Anda di halaman 1dari 2

ASPEK SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

Sejarah Kebudayaan Islam merupakan gabungan kata dari sejarah, kebudayaan, dan
Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sejarah adalah pengetahuan atau
uraian peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi di waktu lampau. Sedangkan
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, “buddhayah”, jamak dari buddhi yang berarti budi
atau akal. Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti
kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Jadi dari berbagai pengertian ini, dapat disimpulkan
bahwa sejarah kebudayaan Islam adalah peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi di masa
lalu, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.

Fungsi mempelajari sejarah kebudayaan Islam adalah:

 Umat Islam merasa bangga dan lebih mencintai kebudayaan Islam yang
merupakan buah dari karya umat Islam masa lalu.
 Umat Islam mampu berpartisipasi memelihara peninggalan-peninggalan sejarah
umat terdahulu, baik dari segi peninggalan benda-benda maupun berupa ilmu
pengetahuan.
 Meneladani perilaku dan hasil karya umat-umat terdahulu.
 Mengambil pelajaran dari kegagalan dan keberhasilan umat-umat terdahulu.
 Memupuk semangat dan motivasi untuk meningkatkan prestasi yang telah diraih
umat terdahulu serta mengembangkannya di kehidupan sekarang dan masa depan.

Dalam perkembangannya, Islam terbagi ke dalam tiga periode, yaitu periode klasik,
periode pertengahan, dan periode modern. Periode klasik (600-1250 M) dimulai pada saat
Nabi saw. menerima wahyu untuk pertama kalinya. Nabi Muhammad saw. mulai berdakwah
dimulai dari penduduk Mekkah, Madinah, ddan seterusnya, sampai pada wafatnya pada tahun
632 M, seluruh jazirah Arab hampir memeluk Islam.

Kemudian tonggak kepemimpinan umat Islam ini diteruskan oleh Khulafaurrasyidin


pada tahun 632-661. Bisa dikatakan Islam mengalami penyebaran yang cukup meluas,
menuju daerah-daerah non-Arab. Tetapi, arus Islamisasi ini mengalami penurunan pada masa
Ali bin Abi Thalib, karena pada waktu itu terjadi perang antar saudara dikarenakan
perselisihan mengenai siapa sebenarnya yang membunuh Utsman bin Affan.
Periode klasik ini tetap berlanjut sampai terbentuknya Dinasti Umayyah. Karena
peralihan kekuasaan yang tadinya kekhalifahan menjadi monarki atau kerajaan, perluasan
Islam ini kembali mengalami pasang surut pada awalnya, namun tetap mengalami kemajuan
yang signifikan. Hal ini juga terus berlanjut pada masa dinasti Abbasiyah, sampai masa
pemerintahan Khalifah Marwan II.

Setelah Dinasti Abbasiyah runtuh pada awal abad ke-13, perlahan-lahan Islam mulai
mengalami kemunduran. Perselisihan antar kerajaan Islam dan perang antar saudara menjadi
hal yang lumrah pada masa itu. Walaupun Islam tetap berkembang, bahkan pada waktu itu
Islam berhasil mencapai Indonesia. Namun, Islam lambat laun mengalami kemunduran
dikarenakan runtuhnya struktur utama politik Islam.

Ada tiga kerajaan besar pada waktu itu, yaitu Kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan
Safawi di Persi, dan Kerajaan Mughal di India. Mereka mengalami kemajuan dalam
arsitektur, tetapi masih kurang dalam segi ilmu pengetahuan.

Akhirnya, Islam menjadi bangsa yang terpuruk pada saat itu. Masyarakat pada saat itu
melemah dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Sebaliknya, orang-orang Barat dan
Eropa mulai mengalami peningkatan dalam bidang-bidang ini. Hal ini menyebabkan umat
Islam takluk di bawah kekuasaan orang-orang Barat.

Pada awal abad ke-20, Islam perlahan-lahan bangkit kembali. Para cendikiawan Muslim
mulai berbenah diri, berusaha menghidupkan kembali kejayaan umat Islam yang sudah mati.
Terjadi perombakan besar-besaran di segala aspek, baik dalam akidah, pengetahuan, sampai
politik. Beberapa cendikiawan Islam pada masa ini adalah Muhammad bin Abd al-Wahhab,
Jamaluddin al-Afghani, dan Muhammad Abduh.

Anda mungkin juga menyukai