dalam bidang Pendidikan, Sosial Budaya, Agama, Hukum dan HAM, Politik dan Ekonomi
Nama Kelompok :
Salsabilla MZ (171610101021)
Lutfi Lailia (171610101022)
Fithrie Rasdiana (171610101023)
Nurmay Farah L (!71610101024)
Ahmad Andreyanto (171610101025)
Firda Dwi (171610101026)
BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila merupakan ideology bangsa Indonesia yang multifungsi, bukan hanya sekedar
ideologi biasa. Tetapi menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk ini. Dilihat dari
kenyataan sekarang nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak diwujudkan secara total,
bisa dibilang setengah hati. Mungkin di antara siswa-siswi,maupun mahasiswa
membicarakannya saja sudah ogah-ogahan, apatis bahkan tidak memaknai secara sungguh-
sungguh untuk dilaksanakan secara konkret, bukan hanya sekedar diucapkan di bibir ketika
upacara bendera maupun kegiatan formal lainnya. Apalagi tidak dapat dipungkiri usaha-usaha
untuk berganti ideologi tidak pernah surut di Era sekarang ini. Selalu ada saja orang yang berniat
untuk menggusur Pancasila, walaupun tidak secara terbuka keseluruhan. Namun, justru hal itulah
yang berbahaya karena dilakukan secara diam-diam, pelan-pelan, terselubung, namun pasti. Pasti
banyak yang sudah mendengar bahwa ‘kemacetan’ yang terjadi di berbagai sektor baik ekonomi,
sosial, politik, budaya, dan sebagainya disebabkan oleh tidak diterapkannya nilai-nilai visioner
milik Pancasila. Masih begitu banyak masalah seputar Pancasila; hal ini menimbulkan sebuah
tanda tanya besar, apakah nilai-nilai Pancasila masih relevan?
Tidak sedikit yang mengatakan bahwa nilai-nilai Pancasila beberapa masih cocok dan
beberapa sudah tidak relevan lagi. Sebagian orang mengatakan bahwa poin ketiga dan kelima
sudah tidak cocok lagi melihat keadaan negara kita sekarang. Contohnya pada saat pemilu yang
terselenggara akhir-akhir ini. Pemilu banyak mengundang perpecahan dan fitnah yang tersebar di
mana-mana. Ini menandakan rakyat Indonesia tidak begitu merindukan persatuan untuk terwujud
di tanah air ini. Ada yang menyatakan bahwa sila kelima-lah yang paling sering dilanggar karena
banyaknya korupsi dan pelanggaran HAM yang terus terjadi di mana-mana. Menurut sebagian
orang, kedua sila di atas tidak lagi cocok. Generasi sekarang sudah berbeda dan komunikasi
sudah begitu pesat. Teknologi berganti menjadi jauh lebih canggih yang mungkin mengundang
rasa aliensi bagi generasi yang lalu yang bisa meni,bulkan efek negatif.
Selain semua itu, sebetulnya tidak sedikit juga yang mengatakan bahwa nilai-nilai visioner
Pancasila masih relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masa kini. Banyak juga yang
menyatakan bahwa nilai-nilai itu sudah dipersiapkan dan dipikirkan secara matang sejak
Indonesia merdeka dulu. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila justru sangat cocok dengan
kemajemukan bangsa Indonesia sampai sekarang ini. Pancasila adalah dasar negara yang
mempersatukan negara Indonesia dengan segala heterogensi dan ratusan suku dan pemikiran.
BAB II
PEMBAHASAN
Pancasila merupakan dasar bagi bangsa Indonesia dalam menata kehidupannya termasuk
di dalamnya menata pendidikan. Pancasila merupakan dasar pendidikan nasional sebagaimana
tercantuum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Bab 2 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang bunyinya: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di dalam pelaksanaan pendidikan, tentunya sila pertama ini akan diberikan kepada siswa
sebagai motifasi utama dalam kegiatan pendidikan. Karena itu, di sekolah-sekolah
diberikan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), yang salah satu butir sila
pertamanya adalah percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama masing-masing. Sehingga bila kita lihat dalam lingkup kelas, nilai yang tampak
diantara siswa adalah saling menghormati walaupun mereka berlainan agama. Oleh
karena itulah, sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi, pelajaran Pancasila masih
diberikan, tak lain agar nilai-nilai Pancasila benar-benar diamalkan dengan kehidupan
sehari-hari.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila tersebut berperan dalam mengajarkan seorang guru bagaimana cara mendidik
manusia dengan rasa kemanusiaan. Mendidik manusia agar menjadi pribadi yang
memiliki rasa kemanusiaan. Mendidik dengan rasa kemanusiaan agar tidak hanya
mentingkan diiri sendiri, namun peduli dengan orang lain. Karena manusia pada
hakikatnya sejajar dengan manusia lain, tak ada golongan yang lebih tinggi dan yang
lebih rendah, yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kpada Tuhan.
3. Persatuan Indonesia
Dari sila tersebut kita diajarkan untuk bersatu walaupun kita berbeda agama, kebudayaan,
ras, suku bangsa dan sebagainya, namun kita tetap sama yaitu warga negara Indonesia
yang berpedoman pada pancasila. Walaupun kita berbeda, kita tak sama namun dengan
adanya sumpah pemuda, kita memiliki tumpah darah yang sama, bangsa yang sama, dan
bahasa yang sama sebagai pemersatu perbedaan diantara kita semua.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Sila ini mengajarkan kita untuk berdemokrasi, khususnya untuk bemusyawarah dengan
menerima pendapat orang lain. Dalam pendidikan sila ini menjadi acuan dalam
pengambilan keputusan. Melalui kesepakatan bersama yang akan menghasilkan mufakat
bersama. Seperti contohnya saat di kelas, ketika guru menugaskan muridnya untuk
berdemokrasi mengenai suatu permasalahan. Maka melalui tugas ini, anak sudah mulai
diajarkan untuk berdemokrasi dengan mengeluarkan pendapat dan menghargai pendapat
temannya.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila ini berperan dalam suatu pendidikan. Dimana seorang pemimpin harus berlaku adil
untuk seluruh anggota dalam pendidikan. Tidak membeda-bedakan satu dengan yang
lainnya. Dalam pendidikan sila ini berperan dalam pengajaran seperti seprang guru tidak
bole membeda-bedakan muridnya. Membeda-bedakan antara si kaya dan si miskin, si
bodoh dan si peintar dan sebagainnya. Seorang guru hendaklah bersikap sama kepada
semua muridnya.
Perkembangan dunia yang tanpa batas dapat menimbukan dampak positif maupun
dampak negatif. Dari setiap dampak yang ditimbulkan, dalam bidang sosial budaya tampak nyata
berpengaruh dalam setiap aktivitas kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat ditunjukan
adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan konsumtif, bahkan
menggeser nilai-nilai lokal yang selama ini diprtahankan. Sikap yang harus ditunjukkan oleh
masyarakat Indonesia sebagai pengamalan dari Pancasila dalam menghadapi nilai-nilai
globalisasi, terutama dalam kehidupan sosial budaya. Perubahan sosial berikutnya bahwa
pluralitas tidak terfocus hanya pada aspek SARA, tetapi dimasa yang akan datang kemajemukan
masyarakt Indonesia yang sangat heterogen ditandai dengan adanya sinergi dari peran, fungsi
dan profesionalisme individu atau kelompok. Sehingga kontribusi profesi individu/ kelompok
itulah yang akan mendapat tempat dimanapun mereka berprestasi. Ini menunjukan bahwa filter
Pancasila tidak berperan optimal, itu terjadi karena pengamalan Pancasila tidak sepenuhnya
dilakukan oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu harus ada tindakan lanjut agar budaya bangsa
Indonesia sesuai dengan Pancasila.
Pembudayaan Pancasila tidak hanya pada kulit luar budaya misalnya hanya pada tingkat
propaganda, pengenalan serta pemasyarakatan akan tetapi sampai pada tingkat kemam puan
mental kejiwaan manusia yaitu sampai pada tingkat akal, rasa dan kehendak manusia.
Pancasila, yang pada hakikatnya merupakan produk asli Indonesia dan lahir dari
banyaknya perbedaan, seharusnya menjadi nilai dasar yang senantiasa dijunjung oleh segenap
masyarakat Indonesia. Tetapi saat ini banyak tantangan dan juga ancaman yang harus
dihadapi oleh Pancasila terutama ketika di era sekarang ini, masyarakat Indonesia yang
semakin maju dalam peradabannya terutama dalam penggunaan teknologi. Teknologi pada
dasarnya memang diciptakan untuk membantu manusia dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Meskipun demikian, teknologi juga bisa menjadi alat yang mampu membahayakan kehidupan
manusia apabila tidak digunakan secara bijaksana.
Dalam menghadapi tantangan ini maka, Pancasila lah yang dapat menjadi jawaban
tentang kekhasan sumber daya manusia Indonesia. Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia
merupakan hasil pemikiran yang dituangkan dalam suatu rumusan rangkaian kalimat dengan
mengandung satu pemikiran bermakna untuk dijadikan dasar, azas, pedoman hidup dan
kehidupan bersama dalam negara Indonesia merdeka.
Pancasila sebagai sumber etika dalam konsep dan pelaksanaan kerja profesional sumber
daya manusia Indonesia harus menjadi ruh utama dalam perumusan Kode Etik Profesi yang
meliputi aspek etika, moral dan hukum. Dengan begitu, SDM Indonesia akan memiliki kekhasan
sebagai manusia yang adaptif terhadap teknologi dengan keunggulan karakter dan integritas
pancasila. Semua ini merupakan paket revolusi 4.0 yang akan menantang Pancasila sebagai
ideologi. Pada era revolusi 4.0 Pancasila dengan segenap nilai yang melekat padanya harus
berhadapan dengan perkembangan sains dan teknologi beserta paradigma berpikir masyarakat
Indonesia. Sehingga dapat dikatakan posisi Pancasila sebagai ideologi sangat terancam posisinya
apabila revolusi industri 4.0 tidak disikapi oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia secara
hikmat penuh kebijaksanaan. (Faisal, 2019)
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi pokok pertama tantangan dan
penguatan ideologi Pancasila dalam menghadapi revolusi industri 4.0 adalah dengan
meningkatkan Sumber daya manusia Indonesia yang unggul sesuai dengan tema kemerdekaan
republik Indonesia yang ke 74. Hal lain juga akan menjadi tantangan jika perkembangan ideologi
berjalan jauh lebih lamban dari proses perubahan masyarakat. Umpamanya perubahan dari
masyarakat agraris menjadi masyarakat industry modern. Suasana seperti itu biasanya
menyebabkan ketegangan dalam interaksi, karena kehadiran kesenjangan yang makin melebar
antara ideologi yang lamban memperbaharui relevansinya dengan realita baru kehidupan
masyarakat yang cepat prosesnya. Masyarakat dengan realita barunya berkembang sendiri
meninggalkan ideologinya, karena ideologi itu dirasakan tidak relevan lagi dengan dirinya,
meskipun secara formal mereka masih berpura-pura mengakui dan menerimanya. Secara
substantif ia tidak lagi menjiwai realita baru kehidupan mereka, dan oleh karena itu nilai-nilai
dasar yang terkandung dalam ideologi itu kehilangan maknanya sebagai pengarah atau pemandu
proses pembangunan masyarakatnya.
Bahaya yang digambarkan diatas dapat dihindari bilamana krisis interaksi antara ideologi
dengan realita kehidupan dapat merangsang kreativitas masyarakat, terutama kalangan
cendekiawan dan ilmuwan untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang bukan saja
tetap relevan dengan ideologi mereka, tetapi sekaligus juga komunikatif dengan perkembangan
realita kehidupan mereka dari masa ke masa.
Implementasi Pancasila dalam bidang Sosial dan Budaya
Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan
atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang dewasa
ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi
nilai social budaya dalam masyarakat sehingga tidak mengherankan jika di berbagai wilayah
Indonesia saat ini terjadi banyak gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk
massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya
yang muaranya adalah masalah politik.
Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini
kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-
nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistic,
artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
Sosial budaya merupakan salah satu bidang kehidupan manusia dalam
mengembangkan kebudayaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
berkaitan dengan pemenuhan hajat hidup manusia khususnya dalam memenuhi kepuasan
batiniah, material dan sosial. Sejak abad ke-20 dengan terjadinya keanekaragaman yang luar
biasa dalam kehidupan berbangsa di negara-negara berkembang, masyarakat dunia mengakui
bahwa keanekaragaman sosial budaya atau pluralisme merupakan masalah yang hakiki.
Masyarakat pluralistik adalah masyarakat yang terdiri atas sejumlah golongan suku bangsa
yang terwujud dalam satuan-satuan masyarakat dengan kebudayaannya yang berdiri
sendiri, dan menyatu menjadi bangsa dalam sebuah negara.
Masyarakat Indonesia digolongkan sebagai masyarakat pluralistik, dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika, yang harus diwujudkan dalam membangun jiwa kebangsaan yang
kuat, berdiri di atas perbedaan kultur, agama, adat-istiadat, ras, etnis dan bahasa.
Keanekaragaman tersebut tidak boleh meretakkan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Itulah bentuk kehidupan sosial budaya bangsa.
Implementasi Konsep, Prinsip dan Nilai Pancasila dalam Bidang Sosial Budaya
1. Bangsa yang berbudaya Pancasila adalah bangsa yang berpegang pada prinsip
religiositas, pengakuan bahwa manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka manusia hendaknya
mampu menempatkan diri secara tepat dalam hubungan dengan Tuhannya. Pertama
ia harus yakin akan adanya Tuhan sebagai kekuatan gaib, yang menjadikan alam
semesta termasuk manusia, yang mengatur dan mengelolanya sehingga terjadi
keteraturan, ketertiban dan keharmonian dalam alam semesta. Kedua, sebagai akibat
dari keyakinannya itu, maka manusia wajib beriman dan bertakwa kepada-Nya, yakni
mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
2. Bangsa yang berbudaya Pancasila berpandangan bahwa manusia sebagai ciptaan
Tuhan dikaruniai berbagai kemampuan dasar, dengan kapasitas rasional dan
memiliki hati nurani, yang membedakan manusia dari makhluk lain ciptaan Tuhan.
Kemampuan dasar tersebut adalah cipta, rasa, karsa, karya dan budi luhur. Di
samping itu manusia juga dikarunia kebebasan untuk memanfaatkan potensi tersebut.
Dengan kemampuan ini manusia dapat memahami segala hal yang berkembang di
sekitar dunianya, mampu menangkap maknanya, mampu memberikan penilaian dan
selanjutnya menentukan pilihan terhadap hal-hal yang akan dilaksanakan atau
dihindarinya, yang harus dipertanggung jawabkan.
3. Bangsa yang berbudaya Pancasila menghendaki berlangsungnya segala sesuatu
dalam suasana yang selaras, serasi dan seimbang. Hal ini hanya mungkin terjadi
apabila setiap warga masyarakat menyadari akan hak dan kewajibannya, menyadari
akan peran, fungsi dan kedudukannya sesuai dengan amanah Tuhan Yang Maha Esa.
4. Dalam menunjang hidup manusia, Tuhan menciptakan makhluk lain seperti makhluk
jamadi, makhluk nabati, dan makhluk hewani baik di darat, laut maupun udara,
untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia dengan penuh kearifan. Segala makhluk
tersebut perlu didudukkan sesuai dengan peruntukannya, sesuai dengan fungsinya,
peran dan kedudukannya dalam menciptakan harmoni, dan kelestarian ciptaan-Nya.
Setiap makhluk mengemban amanah dari Tuhan untuk diamalkan dengan sepatutnya.
5. Di samping kemampuan dasar tersebut di atas, manusia juga dikaruniai oleh Tuhan
dengan nafsu, akal dan kalbu yang merupakan pendorong dalam menentukan pilihan
dan tindakan. Tanpa nafsu, akal dan kalbu tersebut maka manusia sekedar sebagai
makhluk nabati, yang tidak memiliki semangat untuk maju, mencari perbaikan dan
kesempurnaan dalam hidupnya. Dalam memanifestasikan nafsu tersebut maka perlu
dipandu oleh akal dan budi luhur, sehingga pilihan tindakan akan menjadi arif dan
bijaksana. Di sini letak martabat seorang manusia dalam menentukan pilihannya; dapat
saja yang berkuasa dalam menentukan pilihan ini adalah hawa nafsu, sehingga pilihan
tindakannya menjadi bermutu rendah; dapat pula pilihan ini didasarkan oleh
pertimbangan akal sehat dan dilandasi oleh budi luhur dan bimbingan keyakinan
agama, sehingga pilihan tindakannya menjadi berbudaya dan beradab.
Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan core philosophy, sehingga merupakan suatu
local genius dan local wisdom bangsa Indonesia. Kedudukan Pancasila bagi bangsa Indonesia
dengan demikian dapat dikatakan merupakan Grundnorm atau basic norm, yang menurut Hans
Kelsen “basic norm’s as the source of validity and as the source of unity of legal systems”.
Oleh karena itu Pancasila merupakan sumber nilai bagi adanya sistem hukum. Dengan
demikian Pancasila juga merupakan cita hukum (rechts idee) yang dipahami sebagai konstruksi
pikir yang mengarahkan hukum pada cita-cita yang diinginkan.
Strategi pembangunan hukum nasional di tengah arus globalisasi yang multi dimensional
dengan demikian harus tetap terkendali dengan Pancasila sebagai ”Margin of Appreciation dan
Screening Board”. Pokok-pokok pikiran yang harus menjadi acuan pembangunan hukum ada-
lah sebagai berikut. Pertama, hukum itu berwatak mengayomi/melindungi segenap bangsa dan
tumpah darah Indonesia, berdasarkan persatuan dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia; kedua, hukum harus mampu mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia; ketiga, hukum berasal dari rakyat dan mempunyai sifat kerakyatan
atau dengan kata lain adanya prinsip kedaulatan rakyat; dan keempat, hukum berdasarkan nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa, yang memberikan dasar pengaturan terhadap adanya hukum-
hukum Tuhan, di samping memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai moral, dan budi
pekerti yang luhur.
Muladi berpendapat bahwa Pancasila pada dasarnya merupakan kristalisasi pelbagai
“common denominators” yang merupakan jawaban atas akar permasalahan (root cause),
merupakan sistem nilai luhur bangsa Indonesia. yang sudah ultimate dan definitif, sekaligus
merupakan refleksi dari reaksi persoalan-per- soalan bangsa secara riil, termasuk ketika
menghadapi fenomen globalisasi dunia.
Peran Pancasila sebagai Penguatan Struktur Hukum, Kultur Hukum dan Substansi
Hukum Nasional.
Persoalan pembangunan hukum nasional di era globalisasi harus diletakkan pada konsep
penguatan sistem hukum yang meliputi aspek struktural, kultural dan subsatantif. Elemen
struktur (structure) sistem hukum oleh Fried- mann dirumuskan sebagai berikut.
The structure of a legal system consists of elements of this kind: the number and size of courts,
their yurisdiction (that is, what kind of cases they hear. And how and why), and modes of
appeal from one court to another. Structure also means how the legislature is organized, how
many members sit on the Federal Trade Commission, what a president can (legal) do or not
do, what procedures the police department follows, and so on.
Mengacu pada rumusan di atas, maka pengadilan beserta organisasiya dan Dewan
Perwakilan Rakyat merupakan elemen struktur hukum. Demikian juga lembaga eksekutif dan
yudikatif. Mahkamah Agung (MA) dan lembaga peradilan lainnya, Mahkamah Konstitusi
(MK), Komisi Yudisuial (KY) merupakan aspek struktur hukum di Indonesia. Demikian pula
lembaga eksekutif sesungguhnya merupakan bagian dari struktur hukum, karena lembaga-
lembaga ter- sebut seperti Kepolisian Republik Indonesia, Ke- jaksaan Republik Indonesia
merupakan elemen penting dalam sistem hukum.
Kultur hukum Pancasila yang hendak di- bangun setidaknya memiliki cara pikir, cara
pandang, sikap dan perilaku yang mengakui, menerima dan menghormati agama dan ke-
percayaan yang berbeda-beda, serta kebebasan untuk memilih, memeluk dan melaksanakan
ibadahnya; mengakui, menghormati, menjun- jung tinggi dan menjaga hak-hak asasi manusia;
mengakui dan menghormati perbedaan sebagai kesatuan untuk dibangun dan disejahterakan
bersama; menjunjung tinggi prinsip kedaulatan rakyat dan demokrasi, dengan mengutamakan
musyawarah dalam proses pengambilan ke- putusan; dan menjadikan keadilan sosial se- bagai
cita-cita bersama.
Di bidang hukum, permasalahan hukum kontemporer saat ini digambarkan dalam ren-
cana pembangunan 2004-2009 mencakup se- luruh elemen sistem hukum, antara lain ter-
jadinya degradasi budaya hukum di kalangan masyarakat. Pancasila adalah peradaban Bang-
sa Indonesia, maka kultur hukum Pancasila ha- rus ditumbuhkan, harus ada dan kuat, sehingga
keberadaan peradaban itu terjamin khususnya dalam kehidupan hukum.
Wacana Pancasila akan selalu hidup atau tidak pernah mati selama Indonesia sebagai
sebuah bangsa masih eksis. Dikatakan Buda- yawan Mochtar Pobottinggi bahwa
“Tiap sila dalam Pancasila mustahil di bekukan, apalagi perpaduan dan kohe- rensi dari
kelima-limanya. Sebagai ke- satuan yang utuh, ia menantang manusia- manusia
Indonesia kini dan nanti untuk terus menyusun dan melaksanakan rang- kaian demi
rangkaian agenda politik yang subtil, cerdas, dan prograsif. Tak satupun kontrak politik
lainnya sejak proklamasi kemerdekaan kita hingga kini yang bisa disesejajarkan dengan
Pancasila.”
Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut
pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan
tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif,
damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup,
agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama,
kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan
kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang
lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya
apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-
manusia lain.
Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis,
kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa
kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam
kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau
sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau boleh
hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan
siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan
sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
1. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip
mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
2. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi (karena
mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas
masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak boleh
dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama
tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme.
Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan
dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan
adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras,
suku dan budaya.
Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
Beberapa hal yang relevan dengan etika poltik yang sesuai dengan pancasila, diantaranya
Beberapa kasus yang terjadi dalam 1 dekade sehingga nilai moral moral dalam pancasila
menjadi tidak relevan.
Kampanye yang bertentangan dengan nilai nilai kemanusian, salah satunya terjadi
pembunuhan akibat perbedaan pilihan calon presiden pada pemilu 2019. Kasus ini
terjadi di Madura. Berdasarkan sumber berita detik.com: “pengadilan negeri
Sampang menyatakan Idris terbukti melakukan pembunuhan berencana menggunakan
senjata api yang menewaskan Subaidi. Hakim menyebut terdakwa terbukti melanggar
Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan berencana dan Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.” Hal ini bertentangan dengan sila ke -3
Pada saat pemilihan dari sumber yang di dapatkan dari bangkapos.com :”Sebanyak
25 kasus dugaan politik uang atau money politic dicatat oleh Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) terjadi pada hari tenang Pemilu 2019.”
Sebagai generasi muda, harus paham mengenai makna nilai-nilai pancasila dalam etika
berpolitik. makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu
kesatua. Untuk memahami dan mendalami nilai-nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua
terkandung dalam kelima sila Pancasila diantaranya :
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa berarti
Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Atas keyakinan
demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara
memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk beribadat dan
beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti
Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1
dan 2.
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki potensi
pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-
norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang.
Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab
artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila.
Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan …”. Selanjutnya
dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945.
Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi satu kebulatan.
Sila Persatuan Indonesia ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, social
budaya, dan hankam. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang
berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”. Selanjutnya lihat
batang tubuh UUD 1945.
Kata rakyat yang menjadi dasar Kerakyatan, yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu
wilayah tertentu. Sila ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan
rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut
dalam pengambilan keputusan-keputusan. Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD
1945 alinea keempat, yaitu, “… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat …”. Selanjutnya lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik
materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara Indonesia baik yang
tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri. Hakikat keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu “Dan perjuangan
kemerdekaan kebangsaan Indonesia … Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur”. Selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945. Pola pikir untuk
membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima
sila yang telah dijabarkan diatas.
Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia tampa pandang bulu.
Nilai-nilai Pancasila tersebut mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur
pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering terjadi
dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan,
terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang
menjadi momok masyarakat.
1. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan-
rangsangan ekonomi, sosial dan moral.
Asas ketuhanan Yang Maha Esa kiranya jelas merupakan dasar moral dari
perilaku ekonomi manusia Indonesia. meskipun bahwa kesediaan mengendalian diri,
sikap tenggang rasa dan semangat kekeluargaan dari manusia Indonesia termasuk para
pengusaha dan orang-orang kayanya, sebenarnya cukup besar.
Diharapkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah mencakup sila ketuhanan
Yang Maha Esa yaitu mempertimbangkan moral serta sifat-sifat sitem moral ekonomi
Indonesia itu memang telah melandasi atau menjadi pedoman perilaku ekonomi
perorangan, kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini, diharapakan ada
semangat pembangunan ekonomi tanpa ada diskriminasi antara pemodal besar dengan
modal kecil.
2. Nilai Kemanusaiaan Yang Adil dan Beradab. Ada kehendak kuat dan seluruh masyarakat
untuk mewujudkan kemerataan sosial (egalitarian) sesuai asas-asas kemanusiaan.
Semangat kekeluargaan, cinta-mencintai, tenggang rasa, bila sudah merata pada
seluruh anggota masyarakat, akan menjelma menjadi semangat solidaritas sosial menuju
kemerataan sosial. Inilah manifestasi dari sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab. berdasarkan pengalaman, semangat solidaritas akan menebal dalam keadaan
susah dan prihatin, dan sebaliknya cenderung menipis dalam serba kemakmuran. Tetapi
dalam hal ini pun banyak perkecualian, karena adanya kecenderungan kuat
berkembangnya rasa sosial dan peningkatan kegiatan kemanusiaan pada saat seseorang
mencapai sukses dalam bidang usaha. Sifat-sifat kedermawanan ini memang selalu
terlihat berkembang bila orang menjadi semakin kaya, lebih-lebih bagi mereka yang taat
beragama, karena ini sesuai pula dengan ajaran-ajaran beragama.
Dalam pelaksanaan program kebijakan proteksi usaha kecil misalnya masyarakat
pelaku usaha kecil harus menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah, agar terjadi
jaring aspirasi sehingga perumusan kebijakan akan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
para pelaku usaha kecil.
3. Persatuan Indonesia. prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian
nasional yang tangguh. Ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijakan ekonomi.
Semangat nasionalisme di bidang ekonomi selalu menjiwai bangsa Indonesia.
apabila terlihat menyurut semangat ini, disebabkan oleh unsur-unsur keterpaksaan karena
semakin ketatnya persaingan internasional.
Kita harus bisa menganalisis setiap kasus kebijakan ekonomi yang hendak
diambil oleh pemerintah, apakah akan menyumbang atau tidak pada peningkatan
ketangguhan atau ketahanan ekonomi nasional. Misalnya secara lebih spesifik, setiap
utang baru atau kerjasama ekonomi dengan negara lain bisa menyumbang atau malah
sebaliknya mengancam ketangguhan dan ketahanan ekonomi nasional.
Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang
menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi
jika suatu kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak
kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk yang positif berupa dukungan
ataupun wujud yang negatif berupa penolakan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Adanya imbangan yang jelas dan tegas
antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan
kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan sosial.
Keadilan sosial atau sosial justice merupakan masalah yang sudah lama menjadi
perhatian para pemikir, khususnya filosof. Bangsa Indonesia mencantumkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat sebagai tujuan akhir yang digambarkan sebagai masyarakat
yang adil dan makmur, yang gemah ripah karta raharja, karena wujud akhir dari
masyarakat bangsa yang dituju, jelas dimaksudkan sebagai masyrakat yang mengandung
sifat-sifat keadilan dan kemakmuran yang lengkap, yang mencakup keadilan hukum,
ekonomi, politik, sosial budaya, dan moral.
Secara singkat, masyarakat adil dan makmur yang dituju adalah masyarakat adil
makmur berdasarkan Pancasila, yaitu masyarakat idaman yang secara lengkap dan utuh
didasarkan pada kelima sila dalam Pancasila dan muaranya pada sila yang kelima yaitu
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial bagi seluruh
diwujudkan melalui realisasi prinsip keadilan dalam tiap-tiap aspek keadilan, yaitu
hukum, ekonomi politik, sosial budaya, dan moral yang semuanya berkaitan erat.
Landasan pokok perekonomian Indonesia adalah Pasal 33 ayat 1, 2, 3, dan 4 UUD 1945 hasil
amandemen dengan bunyi sebagai berikut
Ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
Ayat 3: Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Sebagaimana semangat formula pasal 33 UUD 1945 sangat jelas untuk menjunjung
kebersamaan dan kegotong -royongan dan bahkan kekeluargaan. Keadilan sosial tanpa
melalaikan pertumbuhan adalah formula yang dicita-citakan pasal 33 UUD 1945. Namun
semangat sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 itu belum disertai rumusan jalan
ataupun proses, bagaimana mencapai tujuan itu. Secara jujur kita harus mengakui bahwa
selama ini kita belum melaksanakan UUD 1945 sebagaimana mestinya karena yang terjadi
justru tidak sesuai dengan pelaksanaan UUD 1945, misalnya:
a. Kebijakan yang tidak seimbang di dalam mengembangkan 3 pelaku
ekonomiyang teridiri dari Swasta, BUMN dan Koperasi. Swasta yang berkembang
pesat melahirkan konglomerasi yang tidak didukung kepemilikan perusahaan oleh tenaga
kerja telah menyebabkan ketimpangan sosial yang semakin lebar. Jumlah BUMN
yang terlalu banyak, tidak selektif dari aspek kepentingan rakyat banyak,
berakibat lemahnya pengawasan BUMN. Koperasi juga tidak berkembang, oleh
karena koperasi tidak dikembangkan diatas platform kepentingan bersama sebagai
kelompok masyarakat yang terorganisir.
b. Kebijakan deregulasi yang terlalu cepat, sehingga membuka peluang kompetisi
yang seluas-luasnya meskipun realita kompetisi itu berjalan tidak seimbang di antara
peserta kompetisi. Apalagi disertai liberalisasi lalu lintas devisa, kebijakan deregulasi
perbankan, yang ternyata telah membuka peluang spekulasi mata uang.
Mengutip pendapat Joseph E Stiglitz, pemegang hadiah nobel ekonomi 2001,
inilah sebab utama krisis di tahun 1997 di banyak negara, termasuk Indonesia.
c. Kebijakan privatisasi yang tidak selektif, tidak sesuai dengan prinsip
kepemilikan perusahaan sebagaimana semangat UUD 1945 sehingga
menimbulkan gejolak sosial yang sesungguhnya tidak perlu. Kita kurang
memperhitungkan ongkos sosial kebijakan ini, misalnya dengan lahirnya
pengangguran yang semakin besar. Apalagi disertai pertimbangan ekonomi yang
sering menimbulkan pertanyaan, misalnya penjualan itu ternyatajustru tidak
menguntungkan negara.
d. Secara makro, kebijakan ekonomi yang sekarang berjalan justru lebih dekat dengan
kebijakan ekonomi sebagaimana yang disyaratkan dalam "the Golden
Straitjacket". Meskipun ada beberapa hal yang positif misalnya pemberantasan
korupsi, anggaran yang berimbang, inflasi yang rendah dan lain-lainnya,namun
ekonomi kita menjadi sangat fragmented, sehingga mengurangi kemampuan kita
untuk bersaing, tidak mampu membangun potensi ekonomi dalam negeri, sehingga
ekonomi Indonesia sangat rawan dari gangguan instabilitas.
BAB III
KESIMPULAN
Pancasila tentu masih relevan, yang salah adalah kita sebagai warga Indonesia yang tidak
menerapkannya dengan sungguh sungguh. Justru nilai-nilai Pancasila sangat dibutuhkan karena
Pancasila sangat dinamis dan relevan, apalagi melihat keadaan Indonesia yang memasuki era
Millenial ini, dimana globalisasi menjamur di mana-mana. Pancasilalah yang berperan sebagai
pengikat dan pemersatu yang sangat ampuh dan dibutuhkan, semacam obat untuk
menyembuhkan. Memang generasi sudah berganti dan bergulir, tetapi Pancasila masih ajeg,
lestari, segar, dan mengikuti perkembangan zaman. Apalagi sekarang bisa dikatakan di mana-
mana terjadi ‘society deterioration’ yang artinya komunitas yang nilai-nilai moralnya makin
menurun dan mengerut. Pancasila adalah cita-cita luhur dan tujuan bangsa Indonesia. Karena itu,
melihat kenyataan di Indonesia, rasanya tujuan tersebut belum tercapai. Bila belum tercapai,
maka tidak bisa berganti ideologi yang baru, karena mencapai tujuan itu adalah proses
pembelajaran seumur hidup. Maka itu Pancasila akan terus ada dan lestari sebagai ideologi
bangsa.
Laporan Hasil Penelitian. 2006. Pokok-Pokok Hasil Penelitian tentang Nilai-Nilai Pan- casila
Sebagai Nilai Dasar Pengembang- an Ilmu Hukum Indonesia. Tim Peneliti Fakultas Hukum
UGM dan Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta
Arinanto, Satya. “Politik Pembangunan Hukum Nasional Dalam Era Pasca Reformasi”. Jurnal
Konstitusi. Volume 3 Nomor 3. 2006
https://news.detik.com/berita/d-4495586/ribut-pilpres-bunuh-subaidi-vonis-seumur-hidup-idris-
pikir-pikir
https://bangka.tribunnews.com/2019/04/17/bawaslu-ungkap-25-kasus-money-politic-atau-
politik-uang-amplop-dan-uang-ratusan-juta-diamankan
Suseno, Franz Magnis. 2007. Etika Politik; Sebuah Keharusan. Yogyakarta: Makalah Kuliah
Umum Prof. Frans Magnis Suseno
Agustinus.dkk, Aret é Volume 02 – Nomor 02 – September 2013, pendidikan etika dan politik.