Anda di halaman 1dari 16

AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI:

ADIL, JUJUR, AMANAH, DAN SABAR


MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas terstruktur Mata Kuliah Ilmu Akhlak

Dosen Pengampu:
Dr. Isof Syafe’I, M.Ag.

Disusun Oleh:
Kelompok 6
Kelas 3/A
Fadila Alma Dewi (1192060035)
Fanisa Nadia Nursyahdila (1192060036)
Fauziani Aulia Luthfiana Nalwin (1192060037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Ghofur dengan rahmat dan
ridho-Nya, manusia terkhusus mahasiswa masih diberi kehidupan, Kesehatan, kesempatan untuk
menuntut ilmu juga memperbaiki amal. Sholawat dan salam kepada tuntunan umat Islam, Rasulullah
Muhammad SAW yang membawa Islam sebagai cahaya terang, menyinari kehidupan manusia
menuju ridho Allah SWT.
Dalam kehidupan, ada banyak hal yang tidak terduga yang erat kaitannya dengan Qadha Allah
SWT, suatu keputusan mutlak yang tidak bisa diganggu gugat. Meski begitu, Maha Baik Allah SWT
yang memberikan banyak kesempatan sehingga manusia bisa melakukan upaya dan usaha terbaik
untuk kehidupan yang terbaik, tentunya terbaik menurut versi manusia. Begitupun halnya dalam
pembuatan Makalah ini, yang membahas mengenai “Akhlak Kepada Diri Sendiri: Adil, Jujur,
Amanah, dan Sabar” yang telah diupayakan dengan total oleh kelompok 6. Tentunya selama proses
pembuatan makalah ini terdapat banyak hambatan, yang Alhamdulillah lagi dan lagi Allah berikan
jalan sehingga akhirnya Makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Terimakasih tak terhingga kepada Bapak Dr. Isof Syafe’I, M.Ag. selaku dosen pengampu
mata kuliah Ilmu Akhlak yang tanpa lelah senantiasa membimbing dan memberikan ilmu kepada
semua mahasiswa, terkhusus kepada kelompok 6. Selain itu juga terimakasih kepada Ibu Bapak, dua
malaikat tanpa sayap yang mendukung penuh tanpa tapi, semoga Allah memberkahi. Terakhir kepada
kawan Heterometrus spinifer terkhusus Attacus atlas yang senantiasa menjadi moodmaker menemani
hari hari perkuliahan online menjadi Bahagia.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk banyak pihak, utamanya kelompok 6 khsusnya
untuk semua yang membaca.

Bandung, 25 November 2020


Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………… i


Daftar Isi ……………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………... 1
C. Tujuan …………………………………………………………………………. 2
D. Manfaat ……………………………………………………………………….... 2
E. Prosedur Pemecahan Masalah …………………………………………………. 2
F. Sistematika Uraian ……………………………………………………………... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Adil ……………………………………………………………………………... 3
B. Jujur …………………………………………………………………………….. 6
C. Amanah …………………………………………………………………………. 8
D. Sabar ……………………………………………………………………………. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………… 12
B. Saran …………………………………………………………………………….. 12
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan di muka bumi telah Allah percayakan kepada manusia, sebagai khalifah atau
pemimpin di bumi. Jauh sebelumnya, Allah terlebih dahulu bertanya kepada malaikat dan langit,
namun keduanya tidak menyanggupi untuk menjadi khalifah atau pemimpin di Bumi. Tanpa
terduga, manusia yang merupakan makhluk yang terbuat dari tanah, kecil, dan mempunyai ego
juga nafsu, Allah percayakan untuk menjadi khalifah. Allah Yang Maha Mengatur lagi Maha
Menjaga menjadikan manusia bukan tanpa alasan, terlepas dari itu, dengan dijadikannya manusia
sebagai khilafah maka membuktikan mengenai derajat manusia yang baik, yang terbaik di sisi
Allah SWT.
Di sisi lain, pemimpin bukan hanya disematkan kepada seseorang yang memiliki orang lain
disisinya. Pemimpin sudah berlaku untuk setiap orang yang hidup dan melakukan kehidupan.
Sesorang bertanggung jawab memimpin dirinya sendiri agar senantiasa berada di jalan Allah
SWT. Pertanggung jawaban sebagai pemimpin akan Allah pertanyakan di masa mendatang,
selain itu kehidupan di Dunia pun menuntut seseorang untuk bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dilakukannya.
Maka dari itu, perlu kiranya pondasi yang kuat sehingga segala perbuatan di Dunia tidak
menjadi boomerang yang menjerumuskan manusia ke dasar neraka. Akhlak kepad diri sendiri
adalah suatu hal yang perlu ditanamkan sejak dini, hal ini bagian dari pembentukan karakter yang
akan terus ada hingga akhir usia. Beberapa hal yang penting dari akhlak kepada diri sendiri adalah
Adil, Jujur, Amanah, dan Sabar. Upaya untuk bisa membangun akhlak tersebut salah satunya
dengan mempelajari keilmuannya sehingga kemudian akan lebih mudah untuk
mengaplikasikannya.

B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang yang telah disampaikan di atas, Rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Apa itu Adil?
2. Apa itu Jujur?
3. Apa itu Amanah?
4. Apa itu Sabar?
5. Apa Hikmah dari diterapkannya Akhlak kepada diri sendiri?

1
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian Adil
2. Untuk mengetahui pengertian Jujur
3. Untuk mengetahui pengertian Amanah
4. Untuk mengetahui pengertian Sabar
5. Untuk mengetahui hikmah diterapkannya akhlak kepada diri sendiri

D. Manfaat
Manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai bahan kajian ilmiah untuk lebih
mengetahui mengenai Akhlak kepada diri sendiri yaitu Adil, Jujur, Amanah, dan Sabar. Selain
itu sebagai tambahan referensi untuk pembuatan karya ilmiah sejenis khususnya di lingkungan
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

E. Prosedur Pemecahan Masalah


Pemecahana Masalah yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu
1. Studi literatur atau studi Pustaka, yakni menghimpun berbagai teori dari berbagai sumber
2. Menarik kesimpulan dari hasil studi literatur yang sudah dilakukan

F. Sistematika Uraian
Sistematika Uraian yang akan dibahas dimakalah ini yaitu
1. Bab I Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Manfaat,
Prosedur Pemecahan Masalah, dan Sistematika Uraian
2. Bab II Pembahasan yaitu mengenai materi yang akan dibahas meliputi, Pengertian Adil,
Jujur, Amanah, dan Sabar. Termasuk didalamnya pembahasan mengenai hikmah dari Adil,
Jujur, Amanah, dan Sabar.
3. Bab II Penutup yang berisi kesimpulan dari materi yang telah dibahas juga Saran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ADIL
1. Pengertian Adil
Adil dalam arti bahasa adalah sama dan seimbang. Adil dalam arti sama adalah
membagi sama banyak, memberikan hak yang sama kepada orang atau kelompok sesuai
dengan kesamaan keahlian. Misalnya memberi gaji yang sama pada karyawan yang
memiliki keahlian dan juga tanggung jawab yang sama. Sedangkan adil dalam arti seimbang
adalah memberikan hak yang seimabang dengan kewajibannya yang diberikan atau bisa juga
dikatakan memberikan sesuatu kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya
orang tua yang adil akan memberikan uang saku kepada anaknya sesusi dengan tingkat
kebutuhan masing masing (Choeroni, dkk., 2019: 103).
Allah Swt. memerintahkan supaya manusia berlaku adil sebagaimana firman-Nya:
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ِ ۡ ‫اِ َّن هاّلل َۡيمر ِِب ۡلع ۡد ِل و‬
‫ان َواِ ۡي تَآ ِٕى ِذى ال ُق ۡرهٰب َويَن ههى َع ِن ال َف ۡح َشآِء َوال ُمن َك ِر َوالبَ غ ِى يَعِظُ ُك ۡم‬
ِ ‫اۡل ۡحس‬
َ َ َ ُ ُ َ َٰ
‫لَ َعلَّ ُك ۡم تَ َذ َّك ُر ۡو َن‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji,
kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (Q.S. An-Nahl/16: 90)
2. Klasifikasi Adil
Macam-macam bentuk keadilan adalah sebagai berikut:
a. Adil Kepada Allah
Adil di sini maksudnya adalah sebagai manusia yang hidup di dunia ini haruslah taat
dan patuh atas perintah Allah tidak menyekutukan sesuatu dengan selain-Nya.
Sebagaimana Firman-Nya:
ِ ‫ٱْلنس إَِّۡل لِي عب ُد‬ ِْ ‫وما خلَ ْقت‬
‫ون‬ ُ ْ َ َ ِْ ‫ٱْل َّن َو‬ ُ َ ََ
Artinya: “Dan aku tidak mnciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Az-Zariyat/51: 56)
b. Adil Kepada diri sendiri
Adil dalam maksud ini berarti menempatkan diri kita pada posisi yang baik dan benar,
menjaga dan memeliharanya di dalam kebaikan dan keselamatan, tidak menganiaya diri
sendiri serta tidak selalu menuruti hawa nafsu sehingga menjerumuskan diri sendiri

3
kepada kenistaan dan kehinaan, baik disisi Allah Swt. ataupun manusia. Dalam hal ini
Allah Swt. telah berfirman;

‫ْي اِ ْن‬ ِ
‫ب‬‫ر‬ ‫ق‬
ْ ‫اۡل‬
َ ْ ‫و‬ ‫ن‬ِ ‫ي‬ ‫د‬
َ ِ‫هَٓيَيُّها الَّ ِذين اهمنُوا ُكونُوا قَ َّو ِامْي ِِبلْ ِقس ِط ُشه َد ۤاء ِهّللِ ولَو ع هلٓى اَنْ ُف ِس ُكم اَ ِو الْوال‬
َْ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ٰ َ َ ْ َْ ْ ْ ْ َ َ ْ َ
ِ ‫اّلل اَو هٰل ِبِِما ۗ فَ ََل تَتَّبِعوا ا ْْل هٓوى اَ ْن تَع ِدلُوا واِ ْن تَ ْلوا اَو تُع ِر‬ ِ ِ
ٰ‫ض ْوا فَا َّن ه‬
‫اّللَ َكا َن‬ ُ ْ ْ َ ْ ْ َ ُ َ ْ ُٰ‫يَّ ُك ْن َغنيًّا اَْو فَق ْ ًْيا فَ ه‬
﴾۱۳۵ : ‫ِِبَا تَ ْع َملُ ْو َن َخبِ ْ ًْيا ﴿النساء‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi
saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum
kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu
kerjakan.” (QS. An-Nisa'/4: 135)
c. Adil Kepada Keluarga
Keadilan dalam sebuah keluarga amat penting karena seorang anak pasti akan meniru
sikap keadilan yang diajarkan oleh orang tuanya. Keadilan bagi orang tua salah satunya
adalah memberikan sesuatu sesuai kebutuhan anaknya.
d. Adil Kepada Orang lain
Berperlaku adil kepada sesama manusia terutama kepada sesame muslim, hukumnya
wajib bagi kita yaitu dengan memperlakukan sama diantara mereka dengan tidak
membedakan antara jenis suku, ras, warna kulit, kaya-miskin, bahkan agama.
e. Adil Kepada Makhluk Hidup
Berbuat adil disini berarti memelihara kelestarian dan menjaga keseimbangan alam.
Karena diciptakannya makhluk hidup tersebut adalah diperuntukan bagi manusia untuk
mendukung mata rantai kehidupan di dunia terutama untuk kelangsungan hidup
manusia itu sendiri. Allah Swt. melarang manusia untuk berbuat kerusakan di bumi.
Sebagaimana firman-Nya.

‫ب ِٰم َن‬ ِ‫ض ب ع َد اِص ََل ِحها وادعوه خوفًا َّوطَمعا ۗ اِ َّن ر ْْحت ه‬ ِ ِ
ٌ ْ‫اّلل قَ ِري‬
ٰ َََ ًَ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َ ْ ْ َ ِ ‫َوَۡل تُ ْفس ُد ْوا ِف ْاۡلَْر‬
﴾۵۶ : ‫ْي ﴿األعراف‬ ِِ
َ ْ ‫الْ ُم ْحسن‬

Artinya: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan
baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat
Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. Al-a’raf/7: 56)
(Choeroni, dkk., 2019: 104-107)

4
3. Hikmah Berperilaku Adil
Hikmah bagi orang yang memiliki perilaku adil adalah sebagai berikut:
a. Menjadi pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Berbuat adil merupakan
perintah Allah Swt. kepada setiap hambanya, maka dari itu apabila kita bisa berbuat adil
salam kehidupan kita, maka kita telah menjalankan perintah Allah Swt. dan menjadikan
kita lebih dekat dengan-Nya.
b. Disegani dan dipercaya oleh masyarakat. Ketika seorang pemimpin mampu berbuat adil
kepada rakyatnya, maka membuat para pemimpin itu disegani dan dipercaya oleh
masyarakat yang dipimpinnya, bahkan pemimpin itu juga bisa menjadi teladan bagi
masyarakatnya
c. Menciptakan keamanan, ketentraman dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan keadilan yang dibuat oleh para pemimpin, penguasa, dan penegak hukum dalam
masyarakat, akan menciptakan kehidupan bermasyarakat yang tentram dan nyaman.
d. Mempererat tali persaudaraan dan persatuan. Dalam suatu masyarakat apabila tertanam
rasa keadilan maka akan mewujudkan tali persatuan dan kesatuan (Choeroni, dkk.,
2019: 107-108)
4. Implementasi Perilaku Adil
a. Adil dalam Mendamaikan perselisihan
Dalam islam mengajarkan bahwa mempererat hubungan manusia dan menyatukan hati
mereka adalah sesuatu perbuatan yang sangat mulia. Dalam kaitannya dengan adil
dalam mendamaikan perselisihan, Allah Swt. Berfirman:
ۡ ۡۢۡ ۡ ۡ ِِ ۡ ۡ ِ ِ ِۡ
‫ْي اق تَ تَ لُ ۡوا فَاَ ۡصلِ ُح ۡوا بَ ۡي نَ ُه َما فَاِن بَغَ ۡت اِ ۡح هد ُٮه َما َعلَى اۡلُ ۡخ هرى فَ َقاتِلُوا‬‫ن‬ ‫م‬‫ؤ‬
َ ُ َ َ‫م‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ٰت‬‫ه‬ ‫ف‬‫ٮ‬ِٕ ‫ا‬
َٓ‫ط‬ ‫ن‬ ‫َوا‬
ۡ ۡ ۡ
‫اّللِ فَاِن فَآءَ ۡت فَاَ ۡصلِ ُح ۡوا بَ ۡي نَ ُه َما ِِبل َع ۡد ِل َواَق ِسطُ ۡوا ؕ اِ َّن َٰه‬
‫اّلل‬ ۡ ِٓ ۡ ِ ِۡۡ ۡ
ٰ‫الَِِّت تَبغى َح هِٰت تَف ٓىءَ ا هٰل اَم ِر ه‬
ۡ ۡ ِ
‫ب ال ُمق ِس ِط ۡي‬ ُّ ‫ُُي‬
Artinya: “Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zhalim terhadap
(golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zhalim itu, sehingga
golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada
perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil.
Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. Al-Hujurat/49: 9)
b. Adil dalam berkata
Adil dalam berkata berarti kita harus selalu berkata benar, berkata sesuai dengan kriteria
kebenaran itu sendiri. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman:
5
ۗ ِ َ‫واِ َذا قُ ْلتم ف‬...
‫اّللِ اَْوفُ ْوا هذلِ ُك ْم َو ٰه‬
‫صى ُك ْم بِهؕ لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُرْو َن‬ ِ
ٰ‫اعدلُْوا َولَ ْو َكا َن َذا قُ ْرهٰب َوبِ َع ْهد ه‬
ْ ُْ َ
Artinya: “… Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat(mu)
dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.”
(Q.S. Al-An’am/6: 152)
c. Adil walaupun terhadap musuh
Dalam islam mengajarkan kita untuk berbuat adil kepada siapapun, meskipun terhadap
orang yang memusuhi kita, dan juga melarang kita berbuat aniaya dan permusuhan.
Berkaitan dengan hal ini, Allah Swt. juga berfirman:
ۡ ۡ ‫ۤي اي ها الَّ ِذ ۡين اهمن ۡوا ك ۡون ۡوا ق وا ِام‬
‫ْي ِهّٰللِ ُش َه َدآءَ ِِبل ِق ۡس ِط ۖ َوَۡل َ َۡي ِرَمنَّ ُك ۡم َشنَاه ُن قَ ۡوٍم َع هلٓى اَ َّۡل تَ ۡع ِدلُ ۡوا‬
َ َّ َ ُ ُ ُ َ َ َ َُّ ‫ه‬
ۡۢ ۡ ۡ
ِ ‫ؕ اِ ۡع ِدلُ ۡوا هو اَق رب لِلتَّق هوى واتَّقوا ه‬
‫اّللَ َخبِ ْۡيٌ ِِبَا تَ ۡع َملُ ۡو َن‬
ٰ‫اّللَ ؕ ا َّن ه‬ ٰ ُ َ ُ َ َُ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan
karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap
suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil)
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti
terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Ma’idah/5: 8)

B. JUJUR
1. Pengertian Jujur
Jujur merupakan suatu sikap yang seseorang miliki yang senantiasa berpijak pada
kebenaran, terhidar dari indikasi kemunafikan, kepalsuan, rekayasa, basa-basi, kepura-
puraan, dan perbuatan manipulatif. Senantiasa besikap dan berkata jujur kapan siapa dan di
mana saja sudah diperintahan Allah untuk para hamba-Nya, karena kejujuran merpakan
harga mati (Choeroni, dkk., 2019: 97). Allah berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 70:
ِ ۟ ۟ ۟ ِ َّ
‫يدا‬ ‫د‬ ‫س‬ ‫ۡل‬
‫و‬
ً ‫ق‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ل‬
ُ‫و‬ ‫ق‬‫و‬ ‫ٱّلل‬
َّ ‫ا‬
‫و‬ َ ‫هََٓيَيُّ َها ٱلذ‬
ً َ ْ َ ُ َ َ ‫ين ءَ َامنُوا ٱتَّ ُق‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. Al-Ahzab/33: 70)
Kandungan dalam ayat tersebut yaitu menjelaskan Allah yang memerintahkan orang
orang beriman agar tetap bertaqwa dan selalu berkata benar. Jadi antara yang ada di dalam
hati dan di ucapkan harus selaras. Karena semua perkataan kita nantinya akan
dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.
Memang sulit sekali untuk mengaplikasikan sikap jujur dalam kehidupan sehari hari,
apalagi ditengah tengah masyarakat yang kebanyakan berkata dan bersikap tidak jujur atau
munafik. Tetapi jika sudah dibiasakan sedari kecil kita berkata dan bersikap jujur maka kita
6
tidak akan kesulitan, dan sudah terbiasa denga kejujuran tersebut. Allah juga sudah
memberikan peringatan keras kepada mereka yang tidk bersikap dan berkata jujur. Allah
berfirman dalam Q.S. Ali-Imran/3: 77.

َّ ‫اخَرةِ َوَۡل يُ َكلِٰ ُم ُه ُم‬


ِ ‫ك َۡل خ هلَق َْلم ِِف ْٱلء‬ ِٓ‫ِ ۟ ه‬ ِ ِ َِّ ‫إِ َّن ٱلَّ ِذين يَ ْش ََتُو َن بِ َع ْه ِد‬
‫ٱّللُ َوَۡل‬ َ ُْ َ َ َ ‫ٱّلل َوأ َْيهَنه ْم ََثَنًا قَل ًيَل أُولَئ‬ َ
‫اب أَلِ ٌيم‬ ِ ِ ِ
ٌ ‫يَنظُُر إِلَْي ِه ْم يَ ْوَم ٱلْقيَ َهمة َوَۡل يَُزٰكي ِه ْم َوَْلُْم َع َذ‬
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan janji Allah dan sumpah-
sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat, Allah
tidak akan menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka pada hari Kiamat, dan tidak
akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih." (Q.S Ali 'Imran: 77)
Janji Allah yang dimaksud dalam ayat ini yaitu perintah Allah Swt. Dan segala
larangan-Nya. Perintahnya itu seperti berlaku benar, memenuhi janji yang dibuat,
menyampaikan amanah dengan baik, dan bertaqwa kepada Allah Swt. dalam segala urusan.
Amanah serta janji juga harus dilakukan secara jujur. Menyampaikan sebuah amanah harus
sesuai dengan apa yang di amanahkan nya, jangan mengurangi atau melebih-lebihkan.
Dengan begitu berarti kita sudah menerapkan sikap jujur dihidup kita.
Ketika kita memilih berkata dan bersikap jujur, maka orang lain akan mengenal kita
sebagai orang yang jujur dan dapat dipercaya. Dan sebaliknya jika kita memilih tidak berkata
dan bersikap jujur atau bohong, maka orang lain akan mengenal kita sebagai orang yang
tidak jujur dan tidak dapat dipercaya, dan perbuatan itu akan merugikan kita sendiri.
2. Klasifikasi Jujur
a. Jujur dalam perkataan, selalu berkata benar dengan tidak mengurangi atau melebihkan
perkataan dan terhindar dari sifat munafik atau bahkan manipulatif.
b. Jujur dalam Perbuatan, apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang dilakukan. Misalnya
seperti pejabat yang melarang untuk korupsi dalam hal apapun, maka seharusnya dia
pun tidak melakukan korupsi dalam hal apapun (Choeroni, dkk., 2019: 99)
3. Hikmah Berlaku Jujur
a. Bernilai ibadah. Jika kita melakukan suatu kebenaran atau berbuat jujur dalam hal
apapun, serta diniatkan karena Allah Swt., bukan karena selain-Nya, maka perbuatan
tersebut akan bernilai ibadah.
b. Mendatangkan pahala. Siapapun orang beriman yang melakukan amalan dengan
diniatkan untuk beribadah karena Allah Swt., pasti Allah Swt. akan memberikan
“reward” berupa pahala karena amal salihnya.
c. Memberikan ketenangan batin. Orang yang selalu berkata benar, maka hatinya akan
selalu tenang dan tentram, karena dia merasa tidak ada aturan yang dilanggar, sikapnya

7
wajar dan tenang. Berbeda dengan orang yang tidak jujur, hatinya akan selalu gelisah,
jiwanya merasa tidak aman, dan selalu merasa bahwa dirinya diawasi setiap saat.
d. Memiliki keberanian yang tinggi. Orang yang jujur pasti memiliki keberanian dalam
berbicara, keberanian memimpin, mengambil keputusan dan kebijakan, serta memiliki
keberanian dalam mengkritik dan dikritik.
e. Mendapat kepercayaan besar. Pemimpin yang selalu berlaku jujur, akan memperoleh
simpati yang luar biasa dari rakyatnya. Jika ia seorang pemimpin negara, maka ia akan
memperoleh dukungan karena kejujurannya sehingga posisinya akan semakin kuat.
f. Menegakkan norma dan sendi-sendi kebaikan dalam kehidupan. Kejujuran dan
kebenaran dalam berperilaku adalah kunci dalam menegakkan kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa. Tanpa kebenaran, mustahil norma dan sendi kebaikan
dalam masyarakat akan terwujud. Suatu bangsa yang memiliki para pejabat tidak jujur,
cepat atau lambat akan mengalami kehancuran.
g. Memperkkoh proses berbangsa dan bernegara. Negara atau bangsa yang dipimpin oleh
pemimpin yang jujur akan menjadi bangsa yang kuat, karena raakyat merasa terlindungi,
merasa hak-haknya dipenuhi secara adil dan benar, serta tidak dizalimi (Choeroni, dkk.,
2019: 101).
4. Implementasi Perilaku Jujur
Berikut ini merupakan contoh implementasi penerapan sikap jujur dalam kehidupan sehari-
hari.
a. Di Sekolah, perilaku jujur disekolah yaitu misalnya kita tidak menyontek saat sedang
melaksanakan ujian atau juga ketika orang tua memberi uang spp kepada kita harus
segera di bayar.
b. Di Rumah, misalnya kita izin main bersama teman keluar rumah sampai dengan jam
yang ditentukan, dan kalian menepatinya. Pasti orang tua kalian pun akan merasa teang
dan senang.
c. Di Masyarakat, misalnya kalian menjadi ketua di karang taruna, maka ketika menjadi
ketua kalian harus bersikap jujur, terutama dalam pengelolaan keuangan.

C. AMANAH
1. Pengertian Amanah
Menurut bahasa, amanah berasal dari bahasa arab yang berarti aman, jujur, atau dapat
dipercaya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kelima) amanah
adalah sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain, keamanan, ketenteraman,
setia, dan dapat dipercaya. Amanah merupakan kepercayaan yang diberikan kepada
8
seseorang untuk ditunaikan kepada yang berhak (Ivan, 2016). Orang diberi amanah disebut
makmun atau amin, sedangkan orang yang memberi amanah adalah muktaminun (Reza,
2016).
2. Dimensi Amanah
Dalam perspektif islam (Al-Qur’an dan Hadis), amanah dapat dilihat dari berbagai
dimensi. Dalam Al-Quran terdapat enam kata amanah, yaitu sebagai berikut.
a. QS Al-Ahzab: 72, amanah sebagai tugas atau kewajiban
b. QS Al-Baqorah: 283, amanah sebagai hutang atau janji yang harus ditunaikan
c. QS An-Nisa’:58, amanah sebagai tugas yang harus disampaikan pada yang berhak
d. QS Al Anfal: 27, tentang menjaga amanah
e. QS Al-Mukminun: 8, anjuran memelihara amanah
f. QS Al-Ma’arij: 32, anjuran memelihara amanah.
Sementara dalam hadis, amanah dapat ditemui pada beberapa hadis tentang amanah,
misalnya, “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai
pertanggungjawaban dari yang dipimpinnya….” (H.R. Muslim). “Apabila seseorang
membicarakan sesuatu kepada orang lain (sambil) menoleh ke kiri dan ke kanan (karena
yang dibicarakan itu rahasia, maka itulah amanah (yang harus dijaga)” (HR. Abu Dawud).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa amanah meliputi tiga dimensi:
a. Berkaitan dengan hubungan dengan Allah. Dalam hal ini amanah diartikan sebagai
kewajiban yang harus dilakukan manusia (hamba) kepada Allah SWT.
b. Berkaitan hubungan antar manusia. Dalam hal ini amanah dilihat sebagai karakter
terpuji dan tugas yang harus dilaksanakan.
c. Berkaitan dengan hubungan dengan diri sendiri. Pada dimensi ini amanah dilihat
sebagai sesuatu yang harus dikerjakan untuk kebaikan dirinya (Ivan, 2016)
3. Contoh Perilaku Sikap Amanah
a. Menjalankan perintah Allah SWT, baik yang wajib ataupun sunnah
b. Mematuhi perintah orangtua selama masih dalam koridor kebaikan
c. Menepati janji yang pernah diucapkan kepada siapapun
d. Tidak menambah atau mengurangi perkataan/ ucapan
e. Menjalankan tugas dan tanggung jawab sebaik mungkin

D. SABAR
1. Pengertian Sabar
Sabar (al-shabru) secara etimologi adalah menahan diri dari keluh kesah. Sedangkan
sabar secara terminologi memiliki makna sebagai upaya menahan diri ataupun membatasi
9
jiwa dari keinginannya demi mencapai sesuatu yang lebih baik. Banyak dari umat Islam
memahami sabar dalam arti yang sempit, karena mereka mengganggap bahwa sabar itu
hanya sekedar pasrah dan diam ketika mendapat suatu musibah. Padahal makna sabar itu
sangat luas bukan hanya ketika menghadapi musibah atau cobaan saja dibutuhkan suatu
kesabaran, akan tetapi untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT dan menjauhi
larangan-Nya juga membutuhkan kesabaran (Sukimo, 2018)
2. Dimensi dan Pembagian Sabar
Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Mishbah, menjelaskan bahwa kesabaran secara
umum dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a. Sabar jasmani, yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah
keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam menunaikan ibadah haji
yang menyebabkan keletihan. Termasuk pula, sabar dalam menerima cobaan jasmaniyah
seperti penyakit, penganiayaan, dan sebagainya.
b. Sabar rohani, yaitu sabar dalam hal kemampuan menahan kehendak nafsu yang dapat
mengantar kepada keburukan, seperti sabar dalam menahan amarah atau menahan nafsu
seksual yang bukan pada tempatnya.
Jumlah kata sabar dalam Al-Quran beragam, namun keragaman itu dapat
dikompromikan dengan melihat sebab perbedaan tersebut. Ulama berbeda cara pandangnya
untuk menghitung satu ayat yang memuat dua atau tiga kata sabar. Jika jumlah ayat yang di
dalamnya terdapat kata sabar dihitung, maka akan berbeda dengan seluruh kata sabar yang
terdapat dalam Al-Quran karena ada satu ayat yang mengandung dua atau tiga kata sabar.
Perintah untuk bersabar, sangat banyak di dalam al-Qur’an, misalnya pada QS. Al-baqarah
(2): 153, Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
3. Membiasakan Diri Berperilaku Sabar
Al-Qur‟an menggambarkan beberapa cara untuk membiasakan sikap sabar, antara lain
adalah dengan:
a. Menanamkan keyakinan adanya balasan yang baik bagi orang-orang yang sabar.
b. Mengingatkan bahwa orang yang paling dekat dengan Allah pun, seperti nabi dan rasul
senantiasa memperoleh cobaan, bahkan bentuk cobaannya lebih berat lagi dibandingkan
dengan kebanyakan manusia.
c. Menanamkan keyakinan adanya kemudahan setelah kesusahan, dan janjijanji Allah
tersebut sebagai suatu kepastian.
d. Menanamkan kesadaran, bahwa manusia itu milik Allah.
e. Mengingatkan adanya sunnatullah atau hukum alam yang berlaku di dunia ini
10
f. Menanamkan keyakinan tentang Qada dan Qadar Allah yang tidak mungkin dapat
dihindari (M. Yusuf 2018)
4. Hikmah Sabar
a. Dicintai oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Imran: 146 “dan
berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari
pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang
menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh).
Allah menyukai orang-orang yang sabar.”
b. Mendapat ampunan dari Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam QS Hud: 11
“kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amalamal saleh;
mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.”
c. Mendapat derajat yang tinggi di Surga nanti. Sebagaimana firman Allah dalam QS
Yunus: 9 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh,
mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka
mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan”.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akhlak Kepada diri sendiri berarti suatu hal yang dilakukan oleh diri sendiri namun sangat
bermanfaat untuk kehidupannya sendiri. Dalam hal ini ada empat hal yang harus dijadikan
prinsip yaitu Adil, Jujur, Amanah, dan Sabar. Adil merupakan perilaku menempatkan sesuatu
sesuai dengan tempatnya, hikmah dari berperilaku adil salah satunya adalah menciptakan suasana
aman, damai, dan tenteram. Selanjutnya yaitu Jujur yang berarti mengatakan dan berbuat sesuatu
sebagaimana sesuai dengan kenyataan salah satu hikmah dari berperilaku jujur adalah
mendapatkan ketenangan hati. Kemudian Amanah yaitu dapat dipercaya, menyampaikan sesuatu
sehingga orang yang menerapkan amanah dalam hidupnya akan diterima dan dipercaya oleh
masyarakat. Terakhir adalah sabar yang merupakan menahan diri dari berkeluh kesah atau tidak
berkeluh kesah bagaimana pun keadaan yang sedang dihadapi, sekalipun sulit namun orang yang
bersabar akan mendapat derajat yang tinggi disisi Allah SWT, dicintai oleh Allah SWT.

B. Saran
Setiap perbuatan, sikap, dan perkataan akan selalu Kembali ke diri sendiri. Maka dari itu perlu
kiranya untuk menerapkan Akhlak Yang Baik kepada Diri Sendiri yaitu Adil, Jujur, Amanah,
dan Sabar. Dengan harapan hubungan dengan Allah menjadi baik maupun hubungan dengan
manusia pun baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Choeroni, dkk. 2019. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMP Kelas VII.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Dalimunthe, R. P. (2016). Amanah Dalam Perspektif Hadis. Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis
Volume 1, Nomor 1.

Ivan Muhammad Agung, D. H. (2016). Pengukuran Konsep Amanah dalam Pendekatan


Kualitatif dan Kuantitatif . Jurnal Psikologi Volume 43, Nomor 3.

Sukino. (2018). Konsep Sabar Dalam Al-Quran dan Konstektualisasinya Dalam Tujuan
Hidup Manusia Melalui Pendidikan. Jurnal Ruhama Volume 1 Nomor 1.

Yusuf, M. (2018). Sabar dalam Perspektif Islam dan Barat . Al-Murabbi Volume 4, Nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai