Anda di halaman 1dari 260

MANUSIA SEBAGAI KHOLIFATULLAH DAN SEBAGAI WAROSATUL

ANBIYA’ SERTA DIMENSI HUBUNGAN MANUSIA DALAM


KEHIDUPAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika”

Dosen Pengampu:

Husni Cahyadi Kurniawan, M.SI

Oleh:
1.

2. Fitriani (12211193098)

3.

JURUSAN TADRIS FISIKA 3A


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga pada kesempatan ini kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya. Sholawat
salam tak lupa kita panjatkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang. Pada kesempatan ini kami menyajikan makalah yang berjudul
“MANUSIA SEBAGAI KHALIFATULLAH DAN SEBAGAI WAROSATUL
AMBIYAK SERTA DIMENSI HUBUNGAN MANUSIA DALAM KEHIDUPAN”
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat
tugas kelompok ini, tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan dan
bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya kami mampu menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya, oleh karena itu pada kesempatan ini kami
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. KH. Akhyak, M.Ag selaku Dosen Inivasi Pendidikan.

2. Segenap petugas perpustakaan yang telah memberi pelayanan terbaik.

3. Teman-teman yang telah membantu dan juga memberikan motivasi.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Maka dari itu
kami mengharap kritik dan saran guna dapat kami jadiakan inspirasi
kedepannya agar dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semuanya.

Tulungagung, September 2019


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i DAFTAR ISI

BAB I

1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan

2 BAB II

1 PEMBAHASAN

A. MANUSIA SEBAGAI KHOLIFATULLAH 1

B. MANUSIA SEBAGAI WAROSATUL ANBIYAK 4

C. DIMENSI HUBUNGAN MANUSIA DALAM KEHIDUPAN

14 BAB III

20 PENUTUP

20

A. Kesimpulan
20 DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Secara universal tujuan hidup manusia adalah memperoleh


kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan itu sendiri sangat relatif
sehingga masing-masing orang akan berbeda dalam mengartikan arti
bahagia itu sendiri. Para ahli filsafat sependapat tentang tujuan akhir
yang diinginkan oleh manusia, yaitu kebahagiaan. Untuk mendapatkan
kebahagiaan itu bermacam-macam jalan yang ingin ditempuh oleh
manusia dengan melalui tujuan-tujuan sementaranya masing-masing.
Setiap manusia ingin baik. Tujuan sementaranyapun harus merupakan
kebaikan-kebaikan. Namun sesungguhnya tugas utama manusia sendiri
bukan mencari kebahagiaan. Secara tidak langsung manusia hanya
menjalankan fungsi haknya dibandingkan dengan menjalankan fungsi
kewajibannya.

Pendidikan adalah proses bimbingan secara sadar oleh si pendidik


terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.1 Pendidikan merupakan bagian
integral dalam pembangunan dan merupakan kebutuhan serta tuntutan
yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan
hidup bangsa dan negara. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari
proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan bertujuan
untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan
pembangunan sektor ekonomi yang satu dengan yang lainnya saling
berkaitan dan berlangsung dengan berbarengan.

1
Untuk itu dunia pendidikan dituntut untuk membuat ketentuan-
ketentuan format pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman,
relevan dengan kehidupan nyata yang memiliki ciri berubah. Begitupun
dengan pendidikan agama islam tidak lepas dari usaha pencarian format
baru yang dapat meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, baik yang
berkenaan dengan aspek eksternal (sistem pendidikan) maupun yang
berhubungan dengan aspek internal yakni pola pikir, sikap dan perilaku
dari masing-masing peserta didik. Untuk itu pendidikan agama islam juga
perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari pengelola pendidikan,
karena pendidikan agama islam itu sendiri merupakan bagian dari
pendidikan pada umumnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari manusia sebagai kholifatullah?

2. Apa pengertian manusia sebagai warosatul anbiya’?

3. Bagaimana dimensi hubungan manusia dalam kehidupan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari manusia sebagai kholifatullah.

2. Untuk mengetahui pengertian manusia sebagai warosatul anbiya’

3. Untuk mengetahui diensi hubungan manusia dalam kehidupan.


BAB II

PEBAHASA

A. Manusia Sebagai Kholifatullah.


Kehidupan manusia di dunia adalah sebagai wakil Allah SWT
(Q.S.2:30,38: 26), sebagai pengganti dan penerus orang yang
mwndahuluinya (Q.S :169), pewaris-pewaris dimuka bumi (Q.S. 27: 62).
Disamping itu, manusia adalah pemikul amanah yang semula ditawarkan
pada langit, bumu, dan gunung, yang semuanya enggan menerimanya,
namun dengan ketololannya manusia mau menerima amanah itu (Q.S.
33:72), serta menjadi pemimpin atas diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
(H.R bukhori-Muslim dari Ibnu Umar) semuanya itu merupakan atribut dari
fungsi manusia sebagai “Kholifah allah” dimuka bumi.

Secara univesal bahwa tujuan hidup manusia adalah memperoleh


kebahagiaan dunia dan akherat. Kebahagiaan itu sendiri sangat relatif
sehingga masing-masing orang akan berbeda dalam memaknai arti bahagia
itu sendiri.

Masing-masing orang, setelah merenung serta menilai hidupnya berdasarkan


aneka ragam pengalaman yang telah dilalui serta pengetahuan yang
diperoleh dari orang lain atau bangsa lain, ternyata mempunyai pandangan
yang berbeda, dimana pandangan hidup itu dijadikan dasar guna mencapai
tujuan hidupnya yaitu untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya 1.

Para ahli filsafat sependapat tentang tujuan akhir yang diinginkan oleh
manusia itu, yaitu kebahagiaan. Untuk mencpai kebahagiaan itu bermacam-
macam jalan yang ingin bahagia. Tujuan sementara yaitu setiap manusia
ingin baik. Dan tujuan terakhir itulah yang disebut “Summum Bonum”. Ialah

1
1
Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas, 1984),7.

2
kebahagiaan tertinggi yang ingin dicapai manusia. Karena anggapan tentang
baik ini bermacam-macam interpretasi dan perkiraan masing-masing, maka
terjadilah bermacam-macam usaha perbuatan yang dilakukanya, yang
berbeda-beda.

Namun, sesungguhnya tugas utama manusia bukan mencari


sebuah kebahagiaan, yang secara tidak langsung manusia hanya
menjalankan haknya dibandingkan menjalankan kewajibannya. Manusi
disamping mempunyai status sebagai makhluk dan bagian dari alam, ia
juga punya tugas sebagai kholifah/penguasa di muka bumi ini. Manusia
itu dibebani tanggung jawab dan anugerah kekuasaan untuk mengatur
dan membangun dunia ini dalam berbagai segi kehidupan, dan sekaligus
menjadi saksi dan bukti kekuasaan Allah SWT di alam jagat raya ini.

Adapun tugas kekhalifahan banyak sekali, tapi dapat disimpulkan


dalam tiga bagian pokok sebagaimana yang ditulis oleh Abu Bakar
Muhammad, yaitu :

1. Terhadap diri sendiri meliputi menuntut ilmu yang berguna dan


menghiasi diri dengan akhlak mulia.
2. Dalam keluarga dengan jalan membentuk rumah tangga bahagia,
menyadari dan melaksanakan tugas dan kewajiban rumah tangga.
3. Dalam masyarakat, dengan mewujudkan persatuan dan kesatuan,
menegakkan kebenaran dan keadilan sosial, bertanggung jawab
dlam amar ma’ruf dan nahi munkar dan menyantuni golongan
yang lemah.

Secara harfiah, khalifah berarti mengikuti dari belakang, jadi manusia


adalah wakil atau pengganti di bumi dengas mandat yang diberikan Allah
kepadanya, membangun dunia ini sebaik-baiknya. (Q.S. 2:30,6 :165) dimintai
pertanggung jawaban atas tugas dalm menjalankan mandat Allah (Q.S.
10:14). Adapun mandat yang dimaksud adalah:

1. Patuh dan tunduk sepenuhnya pada titag Allah SWT serta


menjahui larangnnya.
2. Bertanggung jawab atas kenyataan dan kehidupan di dunia
sebgai pengemban amanah Allah.
3. Berbekal diri dengan berbagai ilmu pengetahuan, hidayah agama,
dan kitab suci.
4. Melaksanakan sunnah-sunnahyang diridhainya terhadap alam
semesta.
5. Membentuk masyarakat Islam yang idela ynag disebut “Ummah”
yaitu suatu ,asyarakat yang jumlahnya orang mepunyai tujuan
sama.
6. Mengembangkan fitrahnya sebagai khalifatullah yang mempunyai
kehendak komitmen tiga dimensi:
a. Kesadaran
b. Kemerdekaan
c. Kreativitas2
7. Menjadi penguasa untuk mengatur bumi dengan upaya
memakmurkan dan mengelola negara untuk kesejahteraan
masyarakat.3
8. Mengambil bumi dan isinya sebagai alat untuk memperbaiki
kesejahteraan masyarakat dalam semua aspek kehidupan.
9. Membentuk suasana aman, tenteran, dan damai dibawah
naungan Allah SWT.
10. Menjadi seniman yang islami, yaitu mengabdi karena Allah SWT.

Fungsi manusia sebagai khalifatullah adalah :


2
Tim DEPAG RI,islam untuk disiplin ilmu sosial,(jakarta:DIRJEN PKIAPPTAI,1986), hlm. 57
3
Muhammad Iqbal, Membangun Kembali Pikiran Agama Dalam Islam, Terj, Ali Audah Dkk,
(Jakarta: Tuntamasi, 1966), xvi
1. Memberikan kontribusi antar orang dan antar umat untuk hidup
saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing-masing.
2. Menjadikan alam sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan
obyek pendidikan.
3. Melatih pemimpin yang berkopetensi dalam mengelola dan
memanfaatkan alam dan isinya sebagai sarana mengabdi kepada
Allah SWT.
4. Melatih sikap dan jiwa manusia.
5. Membentuk manusia seutuhnya, yaitu segala aktivitas yang
dilakukan manusia mencerminkan citra manusia sebagai makhluk
yang paling mulia.4

B. Manusia Sebagai Warosatul Anbiyak

Kehadiran Nabi Muhammad SAW di bumi, pada hakikatnya


mengemban misi sebagai "Rahmatan lil alamin "(Q.S. 21:107) yakni suatu
misi yang membawa dan mengajak manusia dan seluruh sekalian alam untuk
tunduk dan taat pada syariat-syariat dan hukum-hukum Allah SWT. Guna
kesejahteraan perdamaiaan, dan keselamatan dunia akhirat.

Kemudian misi itu disempurnakan dengan pembentukan pribadi


yang Islami, yaitu kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal
shaleh, serta bermoral tinggi dengan berpijak pada tiga kekuatan Ruhani
pokok yang berkembang pada pusat kemanusiaan manusia
(antropologiscentra) yaitu:

1. Individualitas, yakni kemampuan mengembangkan diri pribadi


sebagai makhluk pribadi.

2. Moralitas, yakni kemampuan mengembangkan diri selaku anggota


masyarakat berdasarkan moralitas (nilai-nilai moral dan agama).

4
Aziz Abd. 2006. Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam.
Surabaya: eLKAF
3. Sosialitas, yakni kemampuan mengernbangkan diri selaku anggota
masyarakat

Di samping itu, misi tersebut berpijak pada trilogi hubungan manusia, yaitu:

1. Hubungan dengan Tuhan, karena manusia sebagai makhluk ciptaan-


Nya

2 Hubungan pada masyarakat karena manusia sebagai anggota


masyarakat

3. Hubungan dengan alam sekitarnya, karena manusia selaku


pengelola pengatur, serta pemanfaatan kegunaan alam.

Dalam konteks pendidikan Islam, ibadah mempunyai dampak positif


terhadap perkembangan anak didik misalnya :

1. Mendidik untuk berkendaraan berfikir, melalui adanya planning (niat)


yang ikhlas, serta ketaatan sesuai dengan cara dan bentuk yang
dilakukan Rasulullah SAW.

2. Mendidik untuk melaksanakan ukhuwah Islamiah melalui shalat


berjamaah, ibadah haji. Dengan melakukan kewajiban itu manusia
akan memperoleh rasa persamaan, persatuan, solidaritas, dsb.

3. Menanamkan rasa kemuliaan dalam diri manusia, karena dengan iba-


dah, manusia akan semakin dekat dengan Tuhannya, serta dapat
menghindarkan dari sifat yang tercela (QS. 29:45)

4. Mendidik manusia untuk berserah diri kepada Tuhannya.

5. Mendidik pada sifat-sifat utama

6. Membekali manusia dengan kekuatan dorongan Ruhani yang


bersumber dari kepercayaan diri dari keimanan dan peribadatannya.

7. Memberikan suasana baru bagi anak didik dengan cara bertobat


sehingga bersih dari noda dan dosa.

8. Melatih konsentrasi yang utuh, menuju tujuan yang diinginkan.

9. Memberi stimulasi dan motivasi ketika terjadi kegagalan dalam


meraih suatu cita-cita, dan menghindarkan diri dari rasa kencokakan
ketika meraih prestasi. Dengan demikian, jiwa manusia menjadi stabil,
tidak mudah frustasi dan tidak mudah merasa puas terhadap semua
yang diperoleh.

10. Membina jiwa, penyucian terhadap potensi Ruhani, penguat daya


intelek, dan memberi kekuatan baru dalam jasmani.

11. Mendidik manusia yang bersifat Ruhani, meliputi pendidikan akhlak


intelektual, dan jasmani.

Selanjutnya fungsi manusia sebagai warosatul anbiya' berimplikasikan


dalam proses pendidikan Islam sebagai berikut :

1. Setiap manusia mempunyai kesadaran belajar dan mengajar karena


belajar dan mengajar merupakan kebutuhan pokok manusia.

2. Proses belajar-mengajar bertumpu pada jiwa at-tauhid yang dilakukan


dengan penuh keikhlasan, dan di topang oleh misi kerasulan Nabi
Muhammad SAW

3. Proses pendidikan Islam berorientasi pada multi kebutuhan manusia


mencakup kebutuhan primer,kebutuhan sekunder, dan kebutuhan
pelengkap

4. Proses pendidikan bermula dari pelatihan akhlak mulia dengan


memberi "uswatun hasanah" kemudian dilanjutkan dengan
pengembangan daya nalar dan intelek,serta keterampilan yang dapat
mendukung masa depan anak didik
5. Mempersiapkan anak didik menuju masa depan yang lebih cerah

6. Pendidikan diberikan dengan berbagai teknik-strategi yang penuh


hikmah, sehingga dengan sendirinya anak didik terpengaruh dengan
misi amar ma'ruf nahi mungkar.

Dengan berdasar kepada eksistensi manusia yang diletakkan pada


posisi sentral irri, maka pendidikan Islam harus tidak meninggalkan konsep
fitrah manusia yang memiliki potensi-potensi Ruhani yang telah penulis
jelaskan diatas. Dengan konsep fitrah, Islam mempunyai landas tersendiri
dalam bidang pendidikan. Konsep fitrah tersebut senantiasa akan menjadi
ketentuan normatif dalam mengembangkan kualitas manusia melalui
pendidikan. Salah satu perbedaan yang fundamental pendidikan Islam,
dibandingkan dengan konsep pendidikan yang lainnya terletak pada
pandangan dasar kernanusiaan. Dalam konteks makro pendidikan,
pandangan kemanusiaan Islam mengandung setidaknya tiga implikasi
mendasar yaitu:

Pertama, implikasi yang berkaitan dengan visi atau orientasi


pendidikan di masa depan. Berdasarkan konsep fitrah, pendidikan menurut
pandangan Islam adalah pendidikan yang diarahkan pada upaya optimalisasi
potensi dasar manusia secara keseluruhan. Pendidikan tidak semata-mata
diarahkan pada upaya penumbuhan dan pengembangan manusia secara
fisiologis yang lebih menekankan pada upaya pengayaan secara material.
Juga tidak hanya diarahkan pada upaya pengayaan aspek mental-spiritual.
Pendidikan yang hanya mementingkan satu aspek tersebut, tidak akan
mengantarkan manusia pada corak personalitas yang utuh.

Kedua, implikasi yang berkaitan dengan tujuan (ultimate goal)


pendidikan, adalah, tujuan pendidikan Islam di masa depan harus diarahkan
kepada pencapaian pertumbuhan kepribadian manusia muslim sejati.

Ketiga, implikasi yang berkaitan dengan muatan materi dan metodologi


pendidikan. Karena rnanusia diakui mempunyai banyak potensi dasar yang
terangkum dalam potensi fitrah, maka muatan materi pendidikan harus yang
dapat melingkupi seluruh potensi manusia. Materi yang dipentingkan adalah
materi yang dapat menjaga keutuhan kepribadian muslim. Hal ini tentunya
tanpa mengesampingkan pembidangan ilmu pengetahuan yang sesuai
dengan cabang keilmuan yang ada.

Dalam setiap kegiatan, idealnya tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut


harus ditetapkan terlebih dahulu. Dengan demikian, ruang lingkup kegiatan
tidak akan menyimpang. Suatu kegiatan yang tanpa disertai tujuan
sasarannya akan kabur dan tidak jelas, akibatnya program dan kegiatannya
sendiri menjadi tidak teratur. Selain itu, tujuan juga merupakan parameter
keberhasilan kegiatan yang telah dilaksanakan. Tujuan merupakan sasaran
yang akan dicapai oleh seorang atau sekelompok orang yang melakukan
suatu kegiatan. Tujuan mempunyai arti yang sangat penting bagi
keberhasilan sasaran yang diinginkan, arah atau pedoman yang harus
ditempuh dalam melaksanakan kegiatan.

Sedangkan yang menjadi sasaran pendidikan Islam adalah manusia.


Tujuan yang mendasar dengan diciptakannya manusia adalah beribadah dan
tunduk kepada Allah SWT, serta menjadi khalifah di muka bumi untuk
memakmurkannya dengan melaksanakan serta mentaati syariat agama Allah
SWT. jika ini merupakan tujuan hidup manusia, maka pendidikannyapun
harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengembangkan pikiran manusia
dan mengatur tingkah laku serta perasaannya berdasarkan Islam. Dengan
demikian, tujuan akhir pendidikan Islam adalah merealisasikan pengabdian
kepada Allah SWT di dalam kehidupan manusia.5

Dengan demikian, maka tujuan pendidikan Islam adalah sasaran yang


akan dicapai oleh seorang atau sekelompok orang yang melaksanakan

5
Sidi gazalba, sistematika filsafat, (jakarta: bulan bintang, 1981), hlm. 469
pendidikan Islam. Karena itu, tujuan pendidikan Islam harus memperhatikan
aspek-aspek sebagai berikut :

1. Tujuan Dan Tugas Hidup Manusia

Manusia diciptakan di dunia ini bukan tanpa tugas dan bukan


tanpa tujuan. Allah SWT menciptakan manusia itu disertai dengan
tujuan dan tugas hidup tertentu. Diciptakannya manusia di dunia ini
tugasnya hanya untuk mengabdi dan berbakti kepada Allah SWT.
Indikasi tugasnya berupa ibadah kepada Allah dan tugas-tugas
sebagai wakil Allah SWT di muka bumi (khalifah Allah fi al-ard).

2. Sifat-sifat Dasar Manusia

Manusia di samping sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi


dia juga diciptakan dengan dibekali kecenderungan membutuhkan
bimbingan untuk mengarahkan perilakunya yang berupa agama Islam

3. Tuntutan Masyarakat

Yakni sebuah tuntutan masyarakat yang dapat berupa


pelestarian nilai-nilai budaya yang telah melembaga pada masyarakat
dan memenuhi tuntutan kehidupan modern.

4. Dimensi dimensi Kehidupan Ideal Islam

Dimensi kehidupan ideal Islam mengandung nilai yang dapat


meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola
dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat. Serta
menganandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk
meraih kehidupan akhirat yang lebih membahagiakan. Sehingga
manusia dituntut untuk tidak terbelenggu dengan kesenangan dan
kemewahan dunia semata.Dimensi yang ideal itu adalah dimensi yang
dapat memadukan antara kepentingan hidup dunia dan kepentingan
hidup akhirat. Keseimbangan ini merupakan benteng bagi manusia
dari pengaruh pengaruh negatif dari berbagai gejolak kehidupan yang
menggoda ketentraman dan ketenanganan hidup manusia, baik yang
bersifat spiritual, sosial, kultural, ekonomi, maupun ideologi dalam
kehidupan manusia

Jadi, pada hakikatnya tujuan pendidikan dalam Islam adalah


mewujudkan perubahan pada kebaikan, baik pada tingkah laku individu
maupun pada kehidupan masyarakat di lingkungan sekitar. Dari segi bentuk
dan sasarannya, tujuan pendidikan Islam diklasifikasikan menjadi empat
macam:

1. Tujuan Pendidikan Jasmani (Al Ahdaf Al Jismiyah)

Tujuan ini digunakan untuk mempersiapkan diri manusia


sebagai pengemban tugas khalifah di bumi melalui pelatihan
keterampilan-keterampilan fisik atau memiliki kekuatan dari segi fisik
(Al-Qawi).

2. Tujuan Pendidikan Ruhani (Al-Ahdaf Al-Ruhaniyah)

Tujuan ini bermaksud untuk meningkatkan jiwa kesetiaan


kepada Allah SWT semata dan melaksanakan moralitas Islami yang
diteladani oleh Rasulullah dengan berdasarkan pada cita-cita dalam
Al-Qur'an.

3. Tujuan Pendidikan Akal (Al-Ahdaf al-Aqliyah)

Pengertian intelegensi untuk menemukan kebenaran dan sehat


sebabnya dengan telaah tanda-tanda kekuasaan Allah SWT
sehingga dapat menumbuhkan iman kepada Sang Pencipta.

4. Tujuan Pendidikan Sosial (Al-Ahdaf al-ltimatyah)

Tujuan pendidikan sosial adalah pembentukan kepribadian yang


utuh dari substansi fisk dan psikis manusia. Identitas individu disini
tercermin sebagai mau yang hidup pada masyarakat heterogen.

Menurut Imam Al-Ghazali, tujuan pendidikan Islam yang hendak dicapai


adalah :

1. Insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2. Insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan hidup dunia


dan akhirat, karena itu berusaha mengajar manusia agar mampu
mencapai tujuan yang dimaksud.

Sedangkan Muhammad Athiyah Al-Abrasyi dalam kajiannya tentang


pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 (lima) tujuan yang asasi bagi
pendidikan islam, yaitu:

1. Pendidikan Moral (Training Moral) adalah esensi pendidikan


Islam

Islam menetapkan bahwa pendidikan moral adalah esensi


pendidikan Islam, dengan prestasi individu adalah tuntunan yang
benar. Hal ini bukan berarti mengesampingkan aspek phisik, mental,
ilmiah dan praktek. Dan bukanlah tujuan pendidikan dan pengajaran
dalam rangka perkiran kelam untuk mengisi otak pelajar dengan
faktor-faktor, melainkan juga memperbaiki merasa mendidik jiwanya.

Dapat disimpulkan, tujuan pendidikan Islam adalah "kebaikan"


berdasar tujuan ini setiap pengajaran harap terformulasikan ajaran
moral. Dengan demikian, berarti etika agama diatas segala-galanya..

2. Perhatian akan kehidupan religi dan duniawi.

Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada keduanya


sekaligus dan ia memandang persiapan untuk kedua kehidupan itu
sebagai tujuan tertinggi dan terakhir bagi pendidikan.

3. Memberikan tekanan pada aspek-aspek yang berguna


Walaupun pendidikan Islam selalu memperhatikan aspek agama,
moral dan spiritual, tetapi itu tidak berarti mengesampingkan
perhatiannya terhadap aspek-aspek yang berguna di lembaga-
lembaga dan program-programnya. Sasarannya nampak dengan jelas
sekali dapat dilihat lewat surat yang diedarkan oleh Khalifah Umar Bin
Khattab kepada para gubernurnya mengatakan: Ajarilah anak-anakmu
berenang dan menunggang kuda dan ajarkan kata-kata bijak dan
syair. Maka Umar Bin Khattab memerintahkan agar anak-anak
diajarkan menunggang kuda, olahraga fisik, semimiliter, hal-hal yang
berkaitan dengan bahasa Arab dan mengajarkan kata-kata bijak dan
syair-syair terkenal. Hanya orang-orang fanatik saja yang keras kepala
mempersoalkan, bahwa para pelajar muslim telah tercemar
pengetahuan renaissance barat. Dalam konteks ini Monrus dalam
bukunya "History of Education" mengatakan bahwa orang-orang Islam
telah membuat inovasi yang amat berharga dalam ilmu medis, bedah,
formatik, astrologi dan psikologi. Diterangkan pula tentang orang yang
pertama kali mengajarkan kompas dan senjata di Eropa.

Pendidikan Islam tidak seluruhnya merupakan aspek agama, sisi


praktis spiritual, tetapi aspek itu mendominasi, pada dasarnya tidak
materialistis, tapi pemikiran materi atau mengejar kebutuhan materi
akan dianggap sebagai suatu yang insidental dan tidak untuk mencari
materi tersebut, dan bahkan sesuatu yang dipandang sekunder dalam
pendidikan.

4. Mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk


pengetahuan.

Para filosof besar Islam sangat memperhatikan penerapan


sains tujuan dari pendidikan adalah mempelajari ilmu pengetahuan
untuk pengetahuan, kesusastraan untuk kesusastraan, seni untuk
seni, selain itu masih dalam konteks ilmu pengetahuan, literatur seni
yang indah. Pendidikan Islam adalah suatu yang ideal. Mencari
terobosan
ilmu pengetahuan adalah kenikmatan spiritual, yang terkandung di
dalamnya, sekaligus mencari kebenaran ilmiah dan kepribadian yang
mulai. Hal ini mewujudkan keinginannya yang kuat untuk mencapai
ilmu pengetahuan, sastra dan seni semata-mata karena motivasi
masing-masing.

5. Pendidikan, kerja, teknis dan industrial untuk mencari nafkah

Pendidikan Islam tidak mengesampingkan keberadaan


peraturan individu untuk mencapai kehidupannya dengan belajar,
praktek beberapa keilmuan yang ia miliki, seni dan bisnis. Hal ini
nampak jelas sekali dalam tulisan Ibnu Sina "Jika seorang anak telah
menyelesaikan pelajaran Al-Qur'an dan pengantar bahasa, maka ia
harus mencari pekerjaan apa yang sesuai dengan yang ia ingini dan
mengarahkan dirinya untuk itu". Dia juga harus mengadakan
persiapan kerja sehingga ia akan dapat menguasainya dengan baik
dalam seni atau bisnis dan mampu mencari nafkahnya dan mencapai
kehidupannya yang terhormat, sesuai dengan aspek spiritual dan
sosial. Pendidikan Islam tidak mengesampingkan latihan fisik,
intelektualitas, emosi, inklinasi, perasaan, tangan, lisan dan kepridian.

Dengan memperhatikan klasifikasi dan formulasi tersebut dapat


disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam pada hakikatnya terfokus kepada
tiga bagian yaitu:

Pertama, terbentuknya insan kamil (manusia universal conscience


yang mempunyai dimensi-dimensi qur'ani dalam hidupnya. 6 Menurut lqbal
sebagaimana yang dikutip Dawam, kriteria insan kamil adalah manusia yang
beriman yang di dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan dan
kebijaksanaan dan mempunyai sifat-sifat yang tercermin dalam pribadi Nabi

6
A.M syaefuddin, desekuralisasi pemikiran landaan islamiyah, (bandung: mizan,1990), hlm. 2
berupa akhlak yang mulia7.

Kedua, terciptanya insan kaffah yang memiliki dimensi-dimensi


religius, budaya, dan ilmiah.Dimensi religius yaitu manusia merupakan
makhIuk yang mengandung berbagai misteri dan tidak dapat direduksikan
pada faktor- faktor tertentu semata. Dengan demikian, manusia dapat
dicegah untuk dijadikan angka, ataupun robot yang diprogramkan secara
deterministis, tetapi tetap mempertahankan kepribadian, kebebasan akan
martabatnya. Dimensi budaya manusia merupakan makhluk etis yang
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap kelestarian dunia
seisinya. Dalam dimensi ini manusia mendapatkan dasar pendidikan untuk
mempertahankan keutuhan kepribadiannya dan mampu mencegah arus
zaman yang membawa kepada disintegrasi dan fragmentasi yang selalu
mengancam kehidupan manusia. Dimensi ilmiah, yaitu dimensi yang
mendorong manusia untuk selalu bersikap objektif dan realistis dalam
menghadapi tantangan zaman, serta berbagai kehidupan manusia untuk
bertingkah laku secara kritis dan rasional, serta berusaha mengembangkan
keterampilan dan kreativitas berpikir.8

Ketiga, penyadaran fungsi manusia sebagai hamba, khalifah Allah


SWT, serta sebagai pewaris para nabi dan memberikan yang memadai
dalam rangka pelakanaan fungsi tersebut.

Oleh karena itu proses pendidikan Islam secara ontologis dalam


rangka membentuk manusia yang sempurna menurut Islam. Menurut Ahmad
Tafsir, rnanusia sernpurna menurut Islam haruslah :

1 Jasmaninya sehat serta kuat, termasuk berketrampilan;

2. Akalnya cerdas serta pandai;

7
Dawam rahardjo,insan kamil,konsep manusia menurut islam,(jakarta: temprint,1989),
hlm.26
8
Muhammad tholhah hasan, prospek islam dalammenghadapi tantangan
jamn,(jakarata:bandung prakarya, 1986), hlm.43
3. Hatinya penuh iman kepada Allah.

Muslim dituntut untuk memiliki jasmani yang kuat agar dapat


menjalankan tugas khalifatullah maupun abdullah. Juga harus memiliki
ketrampilan-ketrampilan. Muslim yang hidup di zaman modern Indonesia ini
sangat tidak etis apabila meremehkan keterampilan. Orang akan sulit sekali
menyelenggarakan kehidupannya tanpa memiliki keterampilan yang
diperlukan dalam kehidupan.

Islam juga menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai. Itulah ciri


akal yang berkembang secara sempurna. Cerdas ditandai oleh adanya
kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan
pandai ditandai oleh banyaknya memiliki pengetahuan, jadi banyak memiliki
informasi. Salah satu ciri muslim yang sempurna adalah cerdas dan
pandai.Kecerdasan dan kepandaian itu dapat ditilik dari indikator-indikator
memiliki sains dan kualitas yang tinggi, dan mampu memahami dan
menghasilkan filsafat. Karena dengan filsafat manusia akan dapatb
memecahkan persoalan secara filosofis. Disamping dua hal tersebut diatas
dari aspek kalbu, manusia sempurna harus memiliki kalbu yang penuh
dengan iman dan taqwa. Seluruh gerak langkah fisik maupun intelektualnya
senantiasa bersandar kepada Allah SWT.

C.D imensi Hubungan Manusia Dengan Kehidupan

Salah satu perbedaan manusia dengan bintang adalah terletak pada


kemampunya untuk mengabstraki sesuatu. Yakni, ketika indranya menyerap
suatu benda, akal bekerja melepaskan benda itu dari sifat-sifat material, lalu
membandingkannya dengan benda-benda lain yang serupa dengannya dan
memprduksi sebuah konsep bersama. Akal terus menerus mengabstraki
hingga mencapai sebuah konsepsi universal paling abstrak yang mewadahi
semua wujud. Ketika ia melihat manusia, misalnya, imajinasinya
mengabstraki benda itu menjadi spesiecies yang menaungi semua
manusia
yang lain. Ia kemudian membandingkan konsep ini dengan konsep
binatang,lalu mengabstrakinya menjadi sebuah genus yang menaungi
keduanya. Demikian seterusnya hingga mencapai genus tertinggi yang
disebut subtansi. Pada saat itu akal berhenti mengabstraki. 9

Berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia sehingga dia


dapat berkembang sedemikian rupa, maka para ahli memberikan beberapa
definisi tentang manusia secara beragam akan tetapi kesemuanya
menunjukan bahwa sesungguhnya manusia mempunyai kemampuan yang
luar biasa. Sebutan-sebutan manusia tersebut antara lain :

1. Manusia adalah homo sapiens artinya mahluk yang mempunyai budi.


2. Manusia adalah animal rational artinya binatang yang berfikir.
3. Manusia adalah homo laquen artinya mahluk yang pandai
menciptakan bahasa dan menjelakan pikiran manusia dan perasaan
dalam kata-kata yang tersusun.
4. Manusia adalah homo faber artinya mahluk yang terampil, disebut
juga toolmaking animal artinya binatang yang pandai membuat.
5. Manusia adalah zoon politicon artinya mahluk yang pandai bekerja
sama,bergauldan berorganisasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
6. Manusia adalah homo economicus artinya mahluk yang tunduk pada
prinsip-prinsip ekonomi.
7. Manusia adalah homo religius artinya mahluk yang beragama,oleh
karena itu unsur rohani manusia merupakan syarat mutlak terlaksanya
program-program pendidikan.10
Walaupun ada beberapa sebutan yang disandang oleh manuisa
akan tetapi seseungguhnya ada tigahal inti yang menjadi tugas manusia
sekaligus sebagai pelestari kehidupan selanjutnya yang dalam hal ini
9
Abdurrahman bin khaldun, diwan ul-mubtada wal khabar fi tarikh ‘arab wal barbar
man’asharahum min dzaw il-sya’n il-akbar (muqaddimah ibn khaldun), (damskus: Dar ul-Fikr,
2003), hlm. 486
10
Hamdani ihsan-fuad ihsan, filsafat pendidikan islam, (bandung: CV, pustaka setia,
1998), hlm. 49
hubungan vertikal dan horisontal.

1. Hubungan manusia dengan Tuhannya


Hubungan vertikal manusia dengan Tuhannya harus dijaga
agar tetap harmonis akan tetapi untuk menjaga keharmonisan
tersebut harus dengan cara mengenal Tuhannya, adapun cara
mengenal :

a. Melalui Wahyu, artinya pesan Tuhan yang disapaikan


melalui Rosul-rosulnya, yang terlah tertulis dalam al-
kitab.
b. Melalui hikmah, tuhan mengarahkan kebijaksanaan
dan kecerdasaan berfikir kepada manusia untuk
mengenal adanya Tuhan dengan cara memperhatikan
alam sebagai akibat bukti adanya Tuhan.
c. Melalui fitrah, tabiat perasaan tentang adanya Tuhan,
yaitu manusia wajib mengakui adanya perasaan
tentang adanya Tuhan karena dirinya penuh degan
keterbatasan, kekurangan, dan kelemahan.
Hanya ada tiga jalan tersebut manusia akan menjadi
manusia yan mengenal Sang Penciptanya sehingga tujuan
hidupnya akan menjadi terarah dan terbimbing dengan baik.
penghambaan manusia kepada Tuhannya akan menjadi lebih
bermakna dan akan menambahkan rasa iman kita kepada Sang
Pencipta.

Setelah manusia mengenal Tuhannya maka tugas manusia


dalam relasi ini adalah :

a. Menyembah dengan segala titah-Nya.


b. Menjadikan pedoman apa yang telah diwahyukan dan
difirmankan.
c. Berjanji mentaati segala titah-Nya, dengan caear
mengamalkan segala ajaran-Nya, melaksanakan
tugas sebagi kholifatullah yang nantinya semua itu
akan diminta pertanggung jawaban.
d. Tidak boleh memikirkan dzat Allah SWT. karena tidak
dapat dijangkau oleh akal manusia.
2. Hubungan manusia dengan sesama manusia

Sebagaimana yang dikutip oleh muhaimin dalam piagam


Nabi Muhammad SAW. bahwa hubungan manusia dengan
manusia bersumber dari undang-undang kehidupan yaitu Al-
Qur’an dan Al-Hadist yang didalamnya terkandung beberapa
prinsip tentang kehidupan didalam dunia dan akhirat. undang-
undang islam yang merupakan konstitusi pertama didunia adalah
piagam madinah yang didalamnya terdapat tujuhprinsip dasar
kehidupan manusia antara lain :

a. Adanya persatuan umat dan pembebasan dari


belenggu orang atau negara lain.
b. Mengakuhi hak-hak asasi manusia.
c. Adanya persatuan seagama.
d. Toleransi beragama serta menghargai dan
menmberi kebebasan pada umat agama lain untuk
memeluk agama selain islam, walaupun kelompok
minoritas
e. Negara adalah tanggung jawab bersama, tanpa
mengenal ras, suku dan bangsa.
f. Pemberiaan hukuman pada yang bersalah tanpa
membeda-bedakan kelompok mayoritas maupun
minoritas agama dll.
g. Menjunjung tinggi asas perdamaian.11
Abdul Qodir Audah dalam bukunya Al islam Wa Audha’una
el- qouniyah menyatakan ada dua belas prinsip dalam kehidupan
masyarakat islam antara lain :

a. Adanya persamaan yang merata.


b. Keadilan ditegakkan yang seluas-luasnya, baik bidang
spritual maupun material.
c. Persaudaraan yang mendalam.
d. Persatuan yang kuat.
e. Saling membantu dam membela.
f. Memlihara kesopanan dan kehormatan.
g. Menjunjung ahlak yang mulia dan sifat utama.
h. Mepunyai rasa memiliki (istikhlaf) segala materi
yang diciptakan Allah SWT.
i. Meratakan kekayaan diantara manusia.
j. Saling mengasihi sesama mahluk dan saling berbuat
baik.
k. Memegang teguh prinsip musyawarah.12
3. Hubungan manusia dengan alam sekitar.

Alam merupakan bagian yang tidak bias terpisahkan dari


kehidupan manusia, karena sesungguhnya Allah SWT.
menciptakan alam serta isinya hanya untuk kesejahteraan
manusia akan tetapi justru dengan tanggan-tanggan jahil manusia
alam ini akan rusak.

Pengetian tersebut berimplikasi bahwa terdapat tatanan di


alam dan tatanan tersebut dapta disimpilkan melalui penelitian
empiris.

11
Muhaimin dan mujib, pemikiran pendidikan islam, (bandung: trigenda karya, 1993), hlm.
72- 73
12
Ibi., hlm.72-73
Para ilmuwan saat itu berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta
hukum alam secara berangsur-angsur memperoleh sifat abstrak
dan impersonal. Dengan adanya alat cangih dan adanya
pendidikan yakni ilmu pengetahuan alam bagi manusia modern
dengan kemampuan ilmiah manusia mulai membuka rahasia-
rahasia alam, guna melindungi dan melestraikan alam dari tangan
jahil manusia.

Dalam agama islam alam diposisikan sebagai berikut :

a. Alam bukan suatu yang sakral


b. Alam milik Allah SWT.
c. Manusia hanya diberi hak untuk menguasai akan tetapi
hanya sementara.
d. Allah SWT. menciptakan alam secara bertahap.
e. Alam pada mulanya berbentuk asap.
f. Alam terciptanya melalui enam tahapan.
g. Alam memiliki ukuran tertentu serta berpasang-pasangan
dan menpunyai perimbangan.
h. Alam berevolusi dan selalu berubah menuju
pada kesempurnaan.
i. Alam diciptakan untuk diambil manfaatnya oleh manusia.
j. Alam itu tunduk dan patuh tanpa syarat kepada aturan-aturan
dan hukum-hukum-Nya dengan cara dan bahasanya
msaing
-masing
k. Alam akan tetap ada bila namun alam akan rusak dan alam
akan berantakan sebab ulah manusia.
l. Alam merupakan sumber ilmu pengeyahuan dan karya tuhan
yang tak tertuliskan, didalamnya terdapat banyak
metafora.13
13
Ibid., hlm.72-73
BAB III

PENUTU

A. Kesimpulan

Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia


menyembah dan mengabdi kepada Allah swt. Sedangkan fungsi
penciptaan manusia ke dunia, diklasifikasikan ke dalam tiga (3) pokok,
yaitu:

1. Manusia sebagai khalifah disini maksudnya menjadi


penguasa untuk mengatur dan mengendalikan segala isinya.
Sebagai pedoman hidup manusia dalam melaksanakan tugas itu,
Allah menurunkan agama-Nya. Agama menjelaskan dua jalan yaitu
jalan yang bahagia dan jalan yang akan membahayakannya.

2. Manusia sebagai Warosatul Anbiya’ Kehadiran Nabi


Muhammad SAW. di muka bumi ini mengemban misi sebagai
‘Rahmatal lil ‘Alamiin’ yakni suatu misi yang membawa dan
mengajak
manusia dan seluruh alam untuk tunduk dan taat pada syari’at-syari’at
dan hukum-hukum Allah SWT. guna kesejahteraan perdamaian, dan
keselamatan dunia akhirat.

3. Manusia sebagai ‘Abd (Pengabdi Allah) Fungsi ini mengacu


pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah SWT.
Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian ritual kepada Allah
SWT. dengan penuh keikhlasan. Secara luas konsep ‘abd ini meliputi
seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya. Semua yang
dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya dapat dinilai sebagai
ibadah jika semua yang dilakukan (perbuatan manusia) tersebut
semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman bin khaldun, diwan ul-mubtada wal khabar fi tarikh ‘arab wal barbar
man’asharahum min dzaw il-sya’n il-akbar (muqaddimah ibn khaldun), (damskus:
Dar ul-Fikr, 2003)
Aziz Abd. 2006. Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan
Islam. Surabaya: eLKAF
A.M syaefuddin, desekuralisasi pemikiran landaan islamiyah, (bandung: mizan,1990)
Dawam rahardjo,insan kamil,konsep manusia menurut islam,(jakarta: temprint,1989)
Hamdani ihsan-fuad ihsan, filsafat pendidikan islam, (bandung: CV, pustaka
setia, 1998)
Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas, 1984)
Muhammad Iqbal, Membangun Kembali Pikiran Agama Dalam Islam, Terj, Ali Audah
Dkk,(Jakarta: Tuntamasi, 1966), xvi
Muhammad tholhah hasan, prospek islam dalam menghadapi
tantangan jaman,(jakarata:bandung prakarya, 1986)
Muhaimin dan mujib, pemikiran pendidikan islam, (bandung: trigenda karya,
1993), Sidi gazalba, sistematika filsafat, (jakarta: bulan bintang, 1981)

Tim DEPAG RI,islam untuk disiplin ilmu sosial,


(jakarta:DIRJEN PKIAPPTAI,1986)
HAKIKAT FITRAH MANUSIA DAN
HAKEKAT POTENSI ROHANI MANUSIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Program Studi
“Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag

Disusun oleh:
Alvi Mustofa Kurnia (12211183002)
Suci Tri Novianti (12211183015)
Fitri Ani (12211183029)

JURUSAN TADRIS FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU
KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat


dan hidayahnya sehingga pada kesempatan ini kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya dan tepat pada
waktunya. Sholawat salam tak lupa kita panjatkan pada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW. Yang telah membimbing kita menuju jalan
kebenaran. Pada kesempatan ini kami menyajikan makalah yang berjudul
“HAKIKAT FITRAH MANUSIA DAN HAKEKAT RUHANIYAH MANUSIA”
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat
tugas kelompok ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan,
bimbingan dari berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan
tugas kelompok ini dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini,
kami mengucapkan terimakasih kepada:
Bapak Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN

TULUNGAGUNG. Bapak Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag dosen

Filsafat Pendidikan

Teman-teman yang telah membantu dan juga memberikan motivasi.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Maka dari itu
kami mengharap kritik dan saran guna dapat kami jadiakan inspirasi
kedepannya agar dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semuanya.

Tulungagung, 27 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI

ii BAB I PENDAHULUAN

1
Latar Belakang

1 Rumusan Masalah

2 Tujuan

2 BAB II PEMBAHASAN

3
Hakikat Fitrah Manusia 3
Hakekat Potensi Ruhaniyah Manusia 7
BAB III PENUTUP

12
Kesimpulan 12
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah dengan


dibekali beberapa potensi yakni potensi yang ada di dalam jasmani
dan rohani. Bekal yang dimiliki manusia pun tidak hanya berupa
asupan positif saja melainkan karena dalam diri manusia tercipta
satu potensi yang di beri nama nafsu. Dan nafsu sendiri sering
membawa manusia lupa dan ingkar dengan fitrahmya sebagai
hamba dan khalifah dibumi. Maka dari itu manusia perlu
menembankan potensi positif yan ada dalam dirinya untuk
mencapai fitrah tersebut.

Manusia merupakan makhluk pilihan Allah yang


mengembankan tugas ganda, yaitu sebagai khalifah Allah dan
Abdullah (Abdi Allah). Untuk menaktualisasi kedua tuas tersebut,
manusia dibekali dengan sejumlah potensi didalam dirinya.
Potensi- potensi tersebut berupa ruh, nafs, akal, qalb, dan fitrah.

Fitrah adalah potensi manusia yang dapat digunakan untuk


hidup didunia. Dengan potensi-potensi itu manusia akan mampu
mengantisipasi semua problem kehidupan yang banyak.Fitrah
membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung
pada kebenaran hanif, sedangkan pelengkapnya adalah dhamir
(hati nurani) sebagai pancaran keinginan kepada kebaikan,
kesucian, dan kebenaran.

Fitrah berarti potensi dasar manusia sebagai alat untuk


mengabdi dan ma'rifatullah. Syaiyid Quthub memberikan makna
fitrah dengan memadukan dua pendapat, yaitu bahwa fitrah
merupakan jiwa kemanusiaan yang perlu dilengkapi dengan
tabiat
beragama, antara fitrah kejiwaan manusia dan tabiat beragama
rnerupakan relasi yang utuh, rnengingat keduanya ciptaan Allah
pada diri manusia sebagai potensi dasar manusia yang
rnemberikan hikmah (wisdom), mengubah diri kearah yang lebih
baik, mengobati jiwa yang sakit, dan meluruskan diri dari rasa
keberpalingan.

Dapat difahami bahwa fitrah merupakan potensi dasar anak


didik yang dapat menghantarkan pada tumbuhnya daya
kemampuan manusia untuk bertahan hidup maupun memperbaiki
hidup.Hal tersebut dapat dilakukan melalui pembekalan berbagai
kemampuan dari lingkungan sekolah dan luar sekolah yang terpola
dalarn program pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan hakikat fitrah manusia?

2. Apa saja potensi ruhaniah yang ada dalam diri manusia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui hakikat fitrah manusia

2. Untuk mengetahui potensi rohaniah yang ada dalam diri


manusia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Fitrah Manusia

Dalam dimensi pendidikan, keutamaan dan keunggulan


manusia dibanding dengan makhluk Allah lainnya terangkum dalam
kata fitrah. Secara bahasa, kata fitrah berasal dari kata fathara
yang berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari akar kata al-
fathr yang berarti belahan atau pecahan.

Setiap manusia dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan fitrah,


hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim:
“Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak
ibulah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi”. (H.R.
Muslim)

Dalam Al-Qur’an terdapat banyak kata yang mengacu pada


pemaknaan kata fitrah. Secara umum, pemaknaan kata fitrah
dalam Al-Qur’an dapat dikelompokkan dalam empat makna, yaitu
sebaai berikut:

1. Proses penciptaan lanit dan bumi

2. Proses penciptaan manusia

3. Penaturan alam semesta beserta isinya denan serasi dan


seimban

4. Pemaknaan pada aama Allah sebaai acuan dasar dan


pedoman bai manusia dalam menjalankan tuas dan funsinya.

Manusia sebagai makhluk Tuhan YME mempunyai beberapa


macam predikat yang masing-masing hakikatnya tidak dapat
dipisah-pisahkan menjadi bagian yang berdiri sendiri.
Sebagaimana dikatakan oleh amin daien indrakusuma, bahwa
manusia hidup mempunyai beberapa macam hakikat, yaitu ;

1. Manusia berpredikat sebagai mahkluk dwi tunggal. Yaitu


manusia terdiri dari dua unsur; rohaniah dan jasmaniah. Unsur
halus dan unsur kasar, badan halus dan badan wadaq, unsur
jiwa dan unsur raga.

Dari kedua unsur, terbagi lagi atas aspek-aspek kejiwaan, yaitu


diantaranya aspek moral dan aspek sosial, aspek intelektual,
aspek estetis dan aspek religius.

2. Manusia mempunyai 2 sifat hakiki, yaitu sebagai mahkluk


individual dan mahkluk sosial. Sebagai mahkluk individual,
manusia memiliki sifat-sifat yang khas, yang berbeda satu
dengan yang lain. Manusia sebagai individu mempunyai
kebutuhan, keininan, cita-cita, kepikiran yan berbeda.

Sebagai mahkluk sosial, manusia memiliki naluri untuk hidup


bersama, berkelompok, bermasyarakat, tolong-menolong, serta
salin membantu, tidak dapat hidup sendiri, terpisah atau
memisahkan diri dari komunitasnya.

3. Manusia mempunyai hakikat sebagai mahkluk susila atau


sebagai mahkluk ber-Tuhan. Maksudnya, dikaruniai
kemampuan untuk dapat membedakan antara yang baik
dengan tidak baik menurut ukuran kesusilaan, mempunyai
kesanggupan untuk membedakan antara sopan dengan yang
tidak sopan, perbuatan yang menjijikan atau perbuatan yang
terpuji. Atas dasar hati nurani manusia kemudian di didik,
diperinatkan agar menjauhi yang tercela1.

Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia


mengabdi kepada Allah. Pandangan islam terhadap manusia
terbagi menjadi 8 prinsip penting sepertti yang ditulis Omar
Mohammad Al-Toumy Syaibany dalam buku “Buku Filsafat
Pendidikan Islam”, yaitu;

1. Kepercayaan bahwa manusia itu makhluk yang termulia di


dalam jagad raya ini.

2. Kepercayaan bahwa manusia mempunyai tiga dimensil; badan,


akal, dan ruh.

3. Kepercayaan akan kemuliaan manusia.

4. Kepercayaan bahwa manusia itu adalah hewan berpikir.

5. Kepercayaan bahwa manusia dalam perubahannya selalu


terpengaruh oleh factor-faktor warisan dan alam lingkungan.

1
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973),
hal. 47
6. Kapercayaan bahwa manusia mempunyai motivasi
dan kebutuhan.

7. Kepercayaan bahwa manusia mempunyai keluwesan sifat dan


selalu berubah.

8. Kepercayaan bahwa ada perbedaan perorangan di antara


manusia2

Menurut ontology progressivisme, manusia didunia mampu


hidup sebab potensi (fungsi)jiwa yang dimiliki, yang akan tetap
hidup dan berkembang jika mampu mengatasi perubahan dan
berani bertindak menghadapi dunia dan lingkungan hidup yang
multikompleks dengan skill dan kekuatan sendiri.

Menurut konsep islam, konsep pendidikan yang dikehendaki


adalah pendidikan yang mampu mengoptimalkan daya-daya
potensi positif untuk terus menuju kesempurnaan tuhan dan
meminimalkan atau menumpas habis daya-daya potensi
negative.

Untuk itu, manusia terus mengasah diri, memperdalam kesadaran,


memperhebat semangat atau kehendak dan etos kerja serta
mempertajam pikiran. Dengan kata lain, manusia harus menguasai
ilmu dunia untuk menjalani kehidupan duniawi yang tidak
memuaskan, serta menguasai ilmu ukhrowi.

Hakikat manusia menurut islam adalah wujud yang diciptakan.


Dengan penciptaan manusia, manusia telah diberi oleh sang kholiq
potensi-potensi untuk hidup yang berhubungan dengan konsep
fitrah manusia.

Fitrah adalah potensi manusia yang dapat digunakan untuk


hidup di dunia. Dengan potensi-potensi itu manusia akan mampu
mengantisipasi semua problem kehidupan yang banyak.

9
2
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta, Bulan
Bintang, 1979), hal. 1—12.

9
Fitrah adalah kondisi penciptaan manusia yang mempunyai
kecenderungan untuk menerima kebenaran. Secara fitri, manusia
cencerung berusaha mencari serta menerima kebenaran walaupun
hanya bersemayam dalam hati kecilnya. Adakalanya manusia telah
menemukan kebenaran karena akibat faktor eksogen yang
mempengaruhi, kemudian ia berpaling . dalam contoh, adalah
fir’aun semasa hidupnya secara dhohir tidak mengakui adanya
kebenaran (allah), namun ketika tenggelam dan ajalnya telah
dekat, kemudian baru mengakui.

Fitrah juga berarti potensi dasar manusia sebagai alat untuk


menagbdi dan ma’rifatullah. Apabila kita melihat program
pendidikan sebagai usaha menumbuh-kembangkan anak,
melestarikan nilai-nilai illahi dan insani, membekali anak didik
dengan kemampuan yang produktif, maka dapat dikatakan
bahwasanya fitrah merupakan potensi dasar anak didik yang dapat
mengantarkan pada tumbuhnya daya kemampuan manusia untuk
bertahan hidup dan memperbaiki diri.

Seorang pendidik tidak dituntut untuk mencetak anak didiknya


menjadi orang ini dan itu, tetapi untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi dasar serta kecenderungan terhadap
sesuatu yang diminati sesuai dengan kemampuan dan bakat yang
ia punyai.

Apabila anak mempunyai sifat pembawaan jahat, upaya


pendidikan diarahkan dan difokuskan untuk menghilangkan dan
menggantikan ataupun setidaknya mengurangi elemen-elemen
kejahatan tersebut.

Sebagai pendidik muslim, hendaknya berikhtiar menanamkan


tingkah laku yang sebaik-baiknya, karena fitrah tidak dapat
berkembang dengan sendirinya.

Konsep fitrah memiliki tuntunan agar pendidikan islam

10
diarahkan untuk bertumpu pada at-tauhid, diamksudkan untuk
memperkuat hubungan yang mengikat manusia dengan sang
kholiq (allah). Konsep at-tauhid bukan hanya sekadar jumlah
bahwa allah itu esa tetapi juga masalah kekuasaan.

Konsep at-tauhid menekankan keagungan allah yang harus


dipatuhi dan diperhatikan dalam kurikulum pendidikan islam dalam
artian apa saja yang dipelajari anak didik seharusnya tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid. Disamping itu,
kebutuhan jasmaniyah anak didik juga perlu diperhatikan dan
diarahkan menuju pada hal-hal yang positif.

B. Hakikat Ruhaniah Manusia

Pengetahuan substansi manusia dapat dilihat dari potensi


ruhaniyahnya, yang terdiri dari empat unsur pokok, yaitu ruh, qolb,
aqlu, dan nafs. Keempat unsur ruhaniyah itulah yang dapat
menentukan substansi manusia.

a. Hakikat Ruh

Ruh adalah nyawa atau sumber hidup. Dalam Al Qur’an istilah


ruh sering disebutkan, adakalanya ruh sebagai pemberian hidup
dari allah kepada manusia, adakalanya penciptaan terhadap Nabi
Isa, juga menunjukkan wahyu dan malaikat yang membawanya.
Semua pengertian tersebut tidak satupun menunjukkan badan atau
badan ruh, sehingga menunjukkan bahwa ruh berbeda dengan
Nafs. Setinggi apapun ilmu seseorang, ia tidak mungkin
menemukan hakikat ruh, karena merupakan bagian dari misteri
Ilahi dan manusia tidak mempunyai pengetahuan penuh untuk
memahaminya.

b. Hakikat Qolb (hati)

Qolb termasuk rahasia manusia yang merupakan anugrah


Allah. Hal ini karena dengan qolb ini, manusia mampu beraktifitas
sesuai
dengan hal-hal yang dititahkan Allah. Qolb berperan sebagai
sentral kebaikan dan kejahatan manusia,walaupun pada
hakikatnya cenderung pada kebaikan.

Qolb merupakan pusat penalaran, pemikiran dan kehendak


yang berungsi untuk berfikir, untuk memahami sesuatu. Al Qolb
dapat dikategorikan pandangan yang dalam, yang mempunyai rasa
keindahan dan kehidupan. Qolb manusia dapat mengetahui hakikat
dari segala yang ada. Jika Tuhan melimpahkan cahayanya kepada
qolb, manusia dapat mengetahui sesuatu yang ghaib. Dengan qolb
pula, manusia dapat mengenal sifat-sifat Allah yang nantinya
diinternasikan pada kehidupan manusia sehari-hari. Dengan
demikian qolb lebih khusus dibandingkan dengan nafs yang
menunjukkan motivasi naluriah tetapi khusus mengenai aspek yang
sadar.

c. Hakikat Aqol (akal)

Akal merupakan jalinan antara rasa dan rasio, yang mampu


menerima segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera, yang
sesuatu luar pengalaman empiris. Dalam akal terdapat rasa yang
menimbulkan rasa percaya. Tidak semua sesuatu yang amsuk akal
itu dinamakan rasinal, karena dalam rasio tidak terdapat unsur
rasa, rasio hanya menangkap sesuatu yang indrawi, sedangkan
akal lebih dari itu.

Akal berfungsi untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan,


memecahkan persoalam yang kita hadapi dan mencari jalan yang
efisien untuk menemukan maksud-maksud kita. Bahkan Plato
menempatkan akal sebagi sebagi kompas manusia dalam
memahami dunia, sedangkan Aristoteles memandang akal sebagai
keaktifan untuk tumbuh dan pembiakan, bergerak, dan berfikir.

John Dewey, penganut aliran Pragmatis, menempatkan aal


sebagai alat manusia untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan
alam sekitarnya, dan alat yang bertugas untuk berfikir.

Sebaliknya, akal juga memiliki sifat yang negatif, dan dapat


mengusahakan untuk mencari jalan kea rah perbuatan sesat,
mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatan sesat, serta
menghasilakn kecongkakan pada manusia,

d. Hakikat Nafs

Pengertian nafsu sulit ditentukan, pembagiannya banyak dan


memiliki ciri-ciri dan juga kecenderungan yang berbeda-beda. Al
Ghozali memberi arti nafsu dengan dua pengertian, yaitu ;

1. Nafsu adalah dorongan dua kekuatan yang mempunyai ciri


berlawanan, pertama sebagai dorongan ghodlob (menjauh) dan
dorongan syahwat (mendekat). Pada nafsu ini, tidak ada gambaran
untuk mengenal Tuhan, bahkan berusaha menjauh-Nya, dan
semakin dekat dengan setan karena kecenderungan nafsu ini
menginginkan keburukan belaka.

2. Nafsu yang mempunyai sifat halus yang merupakan cermin


personalitas manusia karena mempunyai kecenderungan pada
kebaikan.

 Ghodob mempunyai dua cabang :

1. Lawwamah, memiliki kecenderungan keinginan, toma’, serakah,


tidak jujur, malas dan mengejar kenikmatan.

2. Ammarah,memiliki kecenderungan untuk berkelahi, meniru,


membantu, bertema. Dan yang ditimbulkan adalah berani,
kejam,
persaingan dan gotong royong. Adapun yang memiliki
kecenderungan murka, keras kepala, suka mencela, suka
melawan, membela, mencari perlindungan. Yang ditimbulkan
adalah marah, tolong menolong, cemburu, berontak, takut.

 Syahwat mempunyai dua cabang :

1. Supiah, cenderung insting ibu-bapak, birahi kesukaan diri, ingin


tahu, suka campur tangan. Dan yang ditimbulkan adalah memberi
makan anak, mengomel, bakti dan tawakal.

2. Muthmainnah, cenderung berkemanusiaan , kebijaksanaan,


kecintaan, keadilan dan keindahan. Yang ditimbulkan adalah udi
luhur, sabar, pengorbanan dan menciptakan keindahan.

Dilihat dari gejala yang ditimbulkan nafsu manusia, dibedakan


menjadi lima bagian yaitu :

1. Emosional adalah kekuatan yang mendorong didalam diri


manusia dan merupakan penyesuaian pada diri manusia dalam
menghadapi situasi tertentu.

2. Serakah, berwujud :

a. Syahwat yaitu stimulans yang berhajat pada sesuatu yang


merangsang selera diri, syahwat, dan adanya komperasi kehidupan
duniawi dan ukhrawi

b. Perfeksi, ,mencari kesempurnaan tanpa adanya cacat irrasional.

3. Menipu diri, melalui tutup muka untuk menutupi kekurangan dan


kelemahan. Bagian nafsu ini berupa Munafik dan Talbis

4. Tergesa-gesa. Wujud bagian ini adalah lapar, proteksi dan seks.

5. Bebas artinya kebebasa menggunakan kapasitas yang diperoleh


dari hereditas dan menggunakan abilitas.
 Apabila dilihat dari dorongan yang ditimbulkan oleh nafsu,

1. Dorongan nafsu untuk mempertahankan diri

Dorongan manusia untuk memberi kekuatanuntuk membela jiwa


raganya dari sehla kesukaran dan bahaya yang mengancamnya

2. Dorongan nafsu untuk mempertahankan jenis, maksudnya


mengembangkan keturunan

3. Dorongan nafsu untuk mengmbangkan diri. Dorongan yang


menjaga manusia agar tidak tertegun dalam perkembangannya,
manusia tidak akan merasa puas tehadap apa yang telah
dicapainya.

Jalan yang harus ditempuh Pendidikan ruhaniyah adalah :

1. Memberikan Pendidikan Islami untuk mengenal Allah dengan


berbagai pendekatan dan dimensi

2. Kurikulum Pendidikan Islam ditetapkan dengan mengacu pada


Al Quran dan ASSunnah

3. Manusia dituntut untuk berbuat baik, mengenal dan memahami


tujuan Allah menciptakannya, serta melaksanakan amanah Tuhan
berupa tugasnya sebagai hamba dan Khalifatullah.

Al Ghozali mengklasifikasikan ruhani manusia dengan tiga dimensi,


yaitu:

1. Dimensi diri. Pendidikan diarahkan agar manusia dapat


melakukan kewajibannya kepada Tuhan, seperti ibadah

2. Dimensi social. Pendidikan diarahkan agar manusia dapat


berkomunikasi dan berinteraksi pada masyarakat, pemerintah dan
sesama.
3. Dimensi metafisik. Pendidikan diarahkan agar manusia dapat
memegangi kaidah dan pedoman dasarnya dengan kuat.

 Upaya yang memberdayakan potensi qolb :

1. Teknik Pendidikan diarahkan agar menyentuh dan merasuk


dalam kalbu dan dapat memberikan bekas yang positif, misalnya
dengan cara yang lazim dilakukan oleh Rasulullah.

2. Materi Pendidikan Islam tidak hanya berisikan materi yang dapat


mengembangkan daya intelek anak didik, juga memberikan materi
yang dapat mengembangkan daya perasaan, sehingga Pendidikan
Islam diarahkan pada pengembangan daya fikir dan daya dzikir.

3. Aspek moralitas dalam Pendidikan Islam tetap dikembangkan


karena aspek ini dapat menyuburkan perkembangan qolb.

4. Proses dilakukan dengan cara membiasakan anak didik untuk


berkepribadian utuh, menyadarkan akan peraturan dan rasa
hormat.

 Upaya yang mengembangkan potensi akliah adalah ;

1. Membawa dan mengajak anak didik untuk menguak hukum-


hukum alam sebagai suatu dasar teori dan hipotesis ilmiah melalui
kekuatan akal pikiran.

2. Mengajar anak didik untuk memikirkan ciptaan Allah sehingga


memperoleh konklusi Bahwa Alam diciptakan dengan tidak sia-sia

3. Mengenalkan anak pada materi logika, serta materi yang dapat


menumbuhkan daya kreatifitas dan produktifitas daya nalar.

4. memberikan ilmu pengetahuan menurut kadar kemampuan


akalnya dengan cara memberikan materi yang mudah dulu. Seperti
pada sabda Nabi, “Berilah pelajaran manusia menurut kadar
kemampuan akalnya”.

5. Melandasi pengetahuan dengan jiwa agama


6. Mencetak anak didik menjadi seorang berpredikat “Ulil albab”
yaitu Muslim yang berintelek,daya piker dan nalar.

 Untuk potensi nafsu, upaya Pendidikan Islam diarahkan :

1. Mengembangkan nafsu anak didik pada aktivitas yang positif

2. Menanamkan keimanan yang kuat dan kokoh sehingga anak


didik tetap menjaga diri dari perbuatan amoral dan asusila.

3. Menghindari Pendidikan yang bercorak materialistis, sehingga


setidaknya dapat mengurangi dorongan nafsu serakahnya.3

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Manusia sebagai makhluk Tuhan YME mempunyai beberapa


macam predikat yang masing-masing hakikatnya tidak dapat
dipisah-pisahkan menjadi bagian yang berdiri sendiri.
Sebagaimana dikatakan oleh amin daien indrakusuma, bahwa
manusia hidup mempunyai beberapa macam hakikat, yaitu ;

3
http://mazguru.wordpress.com/2009/02/08/potensi-ruhaniah-manusia. Diakses pada
tanggal 27 September pukul 18.03
1. Manusia berpredikat sebagai mahkluk dwi tunggal. Yaitu
manusia terdiri dari dua unsur; rohaniah dan jasmaniah. Unsur
halus dan unsur kasar, badan halus dan badan wadaq, unsur
jiwa dan unsur raga.

Dari kedua unsur, terbagi lagi atas aspek-aspek kejiwaan, yaitu


diantaranya aspek moral dan aspek sosial, aspek intelektual,
aspek estetis dan aspek religius.

2. Manusia mempunyai 2 sifat hakiki, yaitu sebagai mahkluk


individual dan mahkluk sosial. Sebagai mahkluk individual,
manusia memiliki sifat-sifat yang khas, yang berbeda satu
dengan yang lain. Manusia sebagai individu mempunyai
kebutuhan, keininan, cita-cita, kepikiran yan berbeda.

Sebagai mahkluk sosial, manusia memiliki naluri untuk hidup


bersama, berkelompok, bermasyarakat, tolong-menolong, serta
salin membantu, tidak dapat hidup sendiri, terpisah atau
memisahkan diri dari komunitasnya.

3. Manusia mempunyai hakikat sebagai mahkluk susila atau


sebagai mahkluk ber-Tuhan. Maksudnya, dikaruniai kemampuan
untuk dapat membedakan antara yang baik dengan tidak baik
menurut ukuran kesusilaan, mempunyai kesanggupan untuk
membedakan antara sopan dengan yang tidak sopan, perbuatan
yang menjijikan atau perbuatan yang terpuji. Atas dasar hati
nurani manusia kemudian di didik, diperinatkan agar menjauhi
yang tercela.

Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia


mengabdi kepada Allah. Pandangan islam terhadap manusia
terbagi menjadi 8 prinsip penting sepertti yang ditulis Omar
Mohammad Al-Toumy Syaibany dalam buku “Buku Filsafat
Pendidikan Islam”, yaitu;

 Kepercayaan bahwa manusia itu makhluk


yang termulia di dalam jagad raya ini.

 Kepercayaan bahwa manusia mempunyai tiga


dimensil; badan, akal, dan ruh.

 Kepercayaan akan kemuliaan manusia.

 Kepercayaan bahwa manusia itu adalah hewan


berpikir.

 Kepercayaan bahwa manusia dalam perubahannya


selalu terpengaruh oleh factor-faktor warisan dan
alam lingkungan.

 Kapercayaan bahwa manusia mempunyai motivasi


dan kebutuhan.

 Kepercayaan bahwa manusia mempunyai keluwesan


sifat dan selalu berubah.

 Kepercayaan bahwa ada perbedaan perorangan di


antara manusia.

Terdapat unsur hakikat ruhaniyah manusia, undur tersebut


dibai menjadi empat yaitu hakikat ruh, hakikat qolb (hati), hakikat
aqol (akal) dan hakikat nafs.

Konsep fitrah memiliki tuntunan agar pendidikan islam


diarahkan untuk bertumpu pada at-tauhid, diamksudkan untuk
memperkuat hubungan yang mengikat manusia dengan sang
kholiq (allah). Konsep at-tauhid bukan hanya sekadar jumlah
bahwa allah itu esa tetapi juga masalah kekuasaan.

Konsep at-tauhid menekankan keagungan allah yang harus


dipatuhi dan diperhatikan dalam kurikulum pendidikan islam dalam
artian apa saja yang dipelajari anak didik seharusnya tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid. Disamping itu,
kebutuhan jasmaniyah anak didik juga perlu diperhatikan dan
diarahkan menuju pada hal-hal yang positif.

B. SARAN

Dengan adanya penjelasan dari makalah yang telah kami


susun diharapkan pembaca memahami tentang inovasi dalam
tenaga pendidik dan kependidikan. Dalam sebuah kepenulisan
tidak menutup kemungkinan pasti ada kesalahan. Untuk itu kami
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca supaya kami dapat
menyusun makalah dengan baik di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/amp/s/nugrahawisnuputra.wordpress.com/20
1 4/11/28/makalah-hakikat-fitrah-manusia/amp/. Diakses pada tanggal 27
September pukul 17.55
https://www.artikel789.com/2016/02/hakikat-fitrah-manusia.html?m=1 .
Diakses pada tanggal 27 September pukul
18.00 http://tasawuf-psikoterapi-2012-ush-
stainta.blogspot.com/2013/06/makalah potensi-ruhaniah manusia/
Diakses pada tanggal 27 September pukul 18.10
https://www.uin-malang.ac.id/blog/post/read/131101/hakekat-manusia-
dan-implikasinya-dalam-pendidikan.html. Diakses pada tanggal 27
September pukul 19.00
KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM DAN IMPLIKASI
ILMU PENGETAHUAN DALAM PROSES PENDIDIKAN ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Akhyak,
M.Ag

Oleh:

1. Melisa Dwi Safitri (12211183006)


2.Siti Zumrotuz Zakiyah
(12211183013)

JURUSAN TADRIS FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU
KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kita curahkan kepada Allah SWT, atas limpahan
Rahmat dan karunia-Nya. Sholawat serta salam turutbtercurahkan
kepada Rasullullah SAW, yang membimbing dari kegelapan menuju
jalan yang terang benderang. Sehingga pada kesempatan ini kami
dapat menyeleseikan tugas kelompok kami dengan judul “Dinamika
Institusi Pendidikan Islam dan Islamisasi Ilmu di beberapa Institusi
Pendidikan” tepat pada waktunya.
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi selama proses
pembuatam tugas kelompok ini, tapi dengan semangat, kegigihan serta
arahan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya kami mampu
menyelesaikan tugas kelompok ini. Pada kesempatan ini, kami
mengucapkan terimakasih kepada:
Bapak Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG.
Bapak Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag selaku dosen mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam.
Segenap petugas perpustakaan IAIN Tulungagung.
Teman-teman yang telah memberikan dukungan serta motivasi.
Kami menyimpulkan bahwa tugas kelompok ini masih belum
sempurna, oleh karena itu kami menerima saran dan kritik, guna
kesempurnaan tugas kelompok ini agar dapat bermanfaat bagi kami dan
pembaca makalah ini.

Tulungagung, 27 September
2019
Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
i
Daftar Isi

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2

BAB II
PEMBAHASAN
Kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam

3 Implikasi ilmu pengetahuan dalam proses Pendidikan Islam

8 BAB III
PENUTUP
Kesimpulan 14
Saran 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu


bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang (pengetahuan) itu. Dari pengertian di atas
nampak bahwa ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi
pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara
sistematis atau menurut Moh. Hatta (1954 : 5), pengetahuan yang
didapat dengan jalan keterangan disebut ilmu. Ilmu menempati
kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat
dari banyaknya ayat Al-Qurâan yang memandang orang berilmu
dalam posisi yang tinggi dan mulia disamping hadist-hadist nabi
yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus
menuntut ilmu.

Di samping ayat-ayat Al-Qurâan, banyak juga hadist yang


memberikan dorongan kuat untuk menuntut Ilmu antara lain hadist
berikut:

“Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina, karena


sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (hadist
riwayat Baihaqi). Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina, karena
sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayapnya bagi penuntut
ilmu karena rela atas apa yang dia tuntutân (hadist riwayat Ibnu
Abdil Bar). Dari hadist tersebut di atas, semakin jelas komitmen
ajaran Islam pada ilmu, dimana menuntut ilmu menduduki posisi
fardhu (wajib) bagi umat Islam tanpa mengenal batas wilayah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam?

2. Bagaimana implikasi ilmu pengetahuan dalam proses


Pendidikan Islam?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan menurut


pandangan Islam.

2. Untuk mengetahui implikasi ilmu pengetahuan dalam proses


Pendidikan Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam

Didalam Al Qurâan , kata ilmu dan kata-kata jadiannya di


gunakan lebih dari 780 kali, ini bermakna bahwa ajaran Islam
sebagaimana tercermin dari Al-Qur’an sangat kental dengan
nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat
menjadi ciri penting dari agama Islam sebagaimana dikemukakan
oleh Dr. Mahadi Ghulsyani sebagai berikut : “Salah satu ciri yang
membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya
terhadap masalah ilmu (sains), Al-Qur’an dan As-Sunnah mengajak
kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan,
serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada
derajat tinggi. Allah Subhannawata’ala berfirman dalam Al-Qurâan
yang artinya : “Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan)
orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang
berilmu (diberi ilmu pengetahuan). dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”. Ayat di atas dengan jelas menunjukkan
bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh
kedudukan yang tinggi.1

Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong


untuk menuntut ilmu, dan ilmu yang dimiliki seseorang akan
membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah,
sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah bila melakukan hal-hal

1
https://suteki.co.id/pengertian-ilmu-pengetahuan-dan-kedudukan-ilmu-menurut-islam/
Diakses Pada 25 Sepetember 2019 Pukul 18.16 WIB
yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah :
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-
hambanya hanyalah ulama (orang berilmu)”. Disamping ayat-ayat
Al-Qurâan yang memposisikan ilmu dan orang berilmu sangat
istimewa, Al- Qurâan juga mendorong umat Islam untuk berdoa
agar ditambahi ilmu. Dalam hubungan inilah konsep membaca,
sebagai salah satu wahana menambah ilmu menjadi sangat
penting, dan Islam telah sejak awal menekankan pentingnya
membaca, sebagaimana terlihat dari firman Allah yang pertama
diturunkan yaitu surat Al- Alaq yang artinya : “Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan kamu dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia)
dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahui”. Ayat-ayat tersebut, jelas merupakan sumber
motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah berhenti menuntut
ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan
Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah
akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk
melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak bahwa
keimanan yang dibarengi dengan ilmu akan membuahkan amal
,sehingga Nurcholis Madjid menyebutkan bahwa keimanan dan
amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini
seolah menengahi antara iman dan amal.

Islam sebagaimana dijelaskan dalam puluhan ayat al-Qur’an


mendudukkan ilmu dan para ilmuwan di tempat yang terhormat.
Initidak terlepas dengan fungsi dan peran ilmu. Ilmu jelas
merupakanmodal dasar bagi seseorang dalam memahami
berbagai hal baikterkait urusan duniawi maupun ukhrawi. Salah
satu bukti nyata kemuliaan ilmu dalam Islam adalah ayat yang
pertama diturunkanoleh Allah kepada Nabi Muhammad
berhubungan dengan ilmu. Allah swt. berfirman, “Bacalah dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah Yang mengajarkan (manusia)
dengan perantara
qalam (pena). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ayatullah Sayyid
Hasan Sadat Mustafawi bahwa kata qalam sebenarnya juga dapat
diartikan sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk
mentransfer ilmu kepada orang lain. Kata qalam tidak diletakkan
dalam pengertian yang sempit. Sehingga pada setiap zaman kata
qalam dapat memiliki arti yang lebih banyak. Seperti pada zaman
sekarang, komputer dan segala perangkatnya termasuk internet
bisa diartikan sebagai penafsiran kata qalam.2

Allah juga bersumpah atas nama salah satu sarana ilmu,


qalam alias pena. Allah swt. berfirman, “Nûn. Demi qalam dan apa
yang mereka tulis. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad)
sekali-kali bukan orang gila. Sesungguhnya bagi kamu benar-benar
pahala yang besar yang tiada putusnya. Sesungguhnya kamu
benar- benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam : 1-4.) Al-
Qur’an juga banyak menyebutkan kedudukan dan keutamaan para
ilmuwan. Salah satunya firman Allah swt. berikut: “Katakanlah,
Adakah sama orang-orang yang mengetehui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran.”(QS. al-Zumar : 9.) Juga dalam firman
Allah swt. yang lain, “Allah akan meninggikan beberapa derajat
orang- orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. al-Mujâdilah : 11.) Dari sekian banyak manusia
yang ada di muka bumi ini, para ilmuwanlah yang dinilai paling
banyak memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keimanan pada
segala hal yang berasal dari Allah. Mereka juga dinilai paling
mampu dalam menyebarkan dakwah. Mengenai posisi istimewa ini,
Allah swt. berfirman, “Orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab)
berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu adalah

2
http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/tadris/article/view/253/244 Diakses
pada 25 September 2019, pukul : 20.50 WIB.
yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan Yang
Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”(QS. Sabâ’ : 6.) Allah swt. juga
berfirman dalam ayat yang lain, “Orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata, ‘Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat.
Semua itu dari sisi Tuhan kami. Hanya orang-orang yang berakal
yang dapat mengambil pelajaran (dari ayat-yat itu).” (QS. Ali 'Imrân
: 7.) Allah swt. berfirman pula, “Perumpamaan-perumpamaan itu
kami buatkan untuk manusia. Tiada yang dapat memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. al-‘Ankabût : 43.)

Allah swt. senatiasa menganjurkan para ilmuwan untuk


mengamati kerajaan langit dan kerajaan bumi serta segala sesuatu
yang telah diciptakan Allah, agar mereka bertambah yakin akan
kekuasaan Allah. Allah swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Berjalanlah di
(muka) bumi lalu perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan
(manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikanya sekali
lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Selain
menganjurkan kita menuntut ilmu, Allah juga memerintahkan kita
untuk senantiasa menambah ilmu pengetahuan tersebut. Karena,
ilmu pengetahuan tak kenal batas dan maha luas. Allah swt.
berfirman, “Katakanlah, ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu
pengetahuan kepadaku.” Allah swt. juga berfirman, “Kami tinggikan
derajat orang yang Kami kehendaki. Di atas tiap-tiap orang yang
berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.” Di ayat yang
lain, Allah swt. berfirman lagi, “Mereka bertanya kepadamu tentang
ruh. Katakanlah, ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku dan kalian
hanya diberi pengetahuan sedikit.

Sebagaimana dijelaskan Moch. Syarif Hidayatullah, dosen


Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an Jakarta, bahwa banyak sekali ayat
al-Qur’an yang memuat keajaiban ilmiah di berbagai bidang ilmu
pengetahuan, seperti bidang kedokteran, astronomi, matematika,
geografi, dan tata hubungan antar individu, yang sebagian
diantaranya persis seperti yang dikemukakan oleh ilmu-ilmu
modern. Semua mukjizat tersebut diturunkan oleh Allah untuk
tujuan dan hikmah yang hanya diketahui-Nya. Salah satu tujuan
dan hikmah yang dapat diketahui adalah untuk memperlihatkan
kepada orang-orang yang tak beriman bahwa mereka adalah
makhluk yang lemah, yang tidak akan mampu menandingi ayat-
ayat Allah itu. Di pihak lain, bagi orang yang beriman mukjizat
tersebut menjadi penguat iman.

Sebagai contoh keajaiban ilmiah yang terdapat di dalam al-


Qur’an, marilah kita perhatikan firman Allah swt. berikut:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu (menjadi)
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu
kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta Yang paling baik.”15
Mengenai bahan dasar penciptaan manusia, Allah swt. berfirman,
“Hendaklah manusia memperhatikan dari apa ia diciptakan? Dia
diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang
sulbi dan tulang dada.

Meskipun demikian, al-Qur’an tidak bisa dilihat semata-mata


sebagai buku ilmu pengetahuan dan buku peradaban. al-Qur’an
lebih daripada itu. Ia adalah Kitab Allah yang berisi fakta, lengkap,
dan komprehensif. Dalam hal ini, Allah swt. berfirman, “Kami
turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri. Berdasarkan ayat di atas dapat ditegaskan
bahwa al-Qur’an mencakup hal-hal yang bersifat umum, prinsipil,
dan masih berupa kaidah. Lalu, semua perincian dari hal-hal yang
masih umum tersebut menjadi wilayah pembahasan Hadis Nabi
saw. dan ijtihad para ulama.

Selanjutnya, semua hal tersebut diserahkan sepenuhnya


kepada para ilmuwan, apakah mereka dapat memanfaatkan ilmu
mereka di hadapan Allah? Allah sendiri telah menyeru mereka
untuk memper-gunakan perangkat-perangkat keilmuan yang telah
Allah anugerah-kan kepada mereka agar bisa mengangkat derajat
mereka, menunjang aktivitas ketaatan mereka kepada-Nya, dan
menambah keimanan mereka kepada-Nya. Apakah mereka juga
sudah mengetahui bahwa ilmu yang bermanfaat yang hanya
diniatkan untuk Allah semata akan menjadi pahala sedekah bagi
mereka, yang senantiasa mengalir tiada hentinya setelah mereka
meninggal? Dengan pemahaman seperti ini, seorang ilmuwan akan
mampu berprestasi dan unggul melebihi yang lain.

Dengan demikian, terbuktilah bahwa Islam memberi


perhatian yang luar biasa agar para ilmuwan bisa berprestasi.
Bahkan, al-Qur’an sendiri--menurut sebagian ahli--mampu
menguatkan memori hafalan, menambah kecerdasan, membina
kerangka berpikir dan sistematika retorika. Al-Qur’an pun mampu
membebaskan ketegangan jiwa. Sekadar bukti, di beberapa negara
Timur Tengah sebagian besar anak didik yang berprestasi adalah
mereka yang menghafal al-Qur’an dan selalu mengamalkan Sunah
Nabi. Mungkin penting juga bila model pembelajaran seperti ini
dipraktikkan di negara kita secara bertahap.

B. Implikasi Ilmu Pengetahuan dalam Proses Pendidikan Islam

1. Implikasi dalam tujuan pendidikan

Saat ini bangsa Indonesia tengah dilanda krisis dalam


berbagai bidang, yang sangat sulit diatasi. Hal ini karena krisis
yang terjadi telah memasuki wilayah yang sangat fundamental
bagi berdiri kokohnya sebuah bangsa, yakni krisis karakter atau
akhlak bangsa. Munculnya berbagai kejadian yang mengarah
pada pelanggaran etika seperti adanya perubahan gaya hidup
masyarakat yang cenderung tidak menghiraukan lagi adab,
semakin memperkuat asumsi bahwa bangsa Indonesia telah
banyak melalaikan adab.

Kesalahannya adalah terletak pada dunia pendidikan. Dunia


pendidikan saat ini telah jauh meninggalkan adab, termasuk
didalamnya yang terkait dengan adab ilmu itu sendiri. Ismail
Raji’ al-Faruqi menyatakan bahwa masalah terbesar dunia saat
ini adalah berkaitan dengn krisis epistemologi. Ilmuan muslim
lebih tertarik mengikuti cara berfikir ilmuan Barat daripada
mengembangkan pemikiran Islam. Ilmu dikembangkan bebas
dari nilai ketuhanan. Akibat krisis epistemologi ini muncul krisis
dalam berbagai apek kehidupan lainnya.

Di dalam konsep adab terdapat dua unsur, yakni ilmu dan


amal. Ilmu membuat seseorang mengenal dengan benar
susunan martabat berperingkat segala sesuatu yang ada di
alam semesta. Sementara amal, mendorong seseorang untuk
melakukan perbuatan yang bermoral. Banyak ulama yang
menaruh perhatian besar pada masalah adab. KH Hasyim
Asy’ari, misalnya, dalam kitabnya Adabul alim wal-Muta’alim
mengutip pendapat Imam Syafi’i yang menjelaskan begitu
pentingnya kedudukan adab dalm Islam. Bahkan beliau
menyatakan “mengejar adab laksana seorang ibu yang
mengejar anak satu-satunya yang hilang.”

Selanjutnya, KH. Hayim Asy’ari dengan mengutip pendapat


beberapa ulam sebelumnya, menyatakan bahwa :”at-Tawhiidu
yujiibul iimaana, faman la iimaana lah laa tawhiida lahu wal
iimaanu yuujiibu al-Syari’ata, faman laa syari’ata lahu, laa
iimaana lahu wala tawhiida lahu, wa al-Syarii’atu yuujiibu al-
adab, faman laa aadaba lahu laa syari’ata lahu wala iimaana
lahu, wala tawhiida lahu”.(Adian,20122)

Maksudnya adalah bahwa tauhid mewajibkan wujudnya


iman, barang siapa yang tidak beriman maka dia tidak
bertauhid. Iman mewajibkan wujudnya syari’at, barang sipa
yang tidak bersyari’at, maka ia tidak beriman dan tidak
bertauhid. Syari’at mewajibkan wujudnya adab. Barang siapa
tidak beradab maka ia tidak bersyari’at, tidak beriman, dan juga
tidak bertauhid. Dengan demikian, adab memiliki posisi yang
utama dalam ajaran Islam.

Sebenarnya istilah yang komprehensif untuk pendidikan


Islam adalah ta’dib. Dengan megacu pada istilah ta’dib maka
pendidkan Islam akan menjadi ideal sebab di dalam istilah adab
mencakup makna ilmu, karenanya ilmu tidak dapat
ditransformasikan dan difahamkan kepada peserta didik kecuali
jika peserta didik tersebut memiliki adab yang tepat terhadap
berbagai ilmu pengetahuan. Ilmu yang telah dipelajari dan
ditekuni serta yang dimotivasi dengan iman lalu diamalkan
dalam kehidupan, maka konsep ta’dib dengan sendirinya telah
diimplementasikan. Ilmu yang dicapai melalui proses ta’dib akan
melahirkan sebuah peradaban yang bermartabat, yakni
peradaban Islam.

F. Rosenthal meyatakan:”ilm is one those that have


dominated islam and given muslim civilization is distinctive
shape and complexion. In fact there is one other concept that
has been operative as of musim civilization in all its aspect to
the same extent as ‘ilm.” (Rosental,t.th.). artinya kurang lebih:
ilmu adalah salah satu konsep yang mendominasi Islam dan
yang memberi bentuk dan karakter yang khas terhadap
peradaban Muslim. Praktik kependidikan islam selama ini lebih
ditekankan sebatas makna tarbiyah dan ta’lim. Hal ini tidak
terlepas dari infiltrasi worldview Barat yang didasarkan pada
prinsip dualisme, sekularisme, liberalisme, dan nilai peradaban
Barat lainnnya. Dengan kaburnya nilai adab dalam dunia
pendidikan Islam maka proses pendidikan dan pembelajaran
yang ada terlepas dari nilai ketuhanan. Padahal dalam konsep
Islam ilmu bersumber dari Allah dan proses pencapaian ilmu
tidak lepas dari peran aktif Allah. Allah-lah pemberi anugerah
ilmu yang sejati. Tanpa anugerah Allah seseorang tidak akan
mampu mendapatkan ilmu pengetahuan. Kerancuan dan
kekaburan niali-niali adab menyebabkan lahirnya kezaliman
(zulm), kebodohan(jahl), dan kegilaan (junun). Zalim maknanya
adalah tidak dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan
tempatnya. Bodoh maknanya menggunakan cara yang tidak
benar untuk mencapai tujuan. Sedangkan gila berarti
menggunakan cara yang salah untuk mencapai tujuan yang
salah.dengan kata lain, ia menghalalkan segala cara untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan. Dengan demikian agar
seseorang tidak zalim, tidak bodoh, dan tidak gila maka ia harus
belajar adab secara tuntas. Jadi problem utama pendidikan
Islam bukan masalah banyaknya umat yang masih buta huruf,
tetapi lebih karena umat Islam banyak yang salah jalan dan
salah dalam mencapai tujuan hidupnya.

Pendidikan yang tidak mengindahkan adab tidak akan


mampu menghindarkan seorang muslim dari sifat zalim, bodoh,
dan gila. Munculnya kekacauan berfikir, penyelewengan dalam
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan lainnya merupakan bukti
kegagalan dunia pendidikan dalam menanamkan adab kepada
peserta didik. Hal ini disebabkan kualitas pendidikan yang telah
melupakan masalah adab. Untuk memperbaikinya, umat islam
harus mengorientasikan kembali tujuan pendidikan, yakni
membangun individu yang memahami posisinya dihadapan
Allah, umat dan dirinya sendiri. Dengan kata lain pembangunan
manusia harus diarahkan pada konsep pengembangan individu
yang beradab.

2. Implikasi dalam bidang kurikulum

Dalam era dimana umat Islam dituntut untuk menimba


ilmu agama dan ilmu umum, klasifikasi ilmu menurut al-
Ghazali yakni ada ilmu fardhu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah.
Ilmu fardhu ‘ain berkaitan dengan masalah ketuhanan,
sedangkan ilmu fardhu kifayah menitikberatkan pada pola
relasi antar manusia dan nilai moral yang membentuk
pandangan tentang manusia dan alam semesta. Klasifikasi
ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah harus dilihat sebagai satu
kesatuan, dimana ilmu fardhu ‘ain merupakan asas dan
rujukan bagi ilmu fardhu kifayah. Dengan demikian tidak
akan ada lagi dikotomi di dalam ilmu pengetahuan. Sebab di
dalam pendidikan Islam tidak menghendaki adanya dikotomi
keilmuan, karena sistem dikotomi akan mengakibatkan hal-
hal sebagai berikut:

a. Kegagalan dalam merumuskan prinsip tauhid

b. Lembaga pendidikan Islam akan melahirkan


sistem kehidupan umat yang sekuleristik dan
materialistis3

3. Implikasi terhadap proses pembelajaran

Konsep ilmu dalam Islam disamping berimplikasi pada


orientasi tujuan pendidikan dan kurikulum pendidikan Islam,
juga berimplikasi pada proses pembelajaran di kelas. Dalam
Islam, kehidupan manusia selalu terikat dengan adab. Adab
pada hakikatnya adalah perbuatan yang muncul dari disiplin diri
yang bersumber dari ilmu dan hikmah. Jadi tidak ada perbuatan
seorang muslim yang tidak terikat oleh adab.

3
https://www.academia.edu/Ilmu_Pengetahuan_dan_Implikasinya_terhadap_Proses_Pend
idikan Diakses Pada 22 Sepetember 2019 Pukul 08.58 WIB
Demikian pula dalam hal proses belajar mengajar di dalam
kelas, baik guru maupun peserta didik terikat oleh adab-adab,
baik adab terhadap Allah, adab terhadap ilmu itu sendiri,
maupun adab dalam hal hubungan antara guru dengan murid
atau peserta didik. Adab terhadap Allah misalnya, baik guru
maupun murid harus selalu memulai dan mengakhiri proses
pembelajaran dengan berdo’a untuk dibukkan pintu hati guna
masuknya ilmu, dan senantiasa memohon untuk diberi
kefahaman. Disini guru harus mengingatkan peserta didik untuk
meluruskan niat di dalam menuntut ilmu yakni semata-mata
untuk mencari ridha Allah dan berharap pahala pada-Nya.
Mengingatkan agar senantiasa menghargai ilmu, menghormati
guru, menghormti teman, bersikap ta’dim, menghindari akhlak
tercela, bersyukur, lillahi ta’ala, wara’ ketika belajar, rendah hati,
dan senantiasa positive thingking. (As’ad, 2007). Selian dari
pada itu guru harus senantiasa mengingatkan peserta didik
untuk memuliakan majelis ilmu. Dalam proses pembelajaran di
kelas peserta didik harus memeperhataikan penjelasan guru
dengan sungguh-sungguh. Tidak diperkenankan berbuata
gaduh yang dapat mengganggu proses belajar mengajar.

Terkait dengan adab menimba ilmu dan adab yang berkaitan


dengan hubungan anatara guru dengan murid, beberapa ulama
telah menulisnya, Az-Zarnuji misalnya menulis kitab Ta’limul
Muta’alim, KH. Wahid Hasyim menulis Adabul Alim wal
Muta’alim. Dalam Ta’limul Muta’alim (As’ad 2007) misalnya Az-
Zarnuji menyebutkan beberapa adab yang harus dipatuhi oleh
peserta didik dalam menimba ilmu antara lain:

1) Peserta didik harus mendahulukan kesucian jiwa

2) Menyedikitkan hubungan dengan urusan duniawi

3) Bersikap rendah hati, tidak sombong dan senantiasa


menghormati guru

4) Jika masih baru tidak terlibat dalam perdebatan

5) Memilih satu disiplin ilmu

6) Tidak diperkenankan mempelajari semua bidang ilmu


sekaligus

7) Mengetahui sebab-sebab kemuliaan ilmu

8) Tujuan memimba ilmu adalah untuk kesucian jiwa dan


mencari fadhilah dari llah bukan untuk mencari materi

9) Memahami keterkaitan ilmu dengan tujuan

hidup 10)Menyerahkan urusan kepada gurunya

Dalam hal adab hubungan antara guru dengan peserta


didik ada adab-adab yang harus dipatuhi, antara lain:

1) Menghindari banayak bicara dengan guru

2) Tidak memulai bicara dengan guru jika tidak diajak bicara

3) Tidak bertanya sebelum minta ijin

4) Tidak diperkenankan berbicara tertawa dengan guru

5) Bersikap tawadhu’ di hadapan guru

6) Tidah duduk di tempat duduk guru

7) Tidak melakukan hal-hal yang menyinggung perasan guru

Adab-adab tersebut harus diimlpementasikan dalam


proses pembelajaran, agar dapat melahirkan peserta didik
yang beradab. Dengan beradab akan diberi kefahaman ilmu
oleh Allah, karena karakter ilmu tidak akan masuk kecuali
dengan cara beradab.4

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam sebagaimana dijelaskan dalam puluhan ayat al-Qur’an


mendudukkan ilmu dan para ilmuwan di tempat yang terhormat. Ini
tidak terlepas dengan fungsi dan peran ilmu. Ilmu jelas
merupakanmodal dasar bagi seseorang dalam memahami
berbagai hal baikterkait urusan duniawi maupun ukhrawi. Implikasi
ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan Islam berorientasi
pada tujuan pendidikan, kurikulum, dan proses pembelajaran di
kelas. Orientasi tujuan pendidikan Islam yaitu untuk mewujudkan
manusia yang beradab. Kurikulum pendidikan Islamdalam berbagai
tingkatan harus bersikap integral dan tidak dikotomis. Proses
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas harus
mengimplementasikan adab ilmu dan adab hubungan guru dengan
peserta didik.

B. Saran

Ilmu pengetahuan sangatlah penting untuk kita semua. Mulai


dari sini kita harus benar-benar mengindahkan kaistimewaan yang
diberikan Allah swt. kepada kita untuk tekun dalam menuntut ilmu
pengetahuan. Bagi semua kalangan, tuntutlah ilmu sampai tak ada
batasan dari ilmu itu sendiri. Dan terapkan ilmu, bagi ilmu, dan
manfaatkan ilmu sebaik mungkin dan semoga dapat bermanfaat
bagi orang lain, dan juga semua makhluk ciptaan-Nya.

4
Sarjuni, “Konsep Ilmu dalam Islam dan Implikasinya dalam Praktik Kependidikan,”
Jurnal Studi dan Penelitian Pendidikan Islam Volume 1 Nomor 2 Agustus 2018, hal.52-56
DAFTAR PUSTAKA

http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/tadris/article/view/253/2
44 Diakses pada 25 September 2019, pukul : 20.50 WIB.

https://suteki.co.id/pengertian-ilmu-pengetahuan-dan-kedudukan-ilmu-
menurut-islam/ Diakses Pada 25 Sepetember 2019 Pukul 18.16
WIB

https://www.academia.edu/Ilmu_Pengetahuan_dan_Implikasinya_terhada
p_Proses_ Pendidikan Diakses Pada 22 Sepetember 2019

Sarjuni, “Konsep Ilmu dalam Islam dan Implikasinya dalam Praktik


Kependidikan,” Jurnal Studi dan Penelitian Pendidikan Islam Volume
1 Nomor 2 Agustus 2018
HAKIKAT EVALUASI MENURUT FILSAFAT PENDIDIKAN
ISLAM
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Kh. Akhyak, M. Ag

Oleh:
1. Lovina Imelda Y (12211183004)
2. Ulfia Nur Hamidah (12211183023)

JURUSAN TADRIS FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
DAFTAR ISI

JUDUL

DAFTAR ISI....................................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian...........................................................................................2
B. Tujuan dan Fungsi..............................................................................3
C. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pendidikan...................................................4
D. Ciri-Ciri Evaluasi Pendidikan.............................................................5
E. Jenis-Jenis Evaluasi Pendidikan.........................................................6
F. Objek dan Sasaran Evaluasi Pendidikan.............................................6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................8
B. Saran...................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Karena atas limpahan karuniaNya. Sholawat
serta salam tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Yang mana beliau yang membimbing umat manusia ke jalan yang benar. Sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas kelompok ini tepat pada waktunya, dengan judul
Hakikat Evaluasi Pendidikan Islam.
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas
kelompok ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari
berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok ini dengan
baik, oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG.
2. Bapak Prof. Dr. Kh. Akhyak, M.Ag sebagai dosen Filsafat Pendidikan Islam.
3. Teman-teman yang telah memberikan dukungan serta motivasi.
Kami menyimpulkan bahwa tugas kelompok ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas kelompok ini
dan bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Tulungagung, 26 September 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pendidikan Islam, kurikulum yang telah dirancang dan di susun
dan di kembangkan sesuai potensi fitrah manusia (anak) merupakan salah satu
tujuan yang harus dicapai. Untuk mengetahui kapasitas kualitas anak didik
perlu diadakannya evaluasi. Dalam hal ini perlu adanya teknik dan sasaran
untuk menuju keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
Evaluasi yang baik harus didasarkan atas tujuan pengajaran yang
ditetapkan oleh pemerintah dan diusahakan oleh guru untuk siswa. Hal ini
juga harus didasarkan atas tujuan pengajaran yang diberikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hakikat pendidikan Islam?
2. Apa tujuan dan fungsi evaluasi pendidikan?
3. Bagaimana prinsip-prinsip evaluasi pendidikan?
4. Bagaimana ciri-ciri evaluasi pendidikan?
5. Apa saja jenis-jenis evaluasi pendidikan?
6. Bagaimana objek dan sasaran evaluasi pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hakikat pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi evaluasi pendidikan.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip evaluasi pendidikan.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri evaluasi pendidikan.
5. Untuk mengetahui jenis-jenis evaluasi pendidikan.
6. Untuk mengetahui objek dan sasaran evaluasi pendidikan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Hakekat adalah realitas, yakni “real” artinya kenyataan yang
sebenarnya. Hakekat adalah kenyatan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya
sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan
yang berubah.1
Secara bahasa etimologi evaluasi berasal dari bahasa Inggris,
evaluation, yang berarti penilaian dan penaksiran. Dalam bahasa Arab,
dijumpai istilah imtihan, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara
menilai hasil akhir dari proses kegiatan.2
Pengertian evaluasi secara terminologi menurut beberapa pakar yang
berkompeten dibidangnya, diantaranya : Oemar Hamalik mengartikan
evaluasi sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan,
dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan. Abudin Nata
menyatakan bahwa evaluasi sebagai proses membandingkan situasi yang ada
dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan
menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat
keputusan. Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam
mengambil keputusan. Edwind Wandt berpendapat evaluasi adalah: suatu
tindakan atau proses dalam menentukan nilai sesuatu. M. Chabib Thoha,
mengutarakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan objek denganmenggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.

1
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James, cet.I , Bandung: Remaja
Rosdkarya,
2
1990, h. 31
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Karya media pratama, 2015, cet ke I ,hal 183)
Dari beberapa pengertian evaluasi tersebut, dapat penulis simpulkan
bahwa evaluasi adalah suatu proses dan tindakan yang terencana untuk
mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan
(peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun
penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan.$engan
demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan
insedental,melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu yang
terencana, sistematik dan berdasarkan tujuan yang jelas. Jadi dengan evaluasi
diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan
kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan
berikutnya.3
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan
adalah suatu kegiatan yang berisi mengadakan pengukuran, penilaian dan tes
terhadap keberhasilan pendidikan dari berbagai aspek yang menyeluruh, baik
kognitif, afektif dan psikomotoriknya.
B. Tujuan dan Fungsi
Tujuan
Menurut Anas Sudijono merumuskan secara umum tujuan evaluasi
pendidikan :
1. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai
bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami
oleh peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam
jangka waktu tertentu.
2. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang
telah digunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.

Fungsi

Menurut Suharsimi Arikunto fungsi evaluasi pendidikan meliputi :

3
https://www.academia.edu/13901181/Hakikat_Evaluasi_Pendidikan_Menurut_Filsafat_Islam
diakses pada tanggal 25-9-2019 pukul 17.23
1. Berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk
mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Dengan penilaian
itu memiliki tujuan :
a. Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas berikutnya.
c. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
d. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah.
2. Berfungsi diagnostic
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan,
maka guru dapat mengetahui kelemahan siswa dengan melihat hasilnya.
3. Berfungsi sebagai penempatan
Untuk dapat menentukan dengan pasti bahwa seorang siswa harus
ditempstkan pada kelompok tertentu, maka diunakan suatu penilaian.
4. Berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.
C. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan
1. Validitas
Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai denganmenggunakan
alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. Dalam matapelajaran
pendidikan Fisika, misalnya kompetensi “mempraktikkan gaya pegas”,
maka penilaian valid apabila mengunakan penilaian untuk kerja. Jika
menggunakan tes tertulis maka penilaian tidak valid.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian.
Penilaian yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable
dan menjamin konsistensi. Misalnya, guru menilai dengan praktikum,
penilaian akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila
praktikum itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Untuk
menjamin penilaian yang reliabel petunjuk pelaksanaan praktikum dan
penskorannya harus jelas.
3. Menyeluruh
Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh mencakup keseluruhan yang
tertuang pada setiap kompetensi dasar. Penilaian harus menggunakan
beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi peserta didik,
sehingga tergambar profil kompetensi peserta didik.
4. Berkesinambunga
Penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus menerus untuk
memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun
waktu tertentu.
5. Obyektif
Penilaian harus dilaksanakan secara obyektif. Untuk itu, penilaian harus
adil, terencana, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.
6. Mendidik
Proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi,
memperbaiki proses pembelajaran bagi guru, meningkatkan kualitas
belajar dan membina peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara
optimal.4
D. Ciri evaluasi pendidikan
1. Dilakukan secara tidak langsung.
2. Penggunaan pengukuran kuantitatif. Penilaian pendidikan bersifat
kuantitatif artinya menggunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama
pengukuran.setelah itu lalu diinterprestikan ke bentuk kualitatif.
3. Penilaian pendidikan menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap
4. Bersifat relatif artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari satu waktu ke
waktu yang lain.
5. Penilaian pendidikan sering terjadi kesalahan-kesalahan.

4
https://www.academia.edu/13987188/Prinsip-prinsip_Evaluasi_Pendidikan diakses pada tanggal
25-9-2019 pukul 18.00
E. Jenis- jenis evaluasi
Jenis-jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam
menurut pandangan Ramayulis adalah :
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dic
apaioleh para peserta didik setelah menyelesaikan satuan program
pembelajaran (kompetensi dasar) pada mata pelajaran tertentu.
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah
mengikuti pelajaran dalam satu semester dan akhir tahun untuk
menentukan jenjang berikutnya
c. Evaluasi Penempatan (Placement)
Evaluasi tentang peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam
situasi belajar yang sesuai dengan kondisi peserta didik
d. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan
belajar peserta didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan maupun
hambatan-hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar.5

F. Objek dan sasaran evaluasi pendidikan


Objek atau sasaran evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan kegiatan atau proses pendidikan, yang dijadikan titik
pusat perhatian atau pengamatan, karena pihak penilai (evaluator) ingin
memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 57 ayat 2 menyatakan bahwa evaluasi
dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur
formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Sedangkan, subjek evaluasi pendidikan adalah orang yang melakukan evaluasi
dalam

5
Ibid
bidang pendidikan. menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005. pasal
78 dinyatakan bahwa evaluasi pendidikan meliputi :
1. Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan
sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan.
2. Evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah
3. Evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
4. Evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
5. Evaluasi oleh lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakatatauorg
anisasi profesi untuk menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.6

6
Depdiknas. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Depdiknas. (2005)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Evaluasi pendidikan adalah suatu kegiatan yang berisi mengadakan
pengukuran, penilaian dan tes terhadap keberhasilan pendidikan dari berbagai
aspek yang menyeluruh, baik kognitif, afektif dan psikomotoriknya.
Tujun evaluasi pendidikan antara lain :
1. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai
bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami
oleh peserta didik,
2. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran
Fungsi evaluasi pendidikan antara lain :
1. Berfungsi selektif
2. Berfungsi diagnostic
3. Berfungsi sebagai penempatan
4. Berfungsi sebagai pengukur
keberhasilan Prinsip-prinsip evaluasi
pendidikan, yaitu :
1. Validitas
2. Reliabilitas
3. Menyeluruh
4. Berkesinambunga
5. Obyektif
6. Mendidik
Ciri-ciri evaluasi meliputi ;
1. Dilakukan secara tidak langsung.
2. Penggunaan pengukuran kuantitatif
3. Penilaian pendidikan menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap
4. Bersifat relatif
5. Penilaian pendidikan sering terjadi kesalahan-kesalahan.
Jenis-jenis evaluasi adalah :

1. Evaluasi Formatif
2. Evaluasi Sumatif
3. Evaluasi Penempatan (Placement)
4. Evaluasi Diagnostik
Objek atau sasaran evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan kegiatan atau proses pendidikan,

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui
kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak. Kami berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional


Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. (2005)

https://www.academia.edu/13901181/Hakikat_Evaluasi_Pendidikan_Menurut_Filsaf
at_Islam

https://www.academia.edu/13987188/Prinsip-prinsip_Evaluasi_Pendidikan

Tafsir Ahmad. 1990. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James.
cet.I. Bandung: Remaja Rosdkarya,

Nata, Abudin. 2015. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Karya media pratama,
HAKIKAT PESERTA DIDIK MENURUT FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Filsafat Pendidikan Islam ”

Dosen Pengampu:
PROF. DR. KH. AKHYAK,
M.Ag

Oleh:
1. Maya Dewi Anggraeni 12211183011
2. Misbahul Munir 12211183033

JURUSAN TADRIS FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU
KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
i
SEPTEMBER 2019

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga pada kesempatan ini kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya. Sholawat
salam tak lupa kita panjatkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang. Pada kesempatan ini kami menyajikan makalah yang berjudul
“HAKIKAT PESERTA DIDIK MENURUT FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM ”

Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat


tugas kelompok ini, tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan dan
bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya kami mampu menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya, oleh karena itu pada kesempatan ini kami
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak PROF. DR. KH. AKHYAK, M.Ag selaku Dosen Filsafat
pendidikan.

2. Segenap petugas perpustakaan yang telah memberi pelayanan terbaik.

3. Teman-teman yang telah membantu dan juga memberikan motivasi.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Maka dari itu
kami mengharap kritik dan saran guna dapat kami jadiakan inspirasi
kedepannya agar dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semuanya.

Tulungagung, 23 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I

1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan

2 BAB II

PEMBAHASAN 1

A. DEFINISI PESERTA DIDIK MENURUT FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM 1

B. KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK........................................................................2

C. HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA DIDIK 3

C. HUBUNGAN PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK

4 BAB III

7 PENUTUP

A. Kesimpulan 7

B. Saran 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Salah satu komponen dalam system pendidikan adalah adanya


peserta didik, peserta didik merupakan komponen yang sangat penting
dalam suatu system pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan
sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididik. Peserta didik adalah
seorang ndividu, yang dimana setiap individu pasti memiliki perbedaan
antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-
macam, mulai dari perbedaan fisik, pola berfikir dan cara merespon atau
mempelajari hal-hal baru.

Sebagai peserta didik hal yang harus dilakukan adalah memahami hak
dan kewajibanya serta melaksanakanya. Hak adalah sesuatu yang harus
diterima oleh peserta didik, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang
wajib dilakukan atau dilaksanakan oleh peserta didik. Dalam mendidik
seorang pendidik harus memahami dan memberikan pemahaman
tentang potensi-potensi yang terdapat di dalam diri peserta didik itu
sendiri, kalau seorang pendidik tidak mengetahui potensi-potensi
tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta didik akan sulit
dikembangkan, dan peserta didikpun juga akan sulit mengenali potensi
yang dimilikinya. Dari permasalahan tersebut kami membuat makalah
dengan judul “Hakikat Peserta Didik Menurut Filsafat Pendidikan Islam”
dimana dalam makalah ini akan sedikit menjelaskan tentang hakikat,
karakteristik, hak dan kewajiban peserta didik.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi peserta didik menurut filsafat pendidikan islam?

2. Bagaimana karakteristik peserta didik menururt filsafat pendidikan


islam?

3. Apa hak dan kewajiban peserta didik menurut filsafat pendidikan ilsam?

4. Bagaimana hubungan anatara peserta didik dan pendidik menurut


filsafat pendidikan islam

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi peserta didik menurut filsafat pendidikan


islam.

2. Untuk mengetahui karakteristik peserta didik menururt filsafat


pendidikan islam.

3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban peserta didik menurut filsafat


pendidikan ilsam.

4. Untuk mengetahui hubungan anatara peserta didik dan pendidik


menurut filsafat pendidikan islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI PESERTA DIDIK MENURUT FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses


perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing,
Sesuai dengan fitrahnya manusia adalah makhluk berbudaya, yang
mana manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak mengetahui apa-apa
dan mempunyai kemungkinan untuk menjadi baik atau buruk, oleh sebab
itu manusia memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten
menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.

Peserta didik secara umum adalah setiap manusia yang berusaha


mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur
pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada
jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Didalam pandangan
yang lebih modern peserta didik tidak hanya dianggap sebagai objek
atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan
sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan cara melibatkan
peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar
mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan
sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu,
bimbingan dan pengarahan.

Peserta didik juga dikenal dengan istilah lain seperti Siswa,


Mahasiswa, Warga Belajar, Pelajar, Murid serta Santri.

1. Siswa adalah istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar

1
dan menengah.

2. Mahasiswa adalah istilah umum bagi peserta didik pada jenjang


pendidikan perguruan tinggi

3. Pelajar adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang
mengikuti pendidikan formal tingkat menengah maupun tingkat atas

4. Murid memiliki definisi yang hampir sama dengan pelajar dan siswa.

5. Santri adalah istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan non
formal, khususnya pesantren atau sekolah-sekolah yang berbasiskan
agama Islam.

Pendidikan merupakan bantuan bimbingan yang diberikan pendidik


terhadap peserta didik menuju kedewasaannya. Sejauh dan sebesar
apapun bantuan itu diberikan sangat berpengaruh oleh pandangan
pendidik terhadap kemungkinan peserta didik untuk di didik.

B. KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK MENURURT FILSAFAT PENDIDIKAN


ISLAM

Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan Islam, anak didik


hendaknya memiliki dan menamkan sifat-sifat baik dalam diri dan
kepribadiannya. Imam al-Ghazali, sebagaimana dikutip Fatahiyah Hasan
Sulaiman, merumuskan sifat-sifat atau karakteristik yang harus dimiliki
peserta didik yaitu :

1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangkat taqarrub ila Allah.

2. Mengurangi kecenderungan pada kehidupan duniawi.

3. Bersikap tawadhu’.

4. Menjaga pikiran dari berbagai pertentangan yang timbul dari berbagai


aliran.
5. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik ilmu umum maupun ilmu
agama.

6. Belajar secara bertahap atau berjenjang.

7. Mempelajari suatu ilmu sampai sampai tuntas untuk kemudian beralih


pada ilmu yang lainnya.

8. Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.

9. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.

10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan.

Disamping beberapa karakteristik yang harus dimiliki peserta didik,


ada beberapa karakteristik peserta didik yang mempengaruhi
kegiatan belajar peserta didik meliputi:

1. Kondisi fisik

2. Latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan

3. Gaya belajar

4. Usia

5. Tingkat kematangan berfikir

6. Ruang lingkup minat dan bakat

7. Lingkungan sosial ekonomi dan budaya

8. Faktor emosional

9. Faktor komunikasi

10. Faktor kemampuan dan lain-lain

C. HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA DIDIK MENURUT FILSAFAT


PENDIDIKAN ILSAM.

1. Hak peserta didik

Hak peserta didik adalah kebutuhan peserta didik dalam belajar yang
harus dipenuhi oleh pendidik. Berikut adalah kebutuhan peserta didik
yang harus dipenuhi oleh pendidik adalah :

a. Kebutuhan Jasmani.

Hal ini berkaitan dengan tuntutan siswa yang bersifat jasmaniah.

b. Kebutuhan Rohaniah.

Hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan siswa yang


bersifat rohaniah

c. Kebutuhan Sosial.

Pemenuhan keinginan untuk saling bergaul sesama peserta didik


dan Pendidik serta orang lain. Dalam hal ini sekolah harus
dipandang sebagai lembaga tempat para siswa belajar,
beradaptasi, bergaul sesama teman yang berbeda jenis kelamin,
suku bangsa, agama, status sosial dan kecakapan.

d. Kebutuhan Intelektual. Setiap siswa tidak sama dalam hal minat


untuk mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan. Dan peserta didik
memiliki minat serta kecakapan yang berbeda beda. Untuk
mengembangkannya maka pendidik bisa mengadakan ekstra
kurikuler yang dapat dipilih oleh siswa dalam rangka
mengembangkan kemampuan intelektual yang dimilikinya.

2. Kewajiban peserta didik

Kewajiban yang harus dilaksanakan peserta didik sebagai


mana dikatakan oleh An-Namiri Al-Qurtubi, yang dikutip oleh ‘Asma
Hasan Fahmi yaitu antara lain :
a. Seorang murid harus membersihkan hatinya dari kotoran
kotoran sebelum ia menuntut ilmu, karena belajar adalah
semacam ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati
yang bersih. Bersih hati artinya menjauhkan diri dari sifat-sifat
tercela, seperti dengki, benci, hasud, takabur, menipu,
berbangga- bangga dan memuji diri dan menghiasi diri dengan
akhlak mulai seperti benar, taqwa, ikhlas, zuhud, merendahkan
diri dan ridlo.

b. Hendaklah tujuan belajar itu ditunjukkan untuk menghiasi ruh


dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri dengan Tuhan dan
bukan untuk bermegah-megahan dan mencari kedudukan.

c. Wajib menghormati guru dan bekerja untuk memperoleh


kerelaan guru, dengan mempergunakan bermacam-macam
cara. Bermanis mulut bukanlah satu sikap yang terpuji, kecuali
untuk memperoleh kerelaan guru.

D. HUBUNGAN ANATARA PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK MENURUT


FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Hubungan antara pendidik dan anak didik dapat sebagai :

1. Pelindung

Orang dewasa selalu menjaga anak didiknya dan selalu


memperhatikan anak didiknya. Dengan demikian anak didik selalu
diberi perlindungan pada soal jasmaniah dan rohaniah. Selain itu
juga diberi pelajaran kepada anak didik untuk dapat
mengendalikan diri pada segala tindakan anak didiknya sehingga
tidak merugikan orang lain.

2. Menjadi Teladan
Orang tua atau pendidik yang lain disengaja atau tidak menjadi
teladan bagi si anak yang ingin berbuat “serupa” dengan orang
dewasa.

3. Pusat mengarahkan pikiran dan perbuatan


Pendidik selalu mengikutsertakan anak didik dengan apa yang
dipikirkan baik yang menggembirakan atau pun dengan apa yang
sedang dipikirkan.
4. Pencipta perasaan bersatu.
untuk memiliki perasaan bersatu anak harus dibiasakan hidup di
dalam lingkungan yang teratur.
Selain itu semua seorang pendidik harus mengerti beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam mendidik peserta didik, yaitu :
a. Perkembangan anak didik mengikuti periode tahap
perkembangan tertentu. Implikasinya dalam pendidikan adalah
bagaimana proses pendidikan itu dapat dapat disesuaikan
dengan periode dan tahap perkembangan anak didik itu.

b. Anak didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi


kebutuhan itu semaksimal mungkin. Kebutuhan anak,
mencakup kebutuhan biologis, rasa aman, rasa kasih sayang,
rasa harga diri, realisasi diri.

c. Anak didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu


yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari factor
endogen (fitrah) maupun exsigen ( lingkungan ) yang meliputi
segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat dan lingkungan yang
mempengaruhinya.

d. Anak didik dipandang sebagai kesatuan system manusia,


sesuai dengan hakikat manusia, anak sebagai makhluk
monopluralis, meskipun terdiri banyak segi pribadi anak
didik
merupakan suatu kesatuan jiwa-raga (cipta,rasa dan karsa).
e. Anak didik merupakan objek pendidikan yang aktif dan kreatif
serta produktif. Setiap anak memiliki aktifitas sendiri (daya
cipta) sehingga dalam pendidikan tidak memandang anak
sebagai objek pasif yang bisanya hanya menerima dan
mendengarkan saja.

Dari hal-hal tersebut diharapkan pendidik senantiasa mengerti


keadan peserta didik dan tidak menuntut peserta didik untuk selalu
bisa melakukan apa yang telah diajarkan kepadanya.
BAB III

PENUTU

A. Kesimpulan

Peserta didik secara umum adalah setiap manusia yang


berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan
nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.
Peserta didik adalah seorang individu yang berbeda-beda sehingga
memiliki karakter masing-masing, namun hendaknya peserta didik
memiliki dan menamkan sifat-sifat baik dalam diri dan kepribadiannya.

Peserta didik juga memiliki hak dan kewajiban, dimana hak


peserta didik harus dipenuhi oleh pendidik. Disamping dipenuhinya
hak peserta didik, maka peserta didik juga harus melaksanakan tugas
utama sebagai peserta didik yaitu dengan selalu belajar. Keberhasilan
peserta didik dalam proses pembelajaran bergantung pada hubungan
antara peserta didik dan pendidik. Dimana ketika pendidik telah
mampu memenuhi setiap kebutuhan peserta didik dan peserta didik
telah melaksanankan semua kewajibannya maka akan dipastikan jika
peserta didik akan berhasil dalam pendidikannya entah apapun
hasilnya. Sejatinya sebuah hasil memang bisa diusahakan namun
tuhanlah yang lebih berhk untuk menentukan hasiln belejar ketika,
sebagai peserta hendaknya selalu berusaha untuk mengembangkan
potensinya dan selanjutnya senantiasa untuk memasrahkan hasilnya
kepada Allah SWT.
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi
yang menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak
kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan
kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya
dengan makalah ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca
yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada
kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya pada penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Agama RI., Al-Qur’an Al-Jamil, Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012.
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter
Menghadapi Arus Global, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan,
Jakarta: Raja Grafindo, 2010.
Putra Daulay, Haidar, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat,
Jakarta: Kencana, 2014.
Rohman, Miftahur. “Tinjauan Filosofis Guru Pendidikan Agama Islam
Humanis-Multikulturalis.” Ta’allum: Jurnal Pendidikan Islam 6, no. 1 (2018):
151–174.
Shihab, Quraish, Menyingkap Tabir Ilahi, Jakarta: Lentera, 2005.
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Semarang: Widya Karya,
2015.
Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013.
Tobroni, Pendidikan Islam Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas,
Malang: UMM Press, 2008.

1
PENDIDIKAN KEPRIBADIAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. KH. Akhyak, M.Ag.

Disusun oleh :
1. Ufik Ismiawati (12211183009)
2. Awinda Dwi Rahmawati (12211183012)
3. Arreza Mulya Prasetya (12211183037)

JURUSAN TADRIS FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 21019
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya tercurahkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan
karunia-Nya. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW,
yang mana beliau yang membimbing umat manusia ke jalan yang benar, sehingga
kami dapat menyeleseikan makalah ini tepat pada waktunya. Kami mengajukan
judul ”PENDIDIKAN KEPRIBADIAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA”
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam menyelesaikan
amakalah ini, tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari
berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. KH. Akhyak, M.Ag. sebagai dosen Filsafat Pendidikan Islam.
2. Teman-teman yang telah memberikan dukungan serta motivasi.
Kami menyimpulkan bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, kami menerima saran dan kritik guna kesempurnaan makalah ini.
Semoga bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Tulungagung, 26 Sepetemeber 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan................................................................................3
B. Pengertian Kepribadian..............................................................................4
C. Pendidikan Kepribadian Dalam Kehidupan Manusia................................4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................9
B. Saran...........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pentingnya kepribadian dalam kehidupan yaitu menggambarkan perilaku, watak,
atau pribadi seseorang. Kepribadian dalam kehidupan manusia sendiri merupakan
kepribadian yang seluruh aspeknya baik tingkah lakunya, kegiatan jiwanya maupun
filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Allah.
Kepribadian yang dimiliki seseorang itu belum sama karena pada dasranya watak,
sifat yang dimiliki individu satu dan individu lain itu selalu berbeda.
Dimana kepribadian merupakan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi
dengan individu lain. Kepribadian sendiri mengacu kepada karakteristik psikologis
yang unik yang menyebabkan respon yang relatif konsisten dan bertahan lama
terhadap lingkungan orang itu sendiri. Tetapi dalam kepribadian seseorang itu ada
beberapa gangguan kepribadian yaitu dapat di jelaskan secara umum untuk suatu
jenis penyakit di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan
orang lain tidak berfungsi.
Jadi pemahaman tentang pendidikan kepribadian dalam kehidupan manusia itu
harus bisa di pahami secara lebih karena dengan adanya pendidikan kepribadian
kehidupan manusia akan lebih terkontrol dengan adanya gangguan-gangguan yang
ada. Karena pendidikan itu sendiri dapat diartikan dengan suatu perbuatan atau
semua usaha dari generasi ke generasi untuk mengalihkan pengetahuannya,
pengalamannya, serta keterampilannya. Jadi pendidikan kepribadian dalam
kehidupan manusia itu menunjukkan tentang usaha-usaha seseorang untuk
menggambarkan tentang watak, perilaku yang dimiliki oleh seseorang itu untuk
mencerminkan tentang dirinya agar diketahui oleh individu lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian pendidikan?
2. Bagaimana pengertian kepribadian?
3. Bagaimana pendidikan kepribadian dalam kehidupan manusia?

1
C. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui penjelasan tentang pendidikan.
2. Untuk dapat mengetahui penjelasan tentang kepribadian.
3. Untuk dapat mengetahui tentang pendidikan kepribadian dalam kehidupan
manusia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan sering juga diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk
membimbing anak yang belum dewasa ke tingkat kedewasaan, dalam arti sadar dan
mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri di atas
kaki sendiri. Bilamana kita bertanya, mengapa manusia dalam proses hidup dan
kehidupannya membutuhkan pendidikan? Seperti juga pernah dikemukakan oleh
Aristoteles, bahwa kita tidak akan dapat menjawab apakah pendidikan itu.
Bilamana tidak diketahui, mengapa perlu pendidikan dan apa yang dijamin oleh
pendidikan?
Kalau kita amati saksama keadaan bayi pada saat dilahirkan, maka akan kita
saksikan bahwa mereka dalam keadaan yang sangat lemah, dan serba tidak berdaya.
Hampir seluruh hidup dan kehidupannya, hanya menggantungkann diri kepada
orang lain. Mereka sangat memerlukan pertolongan dan bantuan dalam segala hal.
Kalau seandainya anak tersebut tidak diberi minum atau makan oleh ibunya maka
ia pasti akan mati. Demikian pula kalau dia tidak diberi bimbingan atau pendidikan,
baik pendidikan jasmani maupun pendidikan rohani yang berupa pendidikan
intelek, susila, sosial, agama dan lain-lain, maka anak tersebut tidak akan berbuat
sesuatu. Dalam kaitannya dengan uraian di atas, maka tepat sekali apa yang
dikemukakan oleh Emmanuel Kant bahwa manusia dapat menjadi manusia karena
pendidikan.
Pernyataan tersebut mengandung pengertian, bahwa bilamana anak tidak
mendapat pendidikan, maka mereka tidak akan menjadi manusia sebenarnya, dalam
arti tidak akan sempurna hidupnya dan tidak akan dapat memenuhi fungsinya
sebagai manusia yang berguna dalam hidup dan kehidupannya. Dengan kata lain,
hanya pendidikanlah yang dapat memanusiakan dan membudayakan manusia.
Sebagai bukti pernyataan tersebut, peristiwa yang terjadi di India, yakni sewaktu
Mr.Singh menemukan dua orang anak manusia yang berada dalam sebuah gua
sarang serigala. Kedua anak tersebut diasuh oleh serigala itu, sehingga akibatnya,
segala gerak-gerik dan tingkah lakunya serta kemampuannya menyerupai serigala.
Demikian pula halnya anak yang diasuh oleh monyet, maka juga bertingkah laku
seperti monyet. Semuanya itu membuktikan bahwa kemampuan dasar yang dimiliki
oleh anak, baik
jasmaniah maupun rohaniah, tidak secara otomatis bertumbuh dan berkembang,
tetapi membutuhkan adanya bimbingan, pengarahan, dan pendidikan.
B. Pengertian Kepribadian
Menurut Fillmore H.Sandford, kepribadian adalah susunan yang unik dari sifat-
sifat seseorang yang berlangsung lama. Sementara itu, menurut Allport kepribadian
adalah susunan yang dinamis di dalam sistem psikofisik (jasmani-rohani) seseorang
(individu) yang menentukan perilaku dan pikiran yang berciri khusus.1 Kedua
pengertian ini memberikan gambaran bahwa setiap orang mempunyai perilaku
lahiriah dan rohaniah yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Kepribadian
bisa terbentuk melalui perpaduan antara faktor dasar (fitrah) dan ajar (lingkungan
atau pendidikan) yang dialami oleh manusia, dan hal itu akan memberikan corak
khusus pada kepribadian seseorang.
Kepribadian seseorang itu dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, faktor
pembawaan, yaitu potensi yang dibawa seseorang sejak lahir, baik dalam bentuk
fisik maupun nonfisik. Kedua, faktor lingkungan yaitu segala sesuatu di luar
potensi yang dibawa sejak lahir.
C. Pendidikan Kepribadian dalam Kehidupan Manusia
Sebenarnya arti kepribadian mempunyai pengertian yang sangat luas.
Kepribadian adalah hasil dari suatu proses sepanjang hidup. Kepribadian tidak
terbentuk secara mendadak, tetapi terbentuk melalui proseskehidupan yang
panjang. Oleh karena itu, banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam pembentukan
kepribadian manusia tersebut. dengan demikian, apakah kepribadian seoang anak
itu baik atau buruk, kuat atau lemah, beradab atau biadab sepenuhnya ditentukan
oleh faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perjalanan hidup seseorang tersebut,
disamping tentunya faktor pembawaan. Dalam hal ini, pendidikan sangat besar
peranannya dalam pembentukan kepribadian manusia atau anak didik.
Secara definitif, kepribadian dapat dirumuskan.
1. Suatu perwujudan keseluruhan segi manusiawinya yang unik lahir batin dan
dalam antar hubungannya dengan kehidupan sosial dan individualnya.2

1
H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:Bumi Aksara),1991, hlm. 166.
2
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam : Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam,(Surabaya :Elkaf),
2006, hlm. 117-118.
2. Organisasi dinamis dari pada sistem-sistem psychophisik dalam individu
yang turut menentukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyelesaikan
dirinya dengan lingkungannya.
3. Kepribadian adalah keseluruhan dari ciri-ciri dan tingkah laku dari
seseorang, sehingga kepribadian meliputi juga kecerdasan, kecakapan,
pengetahuan, sikap, minat, tabiat, kelakuan dan sebagainya.

Dari ketiga batasan tersebut nampak jelas bahwa, kepribadian adalah hasil
dari suatu proses kehidupan yang dijalani seseorang. Oleh karena proses yang
dialami setiap orang itu berbeda-beda, maka kepribadian tiap-tiap individu
berbeda pula antara yang satu dengan yang lainnya.

Namun dengan demikian, karena manusia hidup ini telah mempunyai tujuan
tertentu sebagaimana uraian di muka, dan kepribadian itu sendiri ternyata dapat
dibentuk, maka dengan usaha yang sistematis dan berencana, dapat diupayakan
untuk terbentuknya suatu sikap kepribadian yang di harapkan.

Analisa secara filosofis mengatakan bahwa hakikat kodrat martabat manusia


adalah merupakan integral dari aspek-aspek atau potensi-potensi esensial :

1. Manusia sebagai makhluk pribadi (individual being)


2. Manusia sebagai makhluk sosial (sosial being)
3. Manusai sebagai makhluk susila (moral being)
4. Manusia sebagai makhluk ber-tuhan (homo religions)

Perkembangan dari potensi-potensi esensial manusia secara kesatuan


integral inilah yang akan menentukan kualitas kepribadian seseorang. Oleh
karena itu, pendidikan kepribadian harus selalu berorientasi kepada keempat
hakikat kodrat martabat manusia sebagai berikut :

1. Konsep Tentang Individualitas Manuia


Manusia sebagai makhluk individu, berarti manusia itu merupakan
keseluruhan yang tak dapat dibagi-bagi. Kata individu berarti tak dapat
dipisah-pisahkan. Makhluk individual berarti makhluk yang tidak dapat
dibagi-bagi.
Menurut pengetian ini, berarti manusia tidak dapat dipisahkan antara
jiwa dan raganya, rohani dan jasmaninya. Manusia tidak berdiri atas
penjumlahan dari potensi-potensi tertentu yang masing-masing bekerja
sendiri-sendiri. Kegiatan jiwa manusai dalam kehidupan sehari-hari
merupakan kegiatan keseluruhan jiwa raganya dan bukan kegiatan alat-alat
tubuh saja atau kemampuan-kemampuan jiwa satu persatu terlepas daripada
yang lain, dan kesemuanya itu dilakukan secara khas dengan corak
kpribadian dan kemampuan-kemampuan dari masing-masing individu. Oleh
karena perkembangan dan pengalaman-pengalaman masing-masing individu
tidak sama, maka pribadi yang terbentuk dalam proses itu juga tidak sama
antara individu yang satu degan individu yang lainnya. Maka orientasi
pendidikan harus memoerhatikan perkembangan manusia yang wajar dari
indiviualitasnya. Sehingga manusia, menjadi dewasa dan bertanggung jawab
terhadap apa yang di perbuatnya sendiri.
2. Konsep Tentang Sosialitas manusia
Secara hakiki manusia juga sebagai makhluk sosial di samping sebagai
makhluk individual. Manusia dilahirkan di dunia dalam keadaan dan kondisi
yang lemah. Manusia tidak mungkin dapat melangsunkan hidupnya tanpa
bantuan orang lain. Potensi yang dibawa sejak lahir justru dapat
berkembang dalam pergaulan (interaksi) hiduo sesama manusia.
Dalam pergaulan ini, disamping manusia dapat memenuhi kebutuhan
biologisnya, juga dapat mengembangkan potensi psikologinya. Dengan
kontak sosial secara timbal balik, akhirnya ia dapay menyesuaikan diri
dengan kehidupan kelompoknya. Dengan menyesuaikan diri ini, maka telah
mulai ada penekanan dalam kepentingan diri pribadi, demi kepentingan
kelomppoknya (keoentingan sosial).
3. Konsep Manusia sebagai makhluk bersusila
Pendidikan, selain untuk menuntuk ilmu pengetahuan juga untuk
membentuk kepribadian agar mrmiliki akhlak dan budi pekerti yang luhur.
Pembentukan budi pekerti yang luhur dapat diwujudkan apabila pengamalan
ilmu tersebut demi kesejahteraan bersama. Sehingga apabila disadari dari
orang yang mempunyai ilmu pengetahuan bahwa penggunaan ilmu
pengetahuan itu mempunyai aturan-aturan yang harus dijalankan sehingga
yang menyimpang dari ketentuan tersebut dianggap tidak beradab, tidak
bermora, dan tidak berkependidikan baik.
Dengan demikian, dalam kehidupan seharai-hari, baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat, seseorang masih dituntut unruk
bertingkah laku secara moral. Karena pentingnya moral dalam kehidupan
manusia ini, maka pendidikan harus berorientasi pula penanaman moral
kepada manusia. Sehingga setiap individu mempunyai kewajiban
membentuk pribadinya dengan moral sebagai perwujudan potensi
moralitasnya.
4. Konsep Manusia Sebagai Makhluk Ber-Tuhan
Dengan sadar atau tidak, tiap manusia mengakui bahwa dirinya adalah
salah satu makhluk Tuhan dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Karena sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka di dalam irinya telah
dianugrahkan sesuatu oleh penciptanya. Adanya sesuatu yang dianugrahkan
Tuhan kepada manusia adalah berupa pribadi manusia itu sendiri yang
dilengkapi dengan potensi esensinya sebagai manusia, antara lain ; pikiran,
perasaan, kemauan,anggota badan dan sebagainya.
Dapat dilihat bahwa pada dasarnya manusia itu diberi potensi dasar
untuk percaya, megakui ke-Esaan Tuhan atau dengan kata lain berarti suci,
bersih dan syirik. Maka, pendidikan harus berorientasi pula kepada
penamaan keimanan (kepercayaan) terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sehingga sebagai konsekuensi logis dari pengakuannya, sebagai makhluk
yang Ber-Tuhan. Maka dengan memanfaatkan segala potensi yang ada pada
manusia yang telah dianugerahkan oleh Tuhan kepadanya, maka tiap
individu akan selalu berusaha untuk :
a. Meningkatkan kualitas pribadinya.
b. Meningkatkan hubungan dengan sesamanya.
c. Meningkatkan pengabdia kepada tuhannya.3

Konsep Islam tentang bagaimanawujud pribadi muslim, aspek-aspek


yang harus dikembangkan adalah identik degnan aspek-aspek pribadi
manusia
3
Ibid, hlm : 119-121.
seutuhnya, ada 3 aspek pokok yang memberi corak khusus bagi seorang
muslim menurut ajaran Islam :

1. Adanya wahyu Allah yang memberi ketetapan kewajiban-kewajiban


pokok yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim, yang
mencakup seluruh lapangan hidupnya, baik yang menyangkut tugas-
tugasnya terhadap tuhan, maupun terhadap masyarakat.
2. Praktik ibadah yang harus dilaksanakan dengan aturan-aturan yang
pasti dan teliti. Hal ini akan mendorong tiap ornagn muslim untuk
memperkuat rasa kelompok dengan sesamanya secara terorganisasi.
3. Konsepsi Al-Qur’an tentang alam yang menggambarkan penciptaan
manusia secara harmonis dan seimbang dibawah perlindungan Allah.
Ajaran ini juga akan mengukuhkan konstruksi kelompok. 4

4
Ibid, hlm : 123.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan sering juga diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk
membimbing anak yang belum dewasa ke tingkat kedewasaan, dalam arti sadar
dan mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri
di atas kaki sendiri. Kalau kita amati saksama keadaan bayi pada saat dilahirkan,
maka akan kita saksikan bahwa mereka dalam keadaan yang sangat lemah, dan
serba tidak berdaya. Hampir seluruh hidup dan kehidupannya, hanya
menggantungkann diri kepada orang lain. Mereka sangat memerlukan
pertolongan dan bantuan dalam segala hal. Kalau seandainya anak tersebut tidak
diberi minum atau makan oleh ibunya maka ia pasti akan mati. Demikian pula
kalau dia tidak diberi bimbingan atau pendidikan, baik pendidikan jasmani
maupun pendidikan rohani yang berupa pendidikan intelek, susila, sosial, agama
dan lain-lain, maka anak tersebut tidak akan berbuat sesuatu.
Menurut Fillmore H.Sandford, kepribadian adalah susunan yang unik
dari sifat-sifat seseorang yang berlangsung lama. Sementara itu, menurut Allport
kepribadian adalah susunan yang dinamis di dalam sistem psikofisik (jasmani-
rohani) seseorang (individu) yang menentukan perilaku dan pikiran yang berciri
khusus. Kepribadian bisa terbentuk melalui perpaduan antara faktor dasar
(fitrah) dan ajar (lingkungan atau pendidikan) yang dialami oleh manusia, dan
hal itu akan memberikan corak khusus pada kepribadian seseorang.
Pendidikan sangat besar peranannya dalam pembentukan kepribadian
manusia atau anak didik. Secara definitif, kepribadian dirumuskan sebagai suatu
perwujudan keseluruhan segi manusiawinya yang unik lahir batin dan dalam
antar hubungannya dengan kehidupan sosial dan individualnya, sebagai
organisasi dinamis dari pada sistem-sistem psychophisik dalam individu yang
turut menentukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyelesaikan dirinya
dengan lingkungannya, kepribadian adalah keseluruhan dari ciri-ciri dan tingkah
laku dari seseorang, sehingga kepribadian meliputi juga kecerdasan, kecakapan,
pengetahuan, sikap, minat, tabiat, kelakuan dan sebagainya. Dari ketiga batasan
tersebut nampak jelas bahwa, kepribadian adalah hasil dari suatu proses
kehidupan yang dijalani seseorang. Oleh karena proses yang dialami setiap
orang itu berbeda-beda, maka kepribadian tiap-tiap individu berbeda pula antara
yang satu dengan yang lainnya.
B. Saran
Dengan adanya penjelasan dari makalah yang telah kami susun
diharapkan pembaca memahami tentang Pendidikan Kepribadian Dalam
Kehidupan Manusia. Dalam sebuah kepenulisan tidak menutup kemungkinan
pasti ada kesalahan. Untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran dari pembaca
supaya kami dapat menyusun makalah dengan baik di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Aziz. 2006. Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan
Islam. Surabaya: Elkaf.
H. M. Arifin. 1991. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
PENGETAHUAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Program Studi Filsafat Pendidikan
Islam
Dosen Pengampu: Prof. Dr. KH. Akhyak, M.Ag

Oleh:

1. Rima Meria Nur Diva (12211183014)


2. Ulfaturrochmah (12211183016)
3. Riski Amirudin (12211183032)

JURUSAN TADRIS FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur hanya tercurahkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan
karunia-Nya. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasullullah SAW,
yang mana beliau yang membimbing umat manusia ke jalan yang benar. Sehingga
kami dapat menyeleseikan tugas ini tepat pada waktunya. Kami sangat tertarik
untuk mengajukan judul : PENGETAHUAN
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas ini
tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak
sehingga kami mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik, oleh karena itu pada
kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG.
2. Prof. Dr. KH. Akhyak, M.Ag Selaku Dosen pengampu Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan Islam
3. Teman-teman yang telah memberikan dukungan serta motivasi.
Kami menyimpulkan bahwa tugas ini masih belum sempurna, oleh karena
itu kami menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas kelompok ini dan
bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Tulungagung, 25 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan Pembahasan....................................................................2
D. Manfaat Pembahasan..................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertianpengetahuan...............................................................4
B. Jenis-jenis penegetahuan............................................................5
C. Pendekatan memeperoleh ilmu pengetahuan.............................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................13
B. Saran..........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang

Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna lagi


paripurna, kesempurnaannya tampak pada kecakapan dalam menghadapi
berbagai bentuk permasalahan hidup yang merupakan manifestasi dari
kesucian fitrah insaniyah yang dianugrahkan oleh Allah kepadanya, dan
keparipurnaannya tampak pada kemampuannya menganalisa setiap
permasalahan guna mendapatkan jalan keluar yang akurat tanpa
menimbulkan problematika yang lebih parah dari sebelumnya.
Keparipurnaan ini merupkan bentuk manifestasi hikmah „aqliyyah yang
menjadi bagian utama terbentuknya makhluk Tuhan yang teristimewa
diantara seluruh makhluk yang tercipta di bumi.

Ilmu merupakan suatu pengetahuan, sedangkan pengetahuan


merupakan informasi yang didapatkan dan segala sesuatu yang diketahui
manusia. Itulah bedanya dengan ilmu, karena ilmu sendiri merupakan
pengetahuan yang berupa informasi yang didalami sehingga menguasai
pengetahuan tersebut yang menjadi suatu ilmu.
Di kalangan masyarakat saat ini, bahkan siswa, mahasiswa pun
yang tiap harinya ke sekolah, ke kampus, hilir mudik masuk gedung
pendidikan untuk menuntut ilmu, untuk menambah pengetahuan, yang
mestinya mereka tahu akan perbedaan dua kata tersebut, yang mestinya
mereka tahu dengan jelas apa itu ilmu dan pengetahuan, terkadang mereka
masih bingung dengan perbedaan ilmu dan pengetahuan.
Tapi, suatu pendapat mengatakan, sebenarnya manusia tahu, siswa,
mahasiswa, masyarakat tahu, tapi tidak semua manusia dapat
mendefinisikan suatu perkara, tidak semua manusia bisa mengeluarkan isi
dalam pikirannya. Karena terkadang manusia, sebagian manusia hanya
bisa mengeluarkan lewat menulis, bukan karena ia bisu, tapi

1
kemampuannya untuk berbicara tidak sama dengan manusia yang pada
umumnya suka berbicara.
Manusia senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini, yang
hendak diraih adalah pengetahuan yang benar, kebenaran hidup itu.
Manusia merupakan makhluk yang berakal budi yang selalu ingin
mengejar kebenaran. Dengan akal budinya, manusia mampu
mengembangkan kemampuan yang spesifik manusiawi, yang menyangkut
daya cipta, rasa maupun karsa. Ketika orang menyaksikan sebuah pantai,
sebut saja pantai Tanjung A‟an di pulau Lombok, orang akan terheran-
heran dengan pasir putih. Kemegahan alami itu menggugah perhatian
manusia, setidaknya ingin mengetahui sesungguhnya apakah hidup itu
seperti pasir? Siapa yang menciptakan pasir putih berib-ribu dan bahkan
berjuta-juta butir, serta untuk apa maknanya bagi manusia.
Pada pembahasan makalah kali ini penulis mencoba menjelaskan
tentang pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan yang meliputi hakikat
pengetahuan, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dimana atau dari
mana pengetahuan itu diperoleh.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pengetahuan ?
2. Bagaimana jenis-jenis penegetahuan ?
3. Bagaimana pendekatan memeperoleh ilmu pengetahuan ?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui mengenai pengertian pengetahuan
2. Untuk mengetahui mengenai jenis-jenis pengetahuan.
3. Untuk mengetahui mengenai pendekatan memeperoleh ilmu
pengetahuan.
D. Manfaat Makalah
1. Tujuan Khusus
Agar penulis memahami mengenai pengertian pengetahuan,
jenis-jenis pengetahuan, dan cara memperoleh ilmu pengetahuan.
Serta mampu membedakan pengetahuan yang salah dan
pengetahuan yang benar.
2. Tujuan Umum
Setelah mengetahui menegenai pengetahuan dapat memberikan
pengetahuan terhadap perkembangan ligkungan sekitar, masyarakat,
dan lain-lain.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa
inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan
bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is
justified true belief). Sedangkan secara terminologi dikemukakan beberapa
definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan
adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pengetahuan itu
adalah semua milik atau isi pikiran. Jadi, pengetahuan merupakan hasil
proses dari usaha manusia untuk tahu. Dalam kamus filsafat dijelaskan
bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia
secara langsung dari kesadarannya sendiri. Pengetahuan dalam arti luas
berarti semua kehadiran internasional objek dalam subjek. Namun dalam
artian sempit pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti.1
Pengetahuan dapat didefinisikan atau diberibatasan sebagaimana
berikut ini :
 sesuatu yang ada atau dianggap ada
 sesuatu hasil persesuaian subjek dengan objek
 hasil kodrat manusia ingin tahu
 hasil persesuaian antara induksi dengan deduksi
Selain definisi yang ada diatas, dalam kitab klasik ilmu logika,
Pengetahuan itu didefinisikan sebagai suatu gambaran objek-objek
eksternal yang hadir dalam pikiran manusia. Definisi ini juga disepakati
oleh sebelas orang filosof dan ilmuwan Rusia. Dalam redaksional lain juga
dibahasakan maksud dari pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang
hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya
reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam
sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan,
informasi, akidah, dan pikiran-pikiran.

1
Miska Muhammad Amien,Epistemologi Islam,(Jakarta:UI-Press,2006),hlm. 10
Para ahli hingga kini masih memperdebatkan definisi
pengetahuan, terutama karena rumusan pengetahuan oleh Plato yang
menyatakan pengetahuan sebagai “kepercayaan sejati yang dibenarkan”
(justified true belief). Pendapat dari WHO (1992) bahwa pengetahuan
diperoleh dari pengalaman, selain itu juga dari guru, orang tua, buku, dan
media masa. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan
merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat kita definisikan
bahwa pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang
tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam
proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep,
baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman. (Sumber:
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta).
B. Jenis-jenis Pengetahuan
Filsafat merupakan usaha untuk memasuki persoalan tertentu
daripada sebagai penguasaan terhadap seperangkat jawaban yang
terumuskan. Filsafat merupakan pembukaan mata terhadap apa yg dialami.
Kemudian bagaimana dengan pengetahuan ? pengetahun adalah “Sui
Generis”, artinya hubungan dengan apa yang paling sederhana dan paling
mendasar. Sebab mengetahui adalah peristiwa paling dasar dan tak dapat
direduksikan, tidak dapat di jelaskan dengan istilah yan lebih dasar
daripadanya. Pengetahuan yang seperti disampaikan oleh Heidegger
adalah a-letheia, artinya pengetahuan adalah peryatan diri dari ada.
Pengetahuan juga bisa diartikan peristiwa yang menyebabkan kesadaran
manusia memasuki terang ada. Dari beberapa reflesi diatas sesungguhnya
kita bisa membedakan pengetahuan manusia menjadi tiga jenis
pengetahuan yaitu jenis penetahuan ilmiah, pengetahuan moral dan jenis
pengetahuan religious.2

2
Abd. Aziz, ,Filsafat Pendidikan Islam,(Surabaya:Sukses Offeset,2009),hlm. 94

5
Pengetahuan menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi
atas :
1. Pengetahuan non ilmiah
Pengetahuan non ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh
dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam metode
ilmiah. Secara umum yang dimaksud dengan pengetahuan non ilmiah
adalah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang
sesuatu atau objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pengetahuan moral

Kalau adanya pengetahuan ilmiah sering tidak perlu


diperdebatkan, lain lagi dengan pengetahuan moral cukup banyak
orang yang menganggap bahwa dalam hal moral tidak ada kebenaran
yang bersifat obyektif dan universal. Penilaian dan putusan moral
adalah soal perasaan prbadi atau paling-paling produk budaya tempat
orang lahir dan dibesarkan. Dalam hal moral, tidak ada klaim
kebenaran yang absah.

3. Pengetahuan religious
Persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan religious
sedikit berbeda dari persoalan tentang kemungkinan ada-nya
pengetahuan moral. Kendati begitu, beberapa konsep dan prinsip yang
berlaku dalam membahas kemungkinan adanya pengetahuan moral
dapat dipakai untuk memberi titik terang pada persoalan tentang
pengetahuan religious. Duduk persoalannya adalah apakah
pengetahuan religious itu mungkin. Persoalan ini muncul berkaitan
dengan klaim bahwa pengetahuan religious, termasuk di dalamnya
adalah pengetahuan kita tentang tuhan, sesungguhnya berada di luar
lingkup pengetahuan manusia. Peryataan bahwa tuhan itu ada dan
memiliki sifat-sifat yang maha kuasa, maha rakhim, maha penyayang
dan sebagainya, merupakan pokok iman dan bukan materi
pengetahuan manusia. Benar salahnya pengetahuan tersebut tidak
dapat ditentukan, baik secara apriori maupun secara aposteriori
berdasarkan pengalaman. Dengan kata lain, baik tolak ukur kebenaran
rasio (the truth of reason ) maupun kebenaran factual atau empiris (the
truth of fact/empirical truth) tidak berlaku untuk pertayaan pertayaan
religious.
4. Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia
yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih sempurna karena telah
mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dengan cara berpikir
yang khas, yaitu metodologi ilmiah.34
Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan pengetahuan sesuai
dengan karakteristik objeknya. Pembagiannya adalah sebagai berikut :
1) Pengetahuan Eikasia (Khayalan)
Tingkatan yang paling rendah disebut pengetahuan Eikasia,
ialah pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau
gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah hal-hal yang
berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan
manusia yang berpengalaman.
2)Pengetahuan Pistis (Substansial)
Satu tingkat diatas eikasia adalah tingkatan pistis
atau pengetahuan substansial. Pengetahuan ini adalah
pengetahuan mengenal hal-hal yang tampak dalam dunia
kenyataan atau hal-hal yang dapat diindrai secara langsung.
3) Pengetahuan Dianoya (Matematik)
Plato menerangkan tingkat pengetahuan ini adalah
tingkatan ketiga yang ada di dalamnya sesuatu yang tidak hanya
terletak pada fakta atau objek yang tampak, tetapi juga terletak
pada bagaimana cara berpikirnya.
Dengan demikian dapat dituturkan bahwa bentuk
pengetahuan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak
berhubungan dengan masalah matematik atau kuantitas entah
3
Aziz, Abdul,Filsafat Pendidikan Islam,(Surabaya:Elkaf,2006),hlm. 77
luas, isi, jumlah, berat yang semata-mata merupakan kesimpulan
dari hipotesis yang diolah oleh akal pikir karenanya pengetahuan
ini disebut juga pengetahuan pikir.
4) Pengetahuan Noesis (Filsafat)
Pengetahuan Neosis adalah pengetahuan tingkatan
tertinggi, pengetahuan yang objeknya adalah arche ialah prinsip
utama yang mencakup epistemologik dan metafisik. Prinsip
utama ini disebut ”IDE”. Plato menerangkan tentang pengetahuan
ini adalah hampir sama dengan pengetahuan pikir.
Tujuannya adalah untuk mencapai prinsip utama yang
isinya hal yang berupa kebaikan, kebenaran dan keadilan.
Menurut Plato, cara berpikir untuk mencapai tingkat tertinggi dari
pengetahuan itu adalah dengan menggunakan metode dialog
sehingga dapat dicapai pengetahuan yang sungguh-sungguh
sempurna yang biasa disebut Episteme.
Buhanuddin salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang
dimiliki manusia ada empat, yaitu :
a. Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan
dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense,
karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik.
Common sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari seperti air dapat
dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar,
musim kemarau akan mengeringkan sawah, dsb.
b. Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Ilmu
dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif untuk
menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia
faktual.Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui
observasi, eksperimen, klasifikasi. Seperti bumi berputar pada
porosnya, air termasuk unsur penting dalam organ tubuh manusia, dst.
c. Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran
yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih
menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang
sesuatu.Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit
dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Seperti
apa hakikat manusia, hakikat tuhan, mengapa diciptakan manusia, dst.
Itu merupakan pemikiran filsafat.
d. Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan
wajib diyakini oleh para pemeluk agama dan mengandung beberapa hal
pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan. Selain itu,
iman kepada Hari Akhir merupakan ajaran pokok agama dan sekaligus
merupakan ajaran yang membuat manusia optimis akan masa depannya.
C. Pendekatan Peroelehan Ilmu Pengetahuan
Masing-masing kita memiliki khasanah pengetahuan tertentu.
Misalnya tentang alam sekitar, kehidupan yang kita alami, prinsip-prinsip
matematika, tantangan baik buruk, tentang indah dan jelek. Wahyu sebagai
sumber asli pengetahuan memberikan inspirasi yang sangat besar terhadap
dasar pondasi pengetahuan bila mampu mentransformasikan berbagai
bentuk ajaran normatif-doktriner menjadi teori-teori yang bisa di andalkan.
Jadi pengetahuan yang bersumber dari wahyu memiliki sambungan
vertikal yakni oleh sebagai pemilik ilmu diseluruh alam jahat raya ini.5
Di dalam sejarah filsafat lazim dikatakan bahwa pengetahuan
diperoleh melalui salah satu dari empat jalan sebagai berikut:
a. Pengetahuan diperoleh dari budi.
b. Pengetahuan kita peroleh dari bawaan lahir.
c. Pengetahuan diperoleh dari indera-indera khusus, yaitu penglihatan,
pendengaran, ciuman dan rabaan.
d. Pengetahuan berasal dari pengahayatan langsung atau ilham.
Maka dengan demikian pengetahuan adalah pegamalan yang
dirasionalakan. Membudikan pengalaman adalah mengorganisasikan. Jadi
serba pengalaman dan serba budi tidak harus bertentangan sebab
keduanyalah yang membentuk pengetahuan.

5
Ibid 97
Secara garis besar arah tujuan hidup manusia dapat dikelompokan
menjadi tiga yahapan: Tahapan pertama, mengetahui kebenaran. Tahapan
kedua, memihak pada kebenaran. Tahapan ketiga, adalah berbuat ikhsan
secara individual maupun sosial yang teralisasi dalam perbuatan ibada.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan
pengetahuan ialah:
1. Batasan ilmu.
2. Cara penyusun pengetahuan.
3. Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologis dan aksiologi ilmu
itu sendiri.
4. Penjelasan diarahkan pada deskripsi mengenai hubungan berbagai
faktor yang terikatdalam suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu
gejala dan proses terjadinya.
5. Metode ilmiah harus bersifat sistematikdan eksplisit.
6. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak
tergolong pada kelompok ilmiah tersebut.
7. Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai alam dan menjadikan
kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal.
8. Karakteristik yang menonjol kerangka pemikiran teoritis.
a. Ilmu eksakta: deduktif, rasio, kuantitatif
b. Ilmu socual: induktif, empiris, kualitatif
Selain pengetahuan itu mempunyai sumber, juga seseorang ketika
hendak mengadakan kontak dengan sumber-sumber itu, maka dia
menggunakan alat. Para filosos islam menyebutkan beberapa sumber
dan sekaligus alat pengetahuan, yaitu:

a. Alam tabi'at atau alam fisik


Manusia sebagai wujud yang materi, maka selama di dalam materi,
ia tidak akan lepas dari hubungannya dengan materi secara interaktif,
dan hubungannya dengan materi menuntutnya untuk menggunakan
alat yang sifatnya materi pula, yakni indra, karena sesuatu yang materi
tidak bisa dirubah menjadi yang tidak materi.6
Dalam filsafat Aristoteles klasik, pengetahuan lewat indra
termasuk dari enam pengetahuan yang aksioamatis. Meski indera
berperan sangat signifikan dalam berpengetahuan, namun indra hanya
sebagai syarat yang yang lazim, bukan syarat yang cukup. Peranan
indera hanya memotret realita materi yang sifatnya persial saja, dan
untuk meng-generalisasikannya dibutuhkan akal.
b. Alam akal
Bagi kaum rasionalis, selain alam tabi'at, meyakini bahwa akal
meeupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga
sebagai alat pengetahuan. Mereka menganggap akal lah yang
sebenarnya menjadi alat pengetahuan, sedangkan indera hanya
pembantu saja.7

 Aktivitas-aktivitas Akal
Aktivitas ini dalam istilah logika disebut silogisme
kategoris demonstrasi. Ada dua teori yang menjelaskan aktivitas
akal ini. Pertama, teori yang mengatakan bahwa akal terlebih
dahulu menghilangkan ciri-ciri yang khas dari beberapa person dan
membiarkan titik-titik kesamaan mereka. Kedua, teori yang
mengatakan bahwa pengetahuan akal tentang konsep yang general
melalui tiga tahapan, yaitu persentuhan indera dengan materi,
perekam benak dan generalisasi.

c. Analogi (tamtsil).
Analogi ialah menetapkan hukum atas sesuatu dengan hukum yang
telah ada pada sesuatu yang lain karena adanyakesamaan antara dua
sesuatu itu. Analogi tersusun dari beberapa unsur; (1) asal, yaitu
kasus parsial yang hukumnya. (2) cabang, yaitu kasus parsial yang

6
Ibid 101
7
Ibid 103
hendak diketahui hukunya, (3) titik kesamaan antara asal dan cabang
dan (4) hukum yang sudah diterapkan atas asal.

 Analogi dibagi dua;


Analogi interpretatif: ketika sebuah kasus yang sudah jelas
hukumnya, namun tidak diketahui illat-nya atau sebab
penetapannya. Analogi yang dijelaskan illat-nya: kasus yang sudah
jelas hukum dan illat-nya
d. Hati dan Ilham
Kaum empiris yang memamdang bahwa ada sama dengan materi
sehingga sesuatu yang immateri adalah tidak ada, maka pengetahuan
tentang nmateri tidak mungkin ada. Sebaliknya kaum ilahi yang
meyakini bahwa ada lebih luas dari sekedar materi. Mereka menyakini
hal hal yan inmateri.pengetahuan tentangnya yang tidak munn lewat
indra melainkan lewat hati. Oleh Karenaa itu, ada beberapa pra-syarat
untu memiliki pengetahuan yaitu konsentrasi, akal yang sehat dan
indra yang sehat.
Jika syarat-syarat ini terpenuhi maka seorang akan mendapatkan
pengetahuan lewat indra dan akal. Kemudian pengetahuan dapat
dimiliki lewat hati. Pengetahuaan ini akan di raih dengan syarat-syarat
seperti, membersihkan hati dar kemaksiatan, momfukuskan hati
kepada alam yang lebih tinggi, mengosongkan hati dar fanatisme dan
mengikuti aturan-aturan syara‟ dan suluk.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia


secara langsung dari kesadarannya sendiri. Pengetahuan dalam arti luas
berarti semua kehadiran internasional objek dalam subjek. Namun dalam
artian sempit pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti
pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang
tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam
proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep,
baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman. (Sumber:
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta).
Jenis-jenis pengetahuan pada dasarnya ada pengetahuan ilmiah,
pengetahun moral, an pengethuan religius. Jenis pengetahuan menurut
para ilmuan berbeda-beda, tetapi tetap berprinsip pada pengetahuan ilmiah
dan non ilmiah.
Perolehan pendekatan pengetahuan menggunakan beberapa metode
yaitu metoe empirik (pengetahuan yang didapatkan melalui pengalaman
inderawi dan akal mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman
dengan cara induksi), metode rasional (penggunaan rasio dalam
menperoleh pengetahuan menjadi sandaran metode ini dimana akal atau
rasio yang memenuhi sayarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang
perlu mutlak, yaitu syarat yang digunakan dalam seluruh metode ilmiah),
dan metode Kontemplatif (metode ini memandang bahwa metode empiris
dan rasional memiliki keterbatasan), Metode ilmiah (salah satu acara atau
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu, dimana ilmu
merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat metode ilmiah)
B. Saran
Pada penyusunan makalah ini kami sangat menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan yang terdapat di dalamnya, baik berupa
bahasa maupun cara penyusunannya. Untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran guna menciptakan penyusunan makalah yang lebih baik lagi.
Daftar Pustaka

Aziz, Abdul.2006.Filsafat Pendidikan Islam.Surabaya: Elkaf

Aziz, Abdul.2009.Filsafat Pendidikan Islam.Yogykarta: Sukses Offset

Amien, Miska Muhammad .2006.Epistemologi Islam.Jakarta:UI-Press


NAMA MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag

Oleh:

1. M. Irfan Jayadi (12211183020)

2. Dimas Ahmad S (12211183039)

JURUSAN TADRIS FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan inayah-
Nya makalah ini telah selesai kami susun sebagai penunjang dan tambahan dalam kegiatan
belajar. Shalawat beserta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi agung
Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabatnya, para tabi’in dan tabi’atnya, juga tak
lupa kepada kita selaku umatnya. Amin.

Makalah ini kami susun , sebagai penunjang tambahan dalam kegiatan belajar khusus
untuk mahasiswa/i kelompok kerja makalah ini, dan umumnya mahasiswa/i IAIN
TULUNGAGUNG serta kalangan masyarakat. Kami ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.
H. Akhyak, M.Ag yang telah membimbing kami mahasiswa/i IAIN TULUNGAGUNG .
Dengan menggunakan makalah ini semoga kegiatan belajar dalam memahami dan dapat lebih
menambah sumber sumber pengetahuan.

Kami sadar dalam penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan mencapai tingkat
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran tentu kami butuhkan . Mohon maaf apabila ada
kesalahan cetak atau kutipan- kutipan yang kurang berkenan.

Tulungagung, 26 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................1
C. TUJUAN......................................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................2
A. PENGERTIAN PENDIDIK.........................................................................................2
B. JENIS-JENIS PENDIDIK............................................................................................4
C. KOMPETENSI PENDIDIK.........................................................................................4
D. TUGAS PENDIDIK.....................................................................................................6
BAB III......................................................................................................................................9
A. KESIMPULAN............................................................................................................9
B. SARAN........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10
3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidik (guru) merupakan salah satu hal terpenting dalam proses pendidikan.
Tugas pendidik sebagai pendidik merupakan hal yang sangat mulia di sisi Allah SWT
dam mendapatkan penghargaan yang tinggi.tapi penghargaan yang tinggi tersebut
diberikan kepada guru yang bekerja secara tulus dan ikhlas dalam mengajar peserta
didiknya, atau bisa disebut juga guru tersebut bekerja secara profesional.

Guru bukan hanya mengajarkan materi saja kepada anak didiknya. Tapi juga
membimbing mereka menjadi murid yang memunyai akhlak mulia. Serta guru juga
menjadi motivator bagi peserta didiknya. Motivasi sangat diperlukan sabagi respon
terhadap tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih dalam
mencapai tujuan pendidikan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud pengertian pendidik?
2. Apa saja jenis-jenis pendidik?
3. Apa saja kompetensi pendidik?
4. Apa saja tugas pendidik?

C. TUJUAN
1. Dapat mengetahui pengertian pendidik.
2. Dapat mengetahui jenis-jenis pendidik.
3. Dapat mengetahui kompetensi pendidik.
4. Dapat mengetahui tugas pendidik.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian pendidik

Di dalam kegiatan belajar-mengajar pasti ada yang sering kita sebut dengan pendidik
dan peserta didik, yang mana keduanya memiliki keterikatan yang sangat kuat,karena
pendidik tanpa peserta didik tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar, begitu juga
sebaliknya. Pendidikan islam adalah suatu kajian yang memuat teori-teori pendidikan serta
data-data dan penjelasan nya sesuai dengan perspektif islam.1

Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik
(karsa).2 Dalam literature Islam, seorang pendidik biasa disebut sebagai ustadz, mu’allim,
murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu’addib.3

a. Kata ustadz biasanya digunakan untuk memanggil seorang professor, Hal ini
bermakna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme
dalam mengemban tugasnya.
b. Kata mualim berasal dari kata ‘ilm yang berarti menangkap hakekatsesuatu. Dalam
setiap ‘ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensiamaliah. Hal ini mengandung
makna bahwa seorang guru dituntut untukmenjlaskan hakikat ilmu pengetahuan yang
dikerjakannya, sertamenjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, dan berusaha
membangkitkansiswa untuk mengamlkannya.
c. Kata murabbiy berasal dari kata dasar Rabb. Tuhan adalah sebagai Rabb-al-‘alamin
dan Rabb al-nash, yakni yang menciptakan, mengatur, danmemelihara alam seisinya
termasuk manusia. Manusia sebagai khalifah- Nya diberi tugas untuk menumbuh
kembangkan kreativitasnya agar mampu mengkreasi, mengatur dan memelihara alam
seisinya. Dari pengertian ini pendidik adalah seseorang yang mendidik dan
menyiapkan

1
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam,(Yogyakarta: LKiSYogyakarta, 2009)., hal. 22
2
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011)., hal.
74-75. 3 Muhaimin,Wacana pengembangan Pendidikan Islam,(Surabaya: Pusat Studi Agama,
Politik dan Masyarakat(PSAPM), 2004)., hal 209-213
peserta didik agar mempu berkreasi, sekaligus mengatur dan memeliharakreasinya
untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya.
d. Kata mursyid biasa digunakan untuk guru dalam Thariqah(Tasawuf). Seorang
mursyid (guru) beusaha menularkan penghayatan akhlak dankepribadiannya kepada
peserta didiknya, baik yang berupa etos ibadahnya,etos kerjanya, etos belajarnya,
maupun dedikasinya yang serba Lillahi Ta’ala (karena mengharap ridha Allah
semata). Dengan demikian dalamkonteks pendidikan mengandung makna bahwa guru
merupakan model atau sentral indentifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan
bahkan konsultan bagi pesrta didiknya.
e. Kata mudarris berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan wa durusann wadirasatan,
yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikanusang, melatih,
mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guruadalah berusaha
mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkanketidaktahuan atau memberantas
kebodohan mereka, serta memilihketidaktahuan atau memberantas kebodohan
mereka, serta melatihketrampilan mereka sesuai dengan bakat,minat dan
kemampuannya.
f. Kata muadddib berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab,atau
kemajuan lahir dan batin. Jadi guru adalah orang yang beradabsekaligus memiliki
peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization) yang berkualitas di masa
depan.Pengertian pendidik secara umum dapat diartikan sebagai orang yang
bertanggung jawab atas pendidik dan pengajaran.4

Sedangkan secara bahasa pendidik adalah orang yang pekerjaanya mengajar. Dalam
konteks yang lebih luas setiap individu adalah pendidik, oleh sebab itu ia harus menjaga dan
meningkatkan kualitas diri dansekaligus menjadi tauladan bagi sesamnya. Sedangkan
pendidik dalam islam adalah setiap individu yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
subjek didik.5

Seorang pendidik merupakan komponen yang sangat penting dalam systemkependidikan,


karena pendidiklah yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan yangtelah ditentukan,
yang mana tujuan pendidikan islam adalah menciptakan/membentukmanusia yang sempurna
(insan kamil) yang sesuai dengan ukuran islam. Hal tersebuttidak mudah seperti
membalikkan sebuah
4
Khoirin Rosyadi, Pendidikan Profetik.(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004)., hlm. 172
5
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam,op.cit., hal. 37
telapak tangan, mengapa demikian? karena seorang pendidik memiliki tanggung jawab yang
sangat besar untuk menjadikan pesertadidik lebih baik dari sebelum-sebelumnya.

B. Jenis – Jenis Pendidik


jenis – jenis Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam, yaitu:
1. Allah.SWT.
Kedudukan Allah.SWT. sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman Allah.SWT.
yang diturunkanya kepada Nabi Muhammad .SAW. antara lain:
Dan (Allah) allama(mengajarkan) segala macam nama kepada Adam...(Q.S. Al-Baqarah)
Sabda Rasulullah.SAW.
“Tuhanku telah adabani (mendidik)ku sehingga menjadi baik pendidikan.”
2. Nabi Muhammad.SAW.
Nabi sebagai penerima wahyu Al-Quran yang bertugas menyampaikan petunjuk –
petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada
manusia ajaran – ajaran tersebut.
3. Orang Tua
Al-Quran menyebutkan sifat – sifat yang dimiliki oleh orang tua sebagai guru, yaitu
memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio dapat
bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan Tuhan,
memrintahkan anaknya agaar menjalankan perntah shalat, sabar dalam menghadapi
penderitaan. (Lihat Q.S. Lukman:12-19). Itulah sebabnya orang tua disebut “pendidik
kudrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh Allah qudratnya menjadi pendidik.
4. Guru
Pendidik di lembaga persekolahan disebut dengan guru. 6
C. Kompetensi Pendidik
Untuk dapat melaksanakan tugasnya, pendidik hendaknya memiliki kemampuan dan
kompetensi kependidikan, meskipun secara umum semua orang dapat saja menjadi pendidik.
Kompetensi tersebut dapat dijabarkan dalam kompetensi-kompetensi sebagai berikut:

1. Mengetahui hal-hal yang perlu diajarkan, sehingga dia dan mencari informasi
tentang materi yang diajarkan.
2. Menguasai seluruh materi yang akan disampaikan kepada anak didik.

6
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 59-60
3. Mempunyai kemampuan analisis materi yang diajarkan dan menghubungkannya
dengan konteks komponen-komponen secara keseluruhan melalui pola yang
diberikan Islam tentang bagaimana cara berpikir (way of thinking) dan bagaimana
cara hidup (way of life) yang dikembangkan melalui proses pendidikan.
4. Mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapat sebelum sajikan pada
anak didiknya.
5. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilaksanakan.
6. Memberi hadiah (tafshir atau reward) dan hukuman (tandhir atau punishment) sesuai
dengan usaha dan upaya yang dicapai anak didik dalam rangka memberikan persuasi
dan motivasi dalam proses belajar.
7. Memberikan teladan yang baik (uswah hasanah) dan meningkatkan kualitas dan
profesionalitasnya yang mengacu pada aspek futuristik.
Pada dasarnya pendidik harus memiliki tiga kompetensi yaitu: kompetensi kepribadian,
kompetensi penguasaan atas bahan, dan kompetensi dalam cara-cara mengajar.

1) Kompetensi Kepribadian
Setiap guru memiliki kepribadian sendiri-sendiri yang unik. Tidak ada guru yang
kemudian mempunyai kemampuan yang sama, walaupun mereka sam-sama memiliki
kepribadian pendidik. Jadi pribadi pendidik itu unik dan perlu dikembangkan secara terus
menerus agar guru terampil dalam segala hal:
 Mengenal dan mengakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid
yang diajarnya.
 Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar mengajar
sehingga amat bersifat menunjang secara moral (batiniah) terhadap murid
bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta
perbuatan murid dan guru.
 Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggungjawab dan
saling mempercayai antara pendidik dan peserta didik.
2) Kompetensi Penguasaan atas Bahan Pengajaran
Penguasaan yang mengarah kepada spesialisasi atas ilmu atau
kecakapan/pengetahuan yang diajarkan. Penguasaan yang meliputi bahan bidang studi
sesuai dengan kurikulum dan bahan pendalaman aplikasi bidang studi, kesemuanya itu
amat penting dibina karena selalu dibutuhkanya dalam:
 Menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa yang harus diajarkannya
kedalam bentuk komponen-komponen dan informasi-informasi yang sebenarnya
dalam bidang ilmu atau Informasi kecakapan yang bersangkutan.
 Menyusun komponen-komponen atau informasi-informasi sedemikian rupa
baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang
diterimanya.
3) Kompetensi dalam Cara-cara Mengajar
Kompetensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan mengajar bahan pengajaran
sangat diperlukan pendidik, khususnya keterampilan dalam:

 Merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran.


 Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan (alat bantu atau alat
peraga) bagi murid dalam proses belajar yang diperlukannya.
 Mengemabangkan dan mempergunakan semua metode-metode mengajar
sehingga terjadilah kombinasi-kombinasi dan fariasnya yang efektik
Ketiga aspek kompetensi tersebut harus dikembangkan dengan luas dan selaras dan
tumbuh dalam kepribadian pendidik. Maka dengan demikian dapat diharapkan dari
padanya untuk mengerahkan segala kemampuan dan ketrampilannya dalam mengajar
secara professional dan efektif.

D. Tugas Pendidik
Sejumlah kompetensi pendidik dan kode etiknya itu merupakan pedoman bagi pendidik
dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kompetensi dan kode etik tersebut dapat mengantarkan
pendidik dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, baik dan benar secara normatif,
karena berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan sangat ditentukan oleh bagaimana pendidik
memahami tugasnya.

Secara garis besar pendidik itu dapat disimpulkan menjadi dua bagian:

 Sebagai pengajar (Instructur) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan


melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan
penilaian setelah program dilakukan.
 Sebagai pendidik (Edukator)yang mengarahkan anak didik pada tingkat kedewasaan
yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.7
7
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam,(Surabaya: eLKAF, 2006), hal.163.
Dalam Islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia.
Posisi ini menyebabkan mengapa islam menempatkan orang-orang yang beriman dan
berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding dengan manusia lainnya.
Secara umum, tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalisasinya mendidik
merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum,
member, contoh, membiasakan, dan lain sebagainya. Batasan ini arti bahwa tugas
pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Di
samping itu, pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar
mengajar sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan
dinamis.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pendidik menurut islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi
peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik
(karsa). Sedangkan secara bahasa pendidik adalah orang yang pekerjaanya mengajar.
Dalam konteks yang lebih luas setiap individu adalah pendidik, oleh sebab itu ia harus
menjaga dan meningkatkan kualitas diri dan sekaligus menjadi tauladan bagi
sesamnya.
Jenis – jenis pendidik ada 4 antara lain:
1. Allah SWT
2. Nabi Muhammad SAW
3. Orang tua
4. Guru
Seorang pendidik harus memiliki tiga kompetensi yaitu: kompetensi
kepribadian, kompetensi penguasaan atas bahan, dan kompetensi dalam cara-cara
mengajar.
Tugas pendidik secara garis besar dibedakan menjadi 2 yaitu :
 Sebagai pengajar (Instructur) yang bertugas merencanakan program
pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta
mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
 Sebagai pendidik (Edukator)yang mengarahkan anak didik pada tingkat
kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah
SWT menciptakannya.

B. SARAN
Kami berharap dengan membaca makalah ini seorang pendidik bisa lebih baik
lagi dan lebih professional dalam bidangnya masing-masing, karena pendidik
memiliki peran yang penting dalam kesejahtraan seorang anak didiknya. selain dari
itu kami berharap tidak ada lagi sifat meremehkan baik tugas, syarat, dan sifat dari
seorang pendidik karena itu merupakan kunci kesuksesan seorang pendidik. Mungkin
makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mohon saran dari dosen
pembimbing dan teman-teman, supaya kedepannya kami bisa lebih baik lagi dari
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam,(Yogyakarta: LKiSYogyakarta, 2009)., hal. 22


Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) hal.
74-75.
Muhaimin,Wacana pengembangan Pendidikan Islam,(Surabaya: Pusat Studi Agama, Politik dan
Masyarakat(PSAPM), 2004)., hal 209-213
Khoirin Rosyadi, Pendidikan Profetik.(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004)., hlm. 172
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam,op.cit., hal. 37
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 59-60
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam,(Surabaya: eLKAF, 2006), hal.163.
MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DAN PEMBENTUKAN JIWA
Untuk memenuhi tugas Filsafat Pendidikan
Islam Dosen Pengampu : Prof.Dr.KH Akhyak ,
M.Ag

Disusun Oleh:
1.Ovi Silvia Lika Putri Aji (12211183010)
2.Denis Shania Tricia (12211183030)

TADRIS FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
Kata Pengantar

Rasa syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini kami membahas “Pembentukan Agama Islam dan Pembentukan Jiwa ”,
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang Filsafat
Pendidikan Islam.
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas ini tapi
dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga
kami mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini,
kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG.
2. Bapak Dr.Maryono, M.Pd. Selaku Kepala Jurusan Tadris Fisika
3. Bapak Prof.Dr.KH Akhyak , M.Ag sebagai dosen pengampu,
4. Teman-teman jurusan Tadris Fisika IAN TULUNGAGUNG yang telah
memberikan motivasi dan saran.
Kami menyimpulkan bahwa tugas ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami
menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas kelompok ini dan bermanfaat bagi
kami dan pembaca pada umumnya.

Tulungagung,09 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................


Daftar Isi.......................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................
C. Tujuan ......................................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam.......................................................
B. Tujuan Pendidikan Agama Islam ............................................................
C. Pembentukan Jiwa ...................................................................................
D. Hubungan antara Pendidikan Agama Islam dan Pembentukan Jiwa ......

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan Jiwa menjadi isu penting
dalam dunia pendidikan akhir akhir ini,hal ini
berkaitan dengan krisis moral yang terjadi
ditengah tengah masyarakat maupun
dilingkungan pemerintah yang semakin
meningkat dan beragam.Kriminalitas,ketidak
adilan,Korupsi,Kekerasan pada
anak,Pelanggaran HAM Menjadi bukti bahwa
telah terjadi krisis jati diri dan karakteristik
bangsa Indonesia.
Budi pekerti luhur,kesopanan,religiusitas
yang dijunjung tinggi dan menjadi budaya
bangsa Indonesia selama ini seolah-olah menjadi
terasa asing dan jarang ditemui dalam
masyarakat Indonesia saat ini.Kondisi ini akan
menjadi lebih parah lagi jika pemerintah tidak
segera melakukan program program perbaikan
yang bersifat jangka panjang dan juha jangka
pendek.
Pembentukan Jiwa menjadi sebuah
jawaban yang tepat atas permasalahan-
permasalahan yang telah disebut diatas,dan juga
lembaga pendidikan sebagai penyelenggara
pendidikan diharapkan dapat menjadi tempat
yang mampu dalam mewujudkan misi dari
pembentukan jiwa tersebut.Salah satu alternatif
yang dapat dilakukan dalam pendidikan karakter
adalah mengoptimalkan pendidikan agama
terutama agama Islam.Peran pendidikan agama
islam sangat strategis dalam pembentukan jiwa
atau karakter anak didik.Pendidikan agama
merupakan sarana transformasi pengetahuan
dalam aspek kognitif,sebagai sarana transformasi
norma serta nilai moral untuk membentuk sikap
yang dianggap tangguh dalam menghadapi
berperan tantangan,hambatan,dan perubahan yang muncul
dalam dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup
mengendalik lokal,nasional,regional maupun global.
an perilaku
sehingga
tercipta
peribadian
manusia
seutuhnya.
Pend
idikan
Agama
Islam
diharapkan
mampu
menghasilka
n manusia
yang selalu
berupaya
menyempur
nakan iman
dan taqwa
dan
berakhlak
mulia yang
meliputi
etika,budi
pekerti,atau
moral
sebagai
perwujudan
dari
pendidikan.
Manusia
seperti itu
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan agama islam?
2. Apa saja tujuan pendidikan agama islam?
3. Apa yang dimaksud dengan pembentukan jiwa?
4. Bagaimana Hubungan antara Pendidikan Agama Islam dan Pembentukan Jiwa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Pendidikan Agama Islam
2. Untuk mengetahui apa saja tujuan dalam Pendidikan Agama Islam
3. Untuk mengetahui apa itu Pembentukan jiwa
4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara pendidikan agama islam dan
pembentukan jiwa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Agama Islam
Pengertian Pendidikan Agama Islam
a. Menurut Drs.Burlian Somad
Suatu pendidikan dinamakan
pendidikan islam jika pendidikan
itu bertujuan membentuk individu
menjadi bercorak diri,berderajat
tinggi menurut ukuran Allah dan isi
pendidikannya menuju tujuan itu
adalah ajaran Allah.
b. Menurut Drs.Usman Said
Pendidikan agama islam adalah
segala usaha sesuatu untuk
terbentuk atau
membimbing/menuntun rohani dan
jasmani manusia menurut agama
islam.
c. Menurut Drs.Abd Rahmat Shaleh
Pendidikan agama islam adalah
segala yang diusahakan yang
diarahkan kepada pembentukan
kepribadian anak yang merupakan
dan sesuai ajaran agama islam.
d. Menurut Drs.H Zuahirin
Pendidikan agama islam berarti
usaha usaha secara sistematis dan
pragmatis dalam membentuk anak
didik supaya hidup sesuai ajaran
agama islam.
e. Menurut Zakiyah Drajat
Pendidikan agama islam adalah
suatu usaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar
senantiasa dapat memahami ajaran
agama islam bersandar kepada ajaran Al-Quran
secara dan sunnah,maka tujuan dari proses
menyeluruh ini adalah terciptanya insan insan
lalu kamil setelah proses berakhir.
menghayati
tujuan yang
pada akhirnya
dapat
mengamalkan
serta
menjadikan
agama islam
sebagai
pandangan
hidup.
f. Menurut
Dr.Armai
Arif,M.A
Pendidikan
agama islam
adalah sebuah
proses yang
dilakukan
untuk
meciptakan
manusia
seutuhnya,ber
iman dan
bertaqwa
kepada Tuhan
serta mampu
menunjukkan
eksistensinya
sebagai
Khalifah
Allah di bumi
yang
Dari ungkapan para ahli tentang Pendidikan Agama Islam dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha pendidikan
terhadap anak didik supaya terbentuk peribadian yang muslim dan
muttaqin,kepribadian yang ketika bertindak dan berbuat apapun berdasarkan
ajaran ajaran islam dan bertanggung jawab sesuai nilai islam untuk mencapai
kebahagiaan hidup di Dunia serta Akhirat1.

B. Tujuan Pendidikan Agama Islam


Pada umumnya pendidikan agama islam bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan melalui pemberian dan pemupukan ,pengetahuan ,penghayatan
,pengalaman terhadap agama islam,sehingga menjadi muslim yang terus
berkembang dalam keimanan,ketaqwaan,berbangsa dan bernegara.
Secara umum tujuan pendidikan agama islam dibagi menjadi tujuan
umum,tujuan sementara,tujuan akhir,dan tujuan operasional.Tujuan umum
adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik
dengan pengajaran atau dengan cara lain.Tujuan sementara adalah tujuan yang
akan dicapai setelah anak didik diberi pengalaman tertentu yang telah
direncanakan sesuai kurikulum.Tujuan Akhir adalah tujuan yang dikejendaki
agar anak didik menjadi manusia manusia yang sempurna atau insan
kamil.sedangkan,tujuqn operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai
dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.
Berikut adalah beberapa tujuan pendidikan agama islam yang
dikemukakan oleh para ahli :

a. Menurut abdul rahman shaleh mengatakan mengatakan bahwa pendidikan


islam bertujuan untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah swt,
sekurang-kurangnya mempersiapklan diri kepada tujuan akhir, yakni
beriman kepada Allah dan tunduk serta patuh secara total kepadanya.

b. Menurut Imam Al-Gazali mengatakan ada dua tujuan utama yakni,


membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri

1
https://www.ilmusaudara.com/2016/08/pengertian-pendidikan-agama-islam-dan.html?m=1 diakses
pada tanggal 22 September 2019 pukul 07:00 WIB
kepada Allah swt. Dan membentuk insane purna untuk memperoleh
kebahagiaan dunia maupun akhirat.
c. Menurut Hasan Lagulung dalan bukunya asas-asas pendidikan islam,
hasan lagulung mnjelaskan, bahwa tujuan pendidikan harus dikaitkan
dengan tujuan hidup manusia, atau lebih tegasnya, tujuan hidup untuk
menjawab persoalan, untuk apa kita hidup yakni semata-mata hanya untuk
menyembah kepada Allah swt.

Banyak sekali konsep dan teori tujuan islam yang dikemukakan baik dari
zaman klasik maupun hingga sekarang dewasa ini.Namun demikian
berkembangnya tentang pemikiran tujuan pendidikan islam tidak pernah
melenceng dari prinsip dasar yang menjadi asas berpijak dalam
pengembangan tujuan pendidikan yang dimaksud.Oleh karena itu Pendidikan
Agama Islam baik pengertian dan tujuannya haruslah mengacu pada
penanaman nilai nilai islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau
moralitas sosial.Penanaman nilai nilai ini juga dalam rangka menuai
keberhasilan hidup di Dunia yang kemudian akan mampu menuai kenikmatan
dan kebaikan di Akhirat kelak.

C. Pembentukan Jiwa

Jiwa (nafsu) manusia sebagai sesuatu yang fitri berpotensi baik atau buruk,
bergantung bagaimana ia dibentuk. Karena itu, lebih spesifik lagi, nafsiyyah bisa
diartikan sebagai pola pembentukan jiwa (nafsu) hingga menjadi baik atau buruk.
Dengan kata lain, nafsiyyah (pola pembentukan jiwa) adalah cara manusia untuk
memenuhi kebutuhan jasmaniah maupun naluriahnya berdasarkan standar
pemahaman tertentu.

Jiwa juga dikenal dengan istilah karakter, karakter merupakan kualitas atau
kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang menjadi
kepribadian khusus sebagai pendorong dan penggerak serta membedakannya
dengan yang lain.Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah
etika,akhlak,dan atau nilai yang berkaitan dengan kekuatan moral.oleh karena itu
pendidikan Karakter secara lebih luas dapat diartika sebagai pendidikan yang
mengembangkan nilai budaya dan karakter Bangsa pada diri anak didik sehingga
mereka memiliki nilai dan karakter sebagai dirinya,menerapkan nilai nilai karakter
dalam kehidupan bermasyarakat,dan sebagai warga negara yang
2
religius,nasionalis,produktif,dan kreatif . Dalam upaya mendidik karakter anak,
harus disesuaikan menurut dunia anak tersebut. Yakni selalu selaras dengan tahap-
tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pembentukan karakter
diklasifikasikan dalam 5 tahapan yang berurutan dan sesuai usia yaitu :

a. Tahap pertama adalah membentuk adab, antara usia 5 sampai 6 tahun.


Tahapan ini meliputi jujur, mengenal antara yang benar dan yang salah,
mengenal mana yang baik dan yang buruk, serta mengenal mana yang
diperintahkan.
b. Tahap kedua adalah melatih tanggung jawab diri, antara usia 7 sampai 8
tahun. Tahapan ini meliputi perintah menjalankan kewajiban shalat, melatih
melakukan hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi secara mandiri, serta
dididik untuk selalu tertib dan disiplin sebagaimana yang telah tercermin
dalam pelaksanaan sholat mereka.
c. Tahap ketiga adalah membentuk sikap kepedulian, antara usia 9 sampai 10
tahun. Tahapan ini meliputi diajarkan untuk peduli terhadap orang lain
terutama teman-teman sebaya, dididik untuk menghargai dan menghormati
hak orang lain, mampu bekerjasama, serta mau membantu orang lain.
d. Tahap keempat adalah membentuk kemandirian, antara usia 11 sampai 12
tahun. Tahapan ini melatih menerima resiko sebagai bentuk konsekuensi bila
tidak mematuhi perintah, dididik untuk membedakan yang baik dan yang
buruk.
e. Tahap kelima adalah membentuk sikap bermasyarakat, pada usia 13 tahun ke
atas. Tahapan ini melatih kesiapan bergaul di masyarakat berbekal pada
pengalaman sebelumnya. Bila mampu dilaksanakan dengan baik, maka pada
usia yang selanjutnya hanya diperlukan penyempurnaan dan pengembangan
secukupnya.

Pembentukan jiwa seseorang sangat dipengaruhi oleh pemahamannya, yang


bersumber dari keyakinan/akidah yang dimilikinya. Pemahamanlah yang

2
Nur Ainiyah,”Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam”,Jurnal Al-Ulum.Vol.13,2013,Hal
27
membentuk ‘aqliyyah (pola pikir) nya sekaligus mempengaruhi pembentukan jiwa
(nafsiyyah) nya. Pengaruh pemahaman (mafhum) seseorang terhadap pembentukan
jiwa sangatlah besar.

D. Hubungan Pendidikan Agama Islam dan Pembentukan Jiwa


Dalam hal pembentukan jiwa atau karakter seseorang, pendidikan agama
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan agama
berperan sebagai pengendali tingkah laku atau perbuatan yang terlahir dari sebuah
keinginan yang berdasarkan emosi. Jika ajaran agama sudah terbiasa dijadikannya
sebagai pedoman dalam kehidupan seseorang sehari-hari dan sudah ditanamkannya
sejak kecil, maka tingkah lakunya akan lebih terkendali dalam menghadapi segala
keinginan-keinginannya yang timbul.
Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia berkualitas secara lahiriyah
dan bathiniyah. Secara lahiriyah pendidikan menjadikan manusia bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain, serta dapat menentukan arah hidupnya ke depan. Sedangkan
secara bathiniyah pendidikan diharapkan dapat membentuk jiwa-jiwa berbudi, tahu
tata krama, sopan santun dan etika dalam setiap gerak hidupnya baik personal
maupun kolektif. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan akan membawa
perubahan pada setiap orang sesuai dengan tata aturan. Dalam hal ini pendidikan
membawa perubahan dengan membentuk jiwa atau karakter seseorang yang lebih
baik. Tidak hanya pengetahuan kognitif saja tetapi pengetahuan agama juga
dibutuhkan untuk membentuk jiwa yang baik.
Pendidikan adalah proses pembentukan jiwa atau karakter. Jadi,
Pembentukan atau Pembangunan karakter adalah proses membentuk karakter, dari
yang kurang baik menjadi yang lebih baik. Pendidikan Agama islam mampu
membangun jiwa seseorang lebih baik melalui nilai-nilai islam untuk mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat3.

3
Nur Ainiyah,”Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam”,Jurnal Al-Ulum.Vol.13,2013,Hal
28
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari ungkapan para ahli tentang Pendidikan Agama Islam dapat disimpulkan
bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha pendidikan terhadap anak didik
supaya terbentuk peribadian yang muslim dan muttaqin,kepribadian yang ketika
bertindak dan berbuat apapun berdasarkan ajaran ajaran islam dan bertanggung
jawab sesuai nilai islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di Dunia serta Akhirat.
Banyak sekali konsep dan teori tujuan islam yang dikemukakan baik dari zaman
klasik maupun hingga sekarang dewasa ini.Namun demikian berkembangnya
tentang pemikiran tujuan pendidikan islam tidak pernah melenceng dari prinsip
dasar yang menjadi asas berpijak dalam pengembangan tujuan pendidikan yang
dimaksud.Oleh karena itu Pendidikan Agama Islam baik pengertian dan tujuannya
haruslah mengacu pada penanaman nilai nilai islam dan tidak dibenarkan
melupakan etika sosial atau moralitas sosial.Penanaman nilai nilai ini juga dalam
rangka menuai keberhasilan hidup di Dunia yang kemudian akan mampu menuai
kenikmatan dan kebaikan di Akhirat kelak.
Pembentukan jiwa seseorang sangat dipengaruhi oleh pemahamannya, yang
bersumber dari keyakinan/akidah yang dimilikinya. Pemahamanlah yang
membentuk ‘aqliyyah (pola pikir) nya sekaligus mempengaruhi pembentukan jiwa
(nafsiyyah) nya. Pengaruh pemahaman (mafhum) seseorang terhadap pembentukan
jiwa sangatlah besar.
Dalam hal pembentukan jiwa atau karakter seseorang, pendidikan agama
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan agama
berperan sebagai pengendali tingkah laku atau perbuatan yang terlahir dari sebuah
keinginan yang berdasarkan emosi. Jika ajaran agama sudah terbiasa dijadikannya
sebagai pedoman dalam kehidupan seseorang sehari-hari dan sudah ditanamkannya
sejak kecil, maka tingkah lakunya akan lebih terkendali dalam menghadapi segala
keinginan-keinginannya yang timbul.
B. SARAN
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui kritik dan
saran yang konstruktif dari semua pihak. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Ainiyah,Nur.2013.Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam.Jurnal Al-
Ulum.13.Hal25-38
https://www.ilmusaudara.com/2016/08/pengertian-pendidikan-agama-islam-
dan.html?m=1 (diakses pada tanggal 22 September 2019 pukul 07:00 WIB)
https://jaririndu.blogspot.com/2012/05/peranan-penting-pendidikan-agama-
islam.html?m=1(diakses pada tanggal 22 September 2019 pukul 09:40 WIB)
EPISTIMOLOGI
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag

Disusun Oleh:
1. Siti Aminah (12211183003)
2. Nanda Nurfajarita K.H (12211183019)
3. Aufa Alfarikhi (12211183021)

TADRIS FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur kepada Alloh SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami. Sholawat serta salam
semoga tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah
memberikan warna ilahiah dalam hidup dan kehidupan manusia di dunia. Sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas kelompok ini tepat pada waktunya dengan judul

“FILSAFAT

PENDIDIKAN ISLAM”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
pendidikan pancasila. Dan kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG.
2. Bapak Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag selaku Dosen Filsafat Pendidikan Islam.
3. Teman-teman yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga tugas
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga tugas kelompok ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Dan dapat memperluas ilmu tentang pendekatan dalam metodologi studi islam.
Penulisan makalah tugas kelompok ini masih memiliki banyak kekurangan
sehingga penulis meminta saran dan kritikannya, terimakasih.

Tulungagung, 25 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang................................................................................1
B.Rumusan Masalah...........................................................................2
C.Tujuan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Epistimilogi..................................................................3
B.Metode Epistimilogi........................................................................6
C.Macam-macam Epistimologi..........................................................8
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan.....................................................................................11
B.Saran...............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada dua dimensi dalam kajian filsafat
pendidikan Islam yaitu dimensi makro dan
dimensi mikro, adapun dimensi makro
filsafat pendidikan Islam ini diantaranya
membahas tentang epistemologi.
Ilmu merupakan pengetahuan
pengetahuan yang mempunyai
karakteristik tersendiri. Pengetahuan
mempunyai berbagai cabang pengetahuan
dan ilmu merupakan salah satu cabang
pengetahuan tersebut. Karakteristik
keilmuan itulah yang mencirikan hakikat
keilmuan dan sekaligus membedakan ilmu
dari berbagai cabang pengetahuan lainnya.
Dalam epistemologi yang paling
mendasar untuk dibicarakan adalah apa
yang menjadi sumber pengetahuan,
bagaimana struktur pengetahuan yang
dimana hal ini akan berkaitan dengan
macam/jenis pengetahuan dan bagaimana
kita dapat memperoleh pengetahuan
tersebut.
Sejak mula, epistimologi merupakan
salah satu bagian dari filsafat sistematik
yang paling sulit sebab epistemologi
menjangkau permasalahan- permasalahan
yang membentang seluas jangkauan
metafisika sendiri, selain itu pengetahuan
merupakan hal yang sangat abstrak dan
jarang dijadikan permasalahan ilmiah
dalam kehidupan sehari-hari.
Epistemologi berasal dari kata
episteme yang berarti pengetahuan dan
logos yang untuk membedakan dua cabang filsafat,
berarti ilmu. epistemologi dan ontologi. Sebagai sub
Jadi sistem filsafat, epistemologi ternyata
epistemolog menyimpan “misteri” pemaknaan atau
i adalah pengertian yang tidak mudah dipahami.
ilmu yang Pengertian epistemologi ini cukup menjadi
membahas perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki
tentang sudut pandang yang berbeda ketika
pengetahuan mengungkapkannya, sehingga didapatkan
dan cara
memperoleh
nya. Dengan
kata lain,
epistemolog
i adalah
suatu
cabang
filsafat yang
menyoroti
atau
membahas
tentang tata
cara, teknik,
atau
prosedur
mendapatka
n ilmu dan
keilmuan.
Secara
historis,
istilah
epistemolog
i digunakan
pertama kali
oleh J.F.
Ferrier,
pengertian yang berbeda-beda, bukan saja pada redaksinya, melainkan juga
pada substansi persoalannya.
Menurut Amsal Bakhtiar Epistemologi atau teori pengetahuan ialah
cabang filsafat yang berurusan dengan hakekat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian , dan dasar-dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan, yakni cabang filsafat
yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat
pengetahuan dan sumber pengetahuan. Menyimak dari pernyataan tersebut
maka dalam pendidikan Islam harus mengetahui pendekatan dan metode yang
digunakan untuk memperoleh pengetahuan.
Pengertian epistemologi diharapkan memberikan kepastian pemahaman
terhadap substansinya, sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk yang
terkait dengan epistemologi itu. Ada beberapa pengertian epistemologi yang
diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa
sebenarnya epistemologi itu.
Dengan demikian, epistemologi merupakan pembahasan mengenai
bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber
pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan?
Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Epistimologi?
2. Bagaimana Penjelasan tentang Metode Epistimologi?
3. Bagaimana Penjelasan tentang Macam-macam Epistimologi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian dari epistimologi.
2. Untuk mengetahui penjelasan tentang metode epistimologi.
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang macam-macam epistimologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara etimologi kata
Epistimologi
“epistimologi” berasal dari
Bahasa Yunani “epitesme” dan
“logos”. Epitisme berarti
pengetahuan, sedangkan logos
berarti teori, uraian, atau alasan
jadi epistimologi adalah sebuah
teori tentang pengetahuan dalam
bahasa Inggris dikenal dengan
“Theori of Knowledge”.
Secara terminologi Dagobert
D. Runes dalam bukunya
Dictioniry of Philoshopy yang
dikutip Armai Arief mengatakan
bahwa Epsitimologi adalah
cabang filsafat yang menyelidiki
tentang keaslian pengertian,
struktur, mode, dan vasilitas
pengetahuan. Dalam pendapat
lain adalah D.W Hamlyan
sebagaimana yang dikutip
Mujamil, mendefinisikan
Epitimologi sebagai cabang
filsafat yang berurusan sebagai
hakikat dan lingkup pengetahuan,
dasar dan pengandai-
pengandaiannya serta secara
umum hal itu dapat
diandalkannya sebagai penegasan
bahwa orang memiliki
pengetahuan.
Menurut Karl R. Popper,
epistemology adalah teori
pengetahuan ilmiah. dianggap benar. Tak jarang juga
Sebagai teori kita menemui perbedaan hasil
pengetahuan ilmiah, temuan dalam masalah yang
epistemology sama. Hal ini disebabkan oleh
berfungsi dan perbedaan prosedur yang
bertugas ditempuh para ilmuan dalam
menganalisis secara membentuk ilmu pengetahuan.
kritis prosedur yang Oleh karena itu dengan
ditempuh ilmu epistemology inilah kita dapat
poengetahuan dalam mengetahui dan menganalisis
membentuk dirinya. bagaimana terbentuknya
Tetapi ilmu pengetahuan ilmiah yang
pengetahuan harus merupakan hasil dari temuan oara
ditangkap dalam ilmuan. Sehingga epistemology
perumbuhannya, dapat menentukan cara kerja
sebab ilmu
pengetahuan yang
berhenti akan
kehilangan
kekasannya. Karena
hakikat ilmu
pengetahuan adalah
terus berkembang
dan semakin lama
mengalami
penyempurnaan oleh
para ilmuan.
Perkembangan
ilmupengetahuan
dengan demikian
membuktikan bahwa
kebenaran bersifat
tentative. Selama
belum digugurkan
oleh temuan lain,
maka suatu temuan
ilmiah atau prosedur ilmiah yang paling efektif dalam memperoleh ilmu
pengetahuan yang kebenarannya terandalkan. 1
Menurut P. Hardono Hadi menyatakan bahwa, epistemology adalah
cabang filsafat yang mempelajari dan memcoba menemukan kodrat dan
skope pengetahuan, pengandaian pengandaian dan dasarnya, serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Sebagai cabang ilmu filsafat Epistimologi bermaksud untuk mengkaji dan
mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari seseorang makhluk yaitu
manusia. Bagaimana pada dasarnya pengetahuan itu diperoleh dan diuji
kebenarannya? Dimana saja ruang lingkup atau batasan-batasan kemampuan
mansia untuk mengetahui? Didalam epistimologi juga berlaku pengandaian-
pengandaian dan syarat-syarat logis mendasari dimungkinkannya
pengetahuan serta mencoba memeberi pertanggung jawaban rasional terhadap
klaim kebenaran dan objektivitasnya.
Epistimologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan
suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif
pengalaman manusia dan interaksinya dengan diri lingkungan sosial dan alam
sekitarnya. Maka epistimologi adalah suatu disiplin yang bersifat menilai, ia
menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori
pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki dasar
yang dapat dipertanggung jawabkan secara nalar.
Adapun dari sisi epistimologi, kita bisa membahas ilmu daro sisi
represifnya setelah kita membuktikan secara ontologis tentang keberadaan
ilmu tersebut. Jadi bisa dikatakan bahwa kajian epistimologi ini sebenarnya
adalah pembahasan derajat kedua. Meskipun demikian secara substansial
pembahasan epistimologi ini sangat berbeda dengan pembahasan ontologi.
Banyak filsof Islam mencurahkan segala kemampuan mereka untuk
mengkaji pembahsan seputar epistimologi ini. Salah satu pembahasan yang
menjadikan pertentangan di antara filosof muslim adalah berkaitan dengan
tolak ukur benar dan salah. Para filosof Islam berpendapat bahwa alam
understanding (dzini) dan alam external (khariji) memiliki hubungan yang

1
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2005), Hal. 28—29.
erat.

1
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2005), Hal. 28—29.
Gambaran yang dimiliki oleh ilmu alam tidak sekedar gambaran yang tidak
memiliki kenyataan. Apa saja dari gambaran yang ia tampung itu memilik
kenyataan. Akan tetapi para filosof yang lainnya memiliki pendapat berbeda.
Bagi mereka hubungan antara alam understanding dan external bukanlah
hubungan gambar dengan objeknya. Untuk memudahkan kita memahami
pendapat ini ada satu pendekatan yang sangat mudah untuk kita cerna
bersama. Ketika kita menggambar kuda di atas kanvas, apa yang ada di atas
kanvas tersebut inigin memberikan pesan kepada kita bahwa gambar tersebut
memiliki objek dan ia adalah kuda yang ada di alam realitas: bernafas,
makan, minum, berjalan, dll.
Ilmu manusia tersusun dari hal-hal yang sederaha. Contohnya kalau kita
hendak mengetahui manusia, maka kita terlebih dahulu harus mengetahui
definisi manusia sehingga dapat membedakan antara manusia dan lainnya.
Pengetahuan kita tentang manusia tersusun dari beberapa hal-hal yang simpel
yaitu bahwa manusia itu berfikir, berbadan, dan perasa. Akan tetapi, yang
menjadi objek kajian para filosof Islam ialah: dari manakah manusia
mendapatkan ilmu-ilmu simpel tersebut? Dengan metode atau perangkat
apakah manusia mendapatkan ilmu-ilmu simpel tersebut? Dari sinilah
munculnya perbedaan antara filosof-filosof dari zaman Yunani sampai
sekarang antara Plato dan Aritoteles, antara Avessina dan Syuhrawardi, antar
kaum paripatetik dan intutivis, serta antara rasionalis dan empiris.
B. Metode Epistemologi

Dalam dunia keilmuan ada upaya ilmiah yang disebut metode, yaitu cara
kerja untuk dapat memahami objek menjadi sasaran ilmu yang sedang dikaji.
Lebih jauh lagi Peter R. Senn mengemukakan, metode merupakan suatu
prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah
yang sistematis. Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.2
Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa metodologi adalah ilmu
tentang metode atau mempelajari tentang prosedur prosedur cara mengetahui
sesuatu. Jika metode merupakan prosedur atau cara mempelajari sesuatu,
maka metodologilah yang mengkerangkai secara konseptual terhadap
prosedur tersebut.
Dasar bagi konsepsi kebenaran umum sebagai kesesuaian antara pikiran
dan dengan kenyataan. Jika apa yang saya nyatakan baik, maka pertimbangan
yang saya nyatakan sesuai dengan kenyataan, maka benar. Sampai
pertimbangan tertentu dibuat, persoalan mengenai kebenaran tidak
dirumuskan secara jelas. Pengalaman dianggap bukanlah masalah benar atau
salah, tetapi tetaplah kenyataan. Konsep (misalnya: hijau, rumput) sebagai
pemahaman terpisah dari kenyataan tidak bisa dianggap benar atau salah
didalam pernyataan, dengan pertimbangan apakah pernyataan itu sesuai
dengan kenyataan atau tidak.

Memang benar bahwa pertimbangan mempunyai peranan yang sangat


menentukan didalam pewmahaman manusia. Namun, tetaplah benar bahwa
masalah didalam pengetahuan seharusnya tidak disamakan dengan masalah
benar tidaknya pertimbangan. Pengetahuan tentunya berhubungan erat
dengan ekspresi, dan ekspresi normalnya mendapatkan pengucapannya di
dalam pertimbangan / pernyataan. Seperti halnya yang disebutkan oleh
gabriel marcel bahwa epistimologi bukan hanya berurusan dengan pernyataan
atau pertimbangan, tetapi epistemologi benar-benar berurusan dengan
pernyataan mengenai dasar dari pertimbangan. Nilai kebenaran pertimbangan
harus diputuskan berdasarkan sesuatu yang jelas dari dirinya (Evidensi).
2
Ibid, Hal. 20.
Dengan

2
Ibid, Hal. 20.
mengarahkan perhatian bukan kepada pertimbangan tetapi kepada evidensi
bukanlah melulu mengenai persoalan mengenai penerapan konsep-konsep
inderawi mengenai objek-objek partikuler.3

Cinta bukannya tidak relevan bagi persoalan pengetahuan, tetapi justru


menjadi sarana untuk membimbing kita pada pengetahuan twrtentu.
Seseorang yang mencintai lebih mengenal orang yang dicintai dari pada
orang yang tidak mencintai orang tersebut. Mungkin kenyataan dari orang
terrcinta tersebut hanya tampak bagi orang yang mencintainya. Sebaliknya,
cinta kepada orang lain dapat membuka kemungkinan bagi pengenal diri yang
tidak mungkin diperoleh dengan jalan lain. Orang yang tidak mencintai orang
lain mungkin tidak tau dirinya sendiri.

Tetapi perlu diingat bahwa apa yang dikatakan disini bersifat sementara.
Pada tahap ini masih pada taraf antisipasi lebih kritis, tentu saja beralasan
untuk menganggap bahwa pertimbangan mempunyai kedudukan khusus
didalam pengetahuan manusia. Dan memang seharusnya epistemologi
memberikan perhatian khusus akan tetapi hal tersebut harus dilihat dalam
kerangka evidensi.4 Selanjutnya pertimbangan tidak boleh dilihat hanya
dengan cara ahli logika atau ahli tata bahasa, akan tetapi pertimbangan
merupakan ungkapan dari asimilasi diri atas kenyataan. Pertimbangan tidak
boleh ditinggalkan dari seluruh dinamisme subyek yang pernyatan dari
kenyataan.

Sehingga pernyataan metode epistimologi merupakan hal terakhir


pendahuluan dan tidak boleh terlalu detail. Artinya epistimologi harus
menatap pengalaman secepatnya dan harus menggunakan bahasa sehari-hari.

4
Ibid, 27
3
P.Hardono Hadi, Epistemologi, Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta;Kanisius, 1994), 26.

4
Ibid, 27
C. MACAM-MACAM EPISTIMOLOGI
Berdasarkan sumbernya, epistemologi dapat bedakan menjadi 2 yaitu
epistemology barat dan epistemologi Islam
1. Epistemologi Barat
Dunia barat mengalami perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat
cepat. Hal ini dapat diliat dari ketertarikan dari berbagai pihak yang
menjadikan dunia barat menjadi pusat pengembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan serta menjadi pusat referensi-referensi ilmu pengetahuan.
Barat dianggap mampu menyajikan temuan baru secara dinamis dan
varian, sehingga memberikan sumbangan yang besar terhadap sains dan
teknologi modern. Seperti yang dikatakan Presiden Iran Hashemi
Rafranjani, bahwa kontribus barat dalam perkembangan IPTEK sebesar
97%, sedangkan islam hanya 1
% serta sisanya dikontribusikan oleh dunia lainnya. Kemajuan b angsa
barat ini disebabkan oleh pendekatan sains yang dilakukan berlandaskan
pada epistemology. Epistemologi benar-benar dimanfaatkan bangsa barat
untuk menemukan penemuan penemuan baru dalam sains dan teknologi.
Bukti mereka menerapkan epistemology adalah mereka mampu
menerapkan teori melalui hasil pengamatan dan observasi serta penalaran
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan baru, menentang penemuan
lama serta dinamisasi pengetahuan sehingga terciota keabsahan ilmu.
Dengan demikian ilmu pengetahuan berkembang pesat di dunia barat.
Epistemologi yang dikembangkan ilmuan barat selanjutnya mempengaruhi
pemikiran para ilmuan di seluruh dunia. Sehingga epistemology mereka
dijadikan acuan dalam pengembangan pemikiran, akhirnya secara praktis
mereka terbaratkan pola pikirnya,pijakan berpikirnya, metode berpikirnya,
cara berpresepsi terhadap pengetahuan dan sebagaianya. Sehingga secara
tidak sadar bangsa barat telah membelenggu pemikiran mengubah presepsi
kita tentang epistemology. Padahal epistemology yang seharusnya dijadika
sarana penalaran sehingga dapat mengembangkan pola pikir malah
berubah menjadi penyeragaman pola pikir. Seolah-olah hanya ada satu
model pola pikir yang bisa diikuti, yaitu pol pikir bangsa barat. Sehingga
hal ini
sesungguhnya adalah bentuk epistemology imperialism, yaitu penjajahan
pola pikir yang sedang dilakukan bangsa barat.
2. Epistemologi Islam
Epistemologi barat terlalu mengistimewakan peranan manusia dalam
mempelajari ilmu pengetahuan sehingga dapat dikatakan bangsa barat
“gila ilmu pengetahuan” dan dalam waktu yang sama pula menentang
dimensi spiritual sehingga terjadi krisis ilmu pengetahuan. Seperti
pengetahuan yang hanya berdasar oleh apa yang ada atau dapat dilihat dan
tidak percaya sesuatu tidak ada atau yang tidak bisa dilihat. Sehingga
epistemology islam yang muncul dari para pemikir muslim dapat menjadi
acuan untuk mengatasi krisis ilmu pengetahuan. Epistemologi islam bukan
hanya bersumber dari manusia namun juga bersumber dari Al-Quran dan
As- Sunnah. Sehingga gagasan epistemology islam merupakan respons
kreatif terhadap tangtangan mendesak dari ilmu pengetahuan modern yang
membahayakan kehidupan dan keharmonisan akibat epistemology barat.
Dalam konteks islam, sains tidak menimbulkan kebenaran absolute. Istilah
yang tepat untuk mendefinisikan pengetahuan adalah al-‘ilm yang
memiliki 2 komponen yaitu menyatakan sumber asli pengetahuan adalah
wahyu atau Al-Quran yang mengandung kebenaran absolute, dan untuk
mempelajarinya harus secara sistematis dan koheren yang artinya semua
merupakan bagian dari kebenaran dan dalam realitasanya dapat digunakan
untuk memecahkan suatu masalah. Dengan demikian al-‘ilm memiliki
sandaran yang kuat dibandung versi barat.
Berdasarkan cara kerjanya atau metode pendekatan yang diambil terhadap
gejala pengetahuan epistimologi dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1. Epistimologi Metafisis
Epistimologi Metafisis berangkat dari suatu faham tertentu tentang
kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui
kenyataan tersebut misalnya tentang keyakinan plato meyakini bahwa
kenyataan sejati adalah kenyataan dalam dunia ide-ide, sedangkan
kenyataan sebagaimana kita alami adalah kenyataan yang fana gambaran
kabur saja dari kenyataan dalam dunia ide-ide.
2. Epistemologi Skeptisa
Epistimologi Skeptis pernah dikerjakan oleh Decrates, kita perlu
membuktikan dulu apa yang kita ketahui sebagai sungguh nyata atau
benar- benar tidak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak
nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap
sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masid
dapat diragukan.
3. Epistimologi Kritis
Epistimologi kritis tidak mementingkan metafisikaa atau
epistimologis tertentu, melainkan berangkat dari asumsi, prosedur dan
kesimpulan pemikiran akal sehat ataupun asumsi, prosedur dan
kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana kita temukan dalam kehidupan,
lalu kita coba tanggapi secara kriotis asumsi, prosedur dan kesimpulan
tersebut.5 Sedangkan berdasarkan titik tolak
pendekatannya secara umum
epistimologi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Epistimologi individual
Epistimologi individual dibahas mengenai kajian tentang bagaimana
struktur pikiran manusia sebagai individu bekerja dalam proses
mengetahui, seperti halnya dianggap cukup mewakili untuk menjalankan
bagaimana semua pengetahuan manusia pada umumnya diperoleh.
2. Epistimologi sosial
Epistimologi sosial adalah kajian filosofis tentang pengetahuan sebagai
data sosiologis. Sehingga dalam hal ini hubungan sosial, kepentingan
sosial dan lembaga sosial dipandang sebagai faktor – faktor yang amat
menentukan dalam proses , cara maupun perolehan pengetahuan.

5
J.Sudirman, Epistimologi...., 21-22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologi kata
“epistimologi” berasal dari Bahasa
Yunani “epitesme” dan “logos”.
Epitisme berarti pengetahuan,
sedangkan logos berarti teori, uraian,
atau alasan jadi epistimologi adalah
sebuah teori tentang pengetahuan
dalam bahasa Inggris dikenal dengan
“Theori of Knowledge”.
Epistemologi disebut juga
sebagai teori pengetahuan, yakni
cabang filsafat yang membicarakan
tentang cara memperoleh pengetahuan,
hakikat pengetahuan dan sumber
pengetahuan. Menyimak dari
pernyataan tersebut maka dalam
pendidikan Islam harus mengetahui
pendekatan dan metode yang digunakan
untuk memperoleh pengetahuan.
Pengertian epistemologi
diharapkan memberikan kepastian
pemahaman terhadap substansinya,
sehingga memperlancar pembahasan
seluk-beluk yang terkait dengan
epistemologi itu. Ada beberapa
pengertian epistemologi yang
diungkapkan para ahli yang dapat
dijadikan pijakan untuk memahami apa
sebenarnya epistemologi itu.

6
Ibid, 27
D tahap mana pengetahuan yang mungkin
engan untuk ditangkap manusia.
demikian Tetapi perlu diingat bahwa apa
, yang dikatakan disini bersifat
epistemo sementara. Pada tahap ini masih pada
logi taraf antisipasi lebih kritis, tentu saja
merupak beralasan untuk menganggap bahwa
an pertimbangan mempunyai kedudukan
pembaha khusus didalam pengetahuan manusia.
san Dan memang seharusnya epistemologi
mengena memberikan perhatian khusus akan
i tetapi hal tersebut harus dilihat dalam
bagaima kerangka evidensi.6 Selanjutnya
na kita pertimbangan tidak boleh dilihat hanya
mendapa dengan cara ahli logika atau ahli tata
tkan bahasa, akan tetapi pertimbangan
pengetah merupakan ungkapan dari asimilasi diri
uan: atas kenyataan.
apakah
sumber-
sumber
pengetah
uan ?
apakah
hakikat,
jangkaua
n dan
ruang
lingkup
pengetah
uan?
Sampai
6
Ibid, 27
Pertimbangan tidak boleh ditinggalkan dari seluruh dinamisme subyek
yang pernyatan dari kenyataan.

Sehingga pernyataan metode epistimologi merupakan hal terakhir


pendahuluan dan tidak boleh terlalu detail. Artinya epistimologi harus
menatap pengalaman secepatnya dan harus menggunakan bahasa sehari-
hari.

Berdasarkan sumbernya, epistemologi dapat bedakan menjadi 2


yaitu epistemology barat dan epistemologi Islam. Berdasarkan cara
kerjanya atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala
pengetahuan epistimologi dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu
epistimologi metafisis, epistemologi skeptisa, epistimologi kritis.
Sedangkan berdasarkan titik tolak pendekatannya secara umum
epistimologi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu epistimologi individual,
epistimologi sosial

B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang
menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan
kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau
referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis
banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik
saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya
pada penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Qomar.Mujamil. Epistemologi Pendidikan Islam. 2005 . Jakarta:
Erlangga,
Hadi.P.Hardono. Epistemologi, Filsafat Pengetahuan. 1994
Yogyakarta:Kanisius
J.Sudirman. Epistimologi
https://antikmillatuzzuhria.wordpress.com/2016/06/10/makalah-filsafat-
pendidikan-islam-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi/ (diakses jam 23:29 hari rabu)

https://coretankamal.blogspot.com/2015/10/makalah-filsafat-pendidikan-
islam.html (diakses jam 23:29 hari rabu)
Hakikat Kurikulum Menurut Filsafat Pendidikan Islam
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari dosen Pror.Dr.Kh.Akhyak,M.Ag mata
kuliah filsafat pendidikan islam

Disusun Oleh kelompok 1 :

1. Nikmatur Rohmah ( 12211183007 )


2. Siti qiftiatul musdalifah ( 12211183024 )

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

TULUNGAGUNG

2019
Jalan Mayor Sujadi Timur No. 46 Tulungagung Jawa Timur 66221
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, yang telah
mengutus Rasul-Nya untuk seluruh umat manusia, sholawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW serta seluruh
keluarganya, sahabat serta pengikutnya sampai akhir zaman.

Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas
kelompok ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari
berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok ini dengan
baik, oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih
kepada:

1. Bapak Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG.

2. Bapak Pror.Dr.Kh.Akhyak,M.Ag sebagai dosen psikologi umum

3. Teman-teman yang telah memberikan dukungan serta motivasi

Kami menyimpulkan bahwa tugas kelompok ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas kelompok
ini dan bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Tulungagung,25 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalaH..............................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................2

C. Tujuan.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian kurikulum dalam filsafat pendidikan islam................................3

B. Prinsip kurikulum dalam filsafat pendidikan islam.....................................5

C. Fungsi filsafat dalam kurikulum pendidikan islam....................................6

D. Tujuan kurikulum pendidikan islam............................................................7

E. Hakikat kurikulumdalam filsafat pendidikan islam.....................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................9

B. Saran................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan bentuk usaha sadar dan terencana yang


berfungsi untuk mengembangkan potensi yang ada pada manusia agar bisa
digunakan untuk kesempurnaan hidupnya dimasa depan nanti. Jika dilihat
dalam perspektif Islam adalah untuk membentuk manusia menjadi manusia
seutuhnya (insan kamil) dan menciptakan bentuk masyarakat yang ideal
dimasa depan. Dari istilah insan kamil ini maka segala aspek dalam pendidikan
haruslah sesuai dengan idealitas Islam.

Setiap kegiatan yang akan dilakukan apa lagi untuk mencapai sesuatu
dari yang dilakukan tersebut memerlukan suatu perencanaan atau
pengorganisasian yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur.
Demikian juga dalam suatu pendidikan baik jenis dan jenjangnya pasti
memerlukan suatu program yang terencana dan sistematis sehingga dapat
menghantarkan pada tujuan yang diinginkan, yang proses perencanaan ini
dalam istilah pendidikan disebut dengan kurikulum.

Dalam kurikulum, tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu


pengetahuan yang harus diajarkan oleh pendidik kepada anak didik, tetapi juga
segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu karena
mempunyai pengaruh terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan Islam. Disamping itu, kurikulum juga hendaknya dapat dijadikan
ukuran kwalitas proses dan keluaran pendidikan sehingga dalam kurikulum

1
sekolah telah tergambar berbagai pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-
nilai yang diharapkan dimiliki setiap lulusan sekolah.1

Salah satu tugas dari filsafat pendidikan Islam adalah memberikan arah
bagi tercapainya tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam yang akan
dicapai harus direncanakan atau di programkan melalui kurikulum. Oleh
karena itu kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pendidikan pada lembaga pendidikan islam. Dengan demikian akan menjadi
jelas dan terencana tentang bagaimana dan apa yang harus diterapkan dalam
proses belajar mengajar.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Kurikulum Dalam Filsafat Pendidikan Islam?


2. Bagaimana Prinsip Kurikulum Dalam Filsafat Pendidikan Islam ?
3. Bagaimana Fungsi Kurikulum Dalam Pendidikan Islam?
4. Bagaiman Tujuan Kurikulum Dalam Filsafat Pendidikan Islam?
5. Bagaimana Hakikat Kurikulum Dalam Pendidikan Islam?

C. Tujuan.

1. Untuk mengetahui Pengertian Kurikulum Dalam Pendidikan Islam?


2. Untuk mengetahui Prinsip Kurikulum Dalam Pendidikan Islam?
3. Untuk mengetahui Fungsi Kurikulum Pendidikan Islam?
4. Untuk mengetahui Tujuan Kurikulum?
5. Untuk mengetahui Hakikat Kurikulum Dalam Pendidikan Islam?

1
Nugiyantoro, Burhan. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah .Sebuah
Pengantar Teoritis Dan Pelaksanaan (yogyakarta: BPFE, 1980), 21
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum Dalam Filsafat Pendidikan Islam


Secara harfiah, kurikulum berasal dari bahasa Latin, “Curriculum”,
yang berarti bahan pengajaran.Ada pula yang mengatakan berasal dari
bahasa Perancis, “Courier”, yang artinya berlari.2
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“curier” yang artinya pelari dan “Curere” yang artinya jarak yang harus
ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan di dunia olah
raga yang berarti a lille recesourse (suatu jarak yang harus ditempuh
dalam pertandingan olah raga). Berdasarkan pengertian ini, dalam kontek
dunia pendidikan, kurikulum berarti “circle of instruction” yaitu suatu
lingkaran pembelajaran dimana guru dan peserta didik terlibat di
dalamnya. Adapula yang mengatakan kurikulum ialah arena pertandingan,
tempat pelajar bertanding untuk menguasai pelajaran untuk mencapai garis
penamat berupa diploma, ijazah, atau gelar kesarjanaan.3
Kata kurikulum selanjutnya menjadi suatu istilah yang
menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk
mencapai tujuan akhir, yaitu mencapai suatu gelar atau ijazah. Pengertian
ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa kurikulum adalah
rancangan pengajaran yang berisi sejumlah mata pelajaran yang disusun
secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan
suatu program pendidikan tertentu.4
kurikulum adalah landasan yang digunakan pendidik untuk
membimbing peserta didik kearah tujuan pengetahuan, keterampilan dan
sikap.mental. Ini berarti bahwa proses kependidikan Islam bukanlah sustu
proses yang dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu
pada konseptualisasi manusia paripurna melalui transformasi sejumlah

2
Nasution, S. Pengembangan Kurikulum.Cet ke-4.Bandung,Citra.Aditya Bakti,1991. Halm 9
3
Nizar, Syamsul. Filsafat Pendidikan Islam.cet.ke-1. Jakarta, Ciputat Pers,2002. halm 55-56
4
Crow and Crow. Pengantar Ilmu Pendidikan.edisi ke-1 Yokyakarta, Rake Sirasi,1990. halm
75
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap mental yang harus tersusun dalam
kurikulum pendidikan Islam. Di sinilah peran filsafat pendidikan Islam
dalam memberikan pandangan filosofis tentang hakekat pengetahuan.
Keterampilan, dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam
pembentukan manusia yang paripurna.5
Berdasarkan tuntutan perkembangan, para perancang kurikulum
dewasa ini menetapkan bahwa kurikulum harus mempunyai empat unsur
utama, yaitu:
1. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan.Maksudnya
orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk melalui kurikulum
itu.
2. Pengalaman (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-
aktifitas, dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk
kurikulum itu,bagian ini pulalah yang di masukkan di silabus.
3. Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru untuk
mengajar dan mendorong peserta didik belajar dan membawa
mereka kearah yang dikehendaki oleh kurikulum
4. Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan
menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan
dalam kurikulum, seperti ujian triwulan, ujian akhir, dan lain-lain.

Berangkat dari keempat hal yang menjadi aspek pokok kurikulum,


maka jika dikaitkan dengan filsafat pendidikan yang dikembangkan pada
pendidikan Islam tentu semua akan menyatu dan terpadu dengan ajaran
Islam itu sendiri. Pendidikan yang merupakan suatu proses memanusiaan
manusia pada hakekatnya adalah sebuah upaya untuk meningkatkan
kualitas manusia. Oleh karena itu, setiap proses pendidikan akan berusaha
mengembangkan seluas-luasnya potensi individu sebagai sebuah elemen
penting untuk mengembangkan dan mengubah masyarakat (agent of
change). Dalam upaya itu, setiap proses pendidikan membutuhkan
seperangkat sistem yang mampu mentransformasi pengetahuan,

5
Al –Shaibani,Umar Muhammad al-Taumi.Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, cet.
ke-2( Jakarta, Bulan Bintang,1979). Halm 478
pemahaman, dan perilaku peserta didik. Dan salah satu komponen
operasional pendidikan sebagai sistem adalah kurikulum, dimana ketika
kata itu dikatakan, maka akan mengandung pengertian bahwa materi yang
diajarkan atau dididikkan telah tersusun secara sistematik dengan tujuan
yang hendak dicapai.

B. Prinsip Kurikulum Dalam Filsafat Pendidikan Islam


Prinsip kurikulum pendidian Islam Meliputi :6
a. Kurikulum pendidikan Islam harus bertautan dengan agama,termasuk
ajaran dan nilainya.
b. Tujuan dan kandungan kurikulum pendidikan Islam harus menyeluruh
(universal).
c. Tujuan dan kandungan kyrikulum pendidikan Islam harus adanya
keseimbangan.
d. Kurikulum pendidikan Islam harus berkaitan dengan bakat, minat,
kemampuan dan kebutuhan anak didik serta alam lingkungan di mana
anak didik tersebut hidup.
e. Kurikulum pendidikan Islam harus dapat memelihara perbedaanindividu
diantara anak didik dalam bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan
mereka.
f. Kurikulum pendidikan Islam harus mengikuti perkembangan dan
perubahan zaman, filsafah, prinsip, dasar, tujuan dan metode pendidikan
islam harus dapat memenuhi tuntutan zaman.
g. Kurikulum pendidikan Islam harus bertautan dengan pengalaman dan
aktifitas anak didik dalam masyarakat.
C. Fungsi Filsafat Dalam Kurikulum Pendidikan Islam
Sebagai landasan fundamental, filasafat memegang peranan
penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filasat
dalam mengembangkan kurikulum yaitu:
1. Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat
segaai pandangan hidup, atau value sistem, maka dapat ditentukan mau
dibawa kemana siswa yang kita didik.

6
Ibid
2. Filsafat dapat menentukan materi dan bahan ajaran yang diberkan
sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
3. Filsafat dapat menentukan strategi atau cara penyampaian tujuan.
Sebagai sistem nilai, filsafat dapat dijadikan pedoman dalam merancang
kegiatan pembelajaran.
4. Melalui filsafat dapat ditentukan baaimana menentukan tolak ukur
keberhasilan proses pendidikan.

Dari penjelasan tentang fungsi-fungsi filasafat dalam pengembangan


kurikulum maka semua pertanyaan pokok yang timbul dalam pengembangan
kurikulum dapat terjawabkan. Filsafat merupakan asas/landasan yang paling
utama dalam pengembangan kurikulum. Filsafat sangat penting, khususnya
dalam pengambilan keputusan pada setiap aspek kurikulum, dimana setiap
keputusan harus ada dasarnya (landasan filosofisnya). Para pengembang
kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka
junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum yang tidak
tentu arah. Kurikulum sebagai rancangan dari pendidikan, mempunyai
kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pendidikan karena
kurikulum menentukan proses pelaksanaan dan hasil daripada pendidikan.
Mengingat begitu pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan
perkembangan kehidupan manusia, maka pengembangan kurikulum tidak
dapat dirancang sembarangan.
Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, mempunyai hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta
didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang
berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik (peserta didik)
ke arah yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses
pengembangan kurikulum perlu memperhatikan asumsi-asumsi yang
bersumber dalam bidang kajian psikologi. Pengembangan kurikulum
membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam.
D. Tujuan Kurikulum Pendidikan Islam
Bahan pengajar yang terdapat dalam kurikulum pendidikan islam pada
masa sekarang ini nampaknya semakin luas. Hal tersebut karena di picu oleh
kemajuan beberapa ilmu pengetahuan dan kebudayaan, disamping itu juga
karena bertambahnya beban yang harus di tanggung oleh pihak sekolah. Oleh
karena tuntutan perkembangan yang sedemikian rupa, maka para perancang
kurikulum pendidikan islam memperluas cakupan yang dikandung oleh
kurikulum tersebut, antara lain yang berkenaan dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh proses belajar mengajar.
Berdasarkan penjelasan diatas maka kurikulum pendidikan islam
mempunyai tujuan untuk mencapai perkembangan yang menyeluruh dan
berpadu dengan kepribadian para peserta didik. Disamping itu kurikulum
pendidikan islam juga mempunyai tujuan untuk memberi sumbangan dalam
perkembangan masyarakat islam, memperkuat kepribadian islam yang berdiri
sendiri.7
E. Hakikat Kurikulum Dalam Filsafat Pendidikan Islam
Secara filosofis, hakikat kurikulum adalah model yang diacu oleh
pendidikan dalam upaya membentuk citra sekolah dengan mewujudkan tujuan
pendidikan yang disepakati. Kurikulum dengan pengertian di atas memberikan
indikasi bahwa pedoman rencana pembelajaran tidak bersifat kaku. Kurikulum
yang baik adalah yang dinamis, aktual, teoretis, dan aplikatif.8 Sebagaimana
tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan, misalnya pendidikan bertujuan
meningkatkan penguasaan pengetahuan siswa, pengembangan pribadi siswa,
kemampuan sosial, dan atau kemampuan keterampilan. Dengan tujuan
tersebut, sudah tentu kurikulum harus diarahkan untuk mencapainya.
Suatu kurikulum pendidikan, termasuk pendidikan Islam, hendaknya
mengandung beberapa unsur utama seperti tujuan, isi mata pelajaran, metode
mengajar dan metode penilaian. Kesemuanya harus tersusun dan mengacu
pada asas-asas pembentuk kurikulum pendidikan.

7
Nasution, S., pengembangan kurikulum pendidikan, (bandung: citra adirya bakti, 1991) hlm
26
8
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung,: Pustaka Setia, 2009), 129
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Bahwa kurikulum adalah landasan yang digunakan pendidik untuk


membimbing peserta didik kearah tujuan pengetahuan, keterampilan dan
sikap.mental, baik dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas.
2. Kurikulum pendidikan islam mempunyai ciri-ciri tersendiri yang berbeda
dengan kurikulum yang lain dan senantiasa bersifat dinamis, terus
mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan zaman.
3. Prinsip kurikulum pendidian Islam Meliputi :
a. Kurikulum pendidikan Islam harus bertautan dengan agama,termasuk
ajaran dan nilainya.
b. Tujuan dan kandungan kurikulum pendidikan Islam harus menyeluruh
(universal).
c. Tujuan dan kandungan kyrikulum pendidikan Islam harus adanya
keseimbangan.
d. Kurikulum pendidikan Islam harus berkaitan dengan bakat, minat,
kemampuan dan kebutuhan anak didik serta alam lingkungan di mana
anak didik tersebut hidup.
e. Kurikulum pendidikan Islam harus dapat memelihara
perbedaanindividu diantara anak didik dalam bakat, minat, kemampuan
dan kebutuhan mereka.
f. Kurikulum pendidikan Islam harus mengikuti perkembangan dan
perubahan zaman, filsafah, prinsip, dasar, tujuan dan metode
pendidikan islam harus dapat memenuhi tuntutan zaman.
g. Kurikulum pendidikan Islam harus bertautan dengan pengalaman dan
aktifitas anak didik dalam masyarakat.
4. Filsafat pendidikan Islam berperan sebagai penentu tujuan umum
pendidikan, memberikan arah bagi tercapainya tujuan pendidikan islam,
sehingga kurikulum mengandung nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.
5. fungsi filsafat dalam mengembangkan kurikulum yaitu:
a. Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat
segaai pandangan hidup, atau value sistem, maka dapat ditentukan mau
dibawa kemana siswa yang kita didik.
b. Filsafat dapat menentukan materi dan bahan ajaran yang diberkan
sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
c. Filsafat dapat menentukan strategi atau cara penyampaian tujuan.
Sebagai sistem nilai, filsafat dapat dijadikan pedoman dalam merancang
kegiatan pembelajaran.
d. Melalui filsafat dapat ditentukan baaimana menentukan tolak ukur
keberhasilan proses pendidikan.
6. Sebagaimana tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan, misalnya
pendidikan bertujuan meningkatkan penguasaan pengetahuan siswa,
pengembangan pribadi siswa, kemampuan sosial, dan atau kemampuan
keterampilan. Dengan tujuan tersebut, sudah tentu kurikulum harus
diarahkan untuk mencapainya.

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak kami harapkan
untuk perbaikan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Daftar pustaka

Nugiyantoro, Burhan. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Sebuah


Pengantar Teoritis Dan Pelaksanaan. BPFE .Yogyakarta: 1980

Nasution, S.Pengembangan Kurikulum.Cet ke-4.Citra.Aditya Bakti.Bandung:


1991

Nizar, Syamsul. Filsafat Pendidikan Islam.cet.ke-1.Ciputat Pers. Jakarta.


Yokyakarta : 2002

Crow and Crow. Pengantar Ilmu Pendidikan.edisi ke-1. Rake Sirasi.Jakarta : 1990

Al –Shaibani,Umar Muhammad al-Taumi.Filsafat Pendidikan Islam, Terj.


Hasan Langgulung, cet. ke-2., Bulan Bintang, Jakarta : 1979

Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka Setia. Bandung : 2009


NILAI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Akhyak, M. Ag

Oleh:

1. Widya Puspita Ningrum 12211183001

2. Erliana Hernawati 12211183008

3. Bima Ade Saputra 12211183017

JURUSAN TADRIS FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan inayah-Nya
makalah ini telah selesai kami susun sebagai penunjang dan tambahan dalam kegiatan belajar.
Shalawat beserta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW,
kepada keluarga, para sahabatnya, para tabi‟in dan tabi‟atnya, juga tak lupa kepada kita selaku
umatnya. Amin.

Makalah ini kami susun , sebagai penunjang tambahan dalam kegiatan belajar khusus
untuk mahasiswa/i kelompok kerja makalah ini, dan umumnya mahasiswa/i IAIN
TULUNGAGUNG serta kalangan masyarakat. Kami ucapkan terima kasih kepada Prof.Dr. H
Akhyak M. Ag yang telah membimbing kami mahasiswa/i IAIN TULUNGAGUNG . Dengan
menggunakan makalah ini semoga kegiatan belajar dalam memahami dan dapat lebih menambah
sumber sumber pengetahuan.

Kami sadar dalam penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan mencapai tingkat
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran tentu kami butuhkan . Mohon maaf apabila ada
kesalahan cetak atau kutipan- kutipan yang kurang berkenan.

Tulungagung, 20 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I............................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah............................................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................................ 1
BAB II........................................................................................................................................... 2
a. Pengertian Nilai................................................................................................................. 2
b. Macam-Macam Nilai.......................................................................................................... 3
c. Sistem Nilai dan Tauhid dalam Islam.................................................................................5
BAB III........................................................................................................................................ 10
a. Kesimpulan...................................................................................................................... 10
b. Saran............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu mengenai Islam begitu banyak dan memiliki banyak cabang, salah satunya adalah
nilai (value). Tanpa mengethui nilai-nilai dalam Islam, manusia akan tidak terarah dan tidak
memiliki pedoman sehingga tidak memiliki tujuan. Untuk itu perlu adanya pemahaman nilai-
nilai yang terkandung dalam agama Islam.
Di zaman modern ini banyak sekali pemuda muslim yang tidak memerhatikan nilai-nilai
dan adab di dalam Islam. Bahkan parahnya mereka mengetahui ilmunya tetapi tidak
menerapkan nilai yang ada di dalamnya. Banyak yang sembarang menempatkan sesuatu yang
tidak pas. Padahal kita sebagai muslim seharusnya mengetahui nilai-nilai apa saja yang ada
Islam.
Dengan membaca makalah ini, akan menemukan solusi bagaimana pengertian dari nilai
itu sendiri, macam-macam nilai, serta bagaimana sistem nilai tauhid dalam Islam.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian nilai?
2. Apa macam-macam nilai?
3. Apa sistem nilai dan tauhid dalam Islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian nilai
2. Mengetahui macam-macam nilai
3. Mengetahui sistem nilai dan tauhid dalam Islam.

1
BAB II
ISI

a. Pengertian Nilai
Nilai adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa "cara pelaksanaan atau
keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau
keadaan akhir yang berlawanan. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-
ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik, atau diinginkan.1
Pengertian Nilai Menurut Para Ahli :
Para ahli dan pakar memiliki pendapat yang berbeda beda dalam menerangkan
definisi nilai. Berikut ini kumpulan pengertian nilai menurut para ahli secara lengkap.
1. Spranger
Nilai adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang
dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu.
2. Horrocks
Nilai adalah sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat
keputusan mengenai apa yang ingin dicapai atau sebagai sesuatu yang dibutuhkan.
3. Antony Giddens (1995)
Nilai adalah suatu gagasan yang dimiliki seseorang maupun kelompok mengenai apa
yang layak, apa yang dikehendaki, serta apa yang baik dan buruk.
4. Horton & Hunt (1987)
Nilai adalah suatu gagasan mengenai apakah suatu tindakan itu penting ataukah tidak
penting.
5. Richard T. Schaefer dan Robert P. Lmm (1998)
Nilai adalah suatu gagasan bersama-sama (kolektif) mengenai apa yang dianggap
penting, baik, layak dan diinginkan. Sekaligus mengenai yang dianggap tidak penting,
tidak baik, tidak layak dan tidak diinginkan dalam hal kebudayaan. Nilai merujuk

1
Wikipedia, “Pengertian Nilai”, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nilai.
kepada suatu hal yang dianggap penting pada kehidupan manusia, baik itu sebagai
individu ataupun sebagai anggota masyarakat.
6. Louis O. Kattsof (1987)
Nilai dibagi menjadi dua macam oleh Louis, dimana terdapat nilai intristik yang
merupakan nilai yang semulanya sudah bernilai, dan yang kedua adalah nilai
instrumental dimana nilai merupakan hasil dari sesuatu akibat digunakan sebagai
sarana dalam mencapai suatu tujuan.
Macam Macam Nilai :
 Nilai Ekonomi
 Nilai Agama
 Nilai Keilmuan
 Nilai Seni
 Nilai Solidaritas
 Nilai Kuasa
Karakteristik Nilai :
 Umum dan abstrak
 Konsepsional
 Nilai Mengandung Kualitas moral
 Nilai tidak selamanya realistik
 Dalam bermasyarakat, Nilai bersifat campuran
 Cenderung bersifat stabil2

b. Macam-Macam Nilai

Dari segi pengklasifikasian terbagi menjadi bermacam-macam, diantaranya:

a. Dilihat dari segi komponen utama agama islam sekaligus sebagai nilai tertinggi dari
ajaran agama islam, para ulama membagi nilai menjadi tiga bagian, yaitu: Nilai
Keimanan (Keimanan), Nilai Ibadah (Syari‟ah), dan Akhlak. Penggolongan ini
didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad SAW kepada Malaikat Jibril

2
Zakky, “Pengertian Nilai Menurut Para Ahli”, https://www.zonareferensi.com/pengertian-nilai/.
3
mengenai arti Iman, Islam, dan Ihsan yang esensinya sama dengan akidah, syari‟ah
dan akhlak.
b. Dilihat dari segi Sumbernya maka nilai terbagi menjadi dua, yaitu Nilai yang turun
bersumber dari Allah SWT yang disebut dengan nilai ilahiyyah dan nilai yang
tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut dengan nilai
insaniah. Kedua nilai tersebut selanjutnya membentuk norma-norma atau kaidah-
kaidah kehidupan yang dianut dan melembaga pada masyarakat yang
mendukungnya.3

c. Kemudian didalam analisis teori nilai dibedakan menjadi dua jenis nilai pendidikan
yaitu:
1) Nilai instrumental yaitu nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk sesuatu
yang lain.
2) Nilai instrinsik ialah nilai yang dianggap baik, tida untuk sesuatu yang lain
melainkan didalam dan dirinya sendiri.4
Nilai instrumental dapat juga dikategorikan sebagai nilai yang bersifat relatif dan
subjektif , dan nilai instrinsik keduanya lebih tinggi daripada nilai instrumental.
d. Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat nilai itu dapat dibagi menjadi tiga macam
yaitu:
1) Nilai Subjektif adalah nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek. Hal ini
sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek tersebut.
2) Nilai subjektif rasional (logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari
objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat, seperti
nilainkemerdekaan, nilai kesehatan, nilai nkeselamatan, badan dan jiwa, nilai
perdamaian dan sebagainya.
3) Nilai yang bersifat objektif metafisik yaitu nilai yang ternyata mampu
menyusun kenyataan objektif seperti nilai-nilai agama.

3
Ramayulis, Ilmu Pndidikan Islam, (Jakarta: KALAM MULIA, 2012), h. 250
4
Mohammad Nur Syam, Pendidikan Filasafat dan Dasar Filsafat Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, t.t)
4
c. Sistem Nilai dan Tauhid dalam Islam
 Sistem nilai
Sistem nilai atau yang dijadikan kerangka acuan yang menjadi rujukan cara
berperilaku lahiriah dan rohaniah manusia muslim ialah nilai dan moralitas yang
diajarkan oleh Agama Islam sebagai wahyu Allah, yang diturunkan kepada Utusan-
Nya Nabi Muhammad SAW. Nilai dan moralitas Islami adalah bersifat menyeluruh,
bulat dan terpadu, tidak berpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang satu sama lain
berdiri sendiri.
Suatu kebulatan nilai dan moralitas itu mengandung aspek normatif (kaidah,
pedoman) dan operatif (menjadi landasan amal perbuatan). Nilai-nilai dalam Islam
mengandung dua kategori arti dilihat dari segi normatif, yaitu baik dan buruk, benar
dan salah, hak dan batil diridai dan dikutut oleh Allah swt.5
Sedangkan bila dilihat dari segi operatif nilai tersebut mengandung lima
pengertian kategori yang menjadi prinsip standarisasi perilaku manusia yaitu sebagai
berikut:
1. Wajib atau fardu yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala dan bila
ditinggalkan orang akan mendapat siksa Allah.
2. Sunat atau mustahab, yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala dan
bial ditinggalkan orang tidak akan disiksa
3. Mubah atau jaiz, yaitu bila dikerjakan orang tidak akan disiksa dan tidak diberi
pahala dan bila ditinggalkan tidak pula disiksa oleh Allah dan juga tidak diberi
pahala
4. Makruh, yaitu bila dikerjakan orang tidak disiksa, hanya tidak disukai oleh
Allah dan bila ditinggalkan, orang akan mendapatkan pahala.
5. Haram, yaitu bila dikerjakan orang akan mendapatkan siksa dan bial
ditinggalkan orang akan memperoleh pahala.6

Nilai-nilai yang tercakup didalam sistem nilai Islami yang merupakan


komponen atau subsistem adalah sebagai berikut:

5
R. Jean Hills, Toward a Science of Organization, (Oregon: Center For The Advanced Study of Education
Administration, University of Oregon, Eugene, 1968), hal 18.
6
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 126-127.
1. Sistem nilai kultural yang senada dan senapas dengan Islam
2. Sistem nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi kepada
kehidupan sejarah didunia dan bahagia diakhirat
3. Sistem nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu yang
didorong oleh fungsi-fungsi psikologisnya untuk berperilaku secara terkontrol
oleh nilai yang menjadi sumber rujukannya yaitu Islam
4. Sistem nilai tingkah laku dari makhluk (manusia) yang mengandung interrelasi
atau interkomunikasi dengan yang lainnya.

 Tauhid dalam Islam


Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi‟il
wahhada- yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu
satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat
kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang
kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syar‟i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai
satu- satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil
Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang
dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-
orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid
hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

Pembagian Tauhid

Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak
dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi
tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.

Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam


kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan
tegas bahwa Allah Ta‟ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan
Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab
Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta
dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya
diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan
badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al
Qur‟an:

“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan
gelap dan terang” (QS. Al An‟am: 1)

Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik
mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah
dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur‟an:

“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ‟Siapa
yang telah menciptakan mereka?‟, niscaya mereka akan menjawab „Allah‟ ”.
(QS. Az Zukhruf: 87)

“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ‟Siapa
yang telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?‟,
niscaya mereka akan menjawab „Allah‟ ”. (QS. Al Ankabut 61)

Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhid-kan Allah dalam segala bentuk


peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17).
Dalilnya:

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Apa maksud „yang dicintai Allah‟? Yaitu segala
sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang
dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh,
menyembelih. Termasuk juga berdoa, cinta, tawakkal, istighotsah dan isti‟anah.

Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini
kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah
selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada
selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi
dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta‟ala
berfirman:

“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk
mengatakan: „Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut„” (QS. An Nahl: 36)

Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling
ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan
alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah.
Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan
kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).

Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhid-kan Allah Ta‟ala


dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan
bagi diri-Nya dalam Al Qur‟an dan Hadits Rasulullah shallallahu‟alaihi
wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan
sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat
yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta‟thil dan
tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta‟ala berfirman yang artinya:
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan
menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A‟raf: 180)

Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat
Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata
„istiwa‟ yang artinya „bersemayam‟ dipalingkan menjadi „menguasai‟.

Ta‟thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah.


Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan
mereka berkata Allah berada di mana-mana.

Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama


sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu
menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha
menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.7

7
Yulian purnama https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Nilai adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa "cara pelaksanaan atau
keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau
keadaan akhir yang berlawanan
Macam-macam nilai dilihat dari segi pengklasifikasian terbagi menjadi bermacam-
macam, diantaranya dilihat dari segi komponen utama agama islam sekaligus sebagai
nilai tertinggi dari ajaran agama islam serta nilai ilahiyyah dan nilai insaniah.Kemudian
didalam analisis teori nilai dibedakan menjadi dua jenis nilai pendidikan yaitu nilai
instrumental dan nilai instrinsikNilai instrumental dapat juga dikategorikan sebagai nilai
yang bersifat relatif dan subjektif dan nilai instrinsik keduanya lebih tinggi daripada nilai
instrumental. Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat nilai itu dapat dibagi menjadi tiga
macam yaitu nilai Subjektif, nilai subjektif rasional (logis) dan nilai yang bersifat objektif
metafisik.
Sistem nilai atau yang dijadikan kerangka acuan yang menjadi rujukan cara
berperilaku lahiriah dan rohaniah manusia muslim ialah nilai dan moralitas yang diajarkan
oleh Agama Islam sebagai wahyu Allah, yang diturunkan kepada Utusan-Nya Nabi
Muhammad SAW. Nilai dan moralitas Islami adalah bersifat menyeluruh, bulat dan
terpadu, tidak berpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri.
Makna tauhid adalah ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang
dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang
shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya
menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

b. Saran

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui kritik dan saran yang
konstruktif dari semua pihak. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin.2012. “Filsafat Pendidikan Islam”. Bumi Aksara : Jakarta

Hills, R. Jean.1968. “Toward a Science of Organization” Center For The Advanced Study of
Education Administration : University of Oregon, Eugene

Purnama, Yulian. “Makna Tauhid”. Artikel : https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html

Ramayulis,2012. “ Ilmu Pndidikan Islam”. KALAM MULIA:Jakarta

Soim, Muhammad Ibnu .2013.”Sistem Nilai dan Moral”. Artikel : http://ibnu-


soim.blogspot.com/2013/06/bab-i-sistem-nilai-dan-moral-islam.html

Syam, Mohammad Nur.” Pendidikan Filasafat dan Dasar Filsafat Pendidikan”. Usaha Nasional
: Surabaya

Wikipedia, “Pengertian Nilai”, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nilai.

Zakky, “Pengertian Nilai Menurut Para Ahli”. Artikel :


https://www.zonareferensi.com/pengertian-nilai/.
MAKALAH

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIK DAN ANAK DIDIK


MENURUT FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Ditujukan Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah
“Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu : Prof. Dr. KH. AHKYAK, M.Ag.

Disusun oleh :
1. Moh. Aziz Burhani (12211183026)
2. Arina Nur Nilam Sari (12211183027)

TADRIS FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, yang telah
mengutus Rasul-Nya untuk seluruh umat manusia, sholawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW serta seluruh
keluarganya, sahabat serta pengikutnya sampai akhir zaman.

Terwujudnya makalah ini, tidak terlepas dari beberapa pihak yang baik
secara langsung maupun tidak telah membantu proses penulisan makalah ini.
Untuk itu dalam kesempatan kali ini, ucapan terima kasih dan penghargaan yang
tulus penulis persembahkan kepada:

1. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. MAFTUKHIN, M.Ag selaku Rektor
IAIN Tulungagung.
2. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. KH. AHKYAK, M.Ag. selaku Dosen
Pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
3. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dorongan dan bantuan sehingga terselesaikanya karya ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan makalah ini


masih penuh dengan kekurangan baik dari segi materi maupun metodologi. Oleh
karena itu, berbagai kritik dan saran senantiasa penulis harapkan untuk perbaikan
dan penyempurnaan makalah ini. Kepada Allah penulis selalu berharap
mendapatkan taufiq dan hidayah-Nya. Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak
yang membantu terselesaikannya makalah ini mendapat pahala yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Mudah-mudahan penulisan makalah ini bisa dihitung
sebagai bagian dari bermanfaatnya ilmu dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat
bagi siapa saja yang membacanya. Amin

Tulungagung, 23 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Pendidik Terhadap Anak Didik.........................................................2


B. Hakikat Anak Didik Terhadap Pendidik.........................................................5
C. Hubungan Pendidik Dengan Anak Didik........................................................9
D. Landasan Al Quran Tentang Hubungan Pendidik Dengan Anak Didik..............12
E. Potensi Dan Sikap Anak Didik Dalam Proses Pembelajaran.............................14

BAB III PENUTUP

A. Penutup............................................................................................................17
B. Kesimpulan......................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidik (guru) merupakan salah satu hal
terpenting dalam proses pendidikan. Tugas
pendidik sebagai pendidik merupakan hal
yang sangat mulia di sisi Allah SWT dam
mendapatkan penghargaan yang tinggi.tapi
penghargaan yang tinggi tersebut diberikan
kepada guru yang bekerja secara tulus dan
ikhlas dalam mengajar peserta didiknya, atau
bisa disebut juga guru tersebut bekerja secara
profesional.
Guru bukan hanya mengajarkan materi
saja kepada anak didiknya. Tapi juga
membimbing mereka menjadi murid yang
memunyai akhlak mulia. Serta guru juga
menjadi motivator bagi peserta didiknya.
Motivasi sangat diperlukan sabagi respon
terhadap tugas dan tanggung jawab guru sebagai
pendidik, pengajar dan pelatih dalam mencapai
tujuan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hakikat Pendidik terhadap
Anak Didik?
2. Bagaimana Hakikat Anak Didik terhadap
Pendidik?
3. Bagaimana Hubungan Pendidik dengan Anak
Didik?
4. Apa Landasan Al- Qur’an tentang Hubungan
Pendidik dan Anak Didik?
5. Apa Saja Potensi dan Sikap Anak Didik
dalam Pembelajaran?
C. Tujuan
1. Memahami Hakikat Pendidik terhadap Anak
Didik.

1
2. Memahami
Hakikat
Anak Didik
terhadap
Pendidik.
3. Memahami
Hubungan
Pendidik
dengan
Anak Didik.
4. Mengetahui
Landasan
Al- Qur’an
tentang
Pendidik
dan Anak
Didik.
5. Mengetahui
Apa Saja
Potensi dan
Sikap Anak
Didik dalam
Pembelajara
n.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pendidik Terhadap Anak Didik
1. Makna dan Kedudukan Pendidik
Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan adalah pendidik.
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab
untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif
pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas
perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan
seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun
psikomotorik sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam.
Pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang
yang bertugas di sekolah, tetapi semua orang yang terlibat dalam proses
pendidikan anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan
sampai menunggal dunia.
Dalam ajaran Islam, pendidik (Guru) mendapatkan penghargaan
yang tinggi. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan
kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul. Hal ini
dikarenakan guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan); sedangkan
Islam ssangat menghargai pengetahuan. Penghargaan Islam terhadap
ilmu tergambar dalam hadits yang artinya sebagai berikut:
“ulama lebih berharga daripada darah syuhada. Orang
berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadat, yang
berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan
shalat bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang di jalan
Allah. Apabila meninggal seorang alim, maka terjadilah
kekosongan dalam Islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh
seorang alim yang lain”.
Tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran
Islam. Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu didapat dari
belajar dan mengajar; yang belajar adalah calon guru, yang
mengajar
adalah guru. Maka tidak boleh tidak, Islam memuliakan guru. Tak
terbayangkan adanya belajar dan mengajar tanpa adanya guru.
Kedudukan guru yang demikian tinggi dalam Islam kelihatannya
memang berbeda dari kedudukan guru di dunia Barat. Perbedaan ini
tidaklah mengherankan, karena di Barat guru tidak lebih dari sekadar
orang yang pengetahuannya lebih banyak dari murid. Hubungan guru-
murid adalah hubungan kepentingan antara pemberi dan penerima jasa,
karena itu hubungan juga diikat oleh pembayaran yang dilakukan
berdasarkan perhitungan ekonomi.
2. Tugas Pendidik dalam Islam
Mengenai tugas pendidik, ahli pendidikan Islam dan ahli
pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas pendidik adalah mendidik.
Mendidik dapat dilakukan dengan mengajar, memberi dorongan, memuji,
menghukum, memberi contoh, memberi contoh, membiasakan, dan lain-
lain. Dalam pendidikan di sekolah, tugas pendidik adalah mendidik
dengan cara mengajar. Tugas pendidik dalam rumah tangga berupa
membiasakan, memberi contoh yang baik, memberi pujian, dorongan,
dan lain-lain yang diperkirakan menghasilkan pengaruh positif begi
pendewasaan anak.
Dalam literatur Barat diuraikan tugas-tugas guru tidak hanya
mengajar. tugas pendidik sebagai berikut:
a) Wajib menemukan pembawaan yang ada pada peserta didik.
b) Berusaha menolong peserta didik mengembangkan pembawaan
yang baik dan menekan perkembanganpembawaan yang buruk
agar tidak berkembang.
c) Memperlihatkan kepada peserta didik tugas orang dewasa
dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian,
keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.
d) Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah
perkembangan peserta didik berjalan dengan baik.
e) Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala peserta didik
menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.
Sedangkan dalam literatur yang ditulis oleh ahli pendidikan Islam,
tugas pendidik ternyata bercampur dengan syarat dan sifat pendidik. Ada
beberapa pernyataan tentang tugas guru, yaitu:
a) Pendidik harus mengetahui karakteristik peserta didik.
b) Pendidik harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik
dalam bidang yang diajarkan maupun dalam cara
mengajarkannya.
c) Pendidik harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat
berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.
3. Syarat dan Karakteristik Pendidik
Tugas sebagai pendidik adalah merupakan suatu tugas yang luhur
dan berat. Dipundak para pendidik terletak nasib suatu bangsa. Maju
atau mundurnya suatu negara dimasa mendatang banyak bergantung pada
keberhasilan atau tidaknya barisan barisan para pendidik dan mengemban
misinya. Syarat- syarat pendidik diantaranya sebagai berikut:
a) Takwa kepada Allah. Seorang Pendidik tidak mungkin
mendidik anak agar bertaqwa kepada Allah jika ia sendiri
tidak bertaqwa kepada-Nya.
b) Berilmu. Pendidik harus mempunyai ilmu pengetahuan dan
keahlian mengajar.
c) Sehat jasmani dan rohani. Jasmani yang tidak sehat akan
menghambat pelaksanaan pendidikan. Bahkan dapat
membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular.
Dari segi rohani, orang gila juga berbahaya bila ia mendidik.
d) Berkelakuan baik.Budi pekerti Guru angat pening dalam
mendidik watak murid. Guru harus menjadi suri tauladan
karena peserta didik bersifat suka meniru.
Adapun karakteristik guru adalah pelengkap dari syarat menjadi
seoran guru. Karakteristik / sifat dapat juga dikatakan syarat minimal
yang harus dipenuhi oleh pendidik. Al-abrasyi menyebutkan bahwa
pendidik dalam islam sebaiknya memiliki sifat pendidik sebagai berikut:
Zuhud, bersih tubuhnya, bersih jiwanya tidak riya’, tidak memendam
rasa dendam dan iri hati, tidak menyenangi permusuhan, ikhlas dalam
melaksanakan tugas, sesuai perbuatan dengan perkataan, tidak malu
mengakui ketidak tahuan, bijaksana, tegas dalam perkataan dan
perbuatan tetapi tidak kasar, rendah hati, lemah lembut, pemaaf, sabar,
berkepribadian,tidak merasa rendah diri, bersifat kebapakan atau
keibuan, mdanengetahui karakter murid.
B. Hakikat Anak Didik Tehadap Pendidik
1. Makna Peserta Didik
Peserta didik dalam pendidikan Islam selalu terkait dengan
pandangan Islam tentang hakikat manusia. Secara substantif, manusia
memiliki dua dimensi, lahir (jasmaniah) dan batin (ruhaniah). Keduanya
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kedua dimensi
manusia tersebut didesain oleh Allah sebaik-baik model dan berpotensi
tinggi untuk dikembangkan. potensi yang dimiliki manusia bersifat
educable; dapat dan harus dididik agar berkembang aktual. Jika semua
potensi itu dididik dengan baik maka akan memungkinkan manusia
mencapai tingkat kemampuan yang luar biasa. Sebaliknya, jika dibiarkan
tanpa arah, manusia akan terbelakang.
Dari hal tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa peserta didik
merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan
orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkan serta
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Potensi yang dimilki tidak
akan tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa bimbingan pendidik.
Karena itu, pendidik perlu pemahaman secara konkrit tentang peserta
didik. Untuk itu, perlu diperjelas beberapa diskripsi tentang hakikat
peserta didik serta implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:
a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki
dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar
perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak
disamakan engan pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek
metode mengajar, materi yang diajarkan,sumber bahan yang
digunakan, dan lain sebagainya.
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi
priodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini
cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas pendidikan Islam
diesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada
umumnya dilalui oleh peserta didik. Hal ini sangat beralasan,
karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor
usiadan periode perkembangan atau pertmbuhan potensi yang
dimilikinya.
c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang
menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang
harusdipenuhi. Diantara kebutuhan berikut adalah kebutuhan
biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan
sebagainya. Kesemua itu penting dipahami oleh pendidik agar
tugasnya dapat dilakukan dengan baik.
d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan
individual, baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun
lingkungan di mana ia berada. Hal ini perlu dipahami karena
menyangkut bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan
pendidik dalam menghadapi ragam sikap dan perbedaan tersebut
dalam suasana yang dinamis, tanpa harus mengorbankan
kepentingan salah satu pihak atau kelompok.
e. Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu
jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya pisik yang
menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui
proses pendidikan. Sementara unsur rohaniah memiliki dua daya,
yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal,
maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah
daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk
mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan
akhlak dan ibadah. Konsep ini bermakna bahwa suatu prosees
pendidikan Islam hendaknya dilakukan dengan memandang
peserta didik secara utuh. Singkatnya, pendidikan Islam tidak
hanya tidak hanya mengutamakan pendidikan salah satu aspek
saja, melainkan kedua aspek secara integral dan harmonis.
f. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang
dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Disini
tugas pendidik adalah membantu mengembangkan dan
mengarahkan perkembangan tersebut sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diinginkan, tanpa melepas tugas
kemanusiaannya.

2. Tugas Peserta Didik


Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan
yang diinginkan, maka setiap peserta didik hendaknya senantiasa
menyadari tugas dan kewajibannya. Diantara tugas dan kewajiban yang
perlu dipenuhi peserta didik adalah:
a. Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum
ia menuntut ilmu.
b. Hendaklah tujuan belajar ditujukan untuk menghiasi ruh
dengan sifat keutamaan.
c. Memiliki kemampuan yang kuat untuk mencari dan menuntut
ilmu i berbagai tempat.
d. Wajib menghormati pendidiknya.
e. Belajar dengan sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar
Al-Abrasyi menambahkan bahwa tugas peserta didik adalah:
a. Membersihkan sifat buruk sebelum belajar.
b. Niat belajar hendaknya ditujukan untuk mengisi jiwa dengan
berbagai fadhilah.
c. Hendaknya bersedia meninggalkan keluarga dan tanah air
untuk mencari ilmu ke tempat yang jauh sekalipun.
d. Jangan suka sering menukar guru, kecuali dengan pertimbangan
yang matang.
e. Wajib menghormati pendidik
f. Jangan melakukan aktivitasi ketika belajar kecuali atas izin dan
petunjuk pendidik.
g. Memaafkan guru jika ia bersalah, terutama dengan
menggunakan lidahnya.
h. Bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan tekun dalam
belajar.
i. Saling mengasihi antar sesama peserta didik.
j. Bergaul dengan baik dengan guru-gurunya.
k. Peserta didik hendaknya mengulang setiap pelajaran dan
menyusun jadwal belajar dengan baik guna meningkatkan
kedisiplinannya.
l. Menghargai ilmu dan bertekad untuk menuntut ilmu sampai
akhir hayat.
Semua hal di atas cukup penting untuk disadari oleh setiap peserta
didik, sekaligus dijadikan sekaligus pegangan dalam menuntut ilmu.
3. Sifat-sifat Ideal Peserta Didik
Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang
harus dilaksanakan dalam proses belajar mengajar, baik langsung
maupun tidak langsung. Al-Ghazali merumuskan sebelas pokok sifat-
sifat yang patut dimiliki peserta didik, yaitu sebagai berikut:
a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah
SWT.
b. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibanding masalah
ukhrowi.
c. Bersifat rendah hati dengan cara meninggalkan kepentingan
pribadi untuk kepentinganpendidiknya.
d. Menjaga pikiran dari pertentangan yang timbul dari berbagai
aliran.
e. Mempelajari ilmu- ilmu yang terpuji.
f. Belajar dengan bertahap dengan mulai pelajaran yang mudah
g. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu
yang lainnya.
h. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang
dipelajari.
i. Memprioritakan ilmu diniyah sebelum memasuki
ilmu duniawi.
j. Mengenal nilai- nilai pragmatif bagi suatu ilmu pengetahuan.
k. Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik.
Selain itu, peserta didik perlu merenungkan pemikiran Ali bin Abi
Tholib daalam ungkapannya, “Ingatlah, engkau tidak akan bisa
memperoleh ilmu keculi dengan enam syarat, aku akan menjelaskan
padamu dengan jelas, yaitu kecerdasan (akal), motivasi atau kemauan
yang keras, sabar, alat (sarana), petunjuk guru, dan teru-menerus
(kontinu) atau tiak cepat bosan dalam mencari ilmu.”
C. Hubungan Pendidik dan Anak Didik
Pada hakikatnya, pendidik dan peserta didik itu bersatu. Mereka dalam
satu jiwa, terpisah dalam raga. Raga mereka boleh terpisah, tetapi mereka
tetap satu sebagai “Dwi Tunggal” yang kokoh bersatu. Posisi merekan boleh
berbeda, tetapi tetap seiring setujuan, bukan seiring tetapi tidak setujuan.
Kesatuan jiwa pendidik dan peserta didik tidak dapat dipisahkan oleh dimensi
ruang dan waktu.
Pendidik dan peserta didik mempunyai hubungan satu sama lain, yaitu
sebagai berikut:
1. Pelindung
Orang dewasa selalu menjaga dan memperhatikan kepada
peserta didik. Dengan demikian peserta didik selalu diberi
perlindungan baik jasmaniah maupun rohaniah. Selain itu juga
diberi perlindungan dengan jalan memberi pelajaran kepada
peserta didik untuk dapat mengendalikan diri atas perbuatan dan
ucapan. Pendidik selalu menjaga anak didiknya agar tidak
merugikan dirinya baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Menjadi teladan
Orang tua atau pendidik secara sengaja atau tidak akan
menjadi teladan bagi Si Anak yang ingin berbuat serupa dengan
orang dewasa. Pendidik selalu berbuat dihadapan anak dan selalu
berbuat bersama-sama dengan anak. Maka perlu bagi pendidik
untuk memperhatikan segala gerak-geriknya dalam berbuat dan
percakapannya dengan anak.
3. Pusat mengarahkan pikiran dan perbuatan
Pendidik acap kali mengikut sertakan peserta didik dengan apa-
apa yang dipikirkan, baik yang menggembirakan ataupun dengan
apa yang sedang dipertimbangkan. Jadi, menjelaskan berbagai hal
kepada peserta didik mengenai apa yang dipikirkan. Anak diajak
memahami serta menerima pendirian dari pendidiknya. Peserta
didik diturut sertakan ke dalam kehidupan pendidik dengan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanggung
jawab dan merangsang makin bertanggung jawab, juga mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan kepentingannya sendiri. Di dalam
hal-hal tertentu hendaknya anak dapat diberikan tanggungjawab
penuh.
4. Pencipta perasaan bersatu
Peserta didik seolah-olah telah terbiasa di dalam suasana
perasaan bersatu dengan pendidik. Dari suasana ini anak
mendapatkan pengalaman dasar untuk hidup bermasyarakat, antara
lain:
a. Saling percaya mempercayai
b. Rasa setia
c. Saling meminta dan memberi
Untuk memiliki perasaan-perasaan tersebut, anak
dipersiapkan hidupnya di dalam suatu lingkungan keluarga yang
teratur, dapat memberikan pimpinan dalam hidupnya. Selalu
menunjukan kasih sayang, kesetiaan, percaya agar dapat menjadi
contoh dari pada peserta didiknya. Sebagai pendidik harus pandai
menciptakan suasana, sebagai alat pemersatu di dalam keluarga.
5. Pola Hubungan
Pendidikan dan pelatihan tidak akan sampai kepada tujuan
yang ditargetkan bilamana salah satu dari dua unsur yang saling
terkait (pendidik dan peseta didik) tidak bersinergis dalam
pembelajaran. Oleh sebab itu, perlu menjalin hubungan yang
harmonis antara pendidik dengan peserta didik, bahkan menurut
Hasan al-Banna, hubungan antara pendidik dengan anak didik itu
seharusnya bagaikan orang tua dan anak yang memiliki kedekatan
secara emosional. Peserta didik biasanya akan lebih mudah
menerima pelajaran kalau mereka dikondisikan dalam situasi
nyaman dan merasa dihargai layaknya di rumah sendiri. Pendidik
ataupun pelatih harus pandai mendekati peserta didiknya dan
menciptakan situasi yang menyenangkan sebelum pembelajaran
dimulai, juga harus bisa membuat mereka tetap bersikap santun.
kepercayaan adalah unsur paling penting yang harus ada
dalam hubungan pendidik dengan peserta didik. Jika peseta didik
tidak memiliki kepercayaan yang bulat dan mendalam kepada
pendidik/pelatihnya, maka sebaik apa pun kemampuan menguasai
materi, tidak akan berpengaruh banyak pada keberhasilan
pendidikan. Peserta didik mungkin menguasai materi pelajaran
dengan baik, tetapi ia tidak berhasil membangun jiwanya.
Dalam mendidik dan melatih umat, Mohammad Natsir
sebagai seorang maestro ternyata kunci keberhasilannya dalam
mendidik umat dan melatih mereka, ia menampakkan hubungan
yang harmonis dengan mereka, akrab tapi tegas. Bahkan di waktu
luang, ia datang berkunjung ke rumah-rumah mereka, dan sering
datang bersilaturrahim ke rumah-rumah orang tua mereka.1
Tuntutan terhadap pendidik agar membangun hubungan
dengan peserta didik dan berupaya menyenangkan hati mereka
dalam mengikuti pembelajaran,semakin menjadi issu dalam dunia
pendidikan dan pelatihan. Sebab menurut Seto, bilamana
suasana

1
Ajib Rosidi, M. Natsir Sebuah Biografi, (Jakarta. PT Gimukti Pasaka 1990), hlm.
180
menyenangkan telah tercipta, maka peserta didik akan lebih
semangat dalam menerima pelajaran.2
Adanya rasa kasih sayang dari pendidik kepada peserta didik
tentunya bukanlah sesuatu yang aneh terutama dalam pendidikan
Islam, sebab para pakar pendidikan Islam sebelumnyapun selalu
mewanti-wanti terhadap seseorang yang akan bertugas sebagai
pendidik. Ibn Qayyim umpamanya sangat ketat dalam
mensyaratkan dan memilih seseorang yang akan mengemban tugas
sebagai murabbi, ia harus memiliki persyaratan berikut :
a. Kasih sayang kepada yang kecil dan selalu menghibur
mereka, menganggap mereka sebagai anaknya dan
menjadikan dirinya sebagai bapaknya.
b. Merealisasikan wasiat Rasul SAW mengenai perintah
agar selalu memeperhatikan anak didiknya.
c. Peran dan tugas seorang murabbiy tidak hanya terbatas
pada mentransfer ilmu kepada anak didiknya dan tidak
pula merasa cukup hanya dengan mengembangkan sisi
ilmiah belaka dengan memberikan teori-teori keilmuan,
tetapi di samping tugas yang demikian, dia juga
bertanggung jawab untuk mengawasi amaliah anak
didiknya dan akhlak mereka di majlis ilmunya.
d. Kasih sayang dan kelembutan seorang murabbiy kepada
anak didiknya, namun tidak berarti menghalanginya
untuk memberi hukuman kepada mereka jika memang
hukuman itu diperlukan.3
D. Landasan Al Quran Tentang Hubungan Pendidik dan Anak Didik
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab
untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif

2
Seto Mulyadi, dalam " Guru harus bias menyenangkan murid" Harian Haluan,
(Padang),
3
30 Mei 2009, hlm. 13.
Hasan bin 'Ali al-Hijãziy, Manhaj Tarbiyah Ibn Qayyim, terj. Muzaidi Hasbullah,
(Jakarta : Pustaka Alkautsar, 2001), hlm. 304-307
pendidikan Islam adalah orang- orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif, kognitif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa pendidik
dalam perseptif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab
terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar
mencapai tingkat kedewasaan sehingga mampu menunaikan tugas - tugas
kemanusiaannya (baik sebagai khalifahfial- ardi maupun ‘abd) sesuai dengan
nilai- nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan
hanya terbatas pada orang- orang yang bertugas di sekolah tetapi semua yang
terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak alam kandungan sehingga
ia dewas, bahkan sampai meninggal dunia.
Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling
bertanggungjawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
adalah kedua orang tua. Islam memerintahkan kedua orang tua untuk
mendidik diri dan keluarganya, teruma anak- anaknya, agar merek terhindar
dari azab yang pedih. Firman Allah dalam Al-Qur’an artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.4
Dalam konteks pendidikan Islam, pendiddik disebut dengan murabbi,
muallim, muaddib. Kata murabbi bersal dari bahas rabba, yurabbi. Kata
muallimisimfail dari allama, yuallimu sebagiman ditemukan dalam Al-
Qur’an (Q.S. Al Baqarah 2 : 31), sedangakan kata muaddib, berasal dari
addaba, yuaddibu, seperti sabda rasul: “Allah mendidikku, maka ia
memberikan kepadaku sebaik-baik pendiidikan”.5

4
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakatra; Ciputat Pers, 2002), hlm. 41
-42 5 Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar
mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.

13
Kata atau istilah “murabbi” misalnya, sering dijumpai dalam kalimat
yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat
jasmani dan rohani,, pemeliharaan ini terlihat dalam proses orang tua
membesarkan anak. Sedangkan istilah “mu’allim, pada umumnya dipakai
dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau
pemidahan ilmu pengetahuan, dari seorang yang tahu kepada orang yang
tidak tahu. Adapun istilah muaddib, menurut al- Attas, lebih luas dari istilah
muallim dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.6
Di dalam Undang- Undang Sostem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 dibedakan antara pendidik dengan tenaga pendidikan. Tenaga
kependidikan adalah anggota msyarakat yang megabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualitas sebagi guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widya iswara, tutor, istruktur, fasilitator, dan sebutan lainnya yang
sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan
pendidikan.7
E. Potensi dan Sikap Anak Didik dalam Pembelajaran
Dalam fitrah terkandung beberapa komponen potensial yang siap
dikembangkan, yaitu :
1. Kemampuan dasar untuk beragama Islam seperti yang digambarkan
dalam Al- Quran dialog antara janin dan Tuhan ketika janin masih
berada di dalam rahim seorang ibu, di mana Allah menanyakan

Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya


serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan
praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta
implementasi.
Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Mencetak manusia menjadi panutan dan model dalam menerapkan peradaban dan
sopan santun.
6
Ramayulis, IlmuPendidikanIslam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hlm. 56 -57
7
Ibid., hlm. 58

14
“alasTu bi Robbikum?” Janin menjawabnya dengan “Balaa,
syahidna.”
2. Mawahib (bakat) yang memuat kemampuan dasar yang lebih
dominan dibandingkan dengan yang dimiliki orang lain, dan
“Qabliyyat” (tendensi atau kecendrungan) yang mengacu kepada
keimanan kepada Allah.
3. Naluri dan kewahyuan (revilation).
4. Kemampuan dasar untuk beragama secara umum.
5. Dalam fitrah terdapat komponen psikologis apapun, yaitu bakat,
instink atau gharizah, nafsu dan dorongan-dorongannya, karakter
atau watak tabi`at manusia, hereditas atau keturunan, serta intuisi
atau ilham.
Ada enam potensi dasar yang dimiliki anak yang baru dilahirkan yang
tercakup dalam konsep fitrah, yaitu:
1. Bakat dan kecerdasan
2. Hereditas (keturunan)
3. Nafsu (drivers)
4. Karakter (watak asli)
5. Intuisi (ilham)
6. Instink (naluri).
Seorang anak yang dilahirkan telah memiliki bekal bakat dan
kecerdasan yang akan memberikan peluang bagi anak tersebut untuk
berhasil dalam kehidupannya sesuai dengan bakat dan kemampuan yang
ia miliki.8
Adapun sikap yang harus dimiliki oleh seorang peserta didik dalam
proses pembelajaran yaitu:
1. Religius : sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.

8
Hartono, Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam,
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 1 Januari-Juni 2014
2. Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
9. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
10. Cinta Tanah Air : Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan adalah pendidik.


Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab untuk
mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan
Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas perkembangan
peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta
didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan
nilai- nilai ajaran Islam.
Peserta didik dalam pendidikan Islam selalu terkait dengan pandangan
Islam tentang hakikat manusia. Secara substantif, manusia memiliki dua
dimensi, lahir (jasmaniah) dan batin (ruhaniah). Keduanya merupakan satu
kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kedua dimensi manusia tersebut
didesain oleh Allah sebaik-baik model dan berpotensi tinggi untuk
dikembangkan. potensi yang dimiliki manusia bersifat educable; dapat dan
harus dididik agar berkembang aktual. Jika semua potensi itu dididik dengan
baik maka akan memungkinkan manusia mencapai tingkat kemampuan yang
luar biasa. Sebaliknya, jika dibiarkan tanpa arah, manusia akan terbelakang.
Pada hakikatnya, pendidik dan peserta didik itu bersatu. Mereka dalam
satu jiwa, terpisah dalam raga. Raga mereka boleh terpisah, tetapi mereka
tetap satu sebagai “Dwi Tunggal” yang kokoh bersatu. Posisi merekan boleh
berbeda, tetapi tetap seiring setujuan, bukan seiring tetapi tidak setujuan.
Kesatuan jiwa pendidik dan peserta didik tidak dapat dipisahkan oleh dimensi
ruang dan waktu.
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab
untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif
pendidikan Islam adalah orang- orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif, kognitif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
B. Saran
Dengan adanya penjelasan dari makalah yang telah kami susun
diharapkan pembaca memahami tentang Hubungan Antara Pendidik
Dan Anak Didik Menurut Filsafat Pendidikan Islam. Dalam sebuah
penulisan tidak menutup kemungkinan pasti ada kesalahan. Untuk itu
kami membutuhkan kritik dan saran dari pembaca supaya kami dapat
menyusun makalah dengan baik di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abd. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras

Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakatra; Ciputat Pers

Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Hartono. 2014. Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat


Pendidikan Islam. Jurnal Potensia vol.13 Edisi 1 Januari-Juni 2014

Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia

Rosidi, Ajib dan M. Natsir. 1990. Sebuah Biografi. Jakarta. PT Gimukti Pasaka

Mulyadi, Seto. 2009. Guru harus bias menyenangkan murid. Harian Haluan,
Padang

Hasan bin 'Ali al-Hijãziy. 2001. Manhaj Tarbiyah Ibn Qayyim terjemah Muzaidi
Hasbullah. Jakarta : Pustaka Alkautsar
MAKALAH

PROSES DAN SOSIALISASI NILAI PENDIDIKAN ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Filsafat Pendidikan Islam”


Dosen Pengampu :

Prof. Dr. KH. Akhyak M.Ag

Disusun Oleh:
TFIS 3A
1. Ummu Habibahtus Sholihah (12211183025)
2. Isna Putri Yitna Mahsuna (12211183028)
3. Muchammad Faiz Agam (12211183046)

JURUSAN TADRIS FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM

NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG

SEPTEMBER 2019
Kata Pengantar

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa
atas berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di
dalamnya. Makalah ini membahas mengenai “PROSES DAN SOSIALISASI
NILAI PENDIDIKAN ISLAM ”

Kiranya dalam penulisan ini, kami menghadapi cukup banyak rintangan


dan selesainya makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Maftukhin, M. Ag. Selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG


2. Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag Sebagai Dosen Filsafat Pendidikan Islam
3. Teman – Teman yang telah memberikan dukungan serta motivasi

Kami menyimpulkan bahwa tugas kelompok ini masih belum sempurna,


oleh karena itu kami menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas
kelompok ini dan bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Tulungagung, 25 September 2019

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar isi........................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan ........................................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2

Bab II Pembahasan........................................................................................... 3
A. Proses dan Sosialisasi ........................................................................ 3
B. Nilai Pendidikan Islam....................................................................... 4
C. Proses dan Sosialisasi Nilai Pendidikan Pslam.................................. 7

Bab III penutup ................................................................................................ 10


A. Kesimpulan ....................................................................................... 10
B. Saran .................................................................................................. 10

Daftar Pustaka .................................................................................................. 11


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam mengakui betapa pentingnya pendidikan. Ayat yang


pertama turun adalah perintah untuk membaca dalam surat Al-Alaq
ayat 1. Itu menunjukkan pentingnya belajar dan pendidikan dalam
kehidupan manusia.
Dalam beribadah pun, ilmu pengetahuan sangat penting. Karena
ibadah yang tepat didasarkan pada ilmu pengetahuan yang cukup baik
mengenai tata cara ibadah itu sendiri maupun aqidah dalam
peribadatan itu sendiri.
Sebagai Disiplin Ilmu Filsafat, Filsafat Pendidikan Islam
mempunyai sumber-sumber dasar pijakan yang dijadikan rujukan
operasional disiplinnya. Filsafat pendidikan ini adalah dalam lingkup
Islam, maka sudah barang tentu ia mengikuti ajaran islam dalam
pembahasan masalah-amsalahnya. Ajaran dan pendidikan islam itu
sendiri bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadis, maka kita akan
mendapati keduanya sebagai rujukan utama dalam isu-isu filsafat
pendidikan Islam.1
Ruang lingkup kajian filsafat pendidikan islam meliputi masalah-
masalah yang berhubungan dengan sistem pendidikan islam itu sendiri.
Secara garis besar ruang lingkup Filsafat Pendidikan Islam mencakup
kajian dan pembahasan mengenai, dasar dan tujuan, pendidikan,
peserta didik, proses, strategi, pendekatan dan metode, kurikulum,
lingkungan, sumber dan media, sistem evaluasi, sarana dan prasarana
pendidikan Islam.

1
https://ceritakuaja.wordpress.com/2016/06/29/makalah-filsafat-pendidikan-islam/

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan proses dan sosialisasi?
2. Bagaimana nilai pendidikan islam?
3. Bagaimana proses dan sosialisasi nilai pendidikan islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan proses dan sosialisasi
2. Mengetahui nilai pendidikan islam
3. Mengetahui proses dan sosisalisasi nilai pendidikan islam
BAB II

PEMBAHASA

A. Pengertian Proses dan Sosialisasi


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, proses artinya suatu
runtutan perubahan (peristiwa) atau perkembangan sesuatu. Secara umum
proses adalah serangkaian langkah sistematis, atau tahapan yang jelas dan
dapat ditempuh berulangkali, untuk mencapai hasil yang diinginkan. Jika
ditempuh, setiap tahapan itu secara konsisten mengarah pada hasil yang
diinginkan. Dapat disimpulkan bahwa proses merupakan suatu aktivitas
kegiatan dari awal sampai akhir atau masih berjalan yang memberikan
nafas bagi organisasi sampai dengan tercapainya tujuan.2
Secara umum sosialisasi merupakan suatu proses belajar yang
dilakukan oleh seorang individu untuk bertingkah laku berdasarkan
batasan-batasan yang telah ada dan diakui di dalam masyarakat. Dengan
proses ini seorang individu akan mengadopsi kebiasaan, sikap maupun ide
orang lain sehingga dapat dipercaya dan diakui.
Sedangkan sosialisasi dalam arti sempit yaitu proses pembelajaran
yang dilakukan seseorang untuk mengenal lingkungan sekitarnya baik itu
lingkungan fisik maupun sosial. Pengenalan lingkungan dilakukan seorang
individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, yang nantinya
akan membekali dirinya di dalam pergaulan yang luas.
Dan sosialisasi dalam arti luas yaitu suatu proses interaksi dan juga
pembelajaran seorang individu yang dimulai saat dia lahir sampai
meninggal dalam suatu kebudayaan masyarakat. Jadi seorang bayi yang
baru lahir-pun akan melakukan proses sosialisasi. Seperti dimulai dengan
mengenal lingkungannya terdekatnya, lingkungan yang paling dekat
dengan dirinya yaitu keluarga. Dan seiring berjalannya waktu proses
2
http://teori-ilmupemerintahan.blogspot.com/2011/03/pengertian-proses.html
sosialisasinya-pun akan semakin meluas seperti mengenal lingkungan
masyarakat dan sebagainya.3

B. Nilai Pendidikan Islam


Pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang memungkinkan
seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi islam.
Sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan
ajaran islam.4 Didalam pendidikan islam terdapat Aqidah, Syari’ah dan
akhlak serta masih banyak lagi. Internalisasi pengetahuan dan nilai islam
kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan
pengasuhan pengawasan dan pengembangan potensinya, guna mencapai
keselarasan dan kesempurnaan hidup dunia dan akhirat.

Nilai islam pada hakikatnya adalah kumpulan prinsip – prinsip


hidup. Ajaran tentang bagaimana manusia seharusnya menjalankan
kehidupannya di dunia ini yang satu prinsip dengan prinsip lainnya saling
keterkaitan. Yang terpenting adalah nilai islam harus diterapkan dalam
kehidupan sehari – hari sesuai dengan tuntunan ajaran agama islam. Nilai
pendidikan islam adalah bagaimana pendidikan itu dapat menerapkan
ajaran islam. prinsip-prinsip hidup yang saling terkait yang berisi ajaran-
ajaran guna memilihara dan mengembangkan fitrah manusia serta
sumberdaya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia
seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma atau ajaran Islam.5

Menurut sumbernya nilai ajaran agama islam dibagi menjadi dua


macam yaitu :

3
http://www.pengertianku.net/2016/07/pengertian-sosialisasi-dan-contohnya.html
4
Efendi, Pendidikan Islam Transformatif ala KH. Abdurrahman Wahid
https://books.google.co.id/books?id=xodfDQAAQBAJ&pg=PA171&dq=nilai+pendidikan+islam&hl
=id&sa=X&ved=0ahUKEwi7u9bAvtTkAhWJiHAKHSawAv4Q6AEIOjAD#v=onepage&q=nilai%20pen
didikan%20islam&f=false
5
Mustangin buchory. Nilai – Nilai Pendidikan Islam
http://mustanginbuchory89.blogspot.com/2015/06/nilai-nilai-pendidikan-islam.html
1. Nilai illahiyah (nash) nilai yang lahir dari keyakinan (belief) beberapa
petunjuk dari supranatural atau tuhan6 dibagi menjadi tiga hal yaitu :
1) Nilai keimanan (aqidah/ tauhid)
2) Nilai ubudiyah
3) Nilai muamalah
2. Nilai insaniyah (produk budaya yakni nilai uang lahir dari kebudayaan
masyarakat baik secara individu maupun kelompok)7 dibagi menjadi tiga
hal yaitu :
1) Nilai etika
2) Nilai sosial
3) Nilai estetika
Dalam pendekatan filsafat pendidikan Islam, ajaran Islam adalah
sebuah sistem nilai. Diyakini kebenarannya, serta didalamnya terkandung
pedoman bersikap dan berperilaku yang tersusun yang tersusun secara
sempurna dan lengkap. Sumber ajarannya adalah Al Quran dan
realisasinya terangkum al-akhlak al-karimah (akhlak yang mulia).
Semuanya ini telah dilaksanakan secara sempurna oleh Rasul Allah Saw.
Yang oleh Allah dinyatakan sebagai sosok teladan paling baik dan paling
sempurna bagi kaum Muslimin. Dengan demikian, sistem nilai yang
dimaksudkan oleh filsafat pendidikan islam identik dengan sistem nilai
islam sebagai agama.8
Bagi umat Islam agama adalah dasar (pondasi) utama dari
keharusan berlangsungnya pendidikan karena ajaran-ajaran Islam yang
bersifat universal mengandung aturan-aturan yang mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia baik yang bersifat ubudiyyah (mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya), maupun yang bersifat muamalah (mengatur

6
Mansur isna, Diskursus Pendidikan islam.(Yogyakarta :Global Pustaka Utama.2001).Hlm.98
7
Mansur isna, Diskursus Pendidikan Islam edisi 1. (Yogyakarta: Global Pustaka
Utama.2001).Hlm.99
8
Jalaluddin, Filsafat pendidikan islam dari zaman ke zaman. (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.2017).Hlm.112
hubungan manusia dengan sesamanya) (Zuhairini, 1993:153)9. Dasar
pendidikan islam adalah dasar yang menjadi acuan pendidikan islam.
Hendaknya merupakan sumber kebenaran dan kekuatan yang dapat
menghantarkan peserta didik menuju ke arah pendidikan yang senantiasa
diridhoi Allah SWT. Adapun dasar – dasar pendidikan islam adalah

1. Al – Qur’an
Al – qur’an merupakan sumber ajaram agama islam yang paling
utama. Al – qur’an sebagai landasasan nilai – nilai dasar pendidikan
islam. Al – qur’an dapat dijadikan landasan kebenarannya dapat
dinalar oleh manusia dan dapat dibuktukan dalam sejarah pengalaman
manusia. Sebagai pedoman tidak ada keraguan di dalamnya.
“Bacalah dengan (menyebut) Nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmu lah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (Q.S. al-Alaq: 1-5).
Ayat tersebut merupakan perintah kepada manusia untuk belajar
dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuannya
termasuk didalam mempelajari, menggali, dan mengamalkan ajaran-
ajaran yang ada al-Qur’an itu sendiri yang mengandung aspek-aspek
kehidupan manusia. Dengan demikian al-Qur’an merupakan dasar
yang utama dalam pendidikan Islam.
2. As sunah
Setelah Al – qur’an maka yang menjadi dasar pendidikan islam
adalag as sunah yang merupakan perkataan ataupun perbuatan serta
ketetapan rasulullah. Sunnah sama halnya dengan al – qur’an berisi
tentang syari’ah, mu’amalah dan apapun yang menjadi pedoman
hidup manusia menuju jalan yang benar.

9
Muchlisin Riadi. Pengertian dasar tujuan pendidikan islam.2014
https://www.kajianpustaka.com/2014/04/pengertian-dasar-tujuan-pendidikan-islam.html
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta
mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal
untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu, tujuan dapat
membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa
yang dicitacitakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberikan
penilaian atau evaluasi pada ussha-usaha pendidikan 10. Secara umum
tujuan pendidikan Islam yaitu mendidik individu mukmin agar
tunduk, bertaqwa,dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga
memperoleh kebahagiaan didunia dan di akhirat11. Sedangkan tujuan
khusus pendidikan Islam adalah :

a. Mendidik individu yang shaleh dengan memperhatiakan


segenap dimensi perkembangan rohaniah, emosional, sosial,
intelektual dan fisik.
b. Mendidik Anggota kelompok sosial yang shaleh, baik dalam
keluarga maupun masyarakat muslim.
c. Mendidik manusia yang shaleh bagi masyarakat insani yang
besar.

C. Proses dan Sosialisasi Nilai Pendidikan Islam


John Dewey (1859-1952) melukiskan kehidupan anak-anak yang
tampak “acuh” dan “buta” terhadap produk-produk yang notabene
dimanfaatkannya sehari-hari seperti pakaian, gas, dan sebagainnya.
Produk-produk yang dimaksud, mereka tinggal memakainya tanpa
mengenal dan bahkan acuh terhadap bagaimana proses dan “cerita
menjadinya” produk-produk tersebut. Dengan demikian mereka tidak lagi
memahami konteks kehidupan masyarakat.12

10
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: al-Ma‟arif, 1989), Hlm. 45.
11
Hery Noer aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000),
Hlm. 142-143.
12
Abd.Aziz, Filsafat Pendidikan Islam,(Surabaya:eLKAF, 2006),hlm.129
Memiliki anak dengan sifat baik akan terwujud jika kita
memahami lingkungan tempatnya tinggal. Karena setiap pendidikan harus
mempelajari keadaan, perkembangan, kegiatan masyarakat. Masyarakat
memiliki ciri perubahan yang cepat akibatberkembangnya ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalan teknologi yang tidak dapat diramalkan.
Produksi mobil yang menimbulkan masalah seperi keamanan lalu lintas,
kecelakaan, kejahatan, dan sebagainya yang banyak merepotkan dan kita
tidak sanggup mengatasinya pada waktunya.
Perubahan-perubahan yang hebat dan cepat dalam masyarakat
memberikan tugas yang lebih luas dan lebih berat kepada lembaga
pendidikan/sekolah.
Anak-anak yang kini muulai masuk SD akan menghadapi dunia
yang sangat berbeda dengan masyarakat 15 atau 20 tahun yang lalu.
Segala sesuatu cepat mudah menjadi usang, karena cepatnya segala
sesuatu berubah. Sehingga agar kita tidak menjadi masyarakat yang
terbelakang maka kita harus menyesuaikan diri dengan dengan
perkembangan masyarakat.13
Perkembangan itu antara lain menyebabkan lenyapnya jenis
pekerjaan tertentu dan timbulnya berbagai macam pekerjaan lain. Pekerja
kasar semakin lama semakin berkurang, sedangkan pekerjaan baru
memerlukan pendidikan yang semakin tinggi.
Kemajuan teknologi memperbesar kebergantungannya manusia
dengan manusia lain. Masyarakat kota menjadi konsumtif sebab semua
kebutuhan sehari-harinya diperoleh dengan jasa orang lain. Maka dari itu
perlu adanya pendidikan yang mendidik unntuk selalu menghargai jasa
orang lain. Negara juga semakin bergantung kepada negara lain. Maka
sangat penting mendidik anak-anak dengan berhubungan dengan manusia
agar tidak menimbulkan kekacauan.
Peranan keluarga juga berubah bila dibandingkan dengan dahulu.
Keluarga masih lembaga yang paling berpengaruh terhadap

13
Harun Nasution, Flasafah Agama,(Jakarka: Bulan Bintang, 1973), hlm.81
berkembangnya pribadi anak. Keluarga sudah banyak melepas fungsi
seperti rekreasi yang dahulu berpusat pada kepada keluarga kini sudah
berpindah ke bioskop, pusat olah raga, lapangan, dan lain sebagainnya.
Anak tidak lagi mempelajari pekerjaan anaknya, seorang gadis tidak lagi
belajar menjahit pada ibunya ia mengikuti kursus.
Kesimpulannya adalah masyarakat selalu berubah, jika kita melihat
masyarakat yang dulu dengan sekarang berbeda jauh mengenahi ilmu
pengetahuan dan teknologi. Teknologi ialah sumber yang sangat
berpengaruh untuk mempercepat perubahan. Dengan adanya perubahan
yang sangat cepat ini dapat menimbulkan perubahan cara hidup dan pola
pikir pikir masyarakat.
Pendidikan tidak menutup kemungkinan bahwa teknologi akan
menimbulkan suatu masalah-masalah internasinal seperti polusi eksploitasi
penduduk perdamaian dunia. Pendidikan hendaknya turut serta
memberikan sumbangan kearah tercapainya dunia yang bahagia dan aman
bagi seluruh umat manusia. Bila diterima sebagai prinsip bahwa
pendidikan hanya untuk kehidupan masyarakat, maka pendidikan harus
memeprsiapkan anak-anak untuk masyarakat pula. Maka pendidikan harus
menyesuaikan dengan gerak-gerik dan perubahan-perubahan masyarakat
tersebut. Isi pendidikan harus senantiasa dapat berubah sesuai dengan
perubahan masyarakat itu.14
Dengan teknik pendidikan yang fleksibel, pendidikan ini cukup
elastis sehingga senantiasa terbuka utntuk memebrikan materi/bahan
pelajaran yang penting dan perlu bagi murid-murid pada saat dan tempat
tertentu. Lembaga-lembaga pendidikan dapat memberikan fungsional,
sehingga anak-anak benar-benar dipersiapkan untuk menghadapi masalah-
masalah di masyarakat tempat dia hidup agar menjadi manusia yang
beguna bagi nusa dan bangsa serta umat manusia pada umumnya.

14
Abd.Aziz. Filsafat Pendidikan Islam (Surabaya:eLKAF.2006). hlm.132

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses merupakan suatu aktivitas kegiatan dari awal sampai akhir


atau masih berjalan yang memberikan nafas bagi organisasi sampai
dengan tercapainya tujuan. Sedangkan sosialisasi merupakan suatu proses
belajar yang dilakukan oleh seorang individu untuk bertingkah laku
berdasarkan batasan-batasan yang telah ada dan diakui di dalam
masyarakat.

Pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang memungkinkan


seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi islam.
Sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan
ajaran islam.

B. Saran

Pada penyusunan makalah ini kami sangat menyadari bahwa masih


terdapat banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalamnya, baik
berupa bahasa maupun cara penyusunannya. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran guna menghasilkan penyusunan makalah
yang lebih baik lagi.
Daftar Pustaka

Buku :

Hery Noer aly dan Munzier S 2000, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska
Agung insani, hlm. 142-143.

Isna, Mansur. 2001. Diskursus Pendidikan Islam edisi 1. Yogyakarta: Global


Pustaka Utama. hlm.99

Isna, Mansur. 2001. Diskursus Pendidikan islam. Yogyakarta: Global Pustaka


Utama. hlm.98

Jalaluddin, Filsafat pendidikan islam dari zaman ke zaman. (Jakarta: PT


Rajagrafindo Persada.2017).Hlm.112

Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: al-Ma‟arif,


hlm. 45.

Internat :

Efendi, Pendidikan Islam Transformatif ala KH. Abdurrahman Wahid


https://books.google.co.id/books?id=xodfDQAAQBAJ&pg=PA171&dq=
nilai+pendidikan+islam&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi7u9bAvtTkAhW
JiHAKHSawAv4Q6AEIOjAD#v=onepage&q=nilai%20pendidikan%20i
slam&f=false diakses pada tanggal 14 Sep pukul 20.01 WIB

https://ceritakuaja.wordpress.com/2016/06/29/makalah-filsafat-pendidikan-
islam/diakses pada tgl 16 Sep. 19 pukul 20.22 WIB

http://teori-ilmupemerintahan.blogspot.com/2011/03/pengertian-
proses.htmldiakses pada tgl 16 Sep. 19 pukul 20.22 WIB

http://www.pengertianku.net/2016/07/pengertian-sosialisasi-dan-contohnya.html
diakses pada tgl 16 Sep. 19 pukul 22.37 WIB

Muchlisin Riadi 2014. Pengertian dasar tujuan pendidikan islam. Diakses dari
https://www.kajianpustaka.com/2014/04/pengertian-dasar-tujuan-
pendidikan-islam.html pada 26 september 2019 pukul 07.45 WIB

Mustangin buchory. Nilai – Nilai Pendidikan Islam diakses di


http://mustanginbuchory89.blogspot.com/2015/06/nilai-nilai-pendidikan-
islam.html pada tanggal 26 september 2019 pukul 08.35 WIB

Anda mungkin juga menyukai