Anda di halaman 1dari 16

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN

Makalah Ini Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Ulumul Hadits

Dosen Pengampu : Nur Alfi Khotamin, M.H.I

Disusun Oleh:

Septia Novita 221130056

Zevi Lusiana 221230063

Progam Studi Perbankan Syari’ah

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

UNIVERSITAS MA’ARIF LAMPUNG

2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi nikmat, rahmat serta
hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Kedudukan dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an dengan tepat waktu. Makalah
ini merupakan salah satu tugas mata kuliah di progam studi Perbankan Syari’ah
Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam Universitas Ma’arif Lampung pada
semester Dua. Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Nur Alfi Khotamin, M.H.I
selaku dosen pembimbing Mata kuliah Ulumul Hadits dan kepada segenap pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada
banyak kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum. Wr.Wb.

Metro, 05 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3

A. Kedudukan Hadist dalam Islam.................................................................3


B. Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an.............................................................8
BAB III PENUTUP..............................................................................................12

A..Kesimpulan................................................................................................12
B..Saran..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................13

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan firman Allah swt., yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw., Sebagai pedoman bagi manusia dalam menata
kehidupannya, agar memproleh kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.
Konsep-konsep yang dibawa Alquran selalu relevan dengan problem yang
dihadapi manusia, karena ia turun untuk berdialog dengan setiap umat yang
ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problem tersebut,
kapan dan di manapun mereka berada.
Sebagai sumber utama ajaran Islam, Alquran dalam membicarakan
suatu masalah sangat unik, tidak tersusun secara sistematis sebagaimana
buku-buku ilmiah yang dikarang manusia. Alquran jarang sekali
membicarakan suatu masalah secara rinci, kecuali menyangkut masalah
akidah, pidana dan beberapa masalah tentang hukum keluarga. Umumnya
Alquran lebih banyak mengungkapkan suatu persoalan secara global, parsial
dan sering kali menampilkan suatu masalah dalam prinsip-prinsip dasar dan
garis besar.
Interrelasi teks atau ayat Alquran dengan elemen ajaran lain, semisal
teks Hadis penting dimaknai karena Rasulullah saw., memang mempunyai
fungsi penjelas terhadap seluruh proses pemaknaan Alquran secara
keseluruhan. Ketika persoalan kemanusiaan muncul, Alquran datang
memberikan respons. Ketika respons Alquran kurang jelas maksudnya di
mata umat, Nabi saw., langsung memberikan penjelasan. Secara fungsional,
baik Alquran maupun Hadis bukan saja memiliki posisi sentral dalam
pembentukan syariat, tetapi lebih dari itu kedua mempunyai hubungan
interelasi yang saling melengkapi dalam membangun aturan hidup sebagai
acuan Mukallaf.
Hadis secara hirarki merupakan sumber ajaran kedua setelah Alquran,
namun tidak serta merta teks Hadis dapat ditempatkan di posisi inferior.

iv
Sebab kenyataannya Alquran sendiri sangat membutuhkan interpretasi dan
penjelasan Hadis. dengan demikian terjadi hubungan interrelasi cukup kuat
antara Alquran dan Hadis dalamp proses pembentukan perangkat aturan dan
garis-garis panduan bagi kehidupan umat manusia. Berdasarkan pernyataan
diatas maka penulis akan memberikan penjelasan tentang kedudukan dan
fungsi hadist terhadap Alqur’an.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Kedudukan Hadist dalam Islam?
2. Apa saja Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an?

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadist dalam Islam


Allah menetapkan untuk memfungsikan Rasul bukan sekedar
membacakan kitab-Nya kepada umat, tetapi juga menerangkan isinya dan
memberi contoh pengamalannya di dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu
sesudah Alquran, kaum Muslim mayoritas menerima Sunah Rasul (jalan atau
tradisi Rasul) sebagai pedoman hidup. Sunah pada dasarnya sama dengan
Hadis, namun dapat dibedakan dalam pemaknaannya, seperti yang
diungkapkan oleh M. M. Azami bahwa sunah berarti model kehidupan Nabi
saw., sedangkan Hadis adalah periwayatan dari model kehidupan Nabi saw.,
tersebut.1
Dalam pengertian ahli hadis. Hadis adalah semua yang diwariskan
oleh Nabi saw., berupa perkataan, perbuatan, taqrir (pengakuan), atau sifat;
baik sifat fisikal maupun moral, ataupun sirah baik sebelum menjadi Nabi
atau sesudahnya. Pengertian ini dapat dijadikan acuan, bahwa demikianlah
pemahaman mayoritas ahli hadis dalam memaknai kata “Hadis” dalam
dimensi terminologisnya. Pemaknaan ini sesungguhnya didasari pada
kenyataan sejarah. Pada masa awal pembukuan resmi Hadis, semua yang
tercakup dalam pengertian diatas memang begitulah adanya di lapangan.
Maksudnya pada masa itu kitab hadis tidak hanya memuat hadis Nabi
melainkan juga hadis yang bersumber dari sahabat dan tabi’in. Dan sejarah
Rasulullah (sirah) pun digolongkan ke dalam pengertian Hadis.2
Dengan demikian, ulama Hadis memandang Hadis dan sunah
mengandung makna yang sama, yaitu segala sesuatu yang lahir dari Nabi
saw. Sementara ulama uṣṵl fikih membedakan antara keduanya. Menurut
mereka Hadis adalah segala peristiwa yang disandarkan kepada Nabi saw.,

1
M. Agus Solahuddin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia 2009), hal:
19
2
Daniel Juned, Ilmu Hadis, Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis ( Jakarta:
Erlangga, 2010), hal: 75-76.

vi
meskipun hanya sekali terjadi. Sementara sunah adalah nama bagi amal yang
mutawatir, atau cara Rasul melakukan sesuatu ibadah yang diriwayatkan
dengan jalan amal yang mutawatir pula. Karena, hal itu diketahui secara
mutawatir, maka menjadi praktek mapan umat Islam. Dengan demikian,
jelaslah menurut pendapat ini, sunah mempunyai arti yang sempit. Sunah
adalah praktek keagamaan yang bersumber dari Rasul yang kemudian diikuti
oleh sahabat dan generasi demi generasi selanjutnya hingga sampai kepada
masa sekarang dengan jalan periwayatan yang mutawatir.
Perlu diingat, sekalipun ada diantara ulama yang membedakan antara
Hadis dengan sunah, namun perbedaan itu tidak mutlak diikuti sebab, hal
tersebut terjadi hanyalah dikalangan ulama mutaqaddimin (ulama terdahulu).
Sementara itu, bagi ulama mutaakhirin (belakangan), sebagaimana yang
dijelaskan oleh subhi as-Salih, Hadis dan sunah merupakan dua istilah yang
mempunyai makna yang identik dan sama. Dalam pemakaiaannya kedua
istilah ini jarang dibedakan.
Adapun mengenai sandaran seluruh hadis Rasulullah yang berisi
risalah adalah wahyu dan ijtihad di bawah bimbingan wahyu. Berdasarkan
kenyataan ini, ijtihad Rasulullah pada sisi substansinya, dalam pandangan ad-
Dahlawi, mengandung kebenaran wahyu. Sebab, Allah telah mengajarkannya
al-hikmah berupa tujuan-tujuan agama dan kaidah-kaidah penetapan hukum
dalam rangkaian penjabaran aturan dan tuntunan Allah dalam wahyu
Alquran.
Perlu digaris bawahi bahwa wahyu Alquran adalah ayat-ayat Alquran
atau teks Alquran, sementara nilai-nilai yang ditarik dari sana adalah al-
hikmah. Ini memberi makna bahwa antara Alquran atau al-Kitab dan al-
hikmah dapat dibedakan. Melalui al-hikmah yang didapatkan Rasulullah dari
ayat-ayat dimaksud, misalnya, beliau mampu menjabarkan nilai-nilai ke
dalam aksi dan ucapan; dan inilah yang kemudian mengkristal menjadi sunah
atau Hadis.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Hadis merupakan dalil atau hujah
dan sumber ajaran Islam dan wajib bagi umat Islam mengikutinya. Meskipun

vii
dalam menempatkan kedudukan Hadis tersebut ulama berbeda pendapat.
Dalam menjelaskan kebenaran Hadis sebagai hujah atau dalil dan sumber
ajaran Islam, para ulama Hadis mengemukakan beberapa argumentasi dasar.
1. Dalil Alqur’an
Di dalam Alquran dijelaskan bahwa Nabi Muhammad memiliki peran
sangat penting dalam kaitan dengan agama.
Pertama, Nabi diberi tugas untuk menjelaskan Alquran sebagaimana
firman Allah dalam surah an-nahl (16) ayat 44 :
َ‫اس َما نُ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُون‬ َ ‫َوَأن َز ْلنَٓا ِإلَ ْي‬
ِ َّ‫ك ٱل ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬

“... dan kami turunkan kepadamu Alquran agar kamu menerangkan


kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.” 3
Kedua, Nabi sebagai suri tauladan yang wajib diikuti oleh umat islam.
Allah berfirman pada surah al-Ahzab (33) ayat 21:
۟ ‫لَّقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َرسُو ِل ٱهَّلل ِ ُأس َْوةٌ َح َسنَةٌ لِّمن َكانَ يَرْ ج‬
ِ ‫م ٱلْ َء‬rَ ْ‫ُوا ٱهَّلل َ َو ْٱليَو‬
‫اخ َر‬ َ

‫َو َذ َك َر ٱهَّلل َ َكثِيرًا‬

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan (uswatun


hasanah) yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat
Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama
Allah.”4
Ketiga, Nabi wajib ditaati oleh segenap umat Islam sebagaimana
dijelaskan pada surah al-Anfal (8) ayat 20:
۟ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامنُ ٓو ۟ا َأ ِطيع‬
َ‫ُوا ٱهَّلل َ َو َرسُولَهۥُ َواَل تَ َولَّوْ ۟ا َع ْنهُ َوَأنتُ ْم تَ ْس َمعُون‬ َ

“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan
janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar
(perintah-perintah-Nya).”
3
Aan Supian. 2014. “Ulumul Hadis”.PT. Penerbit IPB Press, Kampus IPB Taman
Kencana, Bogor. Hal 27
4
Aan Supian“Ulumul Hadis... hal 28

viii
Selain ayat di atas, masih banyak lagi ayat-ayat sejenis yang
menjelaskan tentang ketatan kepada Allah dan Rasul-Nya, seperti surah
alMaidah: 92 an-Nisa‟: 59 al-Hasyr: 7 an-Nur: 54 dan lainnya. Ayat-ayat
tersebut menunjukkan bahwa ketaatan kepada Allah. Demikian halnya
ancaman atau peringatan bagi yang durhaka; ancaman Allah sering
disejajarkan dengan ancaman karena durhaka kepada Rasul-Nya.
Ketaatan kepada Rasulullah hanya dapat diwujudkan melalui ketaatan
terhadap segala yang dibawanya yaitu ajaran-ajaran Islam yang terdapat
dalam Alquran dan Hadis. Dengan demikian, ketaatan kepada ketentuan
ketentuan Hadis merupakan suatu keniscayaan.
2. Dalil Hadist
Kehujahan Hadis dapat diketahui pula melalui pernyataan Rasulullah
sendiri melalui Hadis-hadisnya. Banyak Hadis yang menggambarkan
tentang perlunya taat kepada Nabi Muhammad. Diantaranya pesan tentang
keharusan menjadikan Hadis sebagai pedoman hidup di samping Alquran
agar manusia tidak tersesat. Nabi bersabda 5:
‫َاب هللاِ َو ُسنَّةَ َرسُوْ لِ ِه‬ ِ َ‫م َأ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬rْ ‫ت فِ ْي ُك‬
َ ‫ ِكت‬: ‫ َما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما‬r‫ضلُّوْ ا‬ ُ ‫ت ََر ْك‬
“ Telah Aku tinggalkan pada diri kamu sekalian dua perkara hingga
kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh dengannya. yaitu kitab
Allah (Al-Quran) dan sunah Rasul-Nya” (HR. Malik dan Hakim).
Hadist ini dengan tegas menyatakan bahwa Alquran dan sunah Nabi
merupakan pedoman hidup yang dapat menuntun manusia menjalani
kehidupan yang lurus dan benar, bukan jalan yang salah dan sesat.
Keduanya merupakan peninggalan Rasulullah yang diperuntukkan bagi
umat Islam agar mempedomaninya.
“Hendaklah kalian berpegang dengan sunnahkuu, sunah para khalifah
yang luruh dan mendapat petunjuk, berpegang teguhnlah denganya dan
gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru
(dalam urusan agama), sebab setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan
setiap bid’ah adalah sesat” (Hr. Abu Dawud dari ‘Irbadh bin Sariyah)
5
Aan Supian“Ulumul Hadis... hal 28

ix
Dari dua Hadis di atas, ditemukan bahwa Rasul dengan tegas
menjadikan sunah sebagai dasar hukum yang harus diikuti.
3. Dalil Ijma Ulama
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat bahwa apa-apa yang
berasal dari Rasulullah, baik perkataan, perbuatan dan takrirnya dijadikan
sebagai landasanuntuk menjalankan agama. Tidak seorang pun diantara
mereka menolak tentang kewajiban untuk menaati apa-apa yang datang
dari Rasulullah. Kewajiban untuk menaati sunah rasul dikuatkan oleh
dalil-dalil yang bersuber dari Al-Qur’an dan Hadist. Kesepakatan para
sahabat selanjutnya diikuti oleh para tabi’in, tabi’in dan generasi
berikutnya hingga sampai saat ini.6
4. Dalil Akal (Rasio)
Kehujahan Hadis dapat diketahui melalui argumentasi rasional dan
teologis sekaligus. Beriman kepada Rasul merupakan salah satu rukun
iman yang harus diyakini oleh setiap Muslim. Keimanan ini diperintahkan
oleh Allah dalam Alquran agar manusia menaati Nabi saw.
Apabila tidak menerima Hadis sebagai hujah, maka sama halnya tidak
beriman kepada Rasul. Apabila tidak beriman kepada Rasul maka ia kafir
karena tidak memenuhi salah satu dari enam rukun iman. Sama halnya
apabila diantara kita tidak mungkin bisa mendirikan sholat tanpa
berpedoman pada hadist karena dalam Al-Qur’an hanya ditemukan
perintah sholat, perintah rukuk dan sujud secara mejmal tanpa disertai
penjelasan teknis bagaimana cara melaksanakanya, berapa rakaat untuk
pelaksanaan sholat zuhur, apa yang dibca didalamnya dan sebagainya.
Begitu pula Al-Qur’an tidak menerangkan syarat dan rukun untuk sholat,
puasa dan praktik ibdah lainya kecuali perintah belaka.7
Oleh karena itu, para sahabat senantiasa kembali kepada rasul Allah
untuk mencari tahu mengenai hal-hal yang tercantum dalam Al-Qur’an
tetapi sulit dipahami. Apalagi ketika menjumpai beberapa peristiwa yang

6
Aan Supian“Ulumul Hadis... hal 29
7
Aan Supian“Ulumul Hadis... hal 30

x
tidak didapati dal teks (nash) Al-Qur’an, kecuali hanya melalui ketetapan
(taqrir) dari nabi.
Hal ini tidak mengandung maksud untuk mengecilkan atau
merendahkan posisi Al-Qur’an, tetapi justru menjadikanya sebagai wahyu
yang berstatus sebagai sumber ajaran islam yang pertama dan utama.8
B. Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an
1. Sebagai Bayanul Taqrir
Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu memperkuat
keterangan dari ayat-ayat Al-Qur'an, dimana hadits menjelaskan secara
rinci apa yang telah dijelaskan oleh Al-Qur'an, seperti hadits tentang
sholat, zakat, puasa dan haji, merupakan penjelasan dari ayat sholat, ayat
zakat, ayat puasa dan ayat haji yang tertulis dalam Al-Qur'an. 9 Bayan ini
disebut juga bayan muwảfiq atau bayan ta‟kid dan bayan iṣbat.
Hadist juga berfungsi sebagi penguat hukum-hukum yang ada di
dalam Al-Qur’an. Suatu ketetapan hukum tentang suatu masalah yang
memiliki dua sumber atau argumentas, yakni dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Selain itu sunah dalam konteks ini melengkapi sebagian caban-cabang
hukum yang berasal dari Al-Qur’an10.
Dalam Al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang saling menguatkan
dengan sunah. Misalnya ayat Al-Qur’an tentang puasa Ramadhan. Allah
berfirman dalam QS Al-Baqarah: 15
“Bulan Ramadhan, bulan yang didalmnya diturunkan Al-Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan sebagai penjelasaan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan batil) karena itu, barang siap yang
diantara kamu melihat bulan, makahendaklah dia berpuasa pada bulan
itu”
Ayat tersebut dikuatkan oleh hadist nabi yang berbunyi : “
Berpuasalah kamu setelah melihat bulan itu dan berbukalah setelah
melihat bulan juga” (HR. Bukhari-Muslim).
8
Aan Supian“Ulumul Hadis... hal 30
9
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,(Jakarta: AMZAH, 2012)hal: 18.
10
Aan Supian“Ulumul Hadis... hal 32

xi
2. Sebagai Bayanul Tafsir
Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai tafsir Al-Qur'an. Hadits sebagai
penafsir terhadap Al-Qur'an terbagi setidaknya menjadi 3 macam fungsi,
yaitu:
a. Sebagai Tafshilul Mujmal
Dalam hal ini hadits memberikan penjelasan terperinci terhadap ayat-
ayat Al-Qur'an yang bersifat umum dalam penunjukanya, sering
dikenal dengan istilah sebagai bayanul tafshil atau bayanul tafsir.
Contoh: ayat-ayat Al-Qur'an tentang sholat, zakat, puasa dan haji
diterangkan secara garis besar saja, maka dalam hal ini hadits
merincikan tata cara mengamalkan sholat, zakat, puasa dan haji agat
umat Muhammad dapat melaksanakannya seperti yang dilaksanakan
oleh Nabi.11
b. Sebagai Takhshishul 'Amm
Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat
umum, dalam ilmu hadits sering dikenal dengan istilah bayanul
takhshish. ‘Amm dalam pengertian ini adalah suatu lafaz yang
menunjukan suatu makna yang mencakup seluruh satuan makna yang
tidak terbatas dalam jumlah tertentu12. Dengan kata lain, suatu lafaz
yang mencakup semua makna yang pantas dengan satu ucapan saja.
Seperti dalam Q. S. An-Nisa': 11:
‫لذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ اُأْل ْنثَيَ ْي ِن‬
َّ ِ‫صي ُك ُم هَّللا ُ فِي َأوْ اَل ِد ُك ْم ۖ ل‬
ِ ‫يُو‬

Artinya: "Allah mensyariatkan bagimu tentang anak-anak, yaitu:


bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak
perempuan".
Ayat ini tidak menjelaska syarat-syarat untuk dapat mewarisi
keluarga. Se;anjutnya, hal ini dijelaskan oleh hadist yang menerangkan
persyaratan khusu tentang kebiasaan saling mewarisi tersebut, antara
lain tidak berlainan agama dan tidak adanya tindakan pembunuhan

11
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis hal 19
12
Aan Supian“Ulumul Hadis... hal 31

xii
diantara mereka, Rasulullah bersabda: “Seorang pembunuh tidak
memperoleh harta waris sedikit pun dari seseorang yang dibunuh”.
(HR. An-Nasai)
c. Sebagai Bayanul Muthlaq
Hadist juga memberikan batasan (persyaratan) terhadap ayat-ayat yang
masih bersifat mutlak. Lafaz mutlaq artinya lafaz yang menunjukan
sesuatu yang masih bersifat umum (belum ada batasanya) pada suatu
jenis tertentu. Dalam Al-qur’an, banyak ayat-ayat yang berbicara
dalam kinteks mutlaq ini. Hadist dalam hal ini memberikan persyaratan
atau pembatasan terhadap sesuatu yang mutlak dalam Al-qur’an itu13.
Hukum yang ada dalam Al-Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak
umum), maka dalam hal ini hadits membatasi kemutlakan hukum
dalam Al-Qur'an. Seperti dalam Q. S. Al-Maidah: 38:
‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما‬ rُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

Artinya: "Pencuri laki-laki dan perempuan, maka potonglah tangan


mereka".
Difirmankan Allah tentang hukuman bagi pencuri adalah potong
tangan, tanpa membatasi batas tangan yang harus dipotong, maka
hadits memberi batasan batas tangan yang harus dipotong14.
3. Sebagai Bayanul Tasyri'
Dalam hal ini hadits menciptakan hukum syari'at yang belum
dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an15. Contoh untuk bagian ini yaitu
hadits Rasulullah SAW tentang zakat fitrah:
‫ ض زكاة الفطر من‬r‫فر‬:‫أن رسول هللا ص ّل هللا عليه وسلّم‬
ّ ،‫عن ابن عمر‬
‫أو أنش من‬،ّ‫أو صا عا من شعير عل ك ّل حر‬،‫رمضان عل لناس صاعا من تمر‬
‫المسامين‬

“bahwasannya Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada

13
Aan Supian“Ulumul Hadis... hal 31
14
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis hal 20-21
15
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis hal 22

xiii
umat islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk
setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”
Dengan demikian sesuai dengan Al-Qur’an, firman Allah SWT:
‫خذ من أموالهم صد قة تطهّر هم وتزكيهم‬

“apabila zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka”(Q.S. al-Taubah: 103)
Bahwasannya hadis-hadis Rasulullah SAW yang berupa tambahan
terhadap Al-Qur’an, merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati,
tidak boleh menolak atau mengingkarinya dan ini bukanlah sikap
mendahului Al-Qur’an melainkan semata-mata karena perintah-Nya.

BAB III

xiv
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Quran adalah ayat-ayat Alquran atau teks Alquran, sementara
nilai-nilai yang ditarik dari sana adalah al-hikmah. Ini memberi makna bahwa
antara Alquran atau al-Kitab dan al-hikmah dapat dibedakan. Melalui al-
hikmah yang didapatkan Rasulullah dari ayat-ayat dimaksud, misalnya, beliau
mampu menjabarkan nilai-nilai ke dalam aksi dan ucapan; dan inilah yang
kemudian mengkristal menjadi sunah atau Hadis. Dengan demikian, jelaslah
bahwa Hadis merupakan dalil atau hujah dan sumber ajaran Islam dan wajib
bagi umat Islam mengikutinya. Meskipun dalam menempatkan kedudukan
Hadis tersebut ulama berbeda pendapat. Dalam menjelaskan kebenaran Hadis
sebagai hujah atau dalil dan sumber ajaran Islam, para ulama Hadis
mengemukakan dalil yaitu Dalil Al-qur’an, Dalil Hadis, Dalil Ijma Ulama dan
Dalil Akal (Rasio).
Fungsi hadist dalam Al-Qur’an adalah sebagai Bayanul Taqrir
(penguat) yaitu memperkuat keterangan dari ayat-ayat Al-Qur'an, Sebagai
Bayanul Tafsir yang terdiri dari 3 Sebagai Tafshilul Mujmal yang
memberikan penjelasan terperinci terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat
umum dalam penunjukanya, Sebagai Takhshishul 'Amm yaitu adalah suatu
lafaz yang menunjukan suatu makna yang mencakup seluruh satuan makna
yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu, Sebagai Bayanul Muthlaq yaitu
memberikan batasan (persyaratan) terhadap ayat-ayat yang masih bersifat
mutlak, dan Sebagai Bayanul Tasyri' yaitu hadits menciptakan hukum syari'at
yang belum dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an.
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami meminta kritik yang
membangun dari para pemba

DAFTAR PUSTAKA

xv
Juned,Daniel, (2010) ,Ilmu Hadis, Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis,
Jakarta: Erlangga

Majid, Abdul (2012) Ulumul Hadis. Jakarta: AMZAH

Solahuddin, Agus, Suyadi, (2009) Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia.

Supian,Aan (2014) Ulumul Hadis. Bogor . PT. Penerbit IPB Press, Kampus IPB
Taman Kencana.

xvi

Anda mungkin juga menyukai