Dosen Pengampu:
Oleh:
1.
2. Fitriani (12211193098)
3.
i
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Maka dari itu
kami mengharap kritik dan saran guna dapat kami jadiakan inspirasi
kedepannya agar dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semuanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i DAFTAR ISI
BAB I
1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan
2 BAB II
1 PEMBAHASAN
14 BAB III
20 PENUTUP
20
A. Kesimpulan
20 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
Untuk itu dunia pendidikan dituntut untuk membuat ketentuan-
ketentuan format pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman,
relevan dengan kehidupan nyata yang memiliki ciri berubah. Begitupun
dengan pendidikan agama islam tidak lepas dari usaha pencarian format
baru yang dapat meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, baik yang
berkenaan dengan aspek eksternal (sistem pendidikan) maupun yang
berhubungan dengan aspek internal yakni pola pikir, sikap dan perilaku
dari masing-masing peserta didik. Untuk itu pendidikan agama islam juga
perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari pengelola pendidikan,
karena pendidikan agama islam itu sendiri merupakan bagian dari
pendidikan pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEBAHASA
Para ahli filsafat sependapat tentang tujuan akhir yang diinginkan oleh
manusia itu, yaitu kebahagiaan. Untuk mencpai kebahagiaan itu bermacam-
macam jalan yang ingin bahagia. Tujuan sementara yaitu setiap manusia
ingin baik. Dan tujuan terakhir itulah yang disebut “Summum Bonum”. Ialah
1
1
Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas, 1984),7.
2
kebahagiaan tertinggi yang ingin dicapai manusia. Karena anggapan tentang
baik ini bermacam-macam interpretasi dan perkiraan masing-masing, maka
terjadilah bermacam-macam usaha perbuatan yang dilakukanya, yang
berbeda-beda.
4
Aziz Abd. 2006. Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam.
Surabaya: eLKAF
3. Sosialitas, yakni kemampuan mengernbangkan diri selaku anggota
masyarakat
Di samping itu, misi tersebut berpijak pada trilogi hubungan manusia, yaitu:
5
Sidi gazalba, sistematika filsafat, (jakarta: bulan bintang, 1981), hlm. 469
pendidikan Islam. Karena itu, tujuan pendidikan Islam harus memperhatikan
aspek-aspek sebagai berikut :
3. Tuntutan Masyarakat
6
A.M syaefuddin, desekuralisasi pemikiran landaan islamiyah, (bandung: mizan,1990), hlm. 2
berupa akhlak yang mulia7.
7
Dawam rahardjo,insan kamil,konsep manusia menurut islam,(jakarta: temprint,1989),
hlm.26
8
Muhammad tholhah hasan, prospek islam dalammenghadapi tantangan
jamn,(jakarata:bandung prakarya, 1986), hlm.43
3. Hatinya penuh iman kepada Allah.
11
Muhaimin dan mujib, pemikiran pendidikan islam, (bandung: trigenda karya, 1993), hlm.
72- 73
12
Ibi., hlm.72-73
Para ilmuwan saat itu berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta
hukum alam secara berangsur-angsur memperoleh sifat abstrak
dan impersonal. Dengan adanya alat cangih dan adanya
pendidikan yakni ilmu pengetahuan alam bagi manusia modern
dengan kemampuan ilmiah manusia mulai membuka rahasia-
rahasia alam, guna melindungi dan melestraikan alam dari tangan
jahil manusia.
PENUTU
A. Kesimpulan
Disusun oleh:
Alvi Mustofa Kurnia (12211183002)
Suci Tri Novianti (12211183015)
Fitri Ani (12211183029)
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Filsafat Pendidikan
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Maka dari itu
kami mengharap kritik dan saran guna dapat kami jadiakan inspirasi
kedepannya agar dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semuanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI
ii BAB I PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1 Rumusan Masalah
2 Tujuan
2 BAB II PEMBAHASAN
3
Hakikat Fitrah Manusia 3
Hakekat Potensi Ruhaniyah Manusia 7
BAB III PENUTUP
12
Kesimpulan 12
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973),
hal. 47
6. Kapercayaan bahwa manusia mempunyai motivasi
dan kebutuhan.
9
2
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta, Bulan
Bintang, 1979), hal. 1—12.
9
Fitrah adalah kondisi penciptaan manusia yang mempunyai
kecenderungan untuk menerima kebenaran. Secara fitri, manusia
cencerung berusaha mencari serta menerima kebenaran walaupun
hanya bersemayam dalam hati kecilnya. Adakalanya manusia telah
menemukan kebenaran karena akibat faktor eksogen yang
mempengaruhi, kemudian ia berpaling . dalam contoh, adalah
fir’aun semasa hidupnya secara dhohir tidak mengakui adanya
kebenaran (allah), namun ketika tenggelam dan ajalnya telah
dekat, kemudian baru mengakui.
10
diarahkan untuk bertumpu pada at-tauhid, diamksudkan untuk
memperkuat hubungan yang mengikat manusia dengan sang
kholiq (allah). Konsep at-tauhid bukan hanya sekadar jumlah
bahwa allah itu esa tetapi juga masalah kekuasaan.
a. Hakikat Ruh
d. Hakikat Nafs
2. Serakah, berwujud :
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
3
http://mazguru.wordpress.com/2009/02/08/potensi-ruhaniah-manusia. Diakses pada
tanggal 27 September pukul 18.03
1. Manusia berpredikat sebagai mahkluk dwi tunggal. Yaitu
manusia terdiri dari dua unsur; rohaniah dan jasmaniah. Unsur
halus dan unsur kasar, badan halus dan badan wadaq, unsur
jiwa dan unsur raga.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/amp/s/nugrahawisnuputra.wordpress.com/20
1 4/11/28/makalah-hakikat-fitrah-manusia/amp/. Diakses pada tanggal 27
September pukul 17.55
https://www.artikel789.com/2016/02/hakikat-fitrah-manusia.html?m=1 .
Diakses pada tanggal 27 September pukul
18.00 http://tasawuf-psikoterapi-2012-ush-
stainta.blogspot.com/2013/06/makalah potensi-ruhaniah manusia/
Diakses pada tanggal 27 September pukul 18.10
https://www.uin-malang.ac.id/blog/post/read/131101/hakekat-manusia-
dan-implikasinya-dalam-pendidikan.html. Diakses pada tanggal 27
September pukul 19.00
KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM DAN IMPLIKASI
ILMU PENGETAHUAN DALAM PROSES PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Akhyak,
M.Ag
Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Tulungagung, 27 September
2019
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2
BAB II
PEMBAHASAN
Kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam
8 BAB III
PENUTUP
Kesimpulan 14
Saran 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1
https://suteki.co.id/pengertian-ilmu-pengetahuan-dan-kedudukan-ilmu-menurut-islam/
Diakses Pada 25 Sepetember 2019 Pukul 18.16 WIB
yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah :
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-
hambanya hanyalah ulama (orang berilmu)”. Disamping ayat-ayat
Al-Qurâan yang memposisikan ilmu dan orang berilmu sangat
istimewa, Al- Qurâan juga mendorong umat Islam untuk berdoa
agar ditambahi ilmu. Dalam hubungan inilah konsep membaca,
sebagai salah satu wahana menambah ilmu menjadi sangat
penting, dan Islam telah sejak awal menekankan pentingnya
membaca, sebagaimana terlihat dari firman Allah yang pertama
diturunkan yaitu surat Al- Alaq yang artinya : “Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan kamu dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia)
dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahui”. Ayat-ayat tersebut, jelas merupakan sumber
motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah berhenti menuntut
ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan
Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah
akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk
melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak bahwa
keimanan yang dibarengi dengan ilmu akan membuahkan amal
,sehingga Nurcholis Madjid menyebutkan bahwa keimanan dan
amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini
seolah menengahi antara iman dan amal.
2
http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/tadris/article/view/253/244 Diakses
pada 25 September 2019, pukul : 20.50 WIB.
yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan Yang
Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”(QS. Sabâ’ : 6.) Allah swt. juga
berfirman dalam ayat yang lain, “Orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata, ‘Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat.
Semua itu dari sisi Tuhan kami. Hanya orang-orang yang berakal
yang dapat mengambil pelajaran (dari ayat-yat itu).” (QS. Ali 'Imrân
: 7.) Allah swt. berfirman pula, “Perumpamaan-perumpamaan itu
kami buatkan untuk manusia. Tiada yang dapat memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. al-‘Ankabût : 43.)
3
https://www.academia.edu/Ilmu_Pengetahuan_dan_Implikasinya_terhadap_Proses_Pend
idikan Diakses Pada 22 Sepetember 2019 Pukul 08.58 WIB
Demikian pula dalam hal proses belajar mengajar di dalam
kelas, baik guru maupun peserta didik terikat oleh adab-adab,
baik adab terhadap Allah, adab terhadap ilmu itu sendiri,
maupun adab dalam hal hubungan antara guru dengan murid
atau peserta didik. Adab terhadap Allah misalnya, baik guru
maupun murid harus selalu memulai dan mengakhiri proses
pembelajaran dengan berdo’a untuk dibukkan pintu hati guna
masuknya ilmu, dan senantiasa memohon untuk diberi
kefahaman. Disini guru harus mengingatkan peserta didik untuk
meluruskan niat di dalam menuntut ilmu yakni semata-mata
untuk mencari ridha Allah dan berharap pahala pada-Nya.
Mengingatkan agar senantiasa menghargai ilmu, menghormati
guru, menghormti teman, bersikap ta’dim, menghindari akhlak
tercela, bersyukur, lillahi ta’ala, wara’ ketika belajar, rendah hati,
dan senantiasa positive thingking. (As’ad, 2007). Selian dari
pada itu guru harus senantiasa mengingatkan peserta didik
untuk memuliakan majelis ilmu. Dalam proses pembelajaran di
kelas peserta didik harus memeperhataikan penjelasan guru
dengan sungguh-sungguh. Tidak diperkenankan berbuata
gaduh yang dapat mengganggu proses belajar mengajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
4
Sarjuni, “Konsep Ilmu dalam Islam dan Implikasinya dalam Praktik Kependidikan,”
Jurnal Studi dan Penelitian Pendidikan Islam Volume 1 Nomor 2 Agustus 2018, hal.52-56
DAFTAR PUSTAKA
http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/tadris/article/view/253/2
44 Diakses pada 25 September 2019, pukul : 20.50 WIB.
https://suteki.co.id/pengertian-ilmu-pengetahuan-dan-kedudukan-ilmu-
menurut-islam/ Diakses Pada 25 Sepetember 2019 Pukul 18.16
WIB
https://www.academia.edu/Ilmu_Pengetahuan_dan_Implikasinya_terhada
p_Proses_ Pendidikan Diakses Pada 22 Sepetember 2019
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Kh. Akhyak, M. Ag
Oleh:
1. Lovina Imelda Y (12211183004)
2. Ulfia Nur Hamidah (12211183023)
JUDUL
DAFTAR ISI....................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian...........................................................................................2
B. Tujuan dan Fungsi..............................................................................3
C. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pendidikan...................................................4
D. Ciri-Ciri Evaluasi Pendidikan.............................................................5
E. Jenis-Jenis Evaluasi Pendidikan.........................................................6
F. Objek dan Sasaran Evaluasi Pendidikan.............................................6
A. Kesimpulan.........................................................................................8
B. Saran...................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Karena atas limpahan karuniaNya. Sholawat
serta salam tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Yang mana beliau yang membimbing umat manusia ke jalan yang benar. Sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas kelompok ini tepat pada waktunya, dengan judul
Hakikat Evaluasi Pendidikan Islam.
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas
kelompok ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari
berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok ini dengan
baik, oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG.
2. Bapak Prof. Dr. Kh. Akhyak, M.Ag sebagai dosen Filsafat Pendidikan Islam.
3. Teman-teman yang telah memberikan dukungan serta motivasi.
Kami menyimpulkan bahwa tugas kelompok ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas kelompok ini
dan bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pendidikan Islam, kurikulum yang telah dirancang dan di susun
dan di kembangkan sesuai potensi fitrah manusia (anak) merupakan salah satu
tujuan yang harus dicapai. Untuk mengetahui kapasitas kualitas anak didik
perlu diadakannya evaluasi. Dalam hal ini perlu adanya teknik dan sasaran
untuk menuju keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
Evaluasi yang baik harus didasarkan atas tujuan pengajaran yang
ditetapkan oleh pemerintah dan diusahakan oleh guru untuk siswa. Hal ini
juga harus didasarkan atas tujuan pengajaran yang diberikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hakikat pendidikan Islam?
2. Apa tujuan dan fungsi evaluasi pendidikan?
3. Bagaimana prinsip-prinsip evaluasi pendidikan?
4. Bagaimana ciri-ciri evaluasi pendidikan?
5. Apa saja jenis-jenis evaluasi pendidikan?
6. Bagaimana objek dan sasaran evaluasi pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hakikat pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi evaluasi pendidikan.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip evaluasi pendidikan.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri evaluasi pendidikan.
5. Untuk mengetahui jenis-jenis evaluasi pendidikan.
6. Untuk mengetahui objek dan sasaran evaluasi pendidikan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hakekat adalah realitas, yakni “real” artinya kenyataan yang
sebenarnya. Hakekat adalah kenyatan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya
sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan
yang berubah.1
Secara bahasa etimologi evaluasi berasal dari bahasa Inggris,
evaluation, yang berarti penilaian dan penaksiran. Dalam bahasa Arab,
dijumpai istilah imtihan, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara
menilai hasil akhir dari proses kegiatan.2
Pengertian evaluasi secara terminologi menurut beberapa pakar yang
berkompeten dibidangnya, diantaranya : Oemar Hamalik mengartikan
evaluasi sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan,
dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan. Abudin Nata
menyatakan bahwa evaluasi sebagai proses membandingkan situasi yang ada
dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan
menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat
keputusan. Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam
mengambil keputusan. Edwind Wandt berpendapat evaluasi adalah: suatu
tindakan atau proses dalam menentukan nilai sesuatu. M. Chabib Thoha,
mengutarakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan objek denganmenggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
1
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James, cet.I , Bandung: Remaja
Rosdkarya,
2
1990, h. 31
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Karya media pratama, 2015, cet ke I ,hal 183)
Dari beberapa pengertian evaluasi tersebut, dapat penulis simpulkan
bahwa evaluasi adalah suatu proses dan tindakan yang terencana untuk
mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan
(peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun
penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan.$engan
demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan
insedental,melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu yang
terencana, sistematik dan berdasarkan tujuan yang jelas. Jadi dengan evaluasi
diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan
kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan
berikutnya.3
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan
adalah suatu kegiatan yang berisi mengadakan pengukuran, penilaian dan tes
terhadap keberhasilan pendidikan dari berbagai aspek yang menyeluruh, baik
kognitif, afektif dan psikomotoriknya.
B. Tujuan dan Fungsi
Tujuan
Menurut Anas Sudijono merumuskan secara umum tujuan evaluasi
pendidikan :
1. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai
bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami
oleh peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam
jangka waktu tertentu.
2. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang
telah digunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
Fungsi
3
https://www.academia.edu/13901181/Hakikat_Evaluasi_Pendidikan_Menurut_Filsafat_Islam
diakses pada tanggal 25-9-2019 pukul 17.23
1. Berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk
mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Dengan penilaian
itu memiliki tujuan :
a. Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas berikutnya.
c. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
d. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah.
2. Berfungsi diagnostic
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan,
maka guru dapat mengetahui kelemahan siswa dengan melihat hasilnya.
3. Berfungsi sebagai penempatan
Untuk dapat menentukan dengan pasti bahwa seorang siswa harus
ditempstkan pada kelompok tertentu, maka diunakan suatu penilaian.
4. Berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.
C. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan
1. Validitas
Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai denganmenggunakan
alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. Dalam matapelajaran
pendidikan Fisika, misalnya kompetensi “mempraktikkan gaya pegas”,
maka penilaian valid apabila mengunakan penilaian untuk kerja. Jika
menggunakan tes tertulis maka penilaian tidak valid.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian.
Penilaian yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable
dan menjamin konsistensi. Misalnya, guru menilai dengan praktikum,
penilaian akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila
praktikum itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Untuk
menjamin penilaian yang reliabel petunjuk pelaksanaan praktikum dan
penskorannya harus jelas.
3. Menyeluruh
Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh mencakup keseluruhan yang
tertuang pada setiap kompetensi dasar. Penilaian harus menggunakan
beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi peserta didik,
sehingga tergambar profil kompetensi peserta didik.
4. Berkesinambunga
Penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus menerus untuk
memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun
waktu tertentu.
5. Obyektif
Penilaian harus dilaksanakan secara obyektif. Untuk itu, penilaian harus
adil, terencana, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.
6. Mendidik
Proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi,
memperbaiki proses pembelajaran bagi guru, meningkatkan kualitas
belajar dan membina peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara
optimal.4
D. Ciri evaluasi pendidikan
1. Dilakukan secara tidak langsung.
2. Penggunaan pengukuran kuantitatif. Penilaian pendidikan bersifat
kuantitatif artinya menggunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama
pengukuran.setelah itu lalu diinterprestikan ke bentuk kualitatif.
3. Penilaian pendidikan menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap
4. Bersifat relatif artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari satu waktu ke
waktu yang lain.
5. Penilaian pendidikan sering terjadi kesalahan-kesalahan.
4
https://www.academia.edu/13987188/Prinsip-prinsip_Evaluasi_Pendidikan diakses pada tanggal
25-9-2019 pukul 18.00
E. Jenis- jenis evaluasi
Jenis-jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam
menurut pandangan Ramayulis adalah :
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dic
apaioleh para peserta didik setelah menyelesaikan satuan program
pembelajaran (kompetensi dasar) pada mata pelajaran tertentu.
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah
mengikuti pelajaran dalam satu semester dan akhir tahun untuk
menentukan jenjang berikutnya
c. Evaluasi Penempatan (Placement)
Evaluasi tentang peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam
situasi belajar yang sesuai dengan kondisi peserta didik
d. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan
belajar peserta didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan maupun
hambatan-hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar.5
5
Ibid
bidang pendidikan. menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005. pasal
78 dinyatakan bahwa evaluasi pendidikan meliputi :
1. Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan
sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan.
2. Evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah
3. Evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
4. Evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
5. Evaluasi oleh lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakatatauorg
anisasi profesi untuk menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.6
6
Depdiknas. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Depdiknas. (2005)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi pendidikan adalah suatu kegiatan yang berisi mengadakan
pengukuran, penilaian dan tes terhadap keberhasilan pendidikan dari berbagai
aspek yang menyeluruh, baik kognitif, afektif dan psikomotoriknya.
Tujun evaluasi pendidikan antara lain :
1. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai
bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami
oleh peserta didik,
2. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran
Fungsi evaluasi pendidikan antara lain :
1. Berfungsi selektif
2. Berfungsi diagnostic
3. Berfungsi sebagai penempatan
4. Berfungsi sebagai pengukur
keberhasilan Prinsip-prinsip evaluasi
pendidikan, yaitu :
1. Validitas
2. Reliabilitas
3. Menyeluruh
4. Berkesinambunga
5. Obyektif
6. Mendidik
Ciri-ciri evaluasi meliputi ;
1. Dilakukan secara tidak langsung.
2. Penggunaan pengukuran kuantitatif
3. Penilaian pendidikan menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap
4. Bersifat relatif
5. Penilaian pendidikan sering terjadi kesalahan-kesalahan.
Jenis-jenis evaluasi adalah :
1. Evaluasi Formatif
2. Evaluasi Sumatif
3. Evaluasi Penempatan (Placement)
4. Evaluasi Diagnostik
Objek atau sasaran evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan kegiatan atau proses pendidikan,
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui
kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak. Kami berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/13901181/Hakikat_Evaluasi_Pendidikan_Menurut_Filsaf
at_Islam
https://www.academia.edu/13987188/Prinsip-prinsip_Evaluasi_Pendidikan
Tafsir Ahmad. 1990. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James.
cet.I. Bandung: Remaja Rosdkarya,
Nata, Abudin. 2015. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Karya media pratama,
HAKIKAT PESERTA DIDIK MENURUT FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Filsafat Pendidikan Islam ”
Dosen Pengampu:
PROF. DR. KH. AKHYAK,
M.Ag
Oleh:
1. Maya Dewi Anggraeni 12211183011
2. Misbahul Munir 12211183033
ii
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Maka dari itu
kami mengharap kritik dan saran guna dapat kami jadiakan inspirasi
kedepannya agar dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semuanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan
2 BAB II
PEMBAHASAN 1
4 BAB III
7 PENUTUP
A. Kesimpulan 7
B. Saran 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebagai peserta didik hal yang harus dilakukan adalah memahami hak
dan kewajibanya serta melaksanakanya. Hak adalah sesuatu yang harus
diterima oleh peserta didik, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang
wajib dilakukan atau dilaksanakan oleh peserta didik. Dalam mendidik
seorang pendidik harus memahami dan memberikan pemahaman
tentang potensi-potensi yang terdapat di dalam diri peserta didik itu
sendiri, kalau seorang pendidik tidak mengetahui potensi-potensi
tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta didik akan sulit
dikembangkan, dan peserta didikpun juga akan sulit mengenali potensi
yang dimilikinya. Dari permasalahan tersebut kami membuat makalah
dengan judul “Hakikat Peserta Didik Menurut Filsafat Pendidikan Islam”
dimana dalam makalah ini akan sedikit menjelaskan tentang hakikat,
karakteristik, hak dan kewajiban peserta didik.
1
B. Rumusan Masalah
3. Apa hak dan kewajiban peserta didik menurut filsafat pendidikan ilsam?
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1. Siswa adalah istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar
1
dan menengah.
3. Pelajar adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang
mengikuti pendidikan formal tingkat menengah maupun tingkat atas
4. Murid memiliki definisi yang hampir sama dengan pelajar dan siswa.
5. Santri adalah istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan non
formal, khususnya pesantren atau sekolah-sekolah yang berbasiskan
agama Islam.
3. Bersikap tawadhu’.
1. Kondisi fisik
3. Gaya belajar
4. Usia
8. Faktor emosional
9. Faktor komunikasi
Hak peserta didik adalah kebutuhan peserta didik dalam belajar yang
harus dipenuhi oleh pendidik. Berikut adalah kebutuhan peserta didik
yang harus dipenuhi oleh pendidik adalah :
a. Kebutuhan Jasmani.
b. Kebutuhan Rohaniah.
c. Kebutuhan Sosial.
1. Pelindung
2. Menjadi Teladan
Orang tua atau pendidik yang lain disengaja atau tidak menjadi
teladan bagi si anak yang ingin berbuat “serupa” dengan orang
dewasa.
PENUTU
A. Kesimpulan
Kementrian Agama RI., Al-Qur’an Al-Jamil, Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012.
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter
Menghadapi Arus Global, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan,
Jakarta: Raja Grafindo, 2010.
Putra Daulay, Haidar, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat,
Jakarta: Kencana, 2014.
Rohman, Miftahur. “Tinjauan Filosofis Guru Pendidikan Agama Islam
Humanis-Multikulturalis.” Ta’allum: Jurnal Pendidikan Islam 6, no. 1 (2018):
151–174.
Shihab, Quraish, Menyingkap Tabir Ilahi, Jakarta: Lentera, 2005.
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Semarang: Widya Karya,
2015.
Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013.
Tobroni, Pendidikan Islam Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas,
Malang: UMM Press, 2008.
1
PENDIDIKAN KEPRIBADIAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. KH. Akhyak, M.Ag.
Disusun oleh :
1. Ufik Ismiawati (12211183009)
2. Awinda Dwi Rahmawati (12211183012)
3. Arreza Mulya Prasetya (12211183037)
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan................................................................................3
B. Pengertian Kepribadian..............................................................................4
C. Pendidikan Kepribadian Dalam Kehidupan Manusia................................4
A. Kesimpulan.................................................................................................9
B. Saran...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pentingnya kepribadian dalam kehidupan yaitu menggambarkan perilaku, watak,
atau pribadi seseorang. Kepribadian dalam kehidupan manusia sendiri merupakan
kepribadian yang seluruh aspeknya baik tingkah lakunya, kegiatan jiwanya maupun
filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Allah.
Kepribadian yang dimiliki seseorang itu belum sama karena pada dasranya watak,
sifat yang dimiliki individu satu dan individu lain itu selalu berbeda.
Dimana kepribadian merupakan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi
dengan individu lain. Kepribadian sendiri mengacu kepada karakteristik psikologis
yang unik yang menyebabkan respon yang relatif konsisten dan bertahan lama
terhadap lingkungan orang itu sendiri. Tetapi dalam kepribadian seseorang itu ada
beberapa gangguan kepribadian yaitu dapat di jelaskan secara umum untuk suatu
jenis penyakit di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan
orang lain tidak berfungsi.
Jadi pemahaman tentang pendidikan kepribadian dalam kehidupan manusia itu
harus bisa di pahami secara lebih karena dengan adanya pendidikan kepribadian
kehidupan manusia akan lebih terkontrol dengan adanya gangguan-gangguan yang
ada. Karena pendidikan itu sendiri dapat diartikan dengan suatu perbuatan atau
semua usaha dari generasi ke generasi untuk mengalihkan pengetahuannya,
pengalamannya, serta keterampilannya. Jadi pendidikan kepribadian dalam
kehidupan manusia itu menunjukkan tentang usaha-usaha seseorang untuk
menggambarkan tentang watak, perilaku yang dimiliki oleh seseorang itu untuk
mencerminkan tentang dirinya agar diketahui oleh individu lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian pendidikan?
2. Bagaimana pengertian kepribadian?
3. Bagaimana pendidikan kepribadian dalam kehidupan manusia?
1
C. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui penjelasan tentang pendidikan.
2. Untuk dapat mengetahui penjelasan tentang kepribadian.
3. Untuk dapat mengetahui tentang pendidikan kepribadian dalam kehidupan
manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan sering juga diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk
membimbing anak yang belum dewasa ke tingkat kedewasaan, dalam arti sadar dan
mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri di atas
kaki sendiri. Bilamana kita bertanya, mengapa manusia dalam proses hidup dan
kehidupannya membutuhkan pendidikan? Seperti juga pernah dikemukakan oleh
Aristoteles, bahwa kita tidak akan dapat menjawab apakah pendidikan itu.
Bilamana tidak diketahui, mengapa perlu pendidikan dan apa yang dijamin oleh
pendidikan?
Kalau kita amati saksama keadaan bayi pada saat dilahirkan, maka akan kita
saksikan bahwa mereka dalam keadaan yang sangat lemah, dan serba tidak berdaya.
Hampir seluruh hidup dan kehidupannya, hanya menggantungkann diri kepada
orang lain. Mereka sangat memerlukan pertolongan dan bantuan dalam segala hal.
Kalau seandainya anak tersebut tidak diberi minum atau makan oleh ibunya maka
ia pasti akan mati. Demikian pula kalau dia tidak diberi bimbingan atau pendidikan,
baik pendidikan jasmani maupun pendidikan rohani yang berupa pendidikan
intelek, susila, sosial, agama dan lain-lain, maka anak tersebut tidak akan berbuat
sesuatu. Dalam kaitannya dengan uraian di atas, maka tepat sekali apa yang
dikemukakan oleh Emmanuel Kant bahwa manusia dapat menjadi manusia karena
pendidikan.
Pernyataan tersebut mengandung pengertian, bahwa bilamana anak tidak
mendapat pendidikan, maka mereka tidak akan menjadi manusia sebenarnya, dalam
arti tidak akan sempurna hidupnya dan tidak akan dapat memenuhi fungsinya
sebagai manusia yang berguna dalam hidup dan kehidupannya. Dengan kata lain,
hanya pendidikanlah yang dapat memanusiakan dan membudayakan manusia.
Sebagai bukti pernyataan tersebut, peristiwa yang terjadi di India, yakni sewaktu
Mr.Singh menemukan dua orang anak manusia yang berada dalam sebuah gua
sarang serigala. Kedua anak tersebut diasuh oleh serigala itu, sehingga akibatnya,
segala gerak-gerik dan tingkah lakunya serta kemampuannya menyerupai serigala.
Demikian pula halnya anak yang diasuh oleh monyet, maka juga bertingkah laku
seperti monyet. Semuanya itu membuktikan bahwa kemampuan dasar yang dimiliki
oleh anak, baik
jasmaniah maupun rohaniah, tidak secara otomatis bertumbuh dan berkembang,
tetapi membutuhkan adanya bimbingan, pengarahan, dan pendidikan.
B. Pengertian Kepribadian
Menurut Fillmore H.Sandford, kepribadian adalah susunan yang unik dari sifat-
sifat seseorang yang berlangsung lama. Sementara itu, menurut Allport kepribadian
adalah susunan yang dinamis di dalam sistem psikofisik (jasmani-rohani) seseorang
(individu) yang menentukan perilaku dan pikiran yang berciri khusus.1 Kedua
pengertian ini memberikan gambaran bahwa setiap orang mempunyai perilaku
lahiriah dan rohaniah yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Kepribadian
bisa terbentuk melalui perpaduan antara faktor dasar (fitrah) dan ajar (lingkungan
atau pendidikan) yang dialami oleh manusia, dan hal itu akan memberikan corak
khusus pada kepribadian seseorang.
Kepribadian seseorang itu dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, faktor
pembawaan, yaitu potensi yang dibawa seseorang sejak lahir, baik dalam bentuk
fisik maupun nonfisik. Kedua, faktor lingkungan yaitu segala sesuatu di luar
potensi yang dibawa sejak lahir.
C. Pendidikan Kepribadian dalam Kehidupan Manusia
Sebenarnya arti kepribadian mempunyai pengertian yang sangat luas.
Kepribadian adalah hasil dari suatu proses sepanjang hidup. Kepribadian tidak
terbentuk secara mendadak, tetapi terbentuk melalui proseskehidupan yang
panjang. Oleh karena itu, banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam pembentukan
kepribadian manusia tersebut. dengan demikian, apakah kepribadian seoang anak
itu baik atau buruk, kuat atau lemah, beradab atau biadab sepenuhnya ditentukan
oleh faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perjalanan hidup seseorang tersebut,
disamping tentunya faktor pembawaan. Dalam hal ini, pendidikan sangat besar
peranannya dalam pembentukan kepribadian manusia atau anak didik.
Secara definitif, kepribadian dapat dirumuskan.
1. Suatu perwujudan keseluruhan segi manusiawinya yang unik lahir batin dan
dalam antar hubungannya dengan kehidupan sosial dan individualnya.2
1
H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:Bumi Aksara),1991, hlm. 166.
2
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam : Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam,(Surabaya :Elkaf),
2006, hlm. 117-118.
2. Organisasi dinamis dari pada sistem-sistem psychophisik dalam individu
yang turut menentukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyelesaikan
dirinya dengan lingkungannya.
3. Kepribadian adalah keseluruhan dari ciri-ciri dan tingkah laku dari
seseorang, sehingga kepribadian meliputi juga kecerdasan, kecakapan,
pengetahuan, sikap, minat, tabiat, kelakuan dan sebagainya.
Dari ketiga batasan tersebut nampak jelas bahwa, kepribadian adalah hasil
dari suatu proses kehidupan yang dijalani seseorang. Oleh karena proses yang
dialami setiap orang itu berbeda-beda, maka kepribadian tiap-tiap individu
berbeda pula antara yang satu dengan yang lainnya.
Namun dengan demikian, karena manusia hidup ini telah mempunyai tujuan
tertentu sebagaimana uraian di muka, dan kepribadian itu sendiri ternyata dapat
dibentuk, maka dengan usaha yang sistematis dan berencana, dapat diupayakan
untuk terbentuknya suatu sikap kepribadian yang di harapkan.
4
Ibid, hlm : 123.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan sering juga diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk
membimbing anak yang belum dewasa ke tingkat kedewasaan, dalam arti sadar
dan mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri
di atas kaki sendiri. Kalau kita amati saksama keadaan bayi pada saat dilahirkan,
maka akan kita saksikan bahwa mereka dalam keadaan yang sangat lemah, dan
serba tidak berdaya. Hampir seluruh hidup dan kehidupannya, hanya
menggantungkann diri kepada orang lain. Mereka sangat memerlukan
pertolongan dan bantuan dalam segala hal. Kalau seandainya anak tersebut tidak
diberi minum atau makan oleh ibunya maka ia pasti akan mati. Demikian pula
kalau dia tidak diberi bimbingan atau pendidikan, baik pendidikan jasmani
maupun pendidikan rohani yang berupa pendidikan intelek, susila, sosial, agama
dan lain-lain, maka anak tersebut tidak akan berbuat sesuatu.
Menurut Fillmore H.Sandford, kepribadian adalah susunan yang unik
dari sifat-sifat seseorang yang berlangsung lama. Sementara itu, menurut Allport
kepribadian adalah susunan yang dinamis di dalam sistem psikofisik (jasmani-
rohani) seseorang (individu) yang menentukan perilaku dan pikiran yang berciri
khusus. Kepribadian bisa terbentuk melalui perpaduan antara faktor dasar
(fitrah) dan ajar (lingkungan atau pendidikan) yang dialami oleh manusia, dan
hal itu akan memberikan corak khusus pada kepribadian seseorang.
Pendidikan sangat besar peranannya dalam pembentukan kepribadian
manusia atau anak didik. Secara definitif, kepribadian dirumuskan sebagai suatu
perwujudan keseluruhan segi manusiawinya yang unik lahir batin dan dalam
antar hubungannya dengan kehidupan sosial dan individualnya, sebagai
organisasi dinamis dari pada sistem-sistem psychophisik dalam individu yang
turut menentukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyelesaikan dirinya
dengan lingkungannya, kepribadian adalah keseluruhan dari ciri-ciri dan tingkah
laku dari seseorang, sehingga kepribadian meliputi juga kecerdasan, kecakapan,
pengetahuan, sikap, minat, tabiat, kelakuan dan sebagainya. Dari ketiga batasan
tersebut nampak jelas bahwa, kepribadian adalah hasil dari suatu proses
kehidupan yang dijalani seseorang. Oleh karena proses yang dialami setiap
orang itu berbeda-beda, maka kepribadian tiap-tiap individu berbeda pula antara
yang satu dengan yang lainnya.
B. Saran
Dengan adanya penjelasan dari makalah yang telah kami susun
diharapkan pembaca memahami tentang Pendidikan Kepribadian Dalam
Kehidupan Manusia. Dalam sebuah kepenulisan tidak menutup kemungkinan
pasti ada kesalahan. Untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran dari pembaca
supaya kami dapat menyusun makalah dengan baik di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Aziz. 2006. Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan
Islam. Surabaya: Elkaf.
H. M. Arifin. 1991. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
PENGETAHUAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Program Studi Filsafat Pendidikan
Islam
Dosen Pengampu: Prof. Dr. KH. Akhyak, M.Ag
Oleh:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan Pembahasan....................................................................2
D. Manfaat Pembahasan..................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertianpengetahuan...............................................................4
B. Jenis-jenis penegetahuan............................................................5
C. Pendekatan memeperoleh ilmu pengetahuan.............................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................13
B. Saran..........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUA
A. Latar Belakang
1
kemampuannya untuk berbicara tidak sama dengan manusia yang pada
umumnya suka berbicara.
Manusia senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini, yang
hendak diraih adalah pengetahuan yang benar, kebenaran hidup itu.
Manusia merupakan makhluk yang berakal budi yang selalu ingin
mengejar kebenaran. Dengan akal budinya, manusia mampu
mengembangkan kemampuan yang spesifik manusiawi, yang menyangkut
daya cipta, rasa maupun karsa. Ketika orang menyaksikan sebuah pantai,
sebut saja pantai Tanjung A‟an di pulau Lombok, orang akan terheran-
heran dengan pasir putih. Kemegahan alami itu menggugah perhatian
manusia, setidaknya ingin mengetahui sesungguhnya apakah hidup itu
seperti pasir? Siapa yang menciptakan pasir putih berib-ribu dan bahkan
berjuta-juta butir, serta untuk apa maknanya bagi manusia.
Pada pembahasan makalah kali ini penulis mencoba menjelaskan
tentang pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan yang meliputi hakikat
pengetahuan, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dimana atau dari
mana pengetahuan itu diperoleh.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pengetahuan ?
2. Bagaimana jenis-jenis penegetahuan ?
3. Bagaimana pendekatan memeperoleh ilmu pengetahuan ?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui mengenai pengertian pengetahuan
2. Untuk mengetahui mengenai jenis-jenis pengetahuan.
3. Untuk mengetahui mengenai pendekatan memeperoleh ilmu
pengetahuan.
D. Manfaat Makalah
1. Tujuan Khusus
Agar penulis memahami mengenai pengertian pengetahuan,
jenis-jenis pengetahuan, dan cara memperoleh ilmu pengetahuan.
Serta mampu membedakan pengetahuan yang salah dan
pengetahuan yang benar.
2. Tujuan Umum
Setelah mengetahui menegenai pengetahuan dapat memberikan
pengetahuan terhadap perkembangan ligkungan sekitar, masyarakat,
dan lain-lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa
inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan
bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is
justified true belief). Sedangkan secara terminologi dikemukakan beberapa
definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan
adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pengetahuan itu
adalah semua milik atau isi pikiran. Jadi, pengetahuan merupakan hasil
proses dari usaha manusia untuk tahu. Dalam kamus filsafat dijelaskan
bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia
secara langsung dari kesadarannya sendiri. Pengetahuan dalam arti luas
berarti semua kehadiran internasional objek dalam subjek. Namun dalam
artian sempit pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti.1
Pengetahuan dapat didefinisikan atau diberibatasan sebagaimana
berikut ini :
sesuatu yang ada atau dianggap ada
sesuatu hasil persesuaian subjek dengan objek
hasil kodrat manusia ingin tahu
hasil persesuaian antara induksi dengan deduksi
Selain definisi yang ada diatas, dalam kitab klasik ilmu logika,
Pengetahuan itu didefinisikan sebagai suatu gambaran objek-objek
eksternal yang hadir dalam pikiran manusia. Definisi ini juga disepakati
oleh sebelas orang filosof dan ilmuwan Rusia. Dalam redaksional lain juga
dibahasakan maksud dari pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang
hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya
reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam
sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan,
informasi, akidah, dan pikiran-pikiran.
1
Miska Muhammad Amien,Epistemologi Islam,(Jakarta:UI-Press,2006),hlm. 10
Para ahli hingga kini masih memperdebatkan definisi
pengetahuan, terutama karena rumusan pengetahuan oleh Plato yang
menyatakan pengetahuan sebagai “kepercayaan sejati yang dibenarkan”
(justified true belief). Pendapat dari WHO (1992) bahwa pengetahuan
diperoleh dari pengalaman, selain itu juga dari guru, orang tua, buku, dan
media masa. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan
merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat kita definisikan
bahwa pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang
tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam
proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep,
baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman. (Sumber:
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta).
B. Jenis-jenis Pengetahuan
Filsafat merupakan usaha untuk memasuki persoalan tertentu
daripada sebagai penguasaan terhadap seperangkat jawaban yang
terumuskan. Filsafat merupakan pembukaan mata terhadap apa yg dialami.
Kemudian bagaimana dengan pengetahuan ? pengetahun adalah “Sui
Generis”, artinya hubungan dengan apa yang paling sederhana dan paling
mendasar. Sebab mengetahui adalah peristiwa paling dasar dan tak dapat
direduksikan, tidak dapat di jelaskan dengan istilah yan lebih dasar
daripadanya. Pengetahuan yang seperti disampaikan oleh Heidegger
adalah a-letheia, artinya pengetahuan adalah peryatan diri dari ada.
Pengetahuan juga bisa diartikan peristiwa yang menyebabkan kesadaran
manusia memasuki terang ada. Dari beberapa reflesi diatas sesungguhnya
kita bisa membedakan pengetahuan manusia menjadi tiga jenis
pengetahuan yaitu jenis penetahuan ilmiah, pengetahuan moral dan jenis
pengetahuan religious.2
2
Abd. Aziz, ,Filsafat Pendidikan Islam,(Surabaya:Sukses Offeset,2009),hlm. 94
5
Pengetahuan menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi
atas :
1. Pengetahuan non ilmiah
Pengetahuan non ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh
dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam metode
ilmiah. Secara umum yang dimaksud dengan pengetahuan non ilmiah
adalah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang
sesuatu atau objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pengetahuan moral
3. Pengetahuan religious
Persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan religious
sedikit berbeda dari persoalan tentang kemungkinan ada-nya
pengetahuan moral. Kendati begitu, beberapa konsep dan prinsip yang
berlaku dalam membahas kemungkinan adanya pengetahuan moral
dapat dipakai untuk memberi titik terang pada persoalan tentang
pengetahuan religious. Duduk persoalannya adalah apakah
pengetahuan religious itu mungkin. Persoalan ini muncul berkaitan
dengan klaim bahwa pengetahuan religious, termasuk di dalamnya
adalah pengetahuan kita tentang tuhan, sesungguhnya berada di luar
lingkup pengetahuan manusia. Peryataan bahwa tuhan itu ada dan
memiliki sifat-sifat yang maha kuasa, maha rakhim, maha penyayang
dan sebagainya, merupakan pokok iman dan bukan materi
pengetahuan manusia. Benar salahnya pengetahuan tersebut tidak
dapat ditentukan, baik secara apriori maupun secara aposteriori
berdasarkan pengalaman. Dengan kata lain, baik tolak ukur kebenaran
rasio (the truth of reason ) maupun kebenaran factual atau empiris (the
truth of fact/empirical truth) tidak berlaku untuk pertayaan pertayaan
religious.
4. Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia
yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih sempurna karena telah
mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dengan cara berpikir
yang khas, yaitu metodologi ilmiah.34
Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan pengetahuan sesuai
dengan karakteristik objeknya. Pembagiannya adalah sebagai berikut :
1) Pengetahuan Eikasia (Khayalan)
Tingkatan yang paling rendah disebut pengetahuan Eikasia,
ialah pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau
gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah hal-hal yang
berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan
manusia yang berpengalaman.
2)Pengetahuan Pistis (Substansial)
Satu tingkat diatas eikasia adalah tingkatan pistis
atau pengetahuan substansial. Pengetahuan ini adalah
pengetahuan mengenal hal-hal yang tampak dalam dunia
kenyataan atau hal-hal yang dapat diindrai secara langsung.
3) Pengetahuan Dianoya (Matematik)
Plato menerangkan tingkat pengetahuan ini adalah
tingkatan ketiga yang ada di dalamnya sesuatu yang tidak hanya
terletak pada fakta atau objek yang tampak, tetapi juga terletak
pada bagaimana cara berpikirnya.
Dengan demikian dapat dituturkan bahwa bentuk
pengetahuan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak
berhubungan dengan masalah matematik atau kuantitas entah
3
Aziz, Abdul,Filsafat Pendidikan Islam,(Surabaya:Elkaf,2006),hlm. 77
luas, isi, jumlah, berat yang semata-mata merupakan kesimpulan
dari hipotesis yang diolah oleh akal pikir karenanya pengetahuan
ini disebut juga pengetahuan pikir.
4) Pengetahuan Noesis (Filsafat)
Pengetahuan Neosis adalah pengetahuan tingkatan
tertinggi, pengetahuan yang objeknya adalah arche ialah prinsip
utama yang mencakup epistemologik dan metafisik. Prinsip
utama ini disebut ”IDE”. Plato menerangkan tentang pengetahuan
ini adalah hampir sama dengan pengetahuan pikir.
Tujuannya adalah untuk mencapai prinsip utama yang
isinya hal yang berupa kebaikan, kebenaran dan keadilan.
Menurut Plato, cara berpikir untuk mencapai tingkat tertinggi dari
pengetahuan itu adalah dengan menggunakan metode dialog
sehingga dapat dicapai pengetahuan yang sungguh-sungguh
sempurna yang biasa disebut Episteme.
Buhanuddin salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang
dimiliki manusia ada empat, yaitu :
a. Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan
dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense,
karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik.
Common sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari seperti air dapat
dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar,
musim kemarau akan mengeringkan sawah, dsb.
b. Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Ilmu
dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif untuk
menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia
faktual.Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui
observasi, eksperimen, klasifikasi. Seperti bumi berputar pada
porosnya, air termasuk unsur penting dalam organ tubuh manusia, dst.
c. Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran
yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih
menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang
sesuatu.Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit
dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Seperti
apa hakikat manusia, hakikat tuhan, mengapa diciptakan manusia, dst.
Itu merupakan pemikiran filsafat.
d. Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan
wajib diyakini oleh para pemeluk agama dan mengandung beberapa hal
pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan. Selain itu,
iman kepada Hari Akhir merupakan ajaran pokok agama dan sekaligus
merupakan ajaran yang membuat manusia optimis akan masa depannya.
C. Pendekatan Peroelehan Ilmu Pengetahuan
Masing-masing kita memiliki khasanah pengetahuan tertentu.
Misalnya tentang alam sekitar, kehidupan yang kita alami, prinsip-prinsip
matematika, tantangan baik buruk, tentang indah dan jelek. Wahyu sebagai
sumber asli pengetahuan memberikan inspirasi yang sangat besar terhadap
dasar pondasi pengetahuan bila mampu mentransformasikan berbagai
bentuk ajaran normatif-doktriner menjadi teori-teori yang bisa di andalkan.
Jadi pengetahuan yang bersumber dari wahyu memiliki sambungan
vertikal yakni oleh sebagai pemilik ilmu diseluruh alam jahat raya ini.5
Di dalam sejarah filsafat lazim dikatakan bahwa pengetahuan
diperoleh melalui salah satu dari empat jalan sebagai berikut:
a. Pengetahuan diperoleh dari budi.
b. Pengetahuan kita peroleh dari bawaan lahir.
c. Pengetahuan diperoleh dari indera-indera khusus, yaitu penglihatan,
pendengaran, ciuman dan rabaan.
d. Pengetahuan berasal dari pengahayatan langsung atau ilham.
Maka dengan demikian pengetahuan adalah pegamalan yang
dirasionalakan. Membudikan pengalaman adalah mengorganisasikan. Jadi
serba pengalaman dan serba budi tidak harus bertentangan sebab
keduanyalah yang membentuk pengetahuan.
5
Ibid 97
Secara garis besar arah tujuan hidup manusia dapat dikelompokan
menjadi tiga yahapan: Tahapan pertama, mengetahui kebenaran. Tahapan
kedua, memihak pada kebenaran. Tahapan ketiga, adalah berbuat ikhsan
secara individual maupun sosial yang teralisasi dalam perbuatan ibada.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan
pengetahuan ialah:
1. Batasan ilmu.
2. Cara penyusun pengetahuan.
3. Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologis dan aksiologi ilmu
itu sendiri.
4. Penjelasan diarahkan pada deskripsi mengenai hubungan berbagai
faktor yang terikatdalam suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu
gejala dan proses terjadinya.
5. Metode ilmiah harus bersifat sistematikdan eksplisit.
6. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak
tergolong pada kelompok ilmiah tersebut.
7. Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai alam dan menjadikan
kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal.
8. Karakteristik yang menonjol kerangka pemikiran teoritis.
a. Ilmu eksakta: deduktif, rasio, kuantitatif
b. Ilmu socual: induktif, empiris, kualitatif
Selain pengetahuan itu mempunyai sumber, juga seseorang ketika
hendak mengadakan kontak dengan sumber-sumber itu, maka dia
menggunakan alat. Para filosos islam menyebutkan beberapa sumber
dan sekaligus alat pengetahuan, yaitu:
Aktivitas-aktivitas Akal
Aktivitas ini dalam istilah logika disebut silogisme
kategoris demonstrasi. Ada dua teori yang menjelaskan aktivitas
akal ini. Pertama, teori yang mengatakan bahwa akal terlebih
dahulu menghilangkan ciri-ciri yang khas dari beberapa person dan
membiarkan titik-titik kesamaan mereka. Kedua, teori yang
mengatakan bahwa pengetahuan akal tentang konsep yang general
melalui tiga tahapan, yaitu persentuhan indera dengan materi,
perekam benak dan generalisasi.
c. Analogi (tamtsil).
Analogi ialah menetapkan hukum atas sesuatu dengan hukum yang
telah ada pada sesuatu yang lain karena adanyakesamaan antara dua
sesuatu itu. Analogi tersusun dari beberapa unsur; (1) asal, yaitu
kasus parsial yang hukumnya. (2) cabang, yaitu kasus parsial yang
6
Ibid 101
7
Ibid 103
hendak diketahui hukunya, (3) titik kesamaan antara asal dan cabang
dan (4) hukum yang sudah diterapkan atas asal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag
Oleh:
Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan inayah-
Nya makalah ini telah selesai kami susun sebagai penunjang dan tambahan dalam kegiatan
belajar. Shalawat beserta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi agung
Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabatnya, para tabi’in dan tabi’atnya, juga tak
lupa kepada kita selaku umatnya. Amin.
Makalah ini kami susun , sebagai penunjang tambahan dalam kegiatan belajar khusus
untuk mahasiswa/i kelompok kerja makalah ini, dan umumnya mahasiswa/i IAIN
TULUNGAGUNG serta kalangan masyarakat. Kami ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.
H. Akhyak, M.Ag yang telah membimbing kami mahasiswa/i IAIN TULUNGAGUNG .
Dengan menggunakan makalah ini semoga kegiatan belajar dalam memahami dan dapat lebih
menambah sumber sumber pengetahuan.
Kami sadar dalam penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan mencapai tingkat
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran tentu kami butuhkan . Mohon maaf apabila ada
kesalahan cetak atau kutipan- kutipan yang kurang berkenan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................1
C. TUJUAN......................................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................2
A. PENGERTIAN PENDIDIK.........................................................................................2
B. JENIS-JENIS PENDIDIK............................................................................................4
C. KOMPETENSI PENDIDIK.........................................................................................4
D. TUGAS PENDIDIK.....................................................................................................6
BAB III......................................................................................................................................9
A. KESIMPULAN............................................................................................................9
B. SARAN........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidik (guru) merupakan salah satu hal terpenting dalam proses pendidikan.
Tugas pendidik sebagai pendidik merupakan hal yang sangat mulia di sisi Allah SWT
dam mendapatkan penghargaan yang tinggi.tapi penghargaan yang tinggi tersebut
diberikan kepada guru yang bekerja secara tulus dan ikhlas dalam mengajar peserta
didiknya, atau bisa disebut juga guru tersebut bekerja secara profesional.
Guru bukan hanya mengajarkan materi saja kepada anak didiknya. Tapi juga
membimbing mereka menjadi murid yang memunyai akhlak mulia. Serta guru juga
menjadi motivator bagi peserta didiknya. Motivasi sangat diperlukan sabagi respon
terhadap tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih dalam
mencapai tujuan pendidikan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud pengertian pendidik?
2. Apa saja jenis-jenis pendidik?
3. Apa saja kompetensi pendidik?
4. Apa saja tugas pendidik?
C. TUJUAN
1. Dapat mengetahui pengertian pendidik.
2. Dapat mengetahui jenis-jenis pendidik.
3. Dapat mengetahui kompetensi pendidik.
4. Dapat mengetahui tugas pendidik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidik
Di dalam kegiatan belajar-mengajar pasti ada yang sering kita sebut dengan pendidik
dan peserta didik, yang mana keduanya memiliki keterikatan yang sangat kuat,karena
pendidik tanpa peserta didik tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar, begitu juga
sebaliknya. Pendidikan islam adalah suatu kajian yang memuat teori-teori pendidikan serta
data-data dan penjelasan nya sesuai dengan perspektif islam.1
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik
(karsa).2 Dalam literature Islam, seorang pendidik biasa disebut sebagai ustadz, mu’allim,
murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu’addib.3
a. Kata ustadz biasanya digunakan untuk memanggil seorang professor, Hal ini
bermakna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme
dalam mengemban tugasnya.
b. Kata mualim berasal dari kata ‘ilm yang berarti menangkap hakekatsesuatu. Dalam
setiap ‘ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensiamaliah. Hal ini mengandung
makna bahwa seorang guru dituntut untukmenjlaskan hakikat ilmu pengetahuan yang
dikerjakannya, sertamenjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, dan berusaha
membangkitkansiswa untuk mengamlkannya.
c. Kata murabbiy berasal dari kata dasar Rabb. Tuhan adalah sebagai Rabb-al-‘alamin
dan Rabb al-nash, yakni yang menciptakan, mengatur, danmemelihara alam seisinya
termasuk manusia. Manusia sebagai khalifah- Nya diberi tugas untuk menumbuh
kembangkan kreativitasnya agar mampu mengkreasi, mengatur dan memelihara alam
seisinya. Dari pengertian ini pendidik adalah seseorang yang mendidik dan
menyiapkan
1
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam,(Yogyakarta: LKiSYogyakarta, 2009)., hal. 22
2
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011)., hal.
74-75. 3 Muhaimin,Wacana pengembangan Pendidikan Islam,(Surabaya: Pusat Studi Agama,
Politik dan Masyarakat(PSAPM), 2004)., hal 209-213
peserta didik agar mempu berkreasi, sekaligus mengatur dan memeliharakreasinya
untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya.
d. Kata mursyid biasa digunakan untuk guru dalam Thariqah(Tasawuf). Seorang
mursyid (guru) beusaha menularkan penghayatan akhlak dankepribadiannya kepada
peserta didiknya, baik yang berupa etos ibadahnya,etos kerjanya, etos belajarnya,
maupun dedikasinya yang serba Lillahi Ta’ala (karena mengharap ridha Allah
semata). Dengan demikian dalamkonteks pendidikan mengandung makna bahwa guru
merupakan model atau sentral indentifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan
bahkan konsultan bagi pesrta didiknya.
e. Kata mudarris berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan wa durusann wadirasatan,
yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikanusang, melatih,
mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guruadalah berusaha
mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkanketidaktahuan atau memberantas
kebodohan mereka, serta memilihketidaktahuan atau memberantas kebodohan
mereka, serta melatihketrampilan mereka sesuai dengan bakat,minat dan
kemampuannya.
f. Kata muadddib berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab,atau
kemajuan lahir dan batin. Jadi guru adalah orang yang beradabsekaligus memiliki
peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization) yang berkualitas di masa
depan.Pengertian pendidik secara umum dapat diartikan sebagai orang yang
bertanggung jawab atas pendidik dan pengajaran.4
Sedangkan secara bahasa pendidik adalah orang yang pekerjaanya mengajar. Dalam
konteks yang lebih luas setiap individu adalah pendidik, oleh sebab itu ia harus menjaga dan
meningkatkan kualitas diri dansekaligus menjadi tauladan bagi sesamnya. Sedangkan
pendidik dalam islam adalah setiap individu yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
subjek didik.5
1. Mengetahui hal-hal yang perlu diajarkan, sehingga dia dan mencari informasi
tentang materi yang diajarkan.
2. Menguasai seluruh materi yang akan disampaikan kepada anak didik.
6
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 59-60
3. Mempunyai kemampuan analisis materi yang diajarkan dan menghubungkannya
dengan konteks komponen-komponen secara keseluruhan melalui pola yang
diberikan Islam tentang bagaimana cara berpikir (way of thinking) dan bagaimana
cara hidup (way of life) yang dikembangkan melalui proses pendidikan.
4. Mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapat sebelum sajikan pada
anak didiknya.
5. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilaksanakan.
6. Memberi hadiah (tafshir atau reward) dan hukuman (tandhir atau punishment) sesuai
dengan usaha dan upaya yang dicapai anak didik dalam rangka memberikan persuasi
dan motivasi dalam proses belajar.
7. Memberikan teladan yang baik (uswah hasanah) dan meningkatkan kualitas dan
profesionalitasnya yang mengacu pada aspek futuristik.
Pada dasarnya pendidik harus memiliki tiga kompetensi yaitu: kompetensi kepribadian,
kompetensi penguasaan atas bahan, dan kompetensi dalam cara-cara mengajar.
1) Kompetensi Kepribadian
Setiap guru memiliki kepribadian sendiri-sendiri yang unik. Tidak ada guru yang
kemudian mempunyai kemampuan yang sama, walaupun mereka sam-sama memiliki
kepribadian pendidik. Jadi pribadi pendidik itu unik dan perlu dikembangkan secara terus
menerus agar guru terampil dalam segala hal:
Mengenal dan mengakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid
yang diajarnya.
Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar mengajar
sehingga amat bersifat menunjang secara moral (batiniah) terhadap murid
bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta
perbuatan murid dan guru.
Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggungjawab dan
saling mempercayai antara pendidik dan peserta didik.
2) Kompetensi Penguasaan atas Bahan Pengajaran
Penguasaan yang mengarah kepada spesialisasi atas ilmu atau
kecakapan/pengetahuan yang diajarkan. Penguasaan yang meliputi bahan bidang studi
sesuai dengan kurikulum dan bahan pendalaman aplikasi bidang studi, kesemuanya itu
amat penting dibina karena selalu dibutuhkanya dalam:
Menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa yang harus diajarkannya
kedalam bentuk komponen-komponen dan informasi-informasi yang sebenarnya
dalam bidang ilmu atau Informasi kecakapan yang bersangkutan.
Menyusun komponen-komponen atau informasi-informasi sedemikian rupa
baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang
diterimanya.
3) Kompetensi dalam Cara-cara Mengajar
Kompetensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan mengajar bahan pengajaran
sangat diperlukan pendidik, khususnya keterampilan dalam:
D. Tugas Pendidik
Sejumlah kompetensi pendidik dan kode etiknya itu merupakan pedoman bagi pendidik
dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kompetensi dan kode etik tersebut dapat mengantarkan
pendidik dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, baik dan benar secara normatif,
karena berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan sangat ditentukan oleh bagaimana pendidik
memahami tugasnya.
Secara garis besar pendidik itu dapat disimpulkan menjadi dua bagian:
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidik menurut islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi
peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik
(karsa). Sedangkan secara bahasa pendidik adalah orang yang pekerjaanya mengajar.
Dalam konteks yang lebih luas setiap individu adalah pendidik, oleh sebab itu ia harus
menjaga dan meningkatkan kualitas diri dan sekaligus menjadi tauladan bagi
sesamnya.
Jenis – jenis pendidik ada 4 antara lain:
1. Allah SWT
2. Nabi Muhammad SAW
3. Orang tua
4. Guru
Seorang pendidik harus memiliki tiga kompetensi yaitu: kompetensi
kepribadian, kompetensi penguasaan atas bahan, dan kompetensi dalam cara-cara
mengajar.
Tugas pendidik secara garis besar dibedakan menjadi 2 yaitu :
Sebagai pengajar (Instructur) yang bertugas merencanakan program
pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta
mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
Sebagai pendidik (Edukator)yang mengarahkan anak didik pada tingkat
kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah
SWT menciptakannya.
B. SARAN
Kami berharap dengan membaca makalah ini seorang pendidik bisa lebih baik
lagi dan lebih professional dalam bidangnya masing-masing, karena pendidik
memiliki peran yang penting dalam kesejahtraan seorang anak didiknya. selain dari
itu kami berharap tidak ada lagi sifat meremehkan baik tugas, syarat, dan sifat dari
seorang pendidik karena itu merupakan kunci kesuksesan seorang pendidik. Mungkin
makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mohon saran dari dosen
pembimbing dan teman-teman, supaya kedepannya kami bisa lebih baik lagi dari
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh:
1.Ovi Silvia Lika Putri Aji (12211183010)
2.Denis Shania Tricia (12211183030)
TADRIS FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
Kata Pengantar
Rasa syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini kami membahas “Pembentukan Agama Islam dan Pembentukan Jiwa ”,
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang Filsafat
Pendidikan Islam.
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas ini tapi
dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga
kami mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini,
kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG.
2. Bapak Dr.Maryono, M.Pd. Selaku Kepala Jurusan Tadris Fisika
3. Bapak Prof.Dr.KH Akhyak , M.Ag sebagai dosen pengampu,
4. Teman-teman jurusan Tadris Fisika IAN TULUNGAGUNG yang telah
memberikan motivasi dan saran.
Kami menyimpulkan bahwa tugas ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami
menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas kelompok ini dan bermanfaat bagi
kami dan pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................
C. Tujuan ......................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam.......................................................
B. Tujuan Pendidikan Agama Islam ............................................................
C. Pembentukan Jiwa ...................................................................................
D. Hubungan antara Pendidikan Agama Islam dan Pembentukan Jiwa ......
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan Jiwa menjadi isu penting
dalam dunia pendidikan akhir akhir ini,hal ini
berkaitan dengan krisis moral yang terjadi
ditengah tengah masyarakat maupun
dilingkungan pemerintah yang semakin
meningkat dan beragam.Kriminalitas,ketidak
adilan,Korupsi,Kekerasan pada
anak,Pelanggaran HAM Menjadi bukti bahwa
telah terjadi krisis jati diri dan karakteristik
bangsa Indonesia.
Budi pekerti luhur,kesopanan,religiusitas
yang dijunjung tinggi dan menjadi budaya
bangsa Indonesia selama ini seolah-olah menjadi
terasa asing dan jarang ditemui dalam
masyarakat Indonesia saat ini.Kondisi ini akan
menjadi lebih parah lagi jika pemerintah tidak
segera melakukan program program perbaikan
yang bersifat jangka panjang dan juha jangka
pendek.
Pembentukan Jiwa menjadi sebuah
jawaban yang tepat atas permasalahan-
permasalahan yang telah disebut diatas,dan juga
lembaga pendidikan sebagai penyelenggara
pendidikan diharapkan dapat menjadi tempat
yang mampu dalam mewujudkan misi dari
pembentukan jiwa tersebut.Salah satu alternatif
yang dapat dilakukan dalam pendidikan karakter
adalah mengoptimalkan pendidikan agama
terutama agama Islam.Peran pendidikan agama
islam sangat strategis dalam pembentukan jiwa
atau karakter anak didik.Pendidikan agama
merupakan sarana transformasi pengetahuan
dalam aspek kognitif,sebagai sarana transformasi
norma serta nilai moral untuk membentuk sikap
yang dianggap tangguh dalam menghadapi
berperan tantangan,hambatan,dan perubahan yang muncul
dalam dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup
mengendalik lokal,nasional,regional maupun global.
an perilaku
sehingga
tercipta
peribadian
manusia
seutuhnya.
Pend
idikan
Agama
Islam
diharapkan
mampu
menghasilka
n manusia
yang selalu
berupaya
menyempur
nakan iman
dan taqwa
dan
berakhlak
mulia yang
meliputi
etika,budi
pekerti,atau
moral
sebagai
perwujudan
dari
pendidikan.
Manusia
seperti itu
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan agama islam?
2. Apa saja tujuan pendidikan agama islam?
3. Apa yang dimaksud dengan pembentukan jiwa?
4. Bagaimana Hubungan antara Pendidikan Agama Islam dan Pembentukan Jiwa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Pendidikan Agama Islam
2. Untuk mengetahui apa saja tujuan dalam Pendidikan Agama Islam
3. Untuk mengetahui apa itu Pembentukan jiwa
4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara pendidikan agama islam dan
pembentukan jiwa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Agama Islam
Pengertian Pendidikan Agama Islam
a. Menurut Drs.Burlian Somad
Suatu pendidikan dinamakan
pendidikan islam jika pendidikan
itu bertujuan membentuk individu
menjadi bercorak diri,berderajat
tinggi menurut ukuran Allah dan isi
pendidikannya menuju tujuan itu
adalah ajaran Allah.
b. Menurut Drs.Usman Said
Pendidikan agama islam adalah
segala usaha sesuatu untuk
terbentuk atau
membimbing/menuntun rohani dan
jasmani manusia menurut agama
islam.
c. Menurut Drs.Abd Rahmat Shaleh
Pendidikan agama islam adalah
segala yang diusahakan yang
diarahkan kepada pembentukan
kepribadian anak yang merupakan
dan sesuai ajaran agama islam.
d. Menurut Drs.H Zuahirin
Pendidikan agama islam berarti
usaha usaha secara sistematis dan
pragmatis dalam membentuk anak
didik supaya hidup sesuai ajaran
agama islam.
e. Menurut Zakiyah Drajat
Pendidikan agama islam adalah
suatu usaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar
senantiasa dapat memahami ajaran
agama islam bersandar kepada ajaran Al-Quran
secara dan sunnah,maka tujuan dari proses
menyeluruh ini adalah terciptanya insan insan
lalu kamil setelah proses berakhir.
menghayati
tujuan yang
pada akhirnya
dapat
mengamalkan
serta
menjadikan
agama islam
sebagai
pandangan
hidup.
f. Menurut
Dr.Armai
Arif,M.A
Pendidikan
agama islam
adalah sebuah
proses yang
dilakukan
untuk
meciptakan
manusia
seutuhnya,ber
iman dan
bertaqwa
kepada Tuhan
serta mampu
menunjukkan
eksistensinya
sebagai
Khalifah
Allah di bumi
yang
Dari ungkapan para ahli tentang Pendidikan Agama Islam dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha pendidikan
terhadap anak didik supaya terbentuk peribadian yang muslim dan
muttaqin,kepribadian yang ketika bertindak dan berbuat apapun berdasarkan
ajaran ajaran islam dan bertanggung jawab sesuai nilai islam untuk mencapai
kebahagiaan hidup di Dunia serta Akhirat1.
1
https://www.ilmusaudara.com/2016/08/pengertian-pendidikan-agama-islam-dan.html?m=1 diakses
pada tanggal 22 September 2019 pukul 07:00 WIB
kepada Allah swt. Dan membentuk insane purna untuk memperoleh
kebahagiaan dunia maupun akhirat.
c. Menurut Hasan Lagulung dalan bukunya asas-asas pendidikan islam,
hasan lagulung mnjelaskan, bahwa tujuan pendidikan harus dikaitkan
dengan tujuan hidup manusia, atau lebih tegasnya, tujuan hidup untuk
menjawab persoalan, untuk apa kita hidup yakni semata-mata hanya untuk
menyembah kepada Allah swt.
Banyak sekali konsep dan teori tujuan islam yang dikemukakan baik dari
zaman klasik maupun hingga sekarang dewasa ini.Namun demikian
berkembangnya tentang pemikiran tujuan pendidikan islam tidak pernah
melenceng dari prinsip dasar yang menjadi asas berpijak dalam
pengembangan tujuan pendidikan yang dimaksud.Oleh karena itu Pendidikan
Agama Islam baik pengertian dan tujuannya haruslah mengacu pada
penanaman nilai nilai islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau
moralitas sosial.Penanaman nilai nilai ini juga dalam rangka menuai
keberhasilan hidup di Dunia yang kemudian akan mampu menuai kenikmatan
dan kebaikan di Akhirat kelak.
C. Pembentukan Jiwa
Jiwa (nafsu) manusia sebagai sesuatu yang fitri berpotensi baik atau buruk,
bergantung bagaimana ia dibentuk. Karena itu, lebih spesifik lagi, nafsiyyah bisa
diartikan sebagai pola pembentukan jiwa (nafsu) hingga menjadi baik atau buruk.
Dengan kata lain, nafsiyyah (pola pembentukan jiwa) adalah cara manusia untuk
memenuhi kebutuhan jasmaniah maupun naluriahnya berdasarkan standar
pemahaman tertentu.
Jiwa juga dikenal dengan istilah karakter, karakter merupakan kualitas atau
kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang menjadi
kepribadian khusus sebagai pendorong dan penggerak serta membedakannya
dengan yang lain.Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah
etika,akhlak,dan atau nilai yang berkaitan dengan kekuatan moral.oleh karena itu
pendidikan Karakter secara lebih luas dapat diartika sebagai pendidikan yang
mengembangkan nilai budaya dan karakter Bangsa pada diri anak didik sehingga
mereka memiliki nilai dan karakter sebagai dirinya,menerapkan nilai nilai karakter
dalam kehidupan bermasyarakat,dan sebagai warga negara yang
2
religius,nasionalis,produktif,dan kreatif . Dalam upaya mendidik karakter anak,
harus disesuaikan menurut dunia anak tersebut. Yakni selalu selaras dengan tahap-
tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pembentukan karakter
diklasifikasikan dalam 5 tahapan yang berurutan dan sesuai usia yaitu :
2
Nur Ainiyah,”Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam”,Jurnal Al-Ulum.Vol.13,2013,Hal
27
membentuk ‘aqliyyah (pola pikir) nya sekaligus mempengaruhi pembentukan jiwa
(nafsiyyah) nya. Pengaruh pemahaman (mafhum) seseorang terhadap pembentukan
jiwa sangatlah besar.
3
Nur Ainiyah,”Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam”,Jurnal Al-Ulum.Vol.13,2013,Hal
28
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari ungkapan para ahli tentang Pendidikan Agama Islam dapat disimpulkan
bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha pendidikan terhadap anak didik
supaya terbentuk peribadian yang muslim dan muttaqin,kepribadian yang ketika
bertindak dan berbuat apapun berdasarkan ajaran ajaran islam dan bertanggung
jawab sesuai nilai islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di Dunia serta Akhirat.
Banyak sekali konsep dan teori tujuan islam yang dikemukakan baik dari zaman
klasik maupun hingga sekarang dewasa ini.Namun demikian berkembangnya
tentang pemikiran tujuan pendidikan islam tidak pernah melenceng dari prinsip
dasar yang menjadi asas berpijak dalam pengembangan tujuan pendidikan yang
dimaksud.Oleh karena itu Pendidikan Agama Islam baik pengertian dan tujuannya
haruslah mengacu pada penanaman nilai nilai islam dan tidak dibenarkan
melupakan etika sosial atau moralitas sosial.Penanaman nilai nilai ini juga dalam
rangka menuai keberhasilan hidup di Dunia yang kemudian akan mampu menuai
kenikmatan dan kebaikan di Akhirat kelak.
Pembentukan jiwa seseorang sangat dipengaruhi oleh pemahamannya, yang
bersumber dari keyakinan/akidah yang dimilikinya. Pemahamanlah yang
membentuk ‘aqliyyah (pola pikir) nya sekaligus mempengaruhi pembentukan jiwa
(nafsiyyah) nya. Pengaruh pemahaman (mafhum) seseorang terhadap pembentukan
jiwa sangatlah besar.
Dalam hal pembentukan jiwa atau karakter seseorang, pendidikan agama
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan agama
berperan sebagai pengendali tingkah laku atau perbuatan yang terlahir dari sebuah
keinginan yang berdasarkan emosi. Jika ajaran agama sudah terbiasa dijadikannya
sebagai pedoman dalam kehidupan seseorang sehari-hari dan sudah ditanamkannya
sejak kecil, maka tingkah lakunya akan lebih terkendali dalam menghadapi segala
keinginan-keinginannya yang timbul.
B. SARAN
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui kritik dan
saran yang konstruktif dari semua pihak. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Ainiyah,Nur.2013.Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam.Jurnal Al-
Ulum.13.Hal25-38
https://www.ilmusaudara.com/2016/08/pengertian-pendidikan-agama-islam-
dan.html?m=1 (diakses pada tanggal 22 September 2019 pukul 07:00 WIB)
https://jaririndu.blogspot.com/2012/05/peranan-penting-pendidikan-agama-
islam.html?m=1(diakses pada tanggal 22 September 2019 pukul 09:40 WIB)
EPISTIMOLOGI
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag
Disusun Oleh:
1. Siti Aminah (12211183003)
2. Nanda Nurfajarita K.H (12211183019)
3. Aufa Alfarikhi (12211183021)
TADRIS FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur kepada Alloh SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami. Sholawat serta salam
semoga tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah
memberikan warna ilahiah dalam hidup dan kehidupan manusia di dunia. Sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas kelompok ini tepat pada waktunya dengan judul
“FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
pendidikan pancasila. Dan kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG.
2. Bapak Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag selaku Dosen Filsafat Pendidikan Islam.
3. Teman-teman yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga tugas
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga tugas kelompok ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Dan dapat memperluas ilmu tentang pendekatan dalam metodologi studi islam.
Penulisan makalah tugas kelompok ini masih memiliki banyak kekurangan
sehingga penulis meminta saran dan kritikannya, terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang................................................................................1
B.Rumusan Masalah...........................................................................2
C.Tujuan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Epistimilogi..................................................................3
B.Metode Epistimilogi........................................................................6
C.Macam-macam Epistimologi..........................................................8
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan.....................................................................................11
B.Saran...............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada dua dimensi dalam kajian filsafat
pendidikan Islam yaitu dimensi makro dan
dimensi mikro, adapun dimensi makro
filsafat pendidikan Islam ini diantaranya
membahas tentang epistemologi.
Ilmu merupakan pengetahuan
pengetahuan yang mempunyai
karakteristik tersendiri. Pengetahuan
mempunyai berbagai cabang pengetahuan
dan ilmu merupakan salah satu cabang
pengetahuan tersebut. Karakteristik
keilmuan itulah yang mencirikan hakikat
keilmuan dan sekaligus membedakan ilmu
dari berbagai cabang pengetahuan lainnya.
Dalam epistemologi yang paling
mendasar untuk dibicarakan adalah apa
yang menjadi sumber pengetahuan,
bagaimana struktur pengetahuan yang
dimana hal ini akan berkaitan dengan
macam/jenis pengetahuan dan bagaimana
kita dapat memperoleh pengetahuan
tersebut.
Sejak mula, epistimologi merupakan
salah satu bagian dari filsafat sistematik
yang paling sulit sebab epistemologi
menjangkau permasalahan- permasalahan
yang membentang seluas jangkauan
metafisika sendiri, selain itu pengetahuan
merupakan hal yang sangat abstrak dan
jarang dijadikan permasalahan ilmiah
dalam kehidupan sehari-hari.
Epistemologi berasal dari kata
episteme yang berarti pengetahuan dan
logos yang untuk membedakan dua cabang filsafat,
berarti ilmu. epistemologi dan ontologi. Sebagai sub
Jadi sistem filsafat, epistemologi ternyata
epistemolog menyimpan “misteri” pemaknaan atau
i adalah pengertian yang tidak mudah dipahami.
ilmu yang Pengertian epistemologi ini cukup menjadi
membahas perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki
tentang sudut pandang yang berbeda ketika
pengetahuan mengungkapkannya, sehingga didapatkan
dan cara
memperoleh
nya. Dengan
kata lain,
epistemolog
i adalah
suatu
cabang
filsafat yang
menyoroti
atau
membahas
tentang tata
cara, teknik,
atau
prosedur
mendapatka
n ilmu dan
keilmuan.
Secara
historis,
istilah
epistemolog
i digunakan
pertama kali
oleh J.F.
Ferrier,
pengertian yang berbeda-beda, bukan saja pada redaksinya, melainkan juga
pada substansi persoalannya.
Menurut Amsal Bakhtiar Epistemologi atau teori pengetahuan ialah
cabang filsafat yang berurusan dengan hakekat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian , dan dasar-dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan, yakni cabang filsafat
yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat
pengetahuan dan sumber pengetahuan. Menyimak dari pernyataan tersebut
maka dalam pendidikan Islam harus mengetahui pendekatan dan metode yang
digunakan untuk memperoleh pengetahuan.
Pengertian epistemologi diharapkan memberikan kepastian pemahaman
terhadap substansinya, sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk yang
terkait dengan epistemologi itu. Ada beberapa pengertian epistemologi yang
diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa
sebenarnya epistemologi itu.
Dengan demikian, epistemologi merupakan pembahasan mengenai
bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber
pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan?
Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Epistimologi?
2. Bagaimana Penjelasan tentang Metode Epistimologi?
3. Bagaimana Penjelasan tentang Macam-macam Epistimologi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian dari epistimologi.
2. Untuk mengetahui penjelasan tentang metode epistimologi.
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang macam-macam epistimologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara etimologi kata
Epistimologi
“epistimologi” berasal dari
Bahasa Yunani “epitesme” dan
“logos”. Epitisme berarti
pengetahuan, sedangkan logos
berarti teori, uraian, atau alasan
jadi epistimologi adalah sebuah
teori tentang pengetahuan dalam
bahasa Inggris dikenal dengan
“Theori of Knowledge”.
Secara terminologi Dagobert
D. Runes dalam bukunya
Dictioniry of Philoshopy yang
dikutip Armai Arief mengatakan
bahwa Epsitimologi adalah
cabang filsafat yang menyelidiki
tentang keaslian pengertian,
struktur, mode, dan vasilitas
pengetahuan. Dalam pendapat
lain adalah D.W Hamlyan
sebagaimana yang dikutip
Mujamil, mendefinisikan
Epitimologi sebagai cabang
filsafat yang berurusan sebagai
hakikat dan lingkup pengetahuan,
dasar dan pengandai-
pengandaiannya serta secara
umum hal itu dapat
diandalkannya sebagai penegasan
bahwa orang memiliki
pengetahuan.
Menurut Karl R. Popper,
epistemology adalah teori
pengetahuan ilmiah. dianggap benar. Tak jarang juga
Sebagai teori kita menemui perbedaan hasil
pengetahuan ilmiah, temuan dalam masalah yang
epistemology sama. Hal ini disebabkan oleh
berfungsi dan perbedaan prosedur yang
bertugas ditempuh para ilmuan dalam
menganalisis secara membentuk ilmu pengetahuan.
kritis prosedur yang Oleh karena itu dengan
ditempuh ilmu epistemology inilah kita dapat
poengetahuan dalam mengetahui dan menganalisis
membentuk dirinya. bagaimana terbentuknya
Tetapi ilmu pengetahuan ilmiah yang
pengetahuan harus merupakan hasil dari temuan oara
ditangkap dalam ilmuan. Sehingga epistemology
perumbuhannya, dapat menentukan cara kerja
sebab ilmu
pengetahuan yang
berhenti akan
kehilangan
kekasannya. Karena
hakikat ilmu
pengetahuan adalah
terus berkembang
dan semakin lama
mengalami
penyempurnaan oleh
para ilmuan.
Perkembangan
ilmupengetahuan
dengan demikian
membuktikan bahwa
kebenaran bersifat
tentative. Selama
belum digugurkan
oleh temuan lain,
maka suatu temuan
ilmiah atau prosedur ilmiah yang paling efektif dalam memperoleh ilmu
pengetahuan yang kebenarannya terandalkan. 1
Menurut P. Hardono Hadi menyatakan bahwa, epistemology adalah
cabang filsafat yang mempelajari dan memcoba menemukan kodrat dan
skope pengetahuan, pengandaian pengandaian dan dasarnya, serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Sebagai cabang ilmu filsafat Epistimologi bermaksud untuk mengkaji dan
mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari seseorang makhluk yaitu
manusia. Bagaimana pada dasarnya pengetahuan itu diperoleh dan diuji
kebenarannya? Dimana saja ruang lingkup atau batasan-batasan kemampuan
mansia untuk mengetahui? Didalam epistimologi juga berlaku pengandaian-
pengandaian dan syarat-syarat logis mendasari dimungkinkannya
pengetahuan serta mencoba memeberi pertanggung jawaban rasional terhadap
klaim kebenaran dan objektivitasnya.
Epistimologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan
suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif
pengalaman manusia dan interaksinya dengan diri lingkungan sosial dan alam
sekitarnya. Maka epistimologi adalah suatu disiplin yang bersifat menilai, ia
menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori
pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki dasar
yang dapat dipertanggung jawabkan secara nalar.
Adapun dari sisi epistimologi, kita bisa membahas ilmu daro sisi
represifnya setelah kita membuktikan secara ontologis tentang keberadaan
ilmu tersebut. Jadi bisa dikatakan bahwa kajian epistimologi ini sebenarnya
adalah pembahasan derajat kedua. Meskipun demikian secara substansial
pembahasan epistimologi ini sangat berbeda dengan pembahasan ontologi.
Banyak filsof Islam mencurahkan segala kemampuan mereka untuk
mengkaji pembahsan seputar epistimologi ini. Salah satu pembahasan yang
menjadikan pertentangan di antara filosof muslim adalah berkaitan dengan
tolak ukur benar dan salah. Para filosof Islam berpendapat bahwa alam
understanding (dzini) dan alam external (khariji) memiliki hubungan yang
1
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2005), Hal. 28—29.
erat.
1
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2005), Hal. 28—29.
Gambaran yang dimiliki oleh ilmu alam tidak sekedar gambaran yang tidak
memiliki kenyataan. Apa saja dari gambaran yang ia tampung itu memilik
kenyataan. Akan tetapi para filosof yang lainnya memiliki pendapat berbeda.
Bagi mereka hubungan antara alam understanding dan external bukanlah
hubungan gambar dengan objeknya. Untuk memudahkan kita memahami
pendapat ini ada satu pendekatan yang sangat mudah untuk kita cerna
bersama. Ketika kita menggambar kuda di atas kanvas, apa yang ada di atas
kanvas tersebut inigin memberikan pesan kepada kita bahwa gambar tersebut
memiliki objek dan ia adalah kuda yang ada di alam realitas: bernafas,
makan, minum, berjalan, dll.
Ilmu manusia tersusun dari hal-hal yang sederaha. Contohnya kalau kita
hendak mengetahui manusia, maka kita terlebih dahulu harus mengetahui
definisi manusia sehingga dapat membedakan antara manusia dan lainnya.
Pengetahuan kita tentang manusia tersusun dari beberapa hal-hal yang simpel
yaitu bahwa manusia itu berfikir, berbadan, dan perasa. Akan tetapi, yang
menjadi objek kajian para filosof Islam ialah: dari manakah manusia
mendapatkan ilmu-ilmu simpel tersebut? Dengan metode atau perangkat
apakah manusia mendapatkan ilmu-ilmu simpel tersebut? Dari sinilah
munculnya perbedaan antara filosof-filosof dari zaman Yunani sampai
sekarang antara Plato dan Aritoteles, antara Avessina dan Syuhrawardi, antar
kaum paripatetik dan intutivis, serta antara rasionalis dan empiris.
B. Metode Epistemologi
Dalam dunia keilmuan ada upaya ilmiah yang disebut metode, yaitu cara
kerja untuk dapat memahami objek menjadi sasaran ilmu yang sedang dikaji.
Lebih jauh lagi Peter R. Senn mengemukakan, metode merupakan suatu
prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah
yang sistematis. Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.2
Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa metodologi adalah ilmu
tentang metode atau mempelajari tentang prosedur prosedur cara mengetahui
sesuatu. Jika metode merupakan prosedur atau cara mempelajari sesuatu,
maka metodologilah yang mengkerangkai secara konseptual terhadap
prosedur tersebut.
Dasar bagi konsepsi kebenaran umum sebagai kesesuaian antara pikiran
dan dengan kenyataan. Jika apa yang saya nyatakan baik, maka pertimbangan
yang saya nyatakan sesuai dengan kenyataan, maka benar. Sampai
pertimbangan tertentu dibuat, persoalan mengenai kebenaran tidak
dirumuskan secara jelas. Pengalaman dianggap bukanlah masalah benar atau
salah, tetapi tetaplah kenyataan. Konsep (misalnya: hijau, rumput) sebagai
pemahaman terpisah dari kenyataan tidak bisa dianggap benar atau salah
didalam pernyataan, dengan pertimbangan apakah pernyataan itu sesuai
dengan kenyataan atau tidak.
2
Ibid, Hal. 20.
mengarahkan perhatian bukan kepada pertimbangan tetapi kepada evidensi
bukanlah melulu mengenai persoalan mengenai penerapan konsep-konsep
inderawi mengenai objek-objek partikuler.3
Tetapi perlu diingat bahwa apa yang dikatakan disini bersifat sementara.
Pada tahap ini masih pada taraf antisipasi lebih kritis, tentu saja beralasan
untuk menganggap bahwa pertimbangan mempunyai kedudukan khusus
didalam pengetahuan manusia. Dan memang seharusnya epistemologi
memberikan perhatian khusus akan tetapi hal tersebut harus dilihat dalam
kerangka evidensi.4 Selanjutnya pertimbangan tidak boleh dilihat hanya
dengan cara ahli logika atau ahli tata bahasa, akan tetapi pertimbangan
merupakan ungkapan dari asimilasi diri atas kenyataan. Pertimbangan tidak
boleh ditinggalkan dari seluruh dinamisme subyek yang pernyatan dari
kenyataan.
4
Ibid, 27
3
P.Hardono Hadi, Epistemologi, Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta;Kanisius, 1994), 26.
4
Ibid, 27
C. MACAM-MACAM EPISTIMOLOGI
Berdasarkan sumbernya, epistemologi dapat bedakan menjadi 2 yaitu
epistemology barat dan epistemologi Islam
1. Epistemologi Barat
Dunia barat mengalami perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat
cepat. Hal ini dapat diliat dari ketertarikan dari berbagai pihak yang
menjadikan dunia barat menjadi pusat pengembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan serta menjadi pusat referensi-referensi ilmu pengetahuan.
Barat dianggap mampu menyajikan temuan baru secara dinamis dan
varian, sehingga memberikan sumbangan yang besar terhadap sains dan
teknologi modern. Seperti yang dikatakan Presiden Iran Hashemi
Rafranjani, bahwa kontribus barat dalam perkembangan IPTEK sebesar
97%, sedangkan islam hanya 1
% serta sisanya dikontribusikan oleh dunia lainnya. Kemajuan b angsa
barat ini disebabkan oleh pendekatan sains yang dilakukan berlandaskan
pada epistemology. Epistemologi benar-benar dimanfaatkan bangsa barat
untuk menemukan penemuan penemuan baru dalam sains dan teknologi.
Bukti mereka menerapkan epistemology adalah mereka mampu
menerapkan teori melalui hasil pengamatan dan observasi serta penalaran
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan baru, menentang penemuan
lama serta dinamisasi pengetahuan sehingga terciota keabsahan ilmu.
Dengan demikian ilmu pengetahuan berkembang pesat di dunia barat.
Epistemologi yang dikembangkan ilmuan barat selanjutnya mempengaruhi
pemikiran para ilmuan di seluruh dunia. Sehingga epistemology mereka
dijadikan acuan dalam pengembangan pemikiran, akhirnya secara praktis
mereka terbaratkan pola pikirnya,pijakan berpikirnya, metode berpikirnya,
cara berpresepsi terhadap pengetahuan dan sebagaianya. Sehingga secara
tidak sadar bangsa barat telah membelenggu pemikiran mengubah presepsi
kita tentang epistemology. Padahal epistemology yang seharusnya dijadika
sarana penalaran sehingga dapat mengembangkan pola pikir malah
berubah menjadi penyeragaman pola pikir. Seolah-olah hanya ada satu
model pola pikir yang bisa diikuti, yaitu pol pikir bangsa barat. Sehingga
hal ini
sesungguhnya adalah bentuk epistemology imperialism, yaitu penjajahan
pola pikir yang sedang dilakukan bangsa barat.
2. Epistemologi Islam
Epistemologi barat terlalu mengistimewakan peranan manusia dalam
mempelajari ilmu pengetahuan sehingga dapat dikatakan bangsa barat
“gila ilmu pengetahuan” dan dalam waktu yang sama pula menentang
dimensi spiritual sehingga terjadi krisis ilmu pengetahuan. Seperti
pengetahuan yang hanya berdasar oleh apa yang ada atau dapat dilihat dan
tidak percaya sesuatu tidak ada atau yang tidak bisa dilihat. Sehingga
epistemology islam yang muncul dari para pemikir muslim dapat menjadi
acuan untuk mengatasi krisis ilmu pengetahuan. Epistemologi islam bukan
hanya bersumber dari manusia namun juga bersumber dari Al-Quran dan
As- Sunnah. Sehingga gagasan epistemology islam merupakan respons
kreatif terhadap tangtangan mendesak dari ilmu pengetahuan modern yang
membahayakan kehidupan dan keharmonisan akibat epistemology barat.
Dalam konteks islam, sains tidak menimbulkan kebenaran absolute. Istilah
yang tepat untuk mendefinisikan pengetahuan adalah al-‘ilm yang
memiliki 2 komponen yaitu menyatakan sumber asli pengetahuan adalah
wahyu atau Al-Quran yang mengandung kebenaran absolute, dan untuk
mempelajarinya harus secara sistematis dan koheren yang artinya semua
merupakan bagian dari kebenaran dan dalam realitasanya dapat digunakan
untuk memecahkan suatu masalah. Dengan demikian al-‘ilm memiliki
sandaran yang kuat dibandung versi barat.
Berdasarkan cara kerjanya atau metode pendekatan yang diambil terhadap
gejala pengetahuan epistimologi dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Epistimologi Metafisis
Epistimologi Metafisis berangkat dari suatu faham tertentu tentang
kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui
kenyataan tersebut misalnya tentang keyakinan plato meyakini bahwa
kenyataan sejati adalah kenyataan dalam dunia ide-ide, sedangkan
kenyataan sebagaimana kita alami adalah kenyataan yang fana gambaran
kabur saja dari kenyataan dalam dunia ide-ide.
2. Epistemologi Skeptisa
Epistimologi Skeptis pernah dikerjakan oleh Decrates, kita perlu
membuktikan dulu apa yang kita ketahui sebagai sungguh nyata atau
benar- benar tidak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak
nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap
sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masid
dapat diragukan.
3. Epistimologi Kritis
Epistimologi kritis tidak mementingkan metafisikaa atau
epistimologis tertentu, melainkan berangkat dari asumsi, prosedur dan
kesimpulan pemikiran akal sehat ataupun asumsi, prosedur dan
kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana kita temukan dalam kehidupan,
lalu kita coba tanggapi secara kriotis asumsi, prosedur dan kesimpulan
tersebut.5 Sedangkan berdasarkan titik tolak
pendekatannya secara umum
epistimologi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Epistimologi individual
Epistimologi individual dibahas mengenai kajian tentang bagaimana
struktur pikiran manusia sebagai individu bekerja dalam proses
mengetahui, seperti halnya dianggap cukup mewakili untuk menjalankan
bagaimana semua pengetahuan manusia pada umumnya diperoleh.
2. Epistimologi sosial
Epistimologi sosial adalah kajian filosofis tentang pengetahuan sebagai
data sosiologis. Sehingga dalam hal ini hubungan sosial, kepentingan
sosial dan lembaga sosial dipandang sebagai faktor – faktor yang amat
menentukan dalam proses , cara maupun perolehan pengetahuan.
5
J.Sudirman, Epistimologi...., 21-22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologi kata
“epistimologi” berasal dari Bahasa
Yunani “epitesme” dan “logos”.
Epitisme berarti pengetahuan,
sedangkan logos berarti teori, uraian,
atau alasan jadi epistimologi adalah
sebuah teori tentang pengetahuan
dalam bahasa Inggris dikenal dengan
“Theori of Knowledge”.
Epistemologi disebut juga
sebagai teori pengetahuan, yakni
cabang filsafat yang membicarakan
tentang cara memperoleh pengetahuan,
hakikat pengetahuan dan sumber
pengetahuan. Menyimak dari
pernyataan tersebut maka dalam
pendidikan Islam harus mengetahui
pendekatan dan metode yang digunakan
untuk memperoleh pengetahuan.
Pengertian epistemologi
diharapkan memberikan kepastian
pemahaman terhadap substansinya,
sehingga memperlancar pembahasan
seluk-beluk yang terkait dengan
epistemologi itu. Ada beberapa
pengertian epistemologi yang
diungkapkan para ahli yang dapat
dijadikan pijakan untuk memahami apa
sebenarnya epistemologi itu.
6
Ibid, 27
D tahap mana pengetahuan yang mungkin
engan untuk ditangkap manusia.
demikian Tetapi perlu diingat bahwa apa
, yang dikatakan disini bersifat
epistemo sementara. Pada tahap ini masih pada
logi taraf antisipasi lebih kritis, tentu saja
merupak beralasan untuk menganggap bahwa
an pertimbangan mempunyai kedudukan
pembaha khusus didalam pengetahuan manusia.
san Dan memang seharusnya epistemologi
mengena memberikan perhatian khusus akan
i tetapi hal tersebut harus dilihat dalam
bagaima kerangka evidensi.6 Selanjutnya
na kita pertimbangan tidak boleh dilihat hanya
mendapa dengan cara ahli logika atau ahli tata
tkan bahasa, akan tetapi pertimbangan
pengetah merupakan ungkapan dari asimilasi diri
uan: atas kenyataan.
apakah
sumber-
sumber
pengetah
uan ?
apakah
hakikat,
jangkaua
n dan
ruang
lingkup
pengetah
uan?
Sampai
6
Ibid, 27
Pertimbangan tidak boleh ditinggalkan dari seluruh dinamisme subyek
yang pernyatan dari kenyataan.
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang
menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan
kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau
referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis
banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik
saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya
pada penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Qomar.Mujamil. Epistemologi Pendidikan Islam. 2005 . Jakarta:
Erlangga,
Hadi.P.Hardono. Epistemologi, Filsafat Pengetahuan. 1994
Yogyakarta:Kanisius
J.Sudirman. Epistimologi
https://antikmillatuzzuhria.wordpress.com/2016/06/10/makalah-filsafat-
pendidikan-islam-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi/ (diakses jam 23:29 hari rabu)
https://coretankamal.blogspot.com/2015/10/makalah-filsafat-pendidikan-
islam.html (diakses jam 23:29 hari rabu)
Hakikat Kurikulum Menurut Filsafat Pendidikan Islam
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari dosen Pror.Dr.Kh.Akhyak,M.Ag mata
kuliah filsafat pendidikan islam
TULUNGAGUNG
2019
Jalan Mayor Sujadi Timur No. 46 Tulungagung Jawa Timur 66221
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, yang telah
mengutus Rasul-Nya untuk seluruh umat manusia, sholawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW serta seluruh
keluarganya, sahabat serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas
kelompok ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari
berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok ini dengan
baik, oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih
kepada:
Kami menyimpulkan bahwa tugas kelompok ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas kelompok
ini dan bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.......................................................................................................9
B. Saran................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap kegiatan yang akan dilakukan apa lagi untuk mencapai sesuatu
dari yang dilakukan tersebut memerlukan suatu perencanaan atau
pengorganisasian yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur.
Demikian juga dalam suatu pendidikan baik jenis dan jenjangnya pasti
memerlukan suatu program yang terencana dan sistematis sehingga dapat
menghantarkan pada tujuan yang diinginkan, yang proses perencanaan ini
dalam istilah pendidikan disebut dengan kurikulum.
1
sekolah telah tergambar berbagai pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-
nilai yang diharapkan dimiliki setiap lulusan sekolah.1
Salah satu tugas dari filsafat pendidikan Islam adalah memberikan arah
bagi tercapainya tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam yang akan
dicapai harus direncanakan atau di programkan melalui kurikulum. Oleh
karena itu kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pendidikan pada lembaga pendidikan islam. Dengan demikian akan menjadi
jelas dan terencana tentang bagaimana dan apa yang harus diterapkan dalam
proses belajar mengajar.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan.
1
Nugiyantoro, Burhan. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah .Sebuah
Pengantar Teoritis Dan Pelaksanaan (yogyakarta: BPFE, 1980), 21
BAB II
PEMBAHASAN
2
Nasution, S. Pengembangan Kurikulum.Cet ke-4.Bandung,Citra.Aditya Bakti,1991. Halm 9
3
Nizar, Syamsul. Filsafat Pendidikan Islam.cet.ke-1. Jakarta, Ciputat Pers,2002. halm 55-56
4
Crow and Crow. Pengantar Ilmu Pendidikan.edisi ke-1 Yokyakarta, Rake Sirasi,1990. halm
75
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap mental yang harus tersusun dalam
kurikulum pendidikan Islam. Di sinilah peran filsafat pendidikan Islam
dalam memberikan pandangan filosofis tentang hakekat pengetahuan.
Keterampilan, dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam
pembentukan manusia yang paripurna.5
Berdasarkan tuntutan perkembangan, para perancang kurikulum
dewasa ini menetapkan bahwa kurikulum harus mempunyai empat unsur
utama, yaitu:
1. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan.Maksudnya
orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk melalui kurikulum
itu.
2. Pengalaman (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-
aktifitas, dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk
kurikulum itu,bagian ini pulalah yang di masukkan di silabus.
3. Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru untuk
mengajar dan mendorong peserta didik belajar dan membawa
mereka kearah yang dikehendaki oleh kurikulum
4. Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan
menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan
dalam kurikulum, seperti ujian triwulan, ujian akhir, dan lain-lain.
5
Al –Shaibani,Umar Muhammad al-Taumi.Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, cet.
ke-2( Jakarta, Bulan Bintang,1979). Halm 478
pemahaman, dan perilaku peserta didik. Dan salah satu komponen
operasional pendidikan sebagai sistem adalah kurikulum, dimana ketika
kata itu dikatakan, maka akan mengandung pengertian bahwa materi yang
diajarkan atau dididikkan telah tersusun secara sistematik dengan tujuan
yang hendak dicapai.
6
Ibid
2. Filsafat dapat menentukan materi dan bahan ajaran yang diberkan
sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
3. Filsafat dapat menentukan strategi atau cara penyampaian tujuan.
Sebagai sistem nilai, filsafat dapat dijadikan pedoman dalam merancang
kegiatan pembelajaran.
4. Melalui filsafat dapat ditentukan baaimana menentukan tolak ukur
keberhasilan proses pendidikan.
7
Nasution, S., pengembangan kurikulum pendidikan, (bandung: citra adirya bakti, 1991) hlm
26
8
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung,: Pustaka Setia, 2009), 129
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak kami harapkan
untuk perbaikan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Daftar pustaka
Crow and Crow. Pengantar Ilmu Pendidikan.edisi ke-1. Rake Sirasi.Jakarta : 1990
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Akhyak, M. Ag
Oleh:
Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan inayah-Nya
makalah ini telah selesai kami susun sebagai penunjang dan tambahan dalam kegiatan belajar.
Shalawat beserta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW,
kepada keluarga, para sahabatnya, para tabi‟in dan tabi‟atnya, juga tak lupa kepada kita selaku
umatnya. Amin.
Makalah ini kami susun , sebagai penunjang tambahan dalam kegiatan belajar khusus
untuk mahasiswa/i kelompok kerja makalah ini, dan umumnya mahasiswa/i IAIN
TULUNGAGUNG serta kalangan masyarakat. Kami ucapkan terima kasih kepada Prof.Dr. H
Akhyak M. Ag yang telah membimbing kami mahasiswa/i IAIN TULUNGAGUNG . Dengan
menggunakan makalah ini semoga kegiatan belajar dalam memahami dan dapat lebih menambah
sumber sumber pengetahuan.
Kami sadar dalam penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan mencapai tingkat
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran tentu kami butuhkan . Mohon maaf apabila ada
kesalahan cetak atau kutipan- kutipan yang kurang berkenan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I............................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah............................................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................................ 1
BAB II........................................................................................................................................... 2
a. Pengertian Nilai................................................................................................................. 2
b. Macam-Macam Nilai.......................................................................................................... 3
c. Sistem Nilai dan Tauhid dalam Islam.................................................................................5
BAB III........................................................................................................................................ 10
a. Kesimpulan...................................................................................................................... 10
b. Saran............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu mengenai Islam begitu banyak dan memiliki banyak cabang, salah satunya adalah
nilai (value). Tanpa mengethui nilai-nilai dalam Islam, manusia akan tidak terarah dan tidak
memiliki pedoman sehingga tidak memiliki tujuan. Untuk itu perlu adanya pemahaman nilai-
nilai yang terkandung dalam agama Islam.
Di zaman modern ini banyak sekali pemuda muslim yang tidak memerhatikan nilai-nilai
dan adab di dalam Islam. Bahkan parahnya mereka mengetahui ilmunya tetapi tidak
menerapkan nilai yang ada di dalamnya. Banyak yang sembarang menempatkan sesuatu yang
tidak pas. Padahal kita sebagai muslim seharusnya mengetahui nilai-nilai apa saja yang ada
Islam.
Dengan membaca makalah ini, akan menemukan solusi bagaimana pengertian dari nilai
itu sendiri, macam-macam nilai, serta bagaimana sistem nilai tauhid dalam Islam.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian nilai?
2. Apa macam-macam nilai?
3. Apa sistem nilai dan tauhid dalam Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian nilai
2. Mengetahui macam-macam nilai
3. Mengetahui sistem nilai dan tauhid dalam Islam.
1
BAB II
ISI
a. Pengertian Nilai
Nilai adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa "cara pelaksanaan atau
keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau
keadaan akhir yang berlawanan. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-
ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik, atau diinginkan.1
Pengertian Nilai Menurut Para Ahli :
Para ahli dan pakar memiliki pendapat yang berbeda beda dalam menerangkan
definisi nilai. Berikut ini kumpulan pengertian nilai menurut para ahli secara lengkap.
1. Spranger
Nilai adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang
dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu.
2. Horrocks
Nilai adalah sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat
keputusan mengenai apa yang ingin dicapai atau sebagai sesuatu yang dibutuhkan.
3. Antony Giddens (1995)
Nilai adalah suatu gagasan yang dimiliki seseorang maupun kelompok mengenai apa
yang layak, apa yang dikehendaki, serta apa yang baik dan buruk.
4. Horton & Hunt (1987)
Nilai adalah suatu gagasan mengenai apakah suatu tindakan itu penting ataukah tidak
penting.
5. Richard T. Schaefer dan Robert P. Lmm (1998)
Nilai adalah suatu gagasan bersama-sama (kolektif) mengenai apa yang dianggap
penting, baik, layak dan diinginkan. Sekaligus mengenai yang dianggap tidak penting,
tidak baik, tidak layak dan tidak diinginkan dalam hal kebudayaan. Nilai merujuk
1
Wikipedia, “Pengertian Nilai”, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nilai.
kepada suatu hal yang dianggap penting pada kehidupan manusia, baik itu sebagai
individu ataupun sebagai anggota masyarakat.
6. Louis O. Kattsof (1987)
Nilai dibagi menjadi dua macam oleh Louis, dimana terdapat nilai intristik yang
merupakan nilai yang semulanya sudah bernilai, dan yang kedua adalah nilai
instrumental dimana nilai merupakan hasil dari sesuatu akibat digunakan sebagai
sarana dalam mencapai suatu tujuan.
Macam Macam Nilai :
Nilai Ekonomi
Nilai Agama
Nilai Keilmuan
Nilai Seni
Nilai Solidaritas
Nilai Kuasa
Karakteristik Nilai :
Umum dan abstrak
Konsepsional
Nilai Mengandung Kualitas moral
Nilai tidak selamanya realistik
Dalam bermasyarakat, Nilai bersifat campuran
Cenderung bersifat stabil2
b. Macam-Macam Nilai
a. Dilihat dari segi komponen utama agama islam sekaligus sebagai nilai tertinggi dari
ajaran agama islam, para ulama membagi nilai menjadi tiga bagian, yaitu: Nilai
Keimanan (Keimanan), Nilai Ibadah (Syari‟ah), dan Akhlak. Penggolongan ini
didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad SAW kepada Malaikat Jibril
2
Zakky, “Pengertian Nilai Menurut Para Ahli”, https://www.zonareferensi.com/pengertian-nilai/.
3
mengenai arti Iman, Islam, dan Ihsan yang esensinya sama dengan akidah, syari‟ah
dan akhlak.
b. Dilihat dari segi Sumbernya maka nilai terbagi menjadi dua, yaitu Nilai yang turun
bersumber dari Allah SWT yang disebut dengan nilai ilahiyyah dan nilai yang
tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut dengan nilai
insaniah. Kedua nilai tersebut selanjutnya membentuk norma-norma atau kaidah-
kaidah kehidupan yang dianut dan melembaga pada masyarakat yang
mendukungnya.3
c. Kemudian didalam analisis teori nilai dibedakan menjadi dua jenis nilai pendidikan
yaitu:
1) Nilai instrumental yaitu nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk sesuatu
yang lain.
2) Nilai instrinsik ialah nilai yang dianggap baik, tida untuk sesuatu yang lain
melainkan didalam dan dirinya sendiri.4
Nilai instrumental dapat juga dikategorikan sebagai nilai yang bersifat relatif dan
subjektif , dan nilai instrinsik keduanya lebih tinggi daripada nilai instrumental.
d. Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat nilai itu dapat dibagi menjadi tiga macam
yaitu:
1) Nilai Subjektif adalah nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek. Hal ini
sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek tersebut.
2) Nilai subjektif rasional (logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari
objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat, seperti
nilainkemerdekaan, nilai kesehatan, nilai nkeselamatan, badan dan jiwa, nilai
perdamaian dan sebagainya.
3) Nilai yang bersifat objektif metafisik yaitu nilai yang ternyata mampu
menyusun kenyataan objektif seperti nilai-nilai agama.
3
Ramayulis, Ilmu Pndidikan Islam, (Jakarta: KALAM MULIA, 2012), h. 250
4
Mohammad Nur Syam, Pendidikan Filasafat dan Dasar Filsafat Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, t.t)
4
c. Sistem Nilai dan Tauhid dalam Islam
Sistem nilai
Sistem nilai atau yang dijadikan kerangka acuan yang menjadi rujukan cara
berperilaku lahiriah dan rohaniah manusia muslim ialah nilai dan moralitas yang
diajarkan oleh Agama Islam sebagai wahyu Allah, yang diturunkan kepada Utusan-
Nya Nabi Muhammad SAW. Nilai dan moralitas Islami adalah bersifat menyeluruh,
bulat dan terpadu, tidak berpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang satu sama lain
berdiri sendiri.
Suatu kebulatan nilai dan moralitas itu mengandung aspek normatif (kaidah,
pedoman) dan operatif (menjadi landasan amal perbuatan). Nilai-nilai dalam Islam
mengandung dua kategori arti dilihat dari segi normatif, yaitu baik dan buruk, benar
dan salah, hak dan batil diridai dan dikutut oleh Allah swt.5
Sedangkan bila dilihat dari segi operatif nilai tersebut mengandung lima
pengertian kategori yang menjadi prinsip standarisasi perilaku manusia yaitu sebagai
berikut:
1. Wajib atau fardu yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala dan bila
ditinggalkan orang akan mendapat siksa Allah.
2. Sunat atau mustahab, yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala dan
bial ditinggalkan orang tidak akan disiksa
3. Mubah atau jaiz, yaitu bila dikerjakan orang tidak akan disiksa dan tidak diberi
pahala dan bila ditinggalkan tidak pula disiksa oleh Allah dan juga tidak diberi
pahala
4. Makruh, yaitu bila dikerjakan orang tidak disiksa, hanya tidak disukai oleh
Allah dan bila ditinggalkan, orang akan mendapatkan pahala.
5. Haram, yaitu bila dikerjakan orang akan mendapatkan siksa dan bial
ditinggalkan orang akan memperoleh pahala.6
5
R. Jean Hills, Toward a Science of Organization, (Oregon: Center For The Advanced Study of Education
Administration, University of Oregon, Eugene, 1968), hal 18.
6
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 126-127.
1. Sistem nilai kultural yang senada dan senapas dengan Islam
2. Sistem nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi kepada
kehidupan sejarah didunia dan bahagia diakhirat
3. Sistem nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu yang
didorong oleh fungsi-fungsi psikologisnya untuk berperilaku secara terkontrol
oleh nilai yang menjadi sumber rujukannya yaitu Islam
4. Sistem nilai tingkah laku dari makhluk (manusia) yang mengandung interrelasi
atau interkomunikasi dengan yang lainnya.
Pembagian Tauhid
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak
dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi
tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan
gelap dan terang” (QS. Al An‟am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik
mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah
dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur‟an:
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ‟Siapa
yang telah menciptakan mereka?‟, niscaya mereka akan menjawab „Allah‟ ”.
(QS. Az Zukhruf: 87)
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ‟Siapa
yang telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?‟,
niscaya mereka akan menjawab „Allah‟ ”. (QS. Al Ankabut 61)
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Apa maksud „yang dicintai Allah‟? Yaitu segala
sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang
dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh,
menyembelih. Termasuk juga berdoa, cinta, tawakkal, istighotsah dan isti‟anah.
Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini
kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah
selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada
selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi
dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta‟ala
berfirman:
“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk
mengatakan: „Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut„” (QS. An Nahl: 36)
Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling
ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan
alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah.
Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan
kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat
Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata
„istiwa‟ yang artinya „bersemayam‟ dipalingkan menjadi „menguasai‟.
7
Yulian purnama https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Nilai adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa "cara pelaksanaan atau
keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau
keadaan akhir yang berlawanan
Macam-macam nilai dilihat dari segi pengklasifikasian terbagi menjadi bermacam-
macam, diantaranya dilihat dari segi komponen utama agama islam sekaligus sebagai
nilai tertinggi dari ajaran agama islam serta nilai ilahiyyah dan nilai insaniah.Kemudian
didalam analisis teori nilai dibedakan menjadi dua jenis nilai pendidikan yaitu nilai
instrumental dan nilai instrinsikNilai instrumental dapat juga dikategorikan sebagai nilai
yang bersifat relatif dan subjektif dan nilai instrinsik keduanya lebih tinggi daripada nilai
instrumental. Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat nilai itu dapat dibagi menjadi tiga
macam yaitu nilai Subjektif, nilai subjektif rasional (logis) dan nilai yang bersifat objektif
metafisik.
Sistem nilai atau yang dijadikan kerangka acuan yang menjadi rujukan cara
berperilaku lahiriah dan rohaniah manusia muslim ialah nilai dan moralitas yang diajarkan
oleh Agama Islam sebagai wahyu Allah, yang diturunkan kepada Utusan-Nya Nabi
Muhammad SAW. Nilai dan moralitas Islami adalah bersifat menyeluruh, bulat dan
terpadu, tidak berpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri.
Makna tauhid adalah ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang
dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang
shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya
menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
b. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui kritik dan saran yang
konstruktif dari semua pihak. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak
DAFTAR PUSTAKA
Hills, R. Jean.1968. “Toward a Science of Organization” Center For The Advanced Study of
Education Administration : University of Oregon, Eugene
Syam, Mohammad Nur.” Pendidikan Filasafat dan Dasar Filsafat Pendidikan”. Usaha Nasional
: Surabaya
Disusun oleh :
1. Moh. Aziz Burhani (12211183026)
2. Arina Nur Nilam Sari (12211183027)
TADRIS FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, yang telah
mengutus Rasul-Nya untuk seluruh umat manusia, sholawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW serta seluruh
keluarganya, sahabat serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Terwujudnya makalah ini, tidak terlepas dari beberapa pihak yang baik
secara langsung maupun tidak telah membantu proses penulisan makalah ini.
Untuk itu dalam kesempatan kali ini, ucapan terima kasih dan penghargaan yang
tulus penulis persembahkan kepada:
1. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. MAFTUKHIN, M.Ag selaku Rektor
IAIN Tulungagung.
2. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. KH. AHKYAK, M.Ag. selaku Dosen
Pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
3. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dorongan dan bantuan sehingga terselesaikanya karya ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Penutup............................................................................................................17
B. Kesimpulan......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidik (guru) merupakan salah satu hal
terpenting dalam proses pendidikan. Tugas
pendidik sebagai pendidik merupakan hal
yang sangat mulia di sisi Allah SWT dam
mendapatkan penghargaan yang tinggi.tapi
penghargaan yang tinggi tersebut diberikan
kepada guru yang bekerja secara tulus dan
ikhlas dalam mengajar peserta didiknya, atau
bisa disebut juga guru tersebut bekerja secara
profesional.
Guru bukan hanya mengajarkan materi
saja kepada anak didiknya. Tapi juga
membimbing mereka menjadi murid yang
memunyai akhlak mulia. Serta guru juga
menjadi motivator bagi peserta didiknya.
Motivasi sangat diperlukan sabagi respon
terhadap tugas dan tanggung jawab guru sebagai
pendidik, pengajar dan pelatih dalam mencapai
tujuan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hakikat Pendidik terhadap
Anak Didik?
2. Bagaimana Hakikat Anak Didik terhadap
Pendidik?
3. Bagaimana Hubungan Pendidik dengan Anak
Didik?
4. Apa Landasan Al- Qur’an tentang Hubungan
Pendidik dan Anak Didik?
5. Apa Saja Potensi dan Sikap Anak Didik
dalam Pembelajaran?
C. Tujuan
1. Memahami Hakikat Pendidik terhadap Anak
Didik.
1
2. Memahami
Hakikat
Anak Didik
terhadap
Pendidik.
3. Memahami
Hubungan
Pendidik
dengan
Anak Didik.
4. Mengetahui
Landasan
Al- Qur’an
tentang
Pendidik
dan Anak
Didik.
5. Mengetahui
Apa Saja
Potensi dan
Sikap Anak
Didik dalam
Pembelajara
n.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pendidik Terhadap Anak Didik
1. Makna dan Kedudukan Pendidik
Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan adalah pendidik.
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab
untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif
pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas
perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan
seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun
psikomotorik sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam.
Pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang
yang bertugas di sekolah, tetapi semua orang yang terlibat dalam proses
pendidikan anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan
sampai menunggal dunia.
Dalam ajaran Islam, pendidik (Guru) mendapatkan penghargaan
yang tinggi. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan
kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul. Hal ini
dikarenakan guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan); sedangkan
Islam ssangat menghargai pengetahuan. Penghargaan Islam terhadap
ilmu tergambar dalam hadits yang artinya sebagai berikut:
“ulama lebih berharga daripada darah syuhada. Orang
berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadat, yang
berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan
shalat bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang di jalan
Allah. Apabila meninggal seorang alim, maka terjadilah
kekosongan dalam Islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh
seorang alim yang lain”.
Tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran
Islam. Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu didapat dari
belajar dan mengajar; yang belajar adalah calon guru, yang
mengajar
adalah guru. Maka tidak boleh tidak, Islam memuliakan guru. Tak
terbayangkan adanya belajar dan mengajar tanpa adanya guru.
Kedudukan guru yang demikian tinggi dalam Islam kelihatannya
memang berbeda dari kedudukan guru di dunia Barat. Perbedaan ini
tidaklah mengherankan, karena di Barat guru tidak lebih dari sekadar
orang yang pengetahuannya lebih banyak dari murid. Hubungan guru-
murid adalah hubungan kepentingan antara pemberi dan penerima jasa,
karena itu hubungan juga diikat oleh pembayaran yang dilakukan
berdasarkan perhitungan ekonomi.
2. Tugas Pendidik dalam Islam
Mengenai tugas pendidik, ahli pendidikan Islam dan ahli
pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas pendidik adalah mendidik.
Mendidik dapat dilakukan dengan mengajar, memberi dorongan, memuji,
menghukum, memberi contoh, memberi contoh, membiasakan, dan lain-
lain. Dalam pendidikan di sekolah, tugas pendidik adalah mendidik
dengan cara mengajar. Tugas pendidik dalam rumah tangga berupa
membiasakan, memberi contoh yang baik, memberi pujian, dorongan,
dan lain-lain yang diperkirakan menghasilkan pengaruh positif begi
pendewasaan anak.
Dalam literatur Barat diuraikan tugas-tugas guru tidak hanya
mengajar. tugas pendidik sebagai berikut:
a) Wajib menemukan pembawaan yang ada pada peserta didik.
b) Berusaha menolong peserta didik mengembangkan pembawaan
yang baik dan menekan perkembanganpembawaan yang buruk
agar tidak berkembang.
c) Memperlihatkan kepada peserta didik tugas orang dewasa
dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian,
keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.
d) Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah
perkembangan peserta didik berjalan dengan baik.
e) Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala peserta didik
menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.
Sedangkan dalam literatur yang ditulis oleh ahli pendidikan Islam,
tugas pendidik ternyata bercampur dengan syarat dan sifat pendidik. Ada
beberapa pernyataan tentang tugas guru, yaitu:
a) Pendidik harus mengetahui karakteristik peserta didik.
b) Pendidik harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik
dalam bidang yang diajarkan maupun dalam cara
mengajarkannya.
c) Pendidik harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat
berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.
3. Syarat dan Karakteristik Pendidik
Tugas sebagai pendidik adalah merupakan suatu tugas yang luhur
dan berat. Dipundak para pendidik terletak nasib suatu bangsa. Maju
atau mundurnya suatu negara dimasa mendatang banyak bergantung pada
keberhasilan atau tidaknya barisan barisan para pendidik dan mengemban
misinya. Syarat- syarat pendidik diantaranya sebagai berikut:
a) Takwa kepada Allah. Seorang Pendidik tidak mungkin
mendidik anak agar bertaqwa kepada Allah jika ia sendiri
tidak bertaqwa kepada-Nya.
b) Berilmu. Pendidik harus mempunyai ilmu pengetahuan dan
keahlian mengajar.
c) Sehat jasmani dan rohani. Jasmani yang tidak sehat akan
menghambat pelaksanaan pendidikan. Bahkan dapat
membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular.
Dari segi rohani, orang gila juga berbahaya bila ia mendidik.
d) Berkelakuan baik.Budi pekerti Guru angat pening dalam
mendidik watak murid. Guru harus menjadi suri tauladan
karena peserta didik bersifat suka meniru.
Adapun karakteristik guru adalah pelengkap dari syarat menjadi
seoran guru. Karakteristik / sifat dapat juga dikatakan syarat minimal
yang harus dipenuhi oleh pendidik. Al-abrasyi menyebutkan bahwa
pendidik dalam islam sebaiknya memiliki sifat pendidik sebagai berikut:
Zuhud, bersih tubuhnya, bersih jiwanya tidak riya’, tidak memendam
rasa dendam dan iri hati, tidak menyenangi permusuhan, ikhlas dalam
melaksanakan tugas, sesuai perbuatan dengan perkataan, tidak malu
mengakui ketidak tahuan, bijaksana, tegas dalam perkataan dan
perbuatan tetapi tidak kasar, rendah hati, lemah lembut, pemaaf, sabar,
berkepribadian,tidak merasa rendah diri, bersifat kebapakan atau
keibuan, mdanengetahui karakter murid.
B. Hakikat Anak Didik Tehadap Pendidik
1. Makna Peserta Didik
Peserta didik dalam pendidikan Islam selalu terkait dengan
pandangan Islam tentang hakikat manusia. Secara substantif, manusia
memiliki dua dimensi, lahir (jasmaniah) dan batin (ruhaniah). Keduanya
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kedua dimensi
manusia tersebut didesain oleh Allah sebaik-baik model dan berpotensi
tinggi untuk dikembangkan. potensi yang dimiliki manusia bersifat
educable; dapat dan harus dididik agar berkembang aktual. Jika semua
potensi itu dididik dengan baik maka akan memungkinkan manusia
mencapai tingkat kemampuan yang luar biasa. Sebaliknya, jika dibiarkan
tanpa arah, manusia akan terbelakang.
Dari hal tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa peserta didik
merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan
orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkan serta
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Potensi yang dimilki tidak
akan tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa bimbingan pendidik.
Karena itu, pendidik perlu pemahaman secara konkrit tentang peserta
didik. Untuk itu, perlu diperjelas beberapa diskripsi tentang hakikat
peserta didik serta implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:
a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki
dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar
perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak
disamakan engan pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek
metode mengajar, materi yang diajarkan,sumber bahan yang
digunakan, dan lain sebagainya.
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi
priodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini
cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas pendidikan Islam
diesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada
umumnya dilalui oleh peserta didik. Hal ini sangat beralasan,
karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor
usiadan periode perkembangan atau pertmbuhan potensi yang
dimilikinya.
c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang
menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang
harusdipenuhi. Diantara kebutuhan berikut adalah kebutuhan
biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan
sebagainya. Kesemua itu penting dipahami oleh pendidik agar
tugasnya dapat dilakukan dengan baik.
d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan
individual, baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun
lingkungan di mana ia berada. Hal ini perlu dipahami karena
menyangkut bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan
pendidik dalam menghadapi ragam sikap dan perbedaan tersebut
dalam suasana yang dinamis, tanpa harus mengorbankan
kepentingan salah satu pihak atau kelompok.
e. Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu
jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya pisik yang
menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui
proses pendidikan. Sementara unsur rohaniah memiliki dua daya,
yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal,
maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah
daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk
mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan
akhlak dan ibadah. Konsep ini bermakna bahwa suatu prosees
pendidikan Islam hendaknya dilakukan dengan memandang
peserta didik secara utuh. Singkatnya, pendidikan Islam tidak
hanya tidak hanya mengutamakan pendidikan salah satu aspek
saja, melainkan kedua aspek secara integral dan harmonis.
f. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang
dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Disini
tugas pendidik adalah membantu mengembangkan dan
mengarahkan perkembangan tersebut sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diinginkan, tanpa melepas tugas
kemanusiaannya.
1
Ajib Rosidi, M. Natsir Sebuah Biografi, (Jakarta. PT Gimukti Pasaka 1990), hlm.
180
menyenangkan telah tercipta, maka peserta didik akan lebih
semangat dalam menerima pelajaran.2
Adanya rasa kasih sayang dari pendidik kepada peserta didik
tentunya bukanlah sesuatu yang aneh terutama dalam pendidikan
Islam, sebab para pakar pendidikan Islam sebelumnyapun selalu
mewanti-wanti terhadap seseorang yang akan bertugas sebagai
pendidik. Ibn Qayyim umpamanya sangat ketat dalam
mensyaratkan dan memilih seseorang yang akan mengemban tugas
sebagai murabbi, ia harus memiliki persyaratan berikut :
a. Kasih sayang kepada yang kecil dan selalu menghibur
mereka, menganggap mereka sebagai anaknya dan
menjadikan dirinya sebagai bapaknya.
b. Merealisasikan wasiat Rasul SAW mengenai perintah
agar selalu memeperhatikan anak didiknya.
c. Peran dan tugas seorang murabbiy tidak hanya terbatas
pada mentransfer ilmu kepada anak didiknya dan tidak
pula merasa cukup hanya dengan mengembangkan sisi
ilmiah belaka dengan memberikan teori-teori keilmuan,
tetapi di samping tugas yang demikian, dia juga
bertanggung jawab untuk mengawasi amaliah anak
didiknya dan akhlak mereka di majlis ilmunya.
d. Kasih sayang dan kelembutan seorang murabbiy kepada
anak didiknya, namun tidak berarti menghalanginya
untuk memberi hukuman kepada mereka jika memang
hukuman itu diperlukan.3
D. Landasan Al Quran Tentang Hubungan Pendidik dan Anak Didik
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab
untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif
2
Seto Mulyadi, dalam " Guru harus bias menyenangkan murid" Harian Haluan,
(Padang),
3
30 Mei 2009, hlm. 13.
Hasan bin 'Ali al-Hijãziy, Manhaj Tarbiyah Ibn Qayyim, terj. Muzaidi Hasbullah,
(Jakarta : Pustaka Alkautsar, 2001), hlm. 304-307
pendidikan Islam adalah orang- orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif, kognitif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa pendidik
dalam perseptif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab
terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar
mencapai tingkat kedewasaan sehingga mampu menunaikan tugas - tugas
kemanusiaannya (baik sebagai khalifahfial- ardi maupun ‘abd) sesuai dengan
nilai- nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan
hanya terbatas pada orang- orang yang bertugas di sekolah tetapi semua yang
terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak alam kandungan sehingga
ia dewas, bahkan sampai meninggal dunia.
Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling
bertanggungjawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
adalah kedua orang tua. Islam memerintahkan kedua orang tua untuk
mendidik diri dan keluarganya, teruma anak- anaknya, agar merek terhindar
dari azab yang pedih. Firman Allah dalam Al-Qur’an artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.4
Dalam konteks pendidikan Islam, pendiddik disebut dengan murabbi,
muallim, muaddib. Kata murabbi bersal dari bahas rabba, yurabbi. Kata
muallimisimfail dari allama, yuallimu sebagiman ditemukan dalam Al-
Qur’an (Q.S. Al Baqarah 2 : 31), sedangakan kata muaddib, berasal dari
addaba, yuaddibu, seperti sabda rasul: “Allah mendidikku, maka ia
memberikan kepadaku sebaik-baik pendiidikan”.5
4
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakatra; Ciputat Pers, 2002), hlm. 41
-42 5 Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar
mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
13
Kata atau istilah “murabbi” misalnya, sering dijumpai dalam kalimat
yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat
jasmani dan rohani,, pemeliharaan ini terlihat dalam proses orang tua
membesarkan anak. Sedangkan istilah “mu’allim, pada umumnya dipakai
dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau
pemidahan ilmu pengetahuan, dari seorang yang tahu kepada orang yang
tidak tahu. Adapun istilah muaddib, menurut al- Attas, lebih luas dari istilah
muallim dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.6
Di dalam Undang- Undang Sostem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 dibedakan antara pendidik dengan tenaga pendidikan. Tenaga
kependidikan adalah anggota msyarakat yang megabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualitas sebagi guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widya iswara, tutor, istruktur, fasilitator, dan sebutan lainnya yang
sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan
pendidikan.7
E. Potensi dan Sikap Anak Didik dalam Pembelajaran
Dalam fitrah terkandung beberapa komponen potensial yang siap
dikembangkan, yaitu :
1. Kemampuan dasar untuk beragama Islam seperti yang digambarkan
dalam Al- Quran dialog antara janin dan Tuhan ketika janin masih
berada di dalam rahim seorang ibu, di mana Allah menanyakan
14
“alasTu bi Robbikum?” Janin menjawabnya dengan “Balaa,
syahidna.”
2. Mawahib (bakat) yang memuat kemampuan dasar yang lebih
dominan dibandingkan dengan yang dimiliki orang lain, dan
“Qabliyyat” (tendensi atau kecendrungan) yang mengacu kepada
keimanan kepada Allah.
3. Naluri dan kewahyuan (revilation).
4. Kemampuan dasar untuk beragama secara umum.
5. Dalam fitrah terdapat komponen psikologis apapun, yaitu bakat,
instink atau gharizah, nafsu dan dorongan-dorongannya, karakter
atau watak tabi`at manusia, hereditas atau keturunan, serta intuisi
atau ilham.
Ada enam potensi dasar yang dimiliki anak yang baru dilahirkan yang
tercakup dalam konsep fitrah, yaitu:
1. Bakat dan kecerdasan
2. Hereditas (keturunan)
3. Nafsu (drivers)
4. Karakter (watak asli)
5. Intuisi (ilham)
6. Instink (naluri).
Seorang anak yang dilahirkan telah memiliki bekal bakat dan
kecerdasan yang akan memberikan peluang bagi anak tersebut untuk
berhasil dalam kehidupannya sesuai dengan bakat dan kemampuan yang
ia miliki.8
Adapun sikap yang harus dimiliki oleh seorang peserta didik dalam
proses pembelajaran yaitu:
1. Religius : sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
8
Hartono, Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam,
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 1 Januari-Juni 2014
2. Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
9. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
10. Cinta Tanah Air : Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rosidi, Ajib dan M. Natsir. 1990. Sebuah Biografi. Jakarta. PT Gimukti Pasaka
Mulyadi, Seto. 2009. Guru harus bias menyenangkan murid. Harian Haluan,
Padang
Hasan bin 'Ali al-Hijãziy. 2001. Manhaj Tarbiyah Ibn Qayyim terjemah Muzaidi
Hasbullah. Jakarta : Pustaka Alkautsar
MAKALAH
Disusun Oleh:
TFIS 3A
1. Ummu Habibahtus Sholihah (12211183025)
2. Isna Putri Yitna Mahsuna (12211183028)
3. Muchammad Faiz Agam (12211183046)
SEPTEMBER 2019
Kata Pengantar
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa
atas berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di
dalamnya. Makalah ini membahas mengenai “PROSES DAN SOSIALISASI
NILAI PENDIDIKAN ISLAM ”
Penulis
i
Daftar Isi
Daftar isi........................................................................................................... ii
Bab II Pembahasan........................................................................................... 3
A. Proses dan Sosialisasi ........................................................................ 3
B. Nilai Pendidikan Islam....................................................................... 4
C. Proses dan Sosialisasi Nilai Pendidikan Pslam.................................. 7
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
https://ceritakuaja.wordpress.com/2016/06/29/makalah-filsafat-pendidikan-islam/
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan proses dan sosialisasi?
2. Bagaimana nilai pendidikan islam?
3. Bagaimana proses dan sosialisasi nilai pendidikan islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan proses dan sosialisasi
2. Mengetahui nilai pendidikan islam
3. Mengetahui proses dan sosisalisasi nilai pendidikan islam
BAB II
PEMBAHASA
3
http://www.pengertianku.net/2016/07/pengertian-sosialisasi-dan-contohnya.html
4
Efendi, Pendidikan Islam Transformatif ala KH. Abdurrahman Wahid
https://books.google.co.id/books?id=xodfDQAAQBAJ&pg=PA171&dq=nilai+pendidikan+islam&hl
=id&sa=X&ved=0ahUKEwi7u9bAvtTkAhWJiHAKHSawAv4Q6AEIOjAD#v=onepage&q=nilai%20pen
didikan%20islam&f=false
5
Mustangin buchory. Nilai – Nilai Pendidikan Islam
http://mustanginbuchory89.blogspot.com/2015/06/nilai-nilai-pendidikan-islam.html
1. Nilai illahiyah (nash) nilai yang lahir dari keyakinan (belief) beberapa
petunjuk dari supranatural atau tuhan6 dibagi menjadi tiga hal yaitu :
1) Nilai keimanan (aqidah/ tauhid)
2) Nilai ubudiyah
3) Nilai muamalah
2. Nilai insaniyah (produk budaya yakni nilai uang lahir dari kebudayaan
masyarakat baik secara individu maupun kelompok)7 dibagi menjadi tiga
hal yaitu :
1) Nilai etika
2) Nilai sosial
3) Nilai estetika
Dalam pendekatan filsafat pendidikan Islam, ajaran Islam adalah
sebuah sistem nilai. Diyakini kebenarannya, serta didalamnya terkandung
pedoman bersikap dan berperilaku yang tersusun yang tersusun secara
sempurna dan lengkap. Sumber ajarannya adalah Al Quran dan
realisasinya terangkum al-akhlak al-karimah (akhlak yang mulia).
Semuanya ini telah dilaksanakan secara sempurna oleh Rasul Allah Saw.
Yang oleh Allah dinyatakan sebagai sosok teladan paling baik dan paling
sempurna bagi kaum Muslimin. Dengan demikian, sistem nilai yang
dimaksudkan oleh filsafat pendidikan islam identik dengan sistem nilai
islam sebagai agama.8
Bagi umat Islam agama adalah dasar (pondasi) utama dari
keharusan berlangsungnya pendidikan karena ajaran-ajaran Islam yang
bersifat universal mengandung aturan-aturan yang mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia baik yang bersifat ubudiyyah (mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya), maupun yang bersifat muamalah (mengatur
6
Mansur isna, Diskursus Pendidikan islam.(Yogyakarta :Global Pustaka Utama.2001).Hlm.98
7
Mansur isna, Diskursus Pendidikan Islam edisi 1. (Yogyakarta: Global Pustaka
Utama.2001).Hlm.99
8
Jalaluddin, Filsafat pendidikan islam dari zaman ke zaman. (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.2017).Hlm.112
hubungan manusia dengan sesamanya) (Zuhairini, 1993:153)9. Dasar
pendidikan islam adalah dasar yang menjadi acuan pendidikan islam.
Hendaknya merupakan sumber kebenaran dan kekuatan yang dapat
menghantarkan peserta didik menuju ke arah pendidikan yang senantiasa
diridhoi Allah SWT. Adapun dasar – dasar pendidikan islam adalah
1. Al – Qur’an
Al – qur’an merupakan sumber ajaram agama islam yang paling
utama. Al – qur’an sebagai landasasan nilai – nilai dasar pendidikan
islam. Al – qur’an dapat dijadikan landasan kebenarannya dapat
dinalar oleh manusia dan dapat dibuktukan dalam sejarah pengalaman
manusia. Sebagai pedoman tidak ada keraguan di dalamnya.
“Bacalah dengan (menyebut) Nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmu lah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (Q.S. al-Alaq: 1-5).
Ayat tersebut merupakan perintah kepada manusia untuk belajar
dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuannya
termasuk didalam mempelajari, menggali, dan mengamalkan ajaran-
ajaran yang ada al-Qur’an itu sendiri yang mengandung aspek-aspek
kehidupan manusia. Dengan demikian al-Qur’an merupakan dasar
yang utama dalam pendidikan Islam.
2. As sunah
Setelah Al – qur’an maka yang menjadi dasar pendidikan islam
adalag as sunah yang merupakan perkataan ataupun perbuatan serta
ketetapan rasulullah. Sunnah sama halnya dengan al – qur’an berisi
tentang syari’ah, mu’amalah dan apapun yang menjadi pedoman
hidup manusia menuju jalan yang benar.
9
Muchlisin Riadi. Pengertian dasar tujuan pendidikan islam.2014
https://www.kajianpustaka.com/2014/04/pengertian-dasar-tujuan-pendidikan-islam.html
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta
mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal
untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu, tujuan dapat
membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa
yang dicitacitakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberikan
penilaian atau evaluasi pada ussha-usaha pendidikan 10. Secara umum
tujuan pendidikan Islam yaitu mendidik individu mukmin agar
tunduk, bertaqwa,dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga
memperoleh kebahagiaan didunia dan di akhirat11. Sedangkan tujuan
khusus pendidikan Islam adalah :
10
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: al-Ma‟arif, 1989), Hlm. 45.
11
Hery Noer aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000),
Hlm. 142-143.
12
Abd.Aziz, Filsafat Pendidikan Islam,(Surabaya:eLKAF, 2006),hlm.129
Memiliki anak dengan sifat baik akan terwujud jika kita
memahami lingkungan tempatnya tinggal. Karena setiap pendidikan harus
mempelajari keadaan, perkembangan, kegiatan masyarakat. Masyarakat
memiliki ciri perubahan yang cepat akibatberkembangnya ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalan teknologi yang tidak dapat diramalkan.
Produksi mobil yang menimbulkan masalah seperi keamanan lalu lintas,
kecelakaan, kejahatan, dan sebagainya yang banyak merepotkan dan kita
tidak sanggup mengatasinya pada waktunya.
Perubahan-perubahan yang hebat dan cepat dalam masyarakat
memberikan tugas yang lebih luas dan lebih berat kepada lembaga
pendidikan/sekolah.
Anak-anak yang kini muulai masuk SD akan menghadapi dunia
yang sangat berbeda dengan masyarakat 15 atau 20 tahun yang lalu.
Segala sesuatu cepat mudah menjadi usang, karena cepatnya segala
sesuatu berubah. Sehingga agar kita tidak menjadi masyarakat yang
terbelakang maka kita harus menyesuaikan diri dengan dengan
perkembangan masyarakat.13
Perkembangan itu antara lain menyebabkan lenyapnya jenis
pekerjaan tertentu dan timbulnya berbagai macam pekerjaan lain. Pekerja
kasar semakin lama semakin berkurang, sedangkan pekerjaan baru
memerlukan pendidikan yang semakin tinggi.
Kemajuan teknologi memperbesar kebergantungannya manusia
dengan manusia lain. Masyarakat kota menjadi konsumtif sebab semua
kebutuhan sehari-harinya diperoleh dengan jasa orang lain. Maka dari itu
perlu adanya pendidikan yang mendidik unntuk selalu menghargai jasa
orang lain. Negara juga semakin bergantung kepada negara lain. Maka
sangat penting mendidik anak-anak dengan berhubungan dengan manusia
agar tidak menimbulkan kekacauan.
Peranan keluarga juga berubah bila dibandingkan dengan dahulu.
Keluarga masih lembaga yang paling berpengaruh terhadap
13
Harun Nasution, Flasafah Agama,(Jakarka: Bulan Bintang, 1973), hlm.81
berkembangnya pribadi anak. Keluarga sudah banyak melepas fungsi
seperti rekreasi yang dahulu berpusat pada kepada keluarga kini sudah
berpindah ke bioskop, pusat olah raga, lapangan, dan lain sebagainnya.
Anak tidak lagi mempelajari pekerjaan anaknya, seorang gadis tidak lagi
belajar menjahit pada ibunya ia mengikuti kursus.
Kesimpulannya adalah masyarakat selalu berubah, jika kita melihat
masyarakat yang dulu dengan sekarang berbeda jauh mengenahi ilmu
pengetahuan dan teknologi. Teknologi ialah sumber yang sangat
berpengaruh untuk mempercepat perubahan. Dengan adanya perubahan
yang sangat cepat ini dapat menimbulkan perubahan cara hidup dan pola
pikir pikir masyarakat.
Pendidikan tidak menutup kemungkinan bahwa teknologi akan
menimbulkan suatu masalah-masalah internasinal seperti polusi eksploitasi
penduduk perdamaian dunia. Pendidikan hendaknya turut serta
memberikan sumbangan kearah tercapainya dunia yang bahagia dan aman
bagi seluruh umat manusia. Bila diterima sebagai prinsip bahwa
pendidikan hanya untuk kehidupan masyarakat, maka pendidikan harus
memeprsiapkan anak-anak untuk masyarakat pula. Maka pendidikan harus
menyesuaikan dengan gerak-gerik dan perubahan-perubahan masyarakat
tersebut. Isi pendidikan harus senantiasa dapat berubah sesuai dengan
perubahan masyarakat itu.14
Dengan teknik pendidikan yang fleksibel, pendidikan ini cukup
elastis sehingga senantiasa terbuka utntuk memebrikan materi/bahan
pelajaran yang penting dan perlu bagi murid-murid pada saat dan tempat
tertentu. Lembaga-lembaga pendidikan dapat memberikan fungsional,
sehingga anak-anak benar-benar dipersiapkan untuk menghadapi masalah-
masalah di masyarakat tempat dia hidup agar menjadi manusia yang
beguna bagi nusa dan bangsa serta umat manusia pada umumnya.
14
Abd.Aziz. Filsafat Pendidikan Islam (Surabaya:eLKAF.2006). hlm.132
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Buku :
Hery Noer aly dan Munzier S 2000, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska
Agung insani, hlm. 142-143.
Internat :
https://ceritakuaja.wordpress.com/2016/06/29/makalah-filsafat-pendidikan-
islam/diakses pada tgl 16 Sep. 19 pukul 20.22 WIB
http://teori-ilmupemerintahan.blogspot.com/2011/03/pengertian-
proses.htmldiakses pada tgl 16 Sep. 19 pukul 20.22 WIB
http://www.pengertianku.net/2016/07/pengertian-sosialisasi-dan-contohnya.html
diakses pada tgl 16 Sep. 19 pukul 22.37 WIB
Muchlisin Riadi 2014. Pengertian dasar tujuan pendidikan islam. Diakses dari
https://www.kajianpustaka.com/2014/04/pengertian-dasar-tujuan-
pendidikan-islam.html pada 26 september 2019 pukul 07.45 WIB