Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Masa Skolastik Arab atau Filsafat Islam Bagian I

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Filsafat Umum”

Dosen Pengampu:

M. Fathun Nadhor, M.Ag

Disusun Oleh :

Kelompok 6 PGMI I-D

1. Annisa Zakinna Mawaddati : 12205193063 / 06


2. Berliana Savitri : 12205193076 / 19
3. Lilik Nur Indah Sari : 12205193220 / 32
4. Nurul Herinda Putri : 12205193233 / 45

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
OKTOBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Swt atas berkat,
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan didalamnya. Makalah ini
membahas mengenai “Masa Skolastik Arab atau Filsafat Islam Bagian I”.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok
membuat makalah semester ganjil 2019/2020 “Filsafat Umum”. Dalam
pembuatan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk
itu kami ucapkan terima kasih kepada bapak Fathun Nadhor, M.Ag. selaku dosen
pengampu, serta pihak–pihak lain yang turut membantu memberikan referensi
buku.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri
maupun orang yang membacanya. Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

Tulungagung, 02 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1

1.3 Tujuan........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2

2.1 Masa Skolastik Islam.................................................................................2

2.2 Tokoh-Tokoh Pada Masa Skolastik Arab dan Pemikiran-Pemikiranya ...2

BAB III PENUTUP...............................................................................................17

3.1 Kesimpulan...................................................................................................17

3.2 Saran.............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Filsafat abad pertengahan lazim disebut abad filsafat skolastik. Kata tersebut
diambil dari kata schuler yang berarti ajaran atau sekolahan. Secara garis besar
filsafat skolastik (pertengahan) dibagi menjadi dua periode yaitu periode skolastik
Islam (Arab) dan periode skolastik Kristen. Pada masa skolastik Islam sendiri
dibagi lagi kedalam empat masa yaitu, periode kalam pertama, periode filsafat
pertama, periode kalam kedua, periode filsafat kedua, dan periode kebangkitan.
Dalam periode filsafat pertama sendiri muncul filsuf-filsuf Islam diantaranya Al-
Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa dan bagaimana kondisi pada masa skolastik Islam (Arab) ?
2. Siapa sajakah para tokoh dan bagaimana pemikiran-pemikirannya pada
masa skolastik Islam (Arab) ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kondisi pada masa skolastik Islam (Arab).
2. Mengetahui para tokoh dan pemikirannya pada masa skolastik Islam
(Arab).

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Masa Skolastik Islam

Kata filsafat dalam bahasa Indonesia ternyata berasal dari bahasa Arab
“falsafah” yang diturunkan dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia
sendiri dari dua kata, yaitu kata philos yang berarti cinta atau phila yang berarti,
sama suka dan kata sophos yang berarti suatu bijaksana atau shopia
kebijaksanaan, pengetahuan, keahlian, kebijaksanaan atau pengalaman praktis,
intelegensi.

Pokok pembicaraan filsafat mencakup tiga hal yaitu Tuhan, manusia, dan
alam. Dengan demikian dapat dikatakan filsafat Islam adalah pemikiran rasional,
kritis, sistematis, tentang seluruh ajaran Islam mengenai Tuhan, manusia, dan
alam. Dalam keberadaan filsafat periode filsafat skolastik Islam sendiri menandai
masa kegemilangan dunia Islam yaitu pada masa Daulah Abbasiyah di Baghdad
dan Daulah Amawiyah di Spanyol.

2.2 Tokoh-Tokoh Pada Masa Skolastik Arab dan Pemikiran-Pemikiranya :


2.2.1 Al – Kindi

Riwayat Hidup

Al-Kindi mempunyai nama lengkap Abu Yusuf Ya’kub Ibn Ishaq Ibn
Sabbah Ibn Imran Ibn Ismail Al-Ash ats Ibn Qais Al-Kindi, lahir di Kuffah (Iraq
sekarang) tahun 801 M, pada masa khalifah Harun Al-Rosyid (786-809 M) dari

2
Dinasti Bani Abbas (750-1258 M). Al–Kindi lahir dari keluarga bangsawan,
terpelajar, dan kaya.1

Pendidikan Al-Kindi dimulai di Kuffah, dengan pelajaran yang umum saat


itu, yaitu Al-Qur’an, tata bahasa Arab, kesustraan, ilmu hitung, fiqih dan teologi.
Kota Kuffah saat itu merupakan pusat keilmuan dan kebudayaan islam, disamping
Basrah, dan Kuffah saat itu merupakan pusat keilmuan dan kebudayaan Islam,
disamping Basrah, dan Kuffah cenderung pada studi keilmuan rasional.2

Al-Kindi kemudian pindah ke Baghdad. Disini Al-Kindi mencurahkan


perhatianya untuk menerjemahkan dan mengkaji filsafat serta pemikiran-
pemikiran rasional lainya saat itu. Menurut Al-Qifthi (1171-1248 M), Al-Kindi
banyak menterjemahkan buku filsafat, menjelaskan secara teori-teorinya. Al-
Kindi juga mampu memperbaiki hasil-hasil terjemahan orang lain, misalnya hasil
terjemahan Ibn Na’im Al-Himsi, seorang penterjemah Kristen, atas buku Enneads
karya Plotinus (204-270 M).

Al-Kindi meninggal di Baghdad, tahun 873 M. Menurut Atiyeh, Al-Kindi


meninggal dalam kesendirian dan kesunyian, hanya ditemani oleh beberapa orang
terdekatnya. Ini adalah ciri khas kematian orang besar yang sudah tidak lagi
disukai, tetapi juga sekaligus kematian seorang filosof besar yang menyukai
kesunyian. 3
Karya tulis Al-Kindi setidaknya ada 270 buah yang diklasifikasi
dalam 17 kelompok. (1)Filsafat, (2)Logika, (3)Ilmu hitung, (4)Globur, (5)Music,
(6)Astronomi, (7)Geometri, (8)Sperikal, (9)Medis, (10)Astrologi, (11)Dialektika,
(12)Psikologi, (13)Politik, (14)Meteorology, (15)Besaran, (16)Ramalan,
(17)Logam dan kimia.

1
Fuad el-Ahwani, “Al-Kindi” dalam MM. Syarif, Para Filosof Muslim, terj. A Muslim, (Bandung:
Mizan, 1996), hal.11.
2
Ibid, hal.12.
3
George N Atiyeh, “Al-Kindi” Tokoh Filosof Muslim, terj.Kasidjo Djojosuwarno, (Bandung:
Pustaka, 1983), hal.7.

3
2.2.2 Al – Ghozali

Riwayat Hidup

Al-Ghozali mempunyai nama lengkap Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali


lahir pada tahun 1059 M di Ghazaleh suatu kota kecil yang terletak didekat Thus
Khurasan (Iran). Beliau bergelar Hijjatul Islam.4 Selama lima tahun (1901 – 1095)
Al-Ghazali sebagai kepala sekolah Nidhamiyah Baghdad, memberikan kuliah
dalam bidang ilmu hukum dan teologi dengan memperoleh sukses yang besar.

Sebagai seorang ilmuan Al-Ghazali berhasil menyusun buku-buku


Tahafutul Falasifah, Al-Munqizminadl Dlalal, Ihya Ulumuddin, manthik, Fiqhi,
dan Usahul Fiqhi, Tafsir, akhlak, adat kesopanan.5

Sikap Al-Ghozali terhadap filosof dapat dipahami melalui bukunya


Tahafur Al-Falasifah dan Munqidz min ad-dlalal, Al-Ghazali menentang filosof
Islam. Bahkan mengkafirkan mereka dalam tiga soal yaitu: pengingkaran
kebangkitan jasmani, membataskan ilmu Tuhan kepada hal-hal yang besar saja,
dan kepercayaan tentang qadimnya alam dan keaazalianya. Pada zamannya itu,
baliau dianggap telah berhasil membela kemurnian agama Islam dari dua
karangan yang maha hebat pada waktu itu, yaitu :

1. Serangan dari dunia filsafat yang telah menjadikan ilmu tentang ke-Tuhanan
berupa pengetahuan yang semata-semata, sehingga memberikan gambaran
tentang Tuhan yang membingungkan.
2. Serangan dari dunia tasawuf (mistik) dan kebatinan yang keterlaluan dan
membayangkan amal syariat Islam terhadap ini beliau berikan tuntutan yang
sesuai dengan syariat agama Islam. Didalam tasawuf Al-Ghazali tampak lebih

4
Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta,2010), hal.62.
5
Sudarsono, Filsafat Islam....., hal.64.

4
jelas sekali faktor pemikiran disamping faktor perasaan, sesuai dengan
tuntutan ayat-ayat Al-Quran tentang pentingnya faktor akal.6 Al-Ghozali
menentang ilmu kalam dan ulama kalam, namun beliau tetap menjadi seorang
tokoh kalam.

Perkembangan Pemikiran Pandangan Metafisikanya

Didalam pemikiran filsafat Al-Ghozali terdapat 4 unsur pemikiran filsafat


yang mempengaruhi. Keempat unsur tersebut sebenarnya merupakan hal-hal yang
ditentang oleh Al-Ghozali, yaitu: (1) Unsur pemikiran kaum mutakallimin, (2)
Unsur pemikiran kaum filsafat, (3) Unsur kepercayaan kaum batiniah, dan (4)
Unsur kepercayaan kaum sufi.

Menurut pandangan Al-Ghozali terdapat beberapa buah filosof yang


dipandang tersebut antara lain: Tuhan tidak mempunyai sifat, Tuhan mempunyai
substansi dan tidak mempunyai hakiki, Tuhan tidak dapat diberi sifat, planet-
planet adalah bintang yang bergerak dengan kemauan, hukum alam tak dapat
diubah, dan jiwa planet-planet mengetahui semua.

2.2.3 Al-Razi

Biografi dan Karyanya

Nama lengkap Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakari Ibnu
Yahya Al-Razi. Al-Razi dilahirkan di Rayy, sebuah kota tua yang masa lalunya
bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik Islam Iran pada tanggal 1 Sya’ban 251
M/865 M.7 Dikatakan oleh beberapa ahli bahwa Al-Razi telah pandai memainkan
harpa pada usia remajanya, telah menjadi seseorang penukar uang yang sebelum
6
Sudarsono, Filsafat Islam......, hal.69.
7
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam filosof & filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal.
113.

5
beralih ke filsafat dan kedokteran, Al-Razi memperoleh reputasi yang baik dalam
bidang kedokteran, sehingga diangkat menjadi kepala rumah sakit dikota asalnya
pada usia kira-kira tiga puluh tahun, dan mengambil alih kepemimpinan rumah
sakit di Bagdad. Al-Razi dikenal sebagai “Dokter Islam yang tidak ada
bandingannya”.8

Al-Razi termasuk seorang filosof yang rajin belajar dan menulis, sehingga
tidak mengherankan ia banyak menghasilkan karya tulis. Dalam autobiografinya
pernah ia katakan, bahwa ia telah menulis tidak kurang dari 200 buah karya tulis
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Karya tulisnya yang terkenal dalam
bidang kimia ialah Kitab al- Asrar, dalam bidang medis karya terbesarnya ialah
Kitab al-Hawi yang merupakan ensiklopedia ilmu kedokteran. 9
Adapun
diantaranya karya-karyanya yang lain ialah Risalah tentang Filsafat, Pengobatan
Rohani, Sejarah Filsafat, Maqolah tentang Metafisika, Maqolah Fiimaaraatil al-
iqbali wa al daulah, tentang kelezatan dan ilmu fisik yang kekal.10

Filsafatnya

1. Lima Kekal (Kadim)

Filsafat Al-Razi terkenal dengan ajarannya Lima yang Kekal,


yakni al-Bary Ta’ala (Allah Ta’ala), al-Nafs al Kulliyat (Jiwa Universal),
al-Hayula al-Ula (Materi Pertama), al-Makan al-Muthlaq (Tempat/Ruang
Absolut) dan al-Zaman al-Muthlak (Masa Absolut)
Menurut Al-Razi dua dari lima yang kekal itu hidup dan aktif:
Allah dan roh. Satu diantaranya tidak hidup dan pasif, yakni materi. Dua
lainnya tidak hidup, tidak aktif, dan tidak pula pasif, yakni ruang dan
masa.11
a) Al-Bary Ta’ala (Allah Ta’alla) menurut Al-Razi Allah Maha
Pencipta dan Pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan Allah
bukan dari tidak ada, tetapi dari bahan yang telah ada. Karena itu,

8
Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 54.
9
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam filosof & filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal.
116.
10
Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 55.
11
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam filosof & filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal.
117.

6
alam semestinya tidak kekal, sekalipun materi pertama kekal,
sebab penciptaan di sini dalam arti disusun dari bahan yang telah
ada.
b) Al-Nafs al Kulliyat (Jiwa Universal) menurut Al-Razi, al mabda’
al qadim al sany (sumber kekal yang kedua). Pada benda-benda
alam terdapat daya hidup dan gerak, sulit diketahui karena ia tanpa
bentuk yang berasal dari jiwa universal yang juga bersifat kekal.12
c) Al-Hayula al-Ula (Materi Pertama) adalah substansi yang kekal
yang terdiri dari atom-atom. Setiap atim itu mempunyai volume.
Tanpa volume, pengumpulan atom-atom itu tidak bisa menjadi
suatu yang terbentuk. Bila dunia dihancukan maka ia juga terpisah-
pisah dalam bentuk atom-atom. Materi itu kekal maka tidak
mungkin menyatakan bahwa suatu berasal dari ketiadaan.13
d) Al-Makan al-Muthlaq (Tempat/Ruang Absolut) adalah ruang
dipahami oleh Al-Razi sebagai konsep yang abstrak, ruang menurut
Al-Razi dapat dibedakan menjadi dua macam: ruang partikular dan
ruang universal. Ruang yang pertama terbatas dan terikat dengan
suatu wujud yang menempatinya, yang kedua tidak terikat dengan
wujud dan tidak terbatas. Bagi Al-Razi ruang bisa saja berisi wujud
atau yang bukan wujud karena adanya kehampaan bisa saja
terjadi.14
e) Al-Zaman al-Muthlak (Masa Absolut) adalah waktu pun
menurutnya dibagi menjadi dua macam yaitu, waktu absolut dan
waktu yang terbatas. Waktu absolut ialah perputaran waktu,
sifatnya bergerak dan kekal. Waktu yang terbatas ialah waktu yang
diukur berdasarkan pergerakan bumi, matahari dan bintang-
bintang.15

12
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 1999), hal. 26-27.
13
Ibid, hal. 27.
14
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam filosof & filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal.
119-120.
15
Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 60.

7
2. Filsafat Moral

Menurut Al-Razi pandangan ini dapat kita lihat dalam bukunya “ al Tibb
al Ruhani dan Sirat al Falsafiyyah”. Menurutnya dalam hidup ini kita jangan
terlalu zuhud tetapi jangan pula terlalu tamak. Yang paling baik adalah moderat.
Artinya jangan terlalu mengumbar nafsu dan jangan pula terlalu membunuh nafsu.
Segala sesuatu itu hendaknya menurut kebutuhan saja.

Untuk mencapai tujuan tersebut ia membuat dua buah batas. Yang pertama
batas tertinggi ialah menjauhi kesenangan yang hanya dapat diperoleh dengan
jalan menyakiti orang lain atau bertentangan dengan ratio. Kedua batas terendah
ialah menemukan apa yang tidak merusak atau menyebabkan penyakit dan
berpakaian sekedar untuk menutup tubuh.16

3. Akal, Kenabian, Wahyu

Al-Razi menyanggah anggapan bahwa untuk keteraturan kehidupan,


manusia memerlukan nabi. Pendapat yang kontroversional ini harus dipahami
bahwa ia adalah seorang rasionalis murni. Akal menurutnya adalah karunia Allah
yang terbesar untuk manusia, dengan akal manusia dapat memperoleh manfaat
sebanyak-banyaknya, bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan.
Karena itu manusia tidak boleh menyia-nyiakan dan mengekang ruang gerak akal,
tetapi memberikan kebebasan sepenuhnya dalam segala hal. Jika akal tidak ada
sama halnya manusia dengan binatang atau anak-anak atau orang gila.

Pandangan Al-Razi yang mengkultuskan kekuatan akal tersebut


menjadikan ia tidak percaya kepada wahyu dan adanya Nabi sebagai
diutarakannya dalam bukunya Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwwat (kritik terhadap
agama-agama atau terhadap Kenabian). “Sesungguhnya Nubuwwah (Kenabian)
berbahaya bagi manusia, membawa kemalasan atau pengangguran, kebiasaan
yang buruk menyempitkan pikiran”. Menurutnya, para Nabi tidak berhak
mengklaim dirinya sebagai orang yang memiliki keistimewaan khusus, baik
pikiran maupun rohani, karena semua orang itu adalah sama dan keadilan Tuhan
serta hikmah-Nya mengharuskan tidak membedakannya antara seorang dengan

16
Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 56.

8
yang lainnya, perbedaan antara manusia timbul karena berlainan pendidikan dan
berbedanya suasana perbedaanya suasana perkembangannya.17

2.2.4 Al-Farabi (257-337 H/870-950 M)

Hidup dan Karya-karyanya

Al-Farabi atau Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan lahir
pada tahun 257 H (870 M). Al-Farabi sendiri diambil dari nama kota Arab. Al-
Farabi dikenal sebagai keturunan Turkestan dan Iran. Al-Farabi menguasai bahasa
Iran, Turkestan, dan Kurdistan. Al-Farabi menginggalkan negerinya menuju
Baghdad. Selama disana ia memusatkan perhatiannya pada ilmu logika. Setelah
itu ia pindah ke Harran, tetapi tidak lama ia meninggalkan kota ini untuk kembali
ke Baghdad untuk mendalami filsafat setelah ia mendalami ilmu logika. Selama di
Baghdad ia berdiam diri selama 30 tahun untuk mengarang, memberikan
pelajaran, dan mengulas buku-buku filsafat.18

Tahun 330 H (941 M) ia pindah ke Damsyik, disana ia mendapatkan


kedudukan yang baik dari Saifudaulah, khalifah dinasti Hamdan di Halab
(Aleppo), sehingga ia diajak turut serta dalam suatu pertempuran untuk merebut
kota Damsyik, kemudian ia menetap di kota ini sampai wafatnya pada tahun 337
H (950 M) pada usia 80 tahun.19

Berikut karangan-karangan Al-Farabi:

1) Aghradhu ma Ba’da Ath-Thabi’ah

2) Al-Jam’u baina Ra’yai Al-Hakimain (mempertemukan pendapat dua


filosofi yaitu Plato dan Aristoteles)

3) Tehsil As-Sa’adah (mencari kebahagiaan)


17
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 1999), hal. 30-31.
18
Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),
hal. 448.
19
Ibid, hal. 448

9
4) ‘Uyun ul-Masail (pokok-pokok persoalan)

5) Ara-u Ahl-il Madinah Al-Fadlilah (pikiran-pikiran penduduk kota


utama-negeri utama)

6) Ih-sha’u Al-Ulum (statistik ilmu).20

Al-Farabi dan Kesatuan Filsafat

Usaha perpaduan dimulai sejak sebelum munculnya Al-Farabi dan telah


mendapat pengaruh luas dalam lapangan filsafat, terutama, sejak adanya aliran
Neoplatonisme. Namun usaha Al-Farabi lebih luas, karena ia bukan hanya
mempertemukan aneka aliran filsafat yang bermacam-macam, tetapi ia juga
berkeyakinan bahwa aliran-aliran tersebut pada hakikatnya satu.

Perpaduan Plato dan Aristoteles

Al-Farabi mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan antara Plato


dan Aristoteles. Plato memang sengaja mengutamakan kejanggalan-kejanggalan
dan rumus-rumus karena ia berkeyakinan bahwa filsafat hanya dapat dimiliki oleh
orang-orang tertentu. Dengan kata lain, karangan-karangan hanya ditujukan
kepada orang-orang yang sanggup menerima atau memahami filsafat.

Al-Farabi melihat adanya perbedaan antara Plato dan Aristoteles hanya secara
lahiriah saja dan mengenai persoalan pokok. Kalaupun ada perbedaan tidak lebih
dari 3 kemungkinan: (1) Definisi filsafat itu sendiri tidak benar,(2) Pendapat orang
banyak tentang pikiran-pikiran filsafat dari kedua filosof tersebut tidak benar,(3)
Pengetahuan kita tentang adanya perbedaan antara keduanya tidak benar.

Logika

Pada logika Al-Farabi lebih condong kepada Aristoteles, pendapatnya yaitu:

1.Definisi logika: ilmu tentang pedoman (peraturan) yang dapat menegakkan


pikiran dan menunjukkannya kepada kebenaran dalam lapangan yang tidak bisa
dijamin kebenarannya.

20
Ibid, hal. 449

10
2. Guna logika: agar kita dapat membetulkan pemikiran orang lain atau agar orang
lain dapat membetulkan pemikiran kita atau kita dapat membetulkan pemikiran
kita sendiri.

3. Lapangan logika: segala macam pemikiran yang bisa diutarakan dengan kata-
kata, dan juga segala macam kata-kata dalam kedudukannya sebagai alat
menyatakan pikiran.

4. Bagian-bagian logika: kategori (al-ma-qulat al-‘asyr), kata-kata (al-Ibarah;


termas), analogi pertama (al-qiyas), analogi kedua (al-burhan), jadal (debat),
sofistika, retorika, dan poetika (syair).

Pembagian kias ada 5, yaitu (1) Kias yang meyakinkan (qiyas-burhani), (2) Qiyas-
jadali, (3) Kias sofistika, (4) Qiyas-khatabi, (5) Qiyas-syi’ri

Filsafat Metafisika

Hal-hal yang dibicarakan Al-Farabi:

a. Tuhan

1.Wujud yang mungkin atau nyata karena lainnya (wajib lighairihi)

2.Wujud yang nyata dengan sendirinya (wajib al-wujud lidzatih)

b.Hakikat Tuhan

Allah adalah wujud yang sempurna dan yang ada tanpa suatu sebab, karena
kalau ada sebab bagi-Nya berarti ia tidak sempurna. Ia adalah wujud yang paling
mulia dan yang paling dahulu adanya.

c. Sifat-sifat Tuhan

Al-Farabi berusaha keras menunjukkan keesaan Tuhan dan ketunggalan-


Nya bahwa sifat-sifat-Nya tidak lain adalah Zat-Nya sendiri. Tentang Asma Al-
Husna, dikatan oleh Al-Farabi bahwa kita bisa menyebut nama-nama sebanyak
yang kita kehendaki, akan tetapi semuanya hanya menunjukkan macam-
macamnya hubungan Tuhan dengan makhluk dari segi keagungan-Nya.

11
Emanasi (Al-Faidh)

Emanasi atau yang sering disebut teori tingkatan wujud merupakan teori
tentang keluarnya suatu wujud yang mumkin (alam makhluk) dari Zat yang wajib-
ul-wujud (Zat yang mesti adanya; Tuhan). Al-Farabi mengatakan bahwa Tuhan
itu Esa sama sekali. Oleh karena itu yang keluar dari-Nya juga satu wujud saja,
sebab emanasi timbul karena pengetahuan (ilmu) Tuhan terhadap Zat-Nya yang
satu. Dasar adanya emanasi tersebut ialah dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran
akal-akal terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan.

2.2.4 Ibnu Miskawaih

Riwayat Hidup dan Karya-karyanya

Beliau merupakan seorang filosof Muslim yang memusatkan perhatiannya


pada etika Islam.21 Nama lengkapnya Abu Ali al-Khazin Ahmad ibn Ya’qub ibn
Miskawaih. Dengan sebutan masyurnya Ibn Miskawaih dan ibn Maskawaih. Lahir
di Ray (Teheran). Sebagian menyebutkan ia lahir pada 330H/941 M. Tetapi
mengingat pergaulannya dengan Ak-Mahallabi yang menjabat sebagai wazir pada
339 H/ 950 M dan meninggal di Isfahan 352 H/963, tetapi diperkirakan ia lahir
pada 320 H/923 M atau pada tahun sebelumnya.

Adapun karya-karyanya adalah:

1. Kitab al-Fauz al-Ashgar (kitab ketuhanan dan kenabian)


2. Kitab al-Fauz al-Akbar (etika)
3. Kitab Tabarat an-nafs (etika)
4. Kitab Tahzib al-Akhlaq wa Tathir al-‘Araq (etika)
5. Kitab Tartib al-Sa’dat (etika dan politik), dsb

Filsafatnya
21
Maftukhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 115.

12
Ketuhanan

Tuhan menurut Ibn Miskawaih, adalah zat yang tidak berjisim, azali, dan
pencipta. Tuhan dalam segala aspek. Ia tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung
kejamakan dan tidak satupun yang setara dengan-nya. Ia ada tanpa diadakan dan
ada-Nya tidak bergantung kepada yang lain.22

Jiwa

Menurut Ibn Miskawaih, adalah jauhar rohani yang tidak hancur dengan
sebab kematian jasad. Ia adalah kesatuan yang tidak terbagi-bagi.23 Ibn miskawaih
menonjolkan kelebihan jiwa manusia atas jiwa binatang dengan adanya kekuatan
yang menjadi sumber pertimbangan tingkah laku , yang selalu mengaruh ke
kebaikan. Menurutnya, jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang bertingkat-
tingkat yaitu, nafsu kebinatangan, nafsu binatang buas, jiwa yang cerdas.

Teori Evolusi

Ibn Miskawaih berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di alam


mengalami proses evolusi, dilaluinya rentetan proses kejadian yang mata
rantainya tidak terputus.

Dasar-dasar Etika

Teori etika beliau bersumber dari filsafat Yunani, peradaban Persia, ajaran
Syariat Islam, dan pengalaman pribadi.

Kematian

Ibn Miskawaih menyinggung masalah takut mati yang banyak dialami oleh
orang pada umumnya. Agar orang jangan sampai takut mati maka caranya adalah
dengan mengatasi sebab-sebab takut mati itu sendiri.24

Politik

22
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam filosof & filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal.
129.
23
Ibid, hal.133.
24
Maftukhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 128-129.

13
Ibn Miskawaih menegaskan bahwa yang dapat menjaga tegaknya syariat
Islam adalah imam yang kekuasaannya seperti kekuasaan raja. Raja adalah
pengawal utama aturan-aturan Tuhan dan menjaga agar masyarakat tetap
berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama.25

2.2.5 Ibnu Sina

Riwayat Hidup dan Karya-karyanya

Memiliki nama lengkap Abu ali Husein ibn Abdillah ibn Sina. Lahir di
Afsyana, dekat Bukhara, pada 980 H/ 1037 M. Menurut sejarah hidup yang ditulis
oleh muridnya, Ibn Sina semenjak kecil telah banyak mempelajari ilmu-ilmu
pengetahuan yang ada di zamannya, seperti fisika, matematika, kedokteran,
hukum, dsb. Sewaktu masih berumur 18 tahun, beliau telah dikenal sebagai
dokter, lanjut pada usia 21 tahun, beliau telah menuntaskan pelajarannya dan
mulai menulis karya-karya master-piece lainnya. Ilmu kedokterannya yang
terkenal adalah al-Qanun fi al-Tibb (The Canon). Ia adalah filsuf Muslim ternama
dengan penguasaan yang mumpuni terhadap filsafat Aristiteles dan Neo-Platonis.
Beliau pernah bekerja sebagai menteri untuk ratu Sayyedah dan anaknya.
Kemudian beliau pindah ke Isfahan dan meninggal pada 1037 M.

Karya-karya Ibn sina:

(1) Bidang filsafat


Al-syifa’,al- Najah, al-isyarah, al-Hikmah al-Urudiyah,dsb
(2) Bidang Psikologi
Al-Munazarat fi al-Nafs, al-Fusul fi al-Nafs.
(3) Bidang Akhlaq
Risalah fi al-Akhlaq
(4) Bidang tasawuf
Risalah al-Tair, Risalah fi al-Qadr, Kitab al-Isyq.
(5) Bidang Kedokteran

25
Ibid, hal. 130-131.

14
al-Qanun fi al-Tibb (The Canon).

Filsafat-filsafatnya

Jiwa

Pemikiran terpenting yang dihasilkan beliau adalah filsafat tentang jiwa.


Sebagaimana al-Farabi, ia juga menganut paham pancaran. Berlainan dengan al-
Farabi, Ibn Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat: sifat
wajib berwujud pancaran dari Allah, dan sifat mungkin ditinjau dari hakikat
dirinya. Dengan demikian, ia mempunyai tiga objek pemikiran, yaitu Tuhan,
dirinya sebagai wajib wujudnya, dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Ibn Sina
mengikuti Aristoteles membagi jiwa kedalam 3 bagian, yaitu: (1) jiwa tumbuh-
tumbuhan, (2) Jiwa binatang, (3) jiwa manusia (al-nafs al-natiqah).

Wahyu dan Nabi

Ada kalanya Tuhan menganugerahkan kepada manusia akal materil yang


besar dan kuat, yang oleh Ibn Sina diberi nama al-hads, yaitu intuisi. Daya yang
ada pada akal materil serupa ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan,
dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat
menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan.26

Filsafat Wujud

Esensi dalam paham Ibn Sina, terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat
diluar akal. Tanpa wujud, esensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu, wujud lebih
penting daripada esensi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat abad pertengahan lazim disebut abad filsafat skolastik. Kata tersebut
diambil dari kata schuler yang berarti ajaran atau sekolahan.Secara garis besar
filsafat skolastik (pertengahan) dibagi menjadi dua periode yaitu periode skolastik
26
Maftukhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 113.

15
Islam (Arab) dan periode skolastik Kristen. Dalam periode filsafat muncul filsuf-
filsuf Islam diantaranya Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu
Maskawih seperti yang telah dijelaskan diatas dengan berbagai karya dan
pemikirannya dalam dunia filsafat. Setiap filsuf ini memiliki karakter dan
kelebihannya masing-masing.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini pembaca pada umumnya dan mahasiswa pada
khususnya, dapat paham dengan jelas siapa saja tokoh-tokoh skolastik arab atau
filsafat Islam bagian I.
Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan
dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

el-Ahwani, Fuad. 1996. “Al-Kindi” dalam MM. Syarif, Para Filosof Muslim, terj.
A Muslim. Bandung: Mizan.

N Atiyeh, George. 1983 “Al-Kindi” Tokoh Filosof Muslim, terj.Kasidjo


Djojosuwarno. Bandung: Pustaka.

16
Sudarsono. 2010 Filsafat Islam. Jakarta: Rineka Cipta.

Zar, Sirajuddin. 2007. Filsafat Islam filosof & filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam, Jakarta: Penerbit Gaya Media


Pratama.

Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum. Bandung:
Pustaka Setia.

Maftukhin, 2012. Filsafat Islam. Yogyakarta: Teras.

17

Anda mungkin juga menyukai