Kelompok 9:
Ardita Syahputri 0204231021
Annisa Humayro Zakiva 0204231009
Afwansyah Nugroho Sirait 0204231019
Aidil Habibi Nasution 0204231013
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayahnya kepada kita semua . sehingga makalah ini dapat terselasaikan
tepat pada waktunya.
Shalawat beriring salam marilah kita hadiahkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumil akhir kelak. Terimakasih
kami ucapkan kepada dosen penganmu mata kuliah wahdatul ulum, yang telah
membimbing dan memberikan kami arahan baik secara moral maupun materi.
Kami sangat berharap adanya makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
memberikan pemahaman secara integral dan nilai-nilai yang terkandun didalamnya.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini ada banyak kekurangan yang terdapat
di dalamnya. Saran dan kritik dari pembaca sangat kami butuhkan untuk memperbaiki
makalah kami. Demikian yang dapat kami sampaikan semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Kelompok 9
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Wahdatul Ulum adalah konsep dalam filsafat Islam yang mengacu pada
kesatuan pengetahuan. Konsep ini menekankan bahwa semua pengetahuan
berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT, dan bahwa tidak ada
pemisahan antara pengetahuan agama dan pengetahuan dunia. Penerapan
Wahdatul Ulum dalam penelitian mencakup pendekatan holistik yang
mengintegrasikan pengetahuan agama dan pengetahuan dunia dalam upaya
memahami fenomena yang kompleks.
1
akademik. Dengan memanfaatkan berbagai sumber pengetahuan ini, peneliti
dapat memperoleh perspektif yang lebih luas dan mendalam dalam penelitian
mereka.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Pengertian dari Wahdatul Ulum?
2. Bagamaina Penerapan Wahdatul Ulum dalam Penelitian?
3. TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Wahdatul ‘ulum berasal dari dua kalimat yaitu wahdah yang artinya satu yang
dimaksud wahdah disini berbeda dengan tauhid, wahdah merupakan kesatuan yang
kita tahu bahwa ilmu itu banyak secara manifestasi tapi hakikinya ilmu hanya satu.
Al-‘ulum adalah kata jama’ yang artinya ilmu-ilmu, bukan hanya satu ilmu
melainkan beberapa ilmu yang terdiri dari ilmu yang berbeda-beda. Ilmu
merupakan jalan terang yang memberi petunjuk dan arah karena hakikatnya ilmu
itu adalah cahaya, jadi dapat disimpulkan bahwa wahdatul 'ulum adalah kesatuan
ilmu-ilmu1.
Wahdatul Ulum adalah salah satu konsep utama dalam ilmu filsafat di
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN Sumut) yang kemudian digabung
menjadi kerangka yang lebih luas. Konsep ini menjadi motor penggerak dalam
suatu filsafat yang bertujuan untuk membuat konsep menjadi lebih nyata dan
membantu memecahkan masalah dalam masyarakat2. Pengertian Wahdah al-'Ulum
di sini identik dengan istilah Unity of Knowledge (konsep kesatuan ilmu
pengetahuan) yang dikenal di dunia Barat. Istilah Wahdah al-'Ulûm sengaja dipilih
untuk mempertegas bahwa paradigma keilmuan ini digali dari berbagai sumber
Islam dan diperkaya dengan pemikiran yang berkembang pada era posmodern
(wacana yang mempertanyakan semua kemapanan modern yang memiliki batas,
dampak dan perwujudan) ini. Konsep wahdah di sini sengaja dipilih untuk
mendekatkan dengan konsep tauhid, dari akar kata wahada (( وحدyang diartikan
1
Siti Fatimah, Strategi Wahdatul Ulum Dalam Mewujudkan Moderasi Beragama,
Jurnal Studi Sosial dan Agama(JSSA),1.1(2021),41-136
2
Fitri Randia Ningsih, Penerapan Wahdatul Ulum Dalam Masyarakat, 4.2 (2023)
3
dengan kesatuan. Sedangkan konsep al-'ulûm jamak dari al-‘ilm diartikan dengan
pengetahuan (knowledge; bukan science).
Wahdatul Ulûm yang dimaksud adalah visi, paradigma dan konsepsi keilmuan
yang berdasar pada pandangan bahwa ilmu pengetahuan yang banyak itu
merupakan satu kesatuan, di mana satu sama lain saling berkaitan. Jadi, Wahdatul
Ulum adalah suatu pandangan bahwa semua ilmu saling terkait satu sama lain.
Pandangan ini terkait dengan iman/keyakinan, bahwa semua ilmu berasal dari
Allah. Mustahil ilmu Allah yang banyak itu ada yang bertentangan antara yang satu
dengan yang lain3.
3
Parluhutan Siregar, Pengembangan Bahan Kuliah Wahdatul Ulum, UIN Sumatera
Utara, 2022 , 1-28
4
pengetahuan, mulai dari pengetahuan spiritual, agama, etika, sosial, budaya,
humaniora, sains, filsafat, sampai pada pengetahuan terapan.
5
Pertama, Pendekatan Sistem, yang memahami bahwa alam semesta ini
merupakan realitas yang memiliki tingkatan, yang disebut dengan Levels of Reality.
Maksudnya, alam raya ini terbentuk dari banyak sistem; mulai dari yang kecil dan
sederhana sampai yang besar dan serba kompleks, serta sistem-sistem itu
menempati level-level tertentu4
4
Basarab Nicolescu, Methodology of Transdiciplinarity-Levels of Reality, Logic of
the Include Middle and Complexity, in Transdisciplinary Journal of Engineering and
Science, Vol.1, (2010)
5
Checkland, Peter, Syistems Thinking, Syistems Practice (New York: Wiley, 1993) ,
h. 3
6
penelitian transdisipliner mencakup wilayah yang sangat luas dan objek-objek itu
terstruktur secara sistemik.
✓ Dalam meneliti Ilmu Hukum dan Fiqh digunakan perspektif filsafat, politik,
sosiologi, etika, dan lain-lain.
✓ Dalam penelitian Ilmu kesehatan digunakan perspektif teologis, etika, fiqh, dan
lain-lain.
✓ Ekonomi,
✓ Lingkungan,
✓ Politik,
✓ Keberagamaan
7
✓ Individu dan masyarakat,
✓ Demikian seterusnya
3. Satu sama lain menempati posisi atau tingkatan yang berbeda, namun bersama
dalam kesatuan.
Dalam aksioma (basis dari sistem logika formal yang bersama-sama dengan
aturan inferensi mendefenisikan logika) Logic of Included Middle diakui
keberadaan unsur ketiga (Third). Jadi, Included Middle sebenarnya merupakan
Third Hidden. Keberadaan The Third Hidden cukup penting dalam menentukan
arah dan maksud studi terhadap suatu objek,visi atau point view (sudut pandang)
seseorang terhadap sesuatu.
8
Menurut ilmu budaya dan sosiologi realitas itu tidak dilihat secara langsung
oleh seseorang, tetapi melalui tabir (kata, konsep, simbol, budaya, dan persetujuan
masyarakat) Dengan kata lain, suatu realitas objek itu dilihat sesuai dengan nilai
yang mempengaruhi diri seseorang, apakah agama , budaya, seni, etika, dan
sebagainya.
Pertama, sesuatu yang tidak terlepas dari objek lain karena objek sersebut
merupakan salah satu variable atau bagian dari sejumlah variable atau bagian yang
membentuk suatu fakta dan realitas.
Dari berbagai kerangka berpikir yang disebut di atas maka penelitian dengan
pendekatan transdisipliner di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
9
meng- gunakan 'Kerangka Berpikir Thawwafi', yaitu penelitian yang dilaksanakan
di mana peneliti bergerak mengitari masalah secara orbital. Penelitian dengan
kerangka berpikir Thawwafi menggunakan tujuh prinsip. Pertama, ilmiah dan
objektif, menerapkan nilai-nilai ilmiah, besikap objektif, dan menekuni topik yang
hendak dibahas secara sungguh- sungguh sebagai kerja dan jihad ilmiah (jihad al-
ilmi).
10
otak) tetapi juga melibatkan kekuatan sya'irah (kekuatan merasa dan terhubung
dengan Tuhan).
Sebagai Universita Islam yang di dasaran pada nilai dan ruh keislaman,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan menempatkan Islam pada
posisi yang sangat strategis dalam penelitian ilmiah, di semua bidang ilmu yang
dikembangkan.Peran Islam dalam penelitian transdisipliner di Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara Medan dapat dilihat dari dua sisi.
Pertama, dalam penelitian ilmu pengetahuan Islam (Islamic Science), Islam
menempati dua posisi. [1] Penelitian tersebut diyakini sebagai 'penelitian ilmu
pengetahuan Islam' karena tidak ada ilmu-yang baik-yang tidak bersumber dari
Tuhan. [2] Agama sebagai point of view dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
tindak lanjut penelitian.
Dalam pengembangan pengetahuan melalui riset dengan pendekatan
transdisipliner, Islam menjadi spirit, nilai, dan ruh semua proses penelitian.
Sungguhpun peneliti meminjam berbagai teori dan rumusan metodologi dari
para ahli yang bukan muslim (yang akan Muslim), hal itu merupakan suatu
yang absah, sebab setiap ilmu adalah hikmah yang harus diambil sebagai milik
umat yang tercecer dari pangkuannya.
11
Kedua, pada disiplin ilmu-ilmu yang sudah mapan dalam studi ilmu-ilmu
keislaman (Islamic Studies), maka Islam- dengan sendinya menempati posisi
yang sanagat strategis.
Posisioning ( Tindakan perusahaan dalam merancang produk dan strategi
pemasaran agar dapat menciptakan kesan tertentu yang diingat dibenak
konsumen) Islam dalam penelitian ilmu-ilmu keislaman (Islamic Studies)
dalam perspektif transdisipliner ditetapkan berdasarkan hirarti ilmu, yaitu ilmu-
ilmu keislaman normatif, ilmu-ilmu keislaman rasional, dan ilmu-ilmu Islam
sosio-empirik (sikap mendasar sesuai dengan observasi serta akal sehat, dan
hasilmya tidak bersifat spekulatif atau perkiraan) .
Perspektif ilmu-ilmu keislaman tersebut digunakan dengan
mengarusutamakan bidang spsialisasi seorang peneliti di satu sisi dan
menggunakan persepektif ilmus ilmu lain berdasarkan posisi hirarki ilmu-ilmu
keislaman.
12
mengundang dan memposisikan ahli lain sebagai partisipan atau narasumber
untuk mem perkaya data dan analisis penelitian.
Kedua, penelitian transdisipliner kolaboratif dilaksanakan oleh Tim.
Dikatakan demikian karena penelitian transdisipliner kolaboratif dapat disebut
sebagai framework untuk menghimpun para akademisi yang bersedan
keterampilannya, berkolaborasi dengan peneliti lain, untjuk meneliti masalah-
masalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan problema yang dihadapi
masayarakat.
Sebagai framework (kerangka kerja yang digunakan untuk
mengembangkan aplikasi berbasis dekstop maupun website atau sebagai
penyedia landasan untuk mengembangkan aplikasi perangkat lunak) penelitian
transdisipliner kolaboratif harus dilaksanakan oleh tim yang terdiri atas
berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu, ditambah dengan praktisi dan wakil
masyarakat. Anggota tim yang heterogen tersebut dibutuhkan agar dapat
berbagi peran secara sistematis lintas disiplin. Pendekatan transdisipliner
kolaboratif dalam penelitian menuntut para anggota tim berbagi peran dan
secara sistematis melintasi batas-batas disiplin6
Di sini para peneliti menyumbangkan pemikiran dan analisis yang unik
sesuai keahlian masing-masing, tetapi tetap dalam rangka kerjasama menjawab
persoalan yang sedang dibahas. Jadi, sukses-tidaknya penelitian trandisipliner
kolaboratif tergantung pada kerja tim dalam mengembangkan dan berbagi
konsep, metodologi, proses, dan alat-alat yang diperlukan. Tidak mudah
membangun tim work yang solid dalam penelitian transdisipliner. Dalam
prakteknya, ada beberapa kendala yang mungkin akan di hadapi, antara lain:
(a) Kesulitan memahami pemikiran teman lain dari disiplin ilmu yang berbeda;
6
Helja Antola Crowe.et.al,’’ Transdisiplinary Teaching : Profes-sionalism Across
Cultures’’, dalam International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 3 No.
13 ; July 2013, h. 195
13
(b) Kesulitan memahami kompleksitas masalah;
14
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan paparan materi diatas maka penulis menarik kesimpulan bahwa,
dalam penerapan Wahdatul 'Ulum dalam pengembangan pengetahuan atau
penelitian, terlihat bahwa konsep kesatuan ilmu-ilmu membawa dampak positif.
Integrasi ilmu, interkoneksi antar disiplin, pemanfaatan sumber daya optimal,
pengembangan solusi terpadu, dan pengembangan etika penilaian menjadi
landasan penting. Pendekatan holistik ini tidak hanya menghasilkan pengetahuan
yang lebih komprehensif, tetapi juga mempromosikan kolaborasi lintas
disiplin,keberlanjutan, dan dampak positif dalam masyarakat. Penerapan
Wahdatul Ulum di dalam penelitian menciptakan fondasi yang kuat untuk progres
ilmiah yang menyeluruh, menghormati keberagaman ilmu pengetahuan, dan
menciptakan solusi yang relevan dan etis.
Wahdatul Ulum adalah konsep dalam filsafat Islam yang mengacu pada
kesatuan pengetahuan. Konsep ini menekankan bahwa semua pengetahuan berasal
dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT, dan bahwa tidak ada pemisahan antara
pengetahuan agama dan pengetahuan dunia. Dalam konteks penelitian, penerapan
Wahdatul Ulum dapat memiliki beberapa implikasi.
Pertama, penerapan Wahdatul Ulum dalam penelitian menekankan pentingnya
memahami dan menghargai hubungan antara pengetahuan agama dan pengetahuan
dunia. Peneliti diharapkan untuk mempertimbangkan aspek spiritual dan etis
dalam penelitian mereka, serta memahami bagaimana pengetahuan agama dapat
memberikan wawasan yang berharga dalam memahami fenomena dunia.
Kedua, penerapan Wahdatul Ulum juga mendorong peneliti untuk mengadopsi
pendekatan interdisipliner dalam penelitian mereka. Dalam mempelajari fenomena
15
kompleks, peneliti dapat menggabungkan berbagai disiplin ilmu untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif. Misalnya, dalam penelitian
tentang kesehatan, peneliti dapat menggabungkan pengetahuan medis dengan
pengetahuan agama untuk memahami aspek spiritual dalam pemulihan pasien.
Ketiga, penerapan Wahdatul Ulum juga menekankan pentingnya memperoleh
pengetahuan dengan niat yang baik dan tujuan yang benar. Peneliti diharapkan
untuk menjaga integritas dan etika dalam penelitian mereka, serta
mempertimbangkan dampak sosial dan moral dari penelitian mereka.
2. Saran
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan untuk
menambah pengetahuan dan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.Dan
Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun supaya
Penulis dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Syahrin. 2018. Wahdatul Ulum Paradigma Integrasi Keilmuan dan Karakter
Lulusan Universita Islam Ngeri (UIN) Sumatera Utara Medan , Medan : Penerbit
Perdana Mulya Sarana
Fatimah, Siti. 2021. Strategi Wahdatul Ulum Dalam Masyarakat Modern Beragama,
Jurnal Studi Sosial dan Agama.
Basarap Nicolescu. 2010. Methodology of Transdiciplinary Levels of Reality, Logic of
the Include Middle and Complexity in Trandisciplinary. Journal of Engineering
amd science. Vol.1
Peter, Checkland. 1993. Syistems Practice. (New York: Wiley)
Crowe, Helja Antola. 2013. Transdisiplinary teaching: Professionalism Across
Cultures, dalam International. Journal of Humanities and Social Scienceh
17