputar (rotasi) pada porosnya. Selain itu, bumi pun beredar (revolusi) mengelilingi
matahari sebagai pusat tata surya. Proses bumi mengelilingi matahari menyebabkan pergantian
musim dalam satu tahun yang terbagi dalam dua belas bulan. Planet-planet lain juga mengelilingi
matahari pada garis edar masing-masing. Tidak hanya bumi semua planet dalam tata surya
9
mengelilingi matahari. Jadi, mataharilah yang menjadi pusat tata surya. Paham inilah yang dikenal
dengan heliosentris. Tidak hanya itu, dipahami pula bahwa matahari pun beredar mengarungi
galaksi dimana tata surya ini berada, yakni galaksi Bimasakti (Milkyway). Semua ini dipelajari
dalam kajian ilmu kauniyah yang dikenal dengan Astronomi. Di dalam dunia Islam ilmu ini
dinamakan juga dengan Ilmu Falak, yang bermanfaat dalam mengukur arah kiblat, penentuan
waktu shalat, dan juga sebagai perhitungan dalam menetapkan awal Ramadan, 1 Syawal (idul
fitri), bulan haji dan idul adha.
Dalam hal ini, penulis tidak akan menjelaskan kajian ilmu tersebut, tulisan ini akan
menguraikan hubungan antara ilmu Kauniyah dengan ilmu Qur’aniyah. Penulis meyakini bahwa
kebenaran ilmu Kauniyah akhirnya selaras dengan Ilmu Qur’aniyah yang berasal dari firman
Allah Swt yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw yang kini seluruh umat Muslim
membacanya dalam bentuk Mushaf Kitab Suci
Al Qur’an.
Salah satu kandungan ayat qur’aniyah yang menguraikan tentang ayat-ayat kauniyah
adalah tentang penciptaan langit dan bumi serta perputaran siang dan malam yang tercantum
dalam surah al-Baqarah ayat 164 yang Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu
Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan,
dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Dengan mempelajari ilmu tentang alam semesta seperti ilmu falak dan astronomi, umat
Islam mampu mendalami kebesaran Allah melalui keberadaaan ayat ayat kauniyahNya seperti tata
surya dan segala ciptaan-Nya. Dengan mengkaji ayatayat kauniyahnya, manusia mampu berpikir
rasional tentang segala fenomena alam yang terjadi dan tidak akan mengaitkannya dengan mitos
yang berkembang di masyarakat. Salah satu contoh mitos yang cukup populer di Jawa adalah
kepercayaan masyarakat bahwa hilangnya cahaya Matahari saat terjadi gerhana disebabkan oleh
raksasa “Batara Kala” yang memakan Matahari. Maka warga jaman dahulu akan ramai-ramai
membuat suara dari kentungan agar raksasa itu kembali memuntahkannya.
Pada masa Nabi Muhammad Saw pun, masyarakat muslim saat itu mengira terjadinya
gerhana lantaran terkait dengan kematian seseorang, kemudian Nabi pun menjelaskan dan
membimbing umatnya untuk melaksanakan shalat kusuf. Kenyataanya, tanda kebesaran Allah
telah jelas tertera didalam ayat-ayat Qur’aniyah yang mengajarkan agar manusia memiliki
keyakinan bahwa perputaran bumi dan bulan memberikan manfaat pada kehidupan manusia
seperti terjadinya pergantian malam dan siang, pasang surut air laut dan juga pergantian arah
10
tiupan angin, namun bukan untuk mempengaruhi nasib manusia. Oleh karena itu, tidak sepatutnya
kita mengaitkan suatu kejadian alam dengan nasib manusia dan mitos-mitos yang tidak sesuai
dengan kajian ilmu.
Di dalam ayat Qur’aniyah diterangkan bahwa matahari tidak mungkin menabrak bulan
atau sebaliknya karena semuanya beredar pada garis edarnya masingmasing. Saat ini, banyak
peneliti yang menghabiskan waktu lama untuk mendalami ayat-ayat kauniyahNya mencari tahu
perputaran yang terjadi diantariksa, salah satunya adalah mencari jawaban terhadap pertanyaan
apakah matahari berputar atau tidak. Dalam penemuan terbaru dari NASA menyatakan bahwa
matahari beredar dan berputar dalam gerakan yang tidak tampak putaran dan edarannya oleh mata
manusia.
Akan tetapi, faktanya jawaban atas keingitahuan tentang Gerakan matahari tersebut telah
dijawab sejak 14 abad silam oleh Allah dalam ayat Qur’aniyahNya melalui lisan Nabi Muhammad
Saw bahwa matahari beredar pada garis edarnya dan itulah takdir dari Allah, sebagaimana yang
tercantum dalam surat Yasin. Seandainya matahari beredar dan berputar dalam garis orbit seperti
bulan mengelilingi bumi, tentu manusia serta makhluk lainnya akan mati terbakar oleh karena
panasnya matahari yang begitu dekat. Sebaliknya jika matahari menjauh maka makhluk dibumi
pun akan kesulitan hidup oleh karena suhu yang terlalu dingin. Oleh karenya disebutkan dalam
ayat tersebut bahwa Allah telah menetapkan takdirNya sedemikian rupa sehingga kita dapat hidup
di muka bumi dengan nyaman.
Mengenai pemahaman terhadap takdir Allah Swt, mengutip pesan Ustadz Abdul Shomad
disampaikan dalam ceramahnya bahwa manusia dihadapkan dalam dua jenis takdir, yakni takdir
mu’allaq (yang dapat diubah) dan takdir mubram (yang tidak dapat diubah). Salah satu contoh
seperti kejadian yang menimpa umat Sayidina Umar saat terkena wabah penyakit. Saat itu,
Sayidina Umar memerintahkan umatnya untuk pindah ke tempat lain agar terhindar dari wabah.
Namun, ada sahabat yang mengatakan bahwa penyakit tersebut adalah takdir Allah dan sudah
sepatutnya mereka menerimanya. Umar pun menegaskan bahwa keputusan untuk berhijrah demi
menghindari wabah penyakit adalah upaya untuk mengubah takdir buruk menjadi takdir baik.
Takdir yang dialami umat saat Sayyidina Umar menjabat khalifah adalah salah satu contoh takdir
yang dapat diubah, sedangkan takdir yang tidak dapat diubah adalah kematian dan datangnya hari
akhir (kiamat) dan takdir ketetapan Allah kepada kita bahwa diri kita dilahirkan oleh seorang ibu
yang tidak bisa kita tentukan sendiri.
Pemahaman terhadap ayat-ayat Kauniyah sangat penting dalam mendalami ayat-ayat
Qur’aniyah agar makna yang terkandung dapat diterima dengan tepat. Pengkajian ayat Kauniyah
juga mengajarkan manusia agar senantiasa hidup dalam keseimbangan antara keahlian secara
intelektual dan kearifan secara spiritual, mengingat dalam mengkaji ayat Kauniyah, manusia
11
mampu untuk senantiasa mengingat Allah, sebagaimana tertera dalam Surat Ali Imran ayat 191
disebutkan bahwa, "(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan siasia. Mahasuci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka."
Kandungan yang tersaji dalam ayat tersebut, adalah keutamaan untuk selalu senantiasa
mengingat Allah dikala senang ataupun sedih, di kala kaya maupun miskin, dan di kala sehat
maupun sakit. Dzikir, juga dibuktikan dalam tiga hal, yaitu lisan yang selalu menyebut Allah, hati
yang selalu mengingat Allah, dan perilaku yang menganggungkan Allah. Sehingga dengan
memahami ayat-ayat Qur’aniyah dan juga mendalami ayat-ayat kauniyahNya, akan terjadi proses
dalam diri yang bukan sekedar berdzikir saja melainkan berpikir mendalam tentang keagungan
Allah, sehingga terjadi keseimbangan antara spiritual dan intelektual.
C. Pengertian Lingkungan Hidup
Lingkungan dapat dimaknai dengan beberapa hal, di antaranya adalah semua yang
mempengaruhi pertumbuhan manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya di bumi. Secara mudah
lingkungan dipahami sebagai semua yang melingkupi manusia dan berada di sekitar manusia.
Yusuf al-Qardlawi mendefinisikan lingkungan sebagai sebuah lingkup di mana manusia
hidup, ia tinggal di dalamnya, baik ketika bepergian ataupun mengasingkan diri, sebagai tempat ia
kembali, baik dalam keadaan rela atau terpaksa. Lingkungan ini meliputi lingkungan yang bersifat
dinamis (lingkungan hidup) dan lingkungan yang bersifat statis (lingkungan mati). Lingkungan
hidup bisa berupa kehidupan manusia sendiri maupun kehidupan hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Sedang lingkungan mati berupa alam semesta yang diciptakan Allah dan juga berbagai bangunan
yang diciptakan manusia. Pengertian lingkungan secara harfiah adalah segala sesuatu yang
mengitari kehidupan, baik berupa fisik seperti alam jagat raya dengan segala isinya, maupun
berupa non-fisik, seperti suasana kehidupan beragama, nilai-nilai dan adat istiadat yang berlaku di
masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang, serta teknologi.
Dalam arti yang luas lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat
istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan ialah segala sesuatu
yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh
yang ada, baik manusia maupun benda buatan manusia, atau alam yang bergerak, kejadian-
kejadian atau hal-hal yang mempunyai hubungan dengan seseorang. Sejauh mana seseorang
berhubungan dengan lingkungannya, sejauh itu pula terbuka peluang masuknya pengaruh
pendidikan kepadanya. Tetapi keadaan itu tidak selamanya bernilai pendidikan, artinya
mempunyai nilai positif bagi perkembangan seseorang, karena bisa saja malah merusak
perkembangannya.
12
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan meliputi segala
kondisi fisiologis manusia, seperti gizi, syaraf, peredaran darah, pernafasan, dan sebagainya,
kondisi psikologis manusia, mencakup segenap stimulus yang diterima manusia sejak dalam masa
prenatal, kelahiran, sampai mati. Kondisi sosial kultural meliputi interaksi dan kondisi yang
bersifat sosial, adat istiadat, dan juga kondisi alam sekitarnya.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruangan dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
keberlangsungan perikehidupan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Semua
makhluk hidup sebenamya bertempat tinggal didalam suatu lingkungan yang semuanya
merupakan struktur dasar ekosistem.
Sistem lingkungan atau yang sering disebut ekosistem merupakan contoh bagaimana
sebuah sistem berjalan. Ekosistem merupakan suatu gabungan kelompok hewan, tumbuhan dan
lingkungan alamnya dimana di dalamnya terdapat aliran atau gerakan atau transfer materi, energi
dan informasi antar komponen–komponennya.
Sebagai suatu sistem, lingkungan harus tetap terjaga sehingga sistem itu dapat berjalan
dengan teratur dan memberikan manfaat bagi seluruh anggota ekosistem.
Manusia sebagai mahluk yang sempurna, yang telah diberikan amanah untuk menjadi khalifah
memiliki peran penting dalam menciptakan dan menjaga keteraturan lingkungan dan sistem
lingkungan ini. Untuk itulah manusia dituntut untuk mengembangkan perilaku yang baik terhadap
lingkungan.
Di dalam Al-Qur’an Allah Swt memerintahkan agar manusia memberikan perhatian pada
lingkungannya, seperti tentang kejadian bumi, gunung-gunung dan onta-onta. Firman Allah Swt
dalam Surat al-Ghasyiyah ayat 17-20 sebagai berikut yang artinya: “Maka Apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, (17)”. “dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
(18)”. “dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (19)”. “dan bumi bagaimana ia
dihamparkan? (20)”.
D. Eksistensi manusia pada lingkungan hidup
Manusia sebagai makhluk dominan di muka bumi, sebagai bagian dari lingkungan hidup
adalah makhluk Allah yang paling baik ciptaannya dan mempunyai kedudukan serta martabat
yang mulia di dunia. Manusia lebih sempurna dan mempunyai kemampuan yang lebih sempurna
dibandingkan dengan makhluk lainnya yang diciptakan oleh Allah.
Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh manusia adalah akal yang merupakan anugrah
Allah yang sangat berharga. Manusia di beri kedudukan yang lebih tinggi sebagai khalifah di
bumi. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki manusia ini diharapkan bisa memberi peran positif bagi
kelangsungan hidup pada lingkungan hidup. maka Allah mengangkat manusia sebagai khalifah
13
untuk menjadi pemimpin di dunia ini. Manusia sebagaimana disebut dalam al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 30, diciptakan unluk menjadi kholifah:

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Banyak sekali ayat-ayat yang diketemukan dalam Al Qur’an dan Hadits yang memberikan
perhatian serius terhadap peran manusia untuk memelihara dan melestarikan alam. Nabi
Muhammad SAW juga telah bersabda, yang artinya: “Kalian semua adalah pemimpin, dan setiap
pemimpin bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang iman adalah pemimpin dan ia
bertanggung jawab atas yang dipimpinnya”.
Pengertian khalifah di sini memiliki maksud sebagai berikut; Kata “Khalifah” jamaknya
Khala’if. Sedangkan Khalif jamaknya ialah Khulafa. Khalif diambil dari kata Khalafa (fi’il bentuk
madhi’), artinya menganti. Khalafa dari akar kata Khalf, artinya belakang, lawan dari kata salaf.
Dalam al-Munjid mempunyai arti pengganti dan pemimpin. Kata khalifah di sini juga di ambil
dari kata al-khilafah yang berarti pengganti (dari seseorang). Kata khalifah dalam surat Al
Baqarah ayat 30 berarti pengganti. Manusia (bani adam) adalah khalifah/pengganti generasi
sebelumnya, indikatornya dapat dilihat dari pernyataan malaikat tersebut. Di dalam ayat ini
terdapat hubungan segi tiga antara Allah Swt, alam, dan manusia. Allah Swt telah memberikan
kemampuan kepada manusia untuk mengelola alam, serta Allah Swt telah menundukkan Alam
bagi manusia.
Jabatan khalifah diartikan sebagai “Wakil Allah” dalam memimpin seisi alam yang
mengacu pada Al Qur’an seperti yang ditegaskan dalam Surat Al Baqarah ayat 30. Tugas
kekhalifahan manusia yang terdapat dalam Al Qur’an dapat di klasifikasikan menjadi tiga pokok
yaitu:
1) Memakmurkan bumi, manusia dijadikan oleh Allah SWT dengan memikul amanah
kekhalifahan itu pada dasarnya di tugaskan untuk megurus, memelihara, mengembangkan,
dan mengambil manfaat bagi kesejahteraan manusia, untuk membekali manusia, Allah
telah menganugerahkan berbagai potensi, seperti panca indra, perasaan, intelektual,
keimanan dan keinginan.
2) Menegakkan kebenaran dan keadilan, menegakkan kebenaran merupakan salah satu tugas
khalifah yang utama, dengan dasar ketentuan Allah Swt, dilandasi pemikiran yang jernih
dan dengan asas yang bersumber dari sifatsifat Allah seperti adil, bijaksana, kasih dan
saying bukan dengan mengikuti hawa nafsu (emosional).
3) Motivator dan dinamisator pembangunan, posisi manusia sebagai khalifah disini dituntut
mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai motivator dan dinamisator dalam mengerjakan
14
kebaikan (al-khair), baik secara vertikal hubungannya dengan Allah seperti melakukan
shalat maupun horisontal hubungannya dengan sesama dan lingkungan seperti dermawan
(ita’iz zakah) dan hidup penuh dedikasi (‘abid).
Sebagai kholifah, manusia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk ikut merawat,
memelihara dan melestarikan berbagai fasilitas alam yang telah disediakan oleh Allah untuk
manusia. Memang Allah telah membolehkan manusia untuk menggunakan seluruh sumber daya
alam ini sebagai sumber rizki bagi manusia dan juga seluruh makhluk hidup yang ada diatasnya.
Meskipun demikian pada hakikatnya Allah lah yang memberi rizqinya, dimana manusia
menjadikannya sebagai sumber rizqi. Firman Allah Swt dalam surat Huud ayat 6:

Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”
Oleh karena itu, pemanfaatan itu tidak boleh semena-semena, dan seenaknya saja dalam
mengeksploitasinya. Pemanfaatan berbagai sumber daya alam baik yang ada di laut, di daratan
dan di dalam hutan harus dilakukan secara proporsional dan rasional untuk kebutuhan masyarakat
banyak dan generasi penerusnya serta menjaga ekosistemnya. Allah sudah memperingatkan dalam
surat al-A’raf ayat 56:

Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat
baik.”
Menyadari akan hal tersebut maka dalam pelaksanaan pembangunan, sumber daya alam
terutama di tanah air kita Indonesia harus digunakan dengan rasional. Penggalian sumber
kekayaan harus diusahakan dengan sekuat tenaga dan strategi berdasarkan pertimbangan analisis
terhadap dampak yang tidak merusak tata lingkungan dan tata hidup manusia. Perlu diusahakan
penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan bisa menjaga kelestariannya sehingga bisa
dimanfaatkan secara berkesinambungan. Kita harus bisa mengambil i’tibar dari ayat Allah yaitu:

15
Artinya: “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya
aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”.
Sebagaimana ayat-ayat tersebut menjadi jelas bahwa manusia sebagai khalifah fil ardh
mengemban tugas untuk memelihara kelestarian lingkungan dan menjaga bumi aman dari
kerusakan.
E. Kerusakan oleh karena ulah manusia
Ironisnya bencana alam oleh karena tidak terkelolanya air hujan terjadi dimana-mana.
Banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan menjadi berita yang telah akrab di telinga
kita. Masih belum hilang dalam ingatan kita kabar tentang bagaimana sekian juta hektar hutan
dilahap Api yang asapnya meracuni Sebagian kota besar sampai dengan negeri tetangga. Beberapa
desa hanyut diterjang banjir bandang. Hal ini terjadi tidak lepas dan ulah manusia itu sendiri.
Tanpa beban dosa, dengan seenaknya mereka menebang kayu hutan. Kekayaan alam yang
ada didalamnya juga diambil habis. Emas, perak, batubara dan barang tambang lainnya disikat
hanya untuk mengejar kepentingan perut semata tanpa memperhatikan keseimbangan alam.
Akhirnya bisa ditebak, hutan menjadi gersang, tandus, kering dan gundul. Pencemaran merambah
kemana-mana. Alam sudah mati, sehingga tidak mampu lagi memberikan kesejukan dan
perlindungan buat manusia.
Akhirnya, alam yang selama ini selalu menjadi sahabat manusia, berubah menjadi musuh
yang paling ditakuti. Alam murka pada manusia yang telah merusaknya. Ketika hujan turun,
banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana, sebab tidak ada lagi pepohonan yang dapat
menahan laju air. Bisa dipastikan, ribuan rumah serta jutaan hektar sawah terendam air. Pada saat
musim kemarau menyapa, terjadi kekeringan dimana-dimana. Para petani menjerit karena lahan-
lahan pertanian mengalami pusau akibat tidak ada lagi air untuk menyiram lahan pertanian
mereka. Kebakaran hutanpun tidak bisa dihindari. Jerit tangis tak terelakkan. Sungguh
mengenaskan! Mungkin inilah balasan yang harus diterima oleh manusia akibat ulahnya atas
lingkungan yang mengabaikan norma dan etika.
Hal yang menyangkut etika dengan lingkungan alam salah satunya adalah bagaimana
manusia membangun sikap proporsional ketika berhadapan dengan lingkungan. Sehingga
lingkungan dapat terpelihara dan terjaga kelestariannya sepanjang generasi umat manusia. Akan
tetapi realitas tidak seindah harapan. Bencana alam datang silih berganti. Bencana alam tersebut
16
telah benar – benar mengancam kehidupan manusia. Eksploitasi hutan dan rimba tanpa
mempertimbangkan kesinambungan ekosistemnya menyebabkan hutan kehilangan daya
dukungnya bagi konservasi air dan tanah.
Kalau hal ini didiamkan, berarti kita merelakan kerusakan itu tanpa bisa berbuat apapun
untuk menghentikannya. Sebab lingkungan adalah bagian yang tak terpisahkan dari
keberlangsungan hidup manusia itu sendiri, baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Allah Swt tahu akan perangai manusia tersebut, karena itu manusia diingatkan. Manusia lupa
bersyukur atas segala nikmat indahnya alam yang diciptakan Allah Swt. Manusia justru kurang
bersahabat dengan alam dan lingkungannya. Maka Al-Quran menyebutkan bahwa kerusakan di
alam akibat ulah kejahatan manusia. Manusia Indonesia harus sadar bahwa krisis multidimensi
dan bencana yang datang bertubi-tubi seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan,
tanaman diserang hama dan lainnya adalah karena ulah manusia itu sendiri sehingga berbagai
akibat dari perusakan itu ditanggung oleh manusia juga. Hal ini tampak jelas dalam firman Allah
surat Ar Ruum ayat 41:

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Ayat diatas menjelaskan bahwa kerusakan yang kita rasakan saat ini baik di darat maupun
di laut merupakan akibat dari kegiatan, aktivitas atau kebijakan manusia yang tidak mengindahkan
pada keberlangsungan kehidupan. Semantara itu, Nabi Muhammad Saw juga mengingatkan umat
manusia perihal menjaga lingkungan. Salah satu sabda Beliau yang artinya: “Dari Muadz berkata,
saya mendengar Rasulallah bersabda: takutlah kalian pada tiga perbuatan yang dilaknat.
Pertama, buang air besar di jalan, kedua, di sumber air dan ketiga di tempat berteduh. (HR. Ibnu
Majah).”
Bahkan di hadis yang lain ditambahkan, Rasulullah juga melarang buang air besar di
lubang binatang dan di bawah pohon berbuah. Apresiasi Nabi Muhammad Saw terhadap
kelestarian lingkungan amatlah jelas. Sisi gelap manusia terhadap alam sebagaimana tercantum
dalam firman Allah Swt diatas, kiranya menyadarkan manusia akan kekhilafannya itu. Oleh
karenanya larangan merusak lingkungan seperti menebang pohon, mengganggu atau mencemari
alam sekitar merupakan perbuatan salah dan tidak dibenarkan dengan alasan apapun.
Oleh karena itu, perlu ditempuh langkah-langkah antisipasinya agar kerusakan yang terjadi
di daratan dan lautan itu tidak semakin parah. Diantaranya adalah:

17
a) Pelaksanaan program penghijauan baik di kota-kota maupun di daerah lainnya yang tidak
hanya sekedar proyek tetapi benar-benar diaplikasikan dilapangan. Cagar alam dan
reboisasi terhadap lahan hutan yang gundul pun dilaksanakan secara kontinu dan bagi
siapa saja yang melakukan pelanggaran dan penyalahgunanaan lahan tersebut harus
dikenakan sanksi hukuman yang berat.
b) Pemeliharaan kelestarian sumber daya alam laut dengan membuat cagar laut, konservasi
laut dan lainnya. Serta melarang dan menindak dengan tegas para pengguna alat yang
membahayakan ekosistem laut seperti bom atau obatobatan beracun untuk menangkap ikan
dan lainnya yang akan merusak lingkungan dan makhluk hidup lainnya.
c) Pelarangan komersialisasi oleh golongan tertentu terkait aset-aset sumber daya alam yang
menyangkut hajat hidup orang banyak seperti waduk, mata air, sungai, dan lainnya karena
akan menyengsarakan hidup rakyat banyak.
d) Penindakan secara tegas siapapun yang melakukan perusakan dan eksploitasi hutan, lautan,
pencemaran air, dan sumber daya alam lainnya diluar batas rasional dan
proporsionalitasnya.
F. Air sebagai esensi kehidupan
Air merupakan sumber kehidupan, sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an surat Al
Anbiya ayat 30 sbagai berikut:

Artinya: “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada
juga beriman?”
Tanpa air manusia dan makhluk hidup lainnya termasuk tumbuh-tumbuhan akan kesulitan
hidup. Kebutuhan makhluk hidup terhadap air betul-betul sebuah keniscayaan yang tak terabaikan
untuk menopang keberlangsungan hidupnya. Sudah seyogyanya manusia memberi perhatian
utama pada tata kelola air. Air menjadi sumber kehidupan bagi setiap makhluk, tanpa air makhluk
hidup akan kesulitan hidup. Apabila hujan datang seyogyanya potensi air tersebut dapat dikelola
oleh manusia sebagai alat pengairan atau bahkan disimpan dalam system folder ataupun waduk
sehingga pada saat kemarau datang, manusia tidak kehabisan air. Sehingga sawah, ladang dan
perkebunan senantiasa tercukupi kebutuhan airnya.
Hakikatnya, alam semesta beserta isinya, bagaimanapun keadaannya merupakan fasilitas
untuk mencapai kesejahteraan umat manusia. Karena itulah kodratnya, alam diciptakan untuk
selalu memberikan yang terbaik untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lainnya. Dari alam sekitarnya manusia memperoleh makan, minum, perlindungan, keselamatan
dan mata pencaharian kehidupan, Firman Allah Swt dalam Surat An Nahl ayat 10:

18
Artinya: “Dialah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya
menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuhtumbuhan, yang pada (tempat
tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu”.

Dalam surat yang sama al-Qur’an menyebutkan:

Artinya: “Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”.
Karena itu, sungguh beruntung negara yang memiliki wilayah hamparan luas hijau
terbentang. Berbagai kekayaan alam akan muncul dari sana. Minyak tanah, barang-barang
tambang, serta hasil hutan lainnya dapat memberikan manfaat yang sangat besarbagi kehidupan
manusia. Tak kalah menakjubkan, adanya air jernih – tanpa ada campuran zat-zat kimia yang
dapat memberikan kebugaran tubuh dan nafas tanaman. Masih banyak lagi manfaat-manfaat lain
yang diberikan oleh alam. Ini adalah nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.
Sebagai kompensasinya, manusia diminta untuk merawat dan melestarikannya. Manusia
hanya diminta menjaganya agar apa yang menjadi kekayaan alam tersebut tetap lestari dan terus
dapat dinikmati oleh manusia. Caranya dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan
alam serta menjauhkan dari hal-hal yang mengancam kepunahan alam serta isinya. Manusia hanya
diminta untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan-Nya, sehingga kekayaan alam yang telah
diberikan menjadi lestari dan dapat dinikmati secara terus menerus oleh umat manusia, bahkan
terus ditambah oleh Allah SWT sebagaimana tercantum dalam Surat Ibrahim ayat 7, berikut ini:

Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-
Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"
Ironisnya, dengan wilayah hijau yang terhampar luas dan dengan potensi air yang
berlimpah yang semestinya mampu menopang keharmonisan hidup manusia namun oleh karena
tanpa tata kelola lingkungan yang baik menyebabkan datangnya air menjadi musibah. Banjir yang
melanda setiap musim penghujan, tanah longsor dan gagal panen akibat hanyut terbawa arus
19
banjir ataupun sebaliknya karena kering tanpa air menjadi bukti bahwa lingkungan belum
terkelola dengan baik. Saat musim hujan datang air mengalir deras tak terbendung dan tidak
terkendali menjadi musibah banjir yang melanda sebagian tempat di tanah air. Sebaliknya saat
kemarau dating, lahan lahan menjadi kering dan bahkan memicu meluasnya kebakaran hutan yang
merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Pembangunan yang secara masif dilakukan tanpa amdal yang baik menyebabkan persoalan
lingkungan yang dapat membawa musibah bagi manusia, sungguh datangnya bencana oleh karena
ulah manusia yang tidak peduli dan tidak antisipatif terhadap efek yang akan terjadi apabila tidak
menjalankan tata kelola lingkungan yang baik dan lalai terhadap tanggung jawab memelihara
kelestarian lingkungan. Dengan demikian kita perlu memahami dan melaksanakan petunjuk-
petunjuk ayat-ayat Qur’aniyah serta mengaplikasikan ayatayat Kauniyah dalam tata kelola
lingkungan guna keberlangsungan hidup manusia yang semakin harmonis dan bersinergi dengan
alam. Ada beberapa Langkah yang dapat dilakukan dalam rangka memelihara kelestarian alam,
yakni:
1. Rehabilitasi lahan kritis, dilakukan dengan cara pengelolaan dan pengolahan tanah, sistem
irigasi, pola tanam, pemberantasan hama dan gulma, pencemaran air dan lain sebagainya.
Untuk daerah rawan abrasi dan erosi seeprti di daerah tepi pantai, bantaran sungai, lereng
pengunungan dilakukan dengan cara penanaman pohon bakau di tepi pantai, penanaman
dengan tehnik terasering, tanaman penguat
dan pola tanam dari lahan terbuka ke lahan model kontur. Rehabilitasi lahan hutan karena
pola ladang berpindah dilakukan dengan cara memberi pengarahan tentang kerugian
ladang berpindah kepada para peladang. Penertiban kawasan hutan, sungai dan lautan.
Sosialisasi aturan, larangan dan sanksi, kepada seluruh masyarakat, baik para pengusaha
yang memiliki hak penebangan hutan maupun masyarakat tradisional yang hidup di dekat
hutan, begitupun terhadap kawasan lautan dan juga lahan tambang.
2. Mencegah Pencemaran Air, melindungi tata air dengan cara rehabilitasi hutan lindung,
pencegahan kerusakan hutan, perluasan hutan, mencegah erosi untuk daerah yang
hujannya tinggi, pengawetan tanah. Melindungi sungai dan lautan dari pencemaran limbah,
seperti limbah buangan rumah tangga dan industri. Membuat peresapan air hujan untuk
daerah yang padat pemukiman. Mengawasi sistem pembuangan limbah ke laut, sistem
penangkapan ikan dengan racun dan perlindungan karang laut.
3. Mencegah Pencemaran Udara, Terutama kawasan industri dan kota-kota besar di Jawa,
Sumatera, Kalimantan serta pulau-pulau lainnya telah dilakukan pengawasan tingkat
pencemaran pabrik dan kendaraan bermotor. Hal itu semua dilakukan agar lingkungan

20
hidup kita senantiasa lestari dan terpelihara dalam rangka keberlangsungan hidup manusia
dan makhluk disekitarnya.
4. Pengawasan daerah tambang, seperti tambang pasir dan tanah hingga tambang batubara,
minyak dan emas, yang tentunya akan memiliki dampak terhadap kerusakan ekosistem
disekitarnya termasuk kondisi pasca tambang. Hal tersebut harus dipastikan agar kondisi
ekosistem terepelihara dengan baik, diperlukan rehabilitasi ekosistem lingkungan sekitar
dan yang terdampak pasca tambang agar lingkungan hidup tetap lestari.
Berbagai perlengkapan dan peralatan canggih hasil penelitian dan pengembangan telah ada
dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelestarian lingkungan, tinggal kemauan dan dorongan
manusia itu sendiri untuk menerapkan dan mengaplikasikannya dalam tata kelola lingkungan
hidup.
Adapun yang menarik dari kajian ini, yakni: Pertama, bahwa tidak ada ilmu yang tidak
mengkaji dan tidak bersumber dari ayat Allah. Kedua, bahwa kenapa ada manusia yang tidak
percaya Allah, oleh karena manusia merupakan makhluk yang dianugerahkan kehendak bebas
olehNya. Lepas dari percaya atau tidaknya manusia kepada Allah, konsekuensi tanggungjawab
dan hasil dari ulahnya kembali kepada setiap individu manusia itu sendiri yang memilih jalan dan
arahnya masing-masing. Ketiga, bahwa realita dunia saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi
terus berkembang dan mayoritas pengembangan iptek tesebut berlangsung di Dunia Barat yang
non-Muslim dari pada oleh kaum muslim itu sendiri. Hal ini tidak sedikit orang muslim yang
terjebak dalam pikirannya sendiri yang menyatakan bahwa ilmu yang benar hanya ilmu agama,
akan tetapi sebenarnya pernyataan ini pun sebenarnya tidak memiliki dasar yang kuat.
Dalam situasi ini, kita bisa merasakan hebatnya dari kitab suci al Qur’an, dalam hal ini kita
dapat mengambil contoh satu surat al fatihah yang isinya mengungkapkan deskripsi sifat Tuhan
yang perlu didialogkan setiap saat kepada sesama muslim agar semua yang terjebak sadar diri
bahwa sifat “Rahman” Allah berupa alam jagat raya dan seluruh isinya merupakan nikmat
potensial yang dianugerahkan kepada manusia siapapun dia, beriman maupun tidak. Sedangkan
untuk meraih “Rahman” Allah tersebut yang berupa semesta dan isinya ini harus berbekal ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagaimana pesan dalam surat Ar Rahman bahwa kita ditantang
untuk mengkaji jagat raya ini (menembus penjuru langit dan bumi) dengan petunjuk bahwa kita
tidak akan mampu mengkajinya tanpa dengan berbekal ilmu pengetahuan dan teknologi
(“Sulthan”).
Bangsa yang memiliki kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi, akan
banyak meraih “Rahman” Allah. Sebagai contoh, mengingat Sabda Nabi SAW bahwa “Air laut
itu suci, (dan) halal bangkainya”. Mari kita bandingkan bagaimana nelayan yang menangkap ikan
dilaut? Bagi nelayan yang memiliki Kapal penangkap ikan dengan peralatan dan perlengkapan
21
penangkapan ikan yang ditunjang iptek, tentu akan memperoleh hasil tangkapan ikan yang lebih
banyak dari pada nelayan yang bermodalkan kapal kayu kecil dengan pancing dan jarring untuk
menangkap ikan di lautan sebagaimana dimiliki oleh mayoritas nelayan di Kepulauan Seribu
(yang 100% penduduknya muslim) umumnya nelayan di tanah air kita. Dengan demikian nelayan
muslim hanya “kebagian sedikit” dari laut, oleh karena lebih banyak nelayan muslim yang hanya
mau mengkaji ilmu agama seperti kitab hadist dan kitab fiqh saja dari tanpa dukungan kajian ilmu
geologi, sains dan teknologi.

22
BAB III
KESIMPULAN

Ayat qur’aniyah adalah ayat-ayat yang terdapat di dalam al Qur’an yang merupakan firman
Allah yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun ayat kauniyah adalah ayat
atau tanda yang wujud di sekeliling manusia yang diciptakan oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah
ayat-ayat dalam bentuk segala ciptaan Allah berupa alam semesta dan semua yang ada di
dalamnya. Ayat-ayat ini meliputi segala macam ciptaan Allah, baik itu yang besar (makrokosmos)
maupun yang kecil (mikrokosmos), yang bahkan diri kita baik secara fisik maupun psikis juga
merupakan ayat kauniyahNya.
Ada beberapa perbedaan esensial antara ayat-ayat Qur’aniyah dengan ayatayat Kauniyah.
Kebenaran ayat Qur’aniyah bersifat mutlak, karena ayat ini adalah firman Allah Swt, Sang
Pencipta. Sementara ayat kauniyah bersifat sementara, karena harus diuji dan dikaji melalui
asumsi berdasarkan temuan-temuan hasil penelitian dengan menggunakan metode penelitian.
Ayat-ayat qur’aniyah adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw.
Sementara ayat-ayat kauniyah lahir dari kemampuan nalar dan berpikir manusia.
Bumi sebagai tempat tinggal manusia dan lingkungan yang ada di dalamnya merupakan
tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah sekaligus amanah pemimpin di muka bumi
(khalifah fil ardh) untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup di bumi ini. ada tugas utama
manusia sebagai khalifah yaitu: 1) Memakmurkan bumi, 2) Menegakkan kebenaran dan keadilan,
3) Motivator dan dinamisator pembangunan.
Seyogyanya manusia mengaplikasi pelaksanaan tata kelola lingkungan sesuai dengan
petunjuk ayat-ayat Qur’aniyah serta menerapkan hasil kajian ayat-ayat kauniyah guna
terperliharanya keberlangsungan hidup manusia yang harmonis dan bersinergi dengan alam.
Namun ironisnya telah nampak kerusakan baik di daratan dan di lautan oleh sebab ulah tangan
manusia. Setidaknya ada 4 hal yang perlu diperhatikan terutama untuk menjaga lingkungan hidup
di tanah air kita: 1) Rehabilitasi Lahan Kritis, 2) Mencegah Pencemaran Air, 3) Mencegah
Pencemaran Udara, 4) Pengawasan daerah tambang.
Dengan demikian penting bagi kita memahami dan melaksanakan petunjuk-petunjuk ayat-
ayat Qur’aniyah yang menjadi bekal bagi umat manusia agar mampu mendesain tata kelola
lingkungan yang baik. Kemudian mengaplikasikan hasil kajian ayat-ayat kauniyah yang telah
Allah Swt karuniakan kepada manusia dengan tujuan kelestarian lingkungan hidup dan kebaikan
keberlangsungan hidup manusia dan makhluk disekitarnya. Sehingga eksistensi ayat-ayat
Qur’aniyah dan ayat-ayat Kauniyah bagi manusia adalah membimbing manusia menjadi aktor tata
kelola lingkungan hidup yang baik dan bersinergi dengan alam sekitarnya, menjadikan manusia
menjadi khalifah yang amanah di bumi ini.
23
REFERENSI

Offline:
Abuddin Nata. 2010. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana.
Asep Muhyiddin. 2010. Dakwah Lingkungan Persfektif Al-Qur’an, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol.4,
No.15 Januari-Juni.
Asyhari Abta. 2006. Konsep Islam dalam Pelestarian Lingkungan, dalam Buku Fiqh Lingkungan,
Jakarta: Conservation International.
Mahrus, An’im Falahuddin, 2006. Islam dalam Fenomena Lingkungan Hidup, dalam Buku Fikih
Lingkungan, Jakarta: Conservation International.
Masruri, Ulin Ni’am, 2014. Pelestarian Lingkungan dalam Persfektif Sunnah, Jurnal atTaqaddum,
Volume 6, Nomor 2, Nopember.
Misbahus Salam. 2006. Beberapa konsep Pengelolaan dalam Fiqh Islam, dalam buku Fiqh
Lingkungan Jakarta: Conservation International.
Musthafa Kamal Pasha. 2003. Aqidah Islam, Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri.
Soepardjo dan Ngadiyanto. 2004. Mutiara Akhlak dalam Pendidikan Agama Islam, Solo: Tiga
Serangkai.
Subki. A’la. Junaidi dkk. 2008. Akidah akhlak, Klaten: Gema Nusa.
Tim Redaksi KBBI. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional & Balai Pustaka.
Yusuf Al-Qardlawi. 2002. Islam Agama Ramah Lingkungan. Terj. oleh Abdullah Hakam Shah
dkk. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Zakiah Daradjat, 2009. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Zulhammi. 2014. Lingkungan Pendidikan Menurut Al-Qur’an, Forum Paedagogik Vol. VI, No.01
Jan.
Online:
http://anakamak94.blogspot.com/2017/10/makalah-tentang-ayat-ayat-qauliyah.html, diakses 27
Apr 2020, Pkl. 07.30 wib
http://iismim.blogspot.com/2010/03/keserasian-ayat-ayat-qauliyah-dan.html diakses 27 Apr 2020,
Pkl. 10.00 wib
http://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/integrasi-islam-dan-ilmu-pengetahuan.html diakses 27
Apr 2020, Pkl. 11.30 wib
https://suparlan.org/1997/hubungan-antara-ilmu-kauliyah-dengan-ilmu-kauniyah diakses 28 Apr
2020, Pkl. 05.00 wib
http://hayatunmelda.blogspot.com/2017/10/pelestarian-lingkungan-dalam-al-quran.html diakses
28 Apr 2020, Pkl. 05.00 wib
https://bambies.wordpress.com/2019/06/16/ayat-qauniyah-dan-ayat-kauniyah/ diakses 28 Apr
2020, Pkl. 06.00 wib
http://padepokanspiritualconsulting.blogspot.com/2011/08/apa-itu-ayat-qauliyah-dan-ayat-
kauniyah.html, diakses 28 Apr 2020, Pkl. 07.30 wib
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36861/1/SKRIPSI%20WATERMARK.
pdf diakses 28 Apr 2020, Pkl. 09.00 wib

24

Anda mungkin juga menyukai