Anda di halaman 1dari 19

FILSAFAT UMUM AL-KINDI

Makalah Ini Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Sugiarto M.Psi

Disusun Oleh:
Halimatus Sa’diyah 231130016

Progam Studi Perbankan Syari’ah

FAKULTAS SYARI’AH, HUKUM DAN EKONOMI


BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS MA’ARIF LAMPUNG
2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Filsafat Umum Al-
Kindi” tepat waktu.
Makalah [judul makalah] disusun guna memenuhi tugas Sugiarto M.Psi pada mata
kuliah Filsafat Umum di Program Studi Perbankan Syari’ah Semester 1. Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang Filsafat Umum Al-Kindi.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Sugiarto M.Psi
selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Metro, 01 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 4


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 6

2.1 Riwayat Hidup al-Kindi .......................................................................... 6


2.2 Pemikiran Filsafat al-Kindi ..................................................................... 8
2.3 Tinjauan terhadap al-Kindi ................................................................... 16

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 18

3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 18


3.2 Saran ..................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 19

iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Ilmu pengetahun di dunia ini tidaklah ada yang sama, semuanya mempunyai
perbedaan dan karakteristik yang berbeda. Hal tersebut membuat ilmu pengetahun
yang didalami semakin berarti dan tentunya memiliki manfaat yang besar bagi
perkembangan di masa datang. Apabila suatu ilmu dikembangkan dan ditelaah lebih
jauh lagi dengan konteks dan kondisi serta ruang dan waktu yang berbeda, maka akan
terlahir pula suatu ilmu yang kreatif dan mempunyai ciri khas yang unik sekalipun
ilmu itu bukan berasal dari agama dan budayanya.
Seperti halnya filsafat Islam, pada awalnya sudah diketahui bahwa filsafat
merupakan pengetahuan yang berasal dari Yunani, akan tetapi para filosof, para ahli
keagamaan Islam, atau orang-orang muslim semasanya, yang mempunyai kegiatan
untuk berfikir, senantiasa menggali lebih dalam lagi mengenai filsafat. Sehingga ilmu
filsafat yang tadinya berasal dari agama dan ajaran Yunani, kemudian dikemas dan
dikaitkan dengan hal-hal atau ilmu-ilmu yang bersumber dari al-Qur'an dan as-
Sunnah, maka lahirlah filsafat Islam sebagai ilmu pengetahuan yang cukup popular
yang dikembangkan dan diajarkan secara turun temurun oleh para filosof kepada
generasi-generasinya atau kepada murid-muridnya.
Dalam membahasa filsafat Islam, tentunya pemikiran yang menjadi starting
pointnya adalah al-Kindi. Sebelumnya Filasafat Islam di bagian Timur Dunia Islam
(Masyriqi) berbeda dengan filsafat Islam di Maghribi ( bagian Dunia Barat). Di antara
filosof Islam di kedua kawasan terdapat sebuah perselisihan pendapat tentang
berbagai pokok pengertian. Di Timur ada filosof terkemuka, al-Kindi, al-Farabi dan
Ibnu Sina. Di Barat juga ada filosof terkemuka, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail dan Ibnu
Rusyd. pada pembahasan kali ini, yang akan kami eksplorasikan, adalah perjalanan
hidup al-Kindi dan pemikiran-pemikirannya dalam ranah filsafat Islam beserta
perbedaan diantara pakar-pakar filsafat Islam.

4
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diuraikan dalam makalah ini sesuai dengan
latar belakang, yaitu :

1. Bagaimana Riwayat Hidup al-Kindi ?


2. Bagaimana Pemikiran-pemikiran filsafat al-Kindi ?
3. Bagaimana tinjauan tentang pemikiran al-Kindi ?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah diatas maka dapat disimpulkan tujuan dari penulisan
makalah ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui riwayat hidup al-Kindi.


2. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran filsafat al-Kindi.
3. Untuk mengetahui tinjauan tentang pemikiran al-Kindi.

5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Riwayat Hidup al-Kindi

Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin
‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi
dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia
berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat
Arab dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz.1
Setelah dewasa al-Kindi pergi ke Baghdad dan mendapat perlindungan dari
khalifah al- Ma’mun (813-833 H) dan khalifah al-Mu’tasim (833-842 H). Ibnu
Nabatah berkata bahwa karya-karya al-Kindi telah menghiasai kerajaan al-Mu'tashim.
Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar
filsafat ia juga menekuni dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam
astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan
matematika. Penguasaanya terhadap filasafat dan disiplin ilmu lainnya telah
menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam
jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas dalam menyadang gelar
Failasuf al-‘Arab.
Ia juga diundang oleh khalifah al-Makmun untuk mengajar pada baitul hikmah, ia
sangat terkenal dan berjasa dalam gerakan penerjemahan dan seorang pelopor yang
memperkenalkan tulisan Yunani, Suriah dan India kepada dunia Islam.2
Menurut Harun Nasution, kalau al-Kindi menganut faham Mu'tazilah yang
mengedepankan rasio dan filsafat dalam pemahaman keislamannya. Selain itu pula
kaum Mu’tazilah giat mempelajari filsafat Yunani untuk mempertahankan pendapat-
pendapatnya terutama filsafat Plato dan Aristoteles. Ilmu Logika sangat menarik
perhatiannya, karena menjunjung tinggi berfikir logis. Memang Mu’tazilah lebih
mengutamakan akal pikiran, dan sesudah itu baru al-Qur’an dan Hadits atau disebut
dengan ‫ تقديم العقل على النص‬. Hal ini berbeda dengan golongan Ahlus Sunnah, yang

1
“Filsafat Islam / Ahmad Fuad Al-Ahwani; Penyunting, Sutardji Colzoum Bachri; Penerjemah,
Pustaka Firdaus | OPAC Perpustakaan Nasional RI.”
2
Nasution and Islam, “Gaya Media Pratama.”

6
mendahulukan al-Qur’an dan al-Hadits kemudian baru akal pikiran atau disebut
dengan ‫ تقديم النص على العقل‬.
Maka disamping itu zaman al-Kindi adalah zaman penerjemahan buku-buku
Yunani yang memberikan pengaruh besar terhadap pola piker al-Kindi dimana ia turut
aktif aktif dalam kegiatan terjemahan.
Al-Kindi mengarang buku-buku dan menurut keterangan ibn al-Nadim buku-buku
yang ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat, logika, matematika, musik, ilmu jiwa
dan lain sebagainya. Corak filsafat al-Kindi tidak banyak yang diketahuinya karena
buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan ini
orang menemukan kurang lebih 20 lebih risalah al-Kindi dalam tulisan tangan.
Jumlah karangan al-Kindi yang sebenarnya sukar ditentukan, karena dua sebab.
Pertama penulis-penulis biografi tidak sepakat penuturannya tentang jumlah
karangannya tersebut. Ibnu an-Nadim dan al-Qafthi menyebutnya 50 buah, sedang
sebagian dari karangan-karangan tersebut telah hilang atau musnah. Kedua karangan-
karangannya yang sampai kepada kita ada yang memuat karangan – karangannya
yang lain.3
Dalam keterangan sejarah yang lain, al-Kindi sendiri mengarang buku-buku dan
menurut keterangan Ibn Al-Nadim buku-buku yang ditulisnya berjumlah 241 berupa
filsafat, logika, ilmu hitung, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika, music,
matematika, dan sebagainya. Dalam The Legacy of Islam kita baca bahwa bukunya
tentang optika diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan banyak mempengaruhi
Roger Bacon. Al-Kindi meninggal pada tahun 973 M.
Unsur-unsur filsafat yang kita dapati pada pemikiran Al-Kindi ialah :

1. Aliran Pytagoras tentang matematika sebagai jalan kea rah flsafat.


2. Pemikiran-pemikiran Aristoles dalam soal-soal fisika dan metafisika. Meskipun
Al-Kindi tidak sependapat dengan Aristoteles tentang qodim-nya alam.
3. Pemikiran-pemikiran Plato dalam hal-hal kejiwaan.
4. Pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal estetika.
5. Wahyu dan iman (ajaran-ajaran agama) dalam hal-hal yang berhubungan dengan
Tuhan dan sifat-Nya.

3
Hanafi and Islam, “Bulan Bintang.”

7
6. Aliran Mu’tazialah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam
menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an.

Sehingga menurut kami, bisa dikatakan bahwa karangan-karangan al-Kindi ada


yang tidak otentik atau yang tidak bersumber dari dirinya atau kebanyakan mengutip
serta identik dengan karya filsafat yang lain.
Beberapa karya tulis al-Kindi antara lain yang cukup popular antara lain: Fi al-
Falsafah al-Ula; kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Falsafah; Risalat ila al-Ma’mun fi al-
‘illat wa Ma’lul; risalat fi Ta’lif al-A’dad; kitab al-Falsafat al-Dakhilat wa al-Masa’il
al-Mantaiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Fauqa al-Thabiyyat; Kammiyat Kutub
Aristoteles; Fi al-Nafs.
Beberapa karya tulis al-Kindi telah diterjemahkan oleh Gerard Cremona ke dalam
bahasa Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran Eropa pada abad pertengahan.
Oleh karena itu, beralasan kiranya Cardini menganggap al-Kindi sebagai salah
seorang dari dua belas pemikir terhebat.
Ketika dinasti Abbasyiah dipimpin oleh al-Mutawakkil, Madzhab Asy'ariyah
dijadikan sebagai madzhab resmi negara. Suasana ini dimanfaatkan oleh kempok anti
filsafat. Atas hasutan Muhammad dan Ahmad, dua orang putera Ibnu Syakir, diantara
mereka ada yang mengatakan bahwa orang yang berfilsafat adalah orang yang kurang
hormat kepada agama, al-Mutawakkil mengatakan bahwa al-Kindi didera dan
perpustakaannya yang bernama Kindiyah disita. Tetapi tidak lama kemudian
perpustakaanya tersebut dikembalikan kepada pemiliknya.
Tentang kapan al-Kindi meninggal tidak ada satu keterangan pun yang pasti.
Agaknya menentukan tahun dan wafatnya sama sulitnya dengan menentukan tahun
kelahirannya dan siapa saja guru-guru yang mendidiknya. Mustafa ‘Abd Al-Raziq
cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H, sedangkan Massingon
menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat yang diyakini oleh Hendry Corbin dan
Nellino. Sementara itu, Yaqut Al-Himawi mengatakan bahwa Al-Kindi sesudah
berusia 80 tahun atau lebih sedikit.

2.2 Pemikiran Filsafat al-Kindi

Sebenarnya pemikiran-pemikiran al-Kindi tidak hanya berfokus pada bidang


filsafat saja. Karangan-karangan al-Kindi bermacam-macam, diantaranya filsafat,

8
logika, musik, aritmatika dan alin-lain. Dan al-Kindi tidak hanya membicarakan
persoalan-persoalan filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya, tetapi ia
lebih tertarik dengan definisi-definisi dan penjelasan kata-kata serta lebih
mengutamakn ketelitian pemakaian kata-kata dari pada menyelami problema filsafat.
Pada umumnya karangan-karangan al-Kindi berbentuk ringkas dan tidak mendalam.4
Sesuai dengan pendirian Al-Kindi, bahwa filsafat harus memilih, maka ia sendiri
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya dengan jalan mengikuti
pendapat orang-orang yang sebelumnya dan menguraikan sebaik-baiknya.
Al-Kindi mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek
antara lain:

1. Pemaduan Filsafat dan Agama ( Talfiq )

Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan


antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya
tidak bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran.
Dalam pemikiran al-Kindi pemaduan antara agama dengan filsafat atau akal dengan
wahyu dinamakan dengan talfiq. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu
filasafat meliputi ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang
mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan
dari apa-apa yang mudlarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para rasul Allah dan juga
mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Agaknya untuk memuaskan semua pihak, terutama orang-orang Islam yang tidak
senang dengan filsafat, dalam usaha pemanduannya ini, al-Kindi juga membawakan
ayat-ayat Al-Quran. Menurutnya menerima dam mempelajari filsafat sejalan dengan
anjuran Al-Quran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas
segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya yang berkaitan dan yang
dikaitkan dengan anjuran tersebut adalah sebagai berikut.:

a. Surat Al-Nasyr [59]: 2


“Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai
pandangan”.

4
“Lokasi: Pengantar Filsafat Islam : Konsep, Filsuf, Dan Ajarannya.”

9
b. Surat Al-A’raf [7]: 185
“dan Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan
segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya
kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman
sesudah Al Quran itu?”
c. Surat Al-Ghasiyat [88]: 17-20
“Maka apakah tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan
langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaiamana ia
ditegakkan. Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan.”
d. Surat Al-Baqarah [2]: 164
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam
dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang mereka berguna
bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi yang sudah mati dan Dia sebarkan di bumi
segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebenaran bagi
kaum yang memikirkan.”

merupakan bagian dari filsafat; wahyu yang diturunkan kepada nabi dan
kebenaran filsafat saling bersesuaian; menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan
dalam agama.
Dapat disimpulkan bahwa filsafat dengan agama bukanlah hal yang bertentangan,
melainkan hal yang saling melengkapi antara agama khususnya agama Islam dengan
filsafat. Kemudian dapat kami simpulkan pula bahwa lafadz-lafadz al-Qur'an di atas
seperti ‫ اعتبر‬yang terdapat dalam jumlah ‫فاعتبروا‬, kemudian lafaz ‫ نظر‬pada
jumlah ‫ينظر‬, ‫ينظرون‬, dan lafaz ‫عقل‬pada jumlah ‫يعقلون‬, merupakan lafadz-lafadz yang
rata-rata dpata diartikan dengan berfikir, maka tentunya berfikir merupakan suatu
indikator dari filsafat.

2. Filsafat Ketuhanan

10
Adapun mengenai ketuhanan, bagi al-Kindi Tuhan adalah wujud yang sempurna
dan tidak didahului wujud lain. Wujudnya tidak berakhir, sedangkan wujud lain
disebabkan wujud-Nya. Tuhan adalah Maha Esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan
tidak ad zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia tidak dilahirkan dan tidak
pula melahirkan.
Mengenai keterangan di atas, dapat kita lihat dalam firman Allah swt, yang
artinya:
“Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha
mengetahui segala sesuatu. ( QS. Al-Hadid [57] : 3 )”

Yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang telah ada sebelum segala sesuatu
ada, yang akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah
yang nyata adanya karena banyak bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak
dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.
Tuhan dalam falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah dan
mahiah. Tidak aniah karena tidak termasuk yang ada dalam alam, tetapi Ia adalah
Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak mahiah
karena Tuhan tidak merupakan genus dan spesies. Tuhan adalah Yang Benar Pertama
(Al-Haqqul Awwal) dan Yang Benar Tunggal (Al-Haqqul Wahid). Ia semata-mata
satu. Hanya Ia-lah yang satu maka selain dari tuhan mengandung arti banyak.
Sesuai dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi adalah Pencipta
dan bukan Penggerak Pertama sebagai pendapat Aristoteles. Alam bagi al-Kindi
bukan kekal di zaman lampau tetapi punya permulaan. Karena itulah ia lebih dekat
dalam hal ini pada falsafat Plotinus yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah
sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi dari
Yang Maha Satu.
Filsafat ketuhanan yang dikemukakan al-Kindi adalah adanya pencipta dan
penggerak alam semesta yang menjadi bukti adanya tuhan, sehingga adanya tuhan
dapat dibuktikan dengan dalil yang empiris atau bukti yang dapat ditunjukkan yaitu :

a. Dalil baharu alam


b. Dalil keragaman dan kesatuan

11
c. Dalil pengendalian alam.

Al-Kindi menulis, keteraturan, ketertiban dan keselerasan alam raya ini adalah
wujud dari pengaturan-Nya yang bijak dan sempurna. Sungguh kehidupan alam yang
serba tertaur dan bijak telah cukup (sebagai bukti tentang ada-Nya) bagi mereka yang
mampu melihat dengan pikiran jernih. (al-Kindi, al-Ibanah an al-Illah al-Fa-ilah al-
Qaribah li al-Kauni wa al-Fasad, dalam Abu Riddah, Rasa’il al-Kindi al-Falsafiyyah,
Mesir al-I’timad, berdasar pada kutipan A. Khudori Soleh, 2013 : 104).5
Argument terakhir ini, oleh sebagian filsuf, dianggap sebagai dalil paling efektif
untuk membuktikan adanya Tuhan. Dalam tradisi filsafat islam, dalil ini juga
digunakan oleh Ibnu Rusyd ( 1126 – 1196 M ), sedangkan dalam tradisi filsafat Barat
digunakan oleh Immanuel Kant ( 1724 – 1804 M ). ( A. Khudori Soleh, 2011 : 104 ).
Tentang hakikat Tuhan, al-kindi mengatakan bahwa Tuhan adalah wujud yang
haq (sebenarnya) yang tidak pernah tiada sebelumnya dan tidak akan pernah tiada
selama-lamanya, yang ada sejak awal dan akan senantiasa ada selama-lamanya.
Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak pernah didahului wujud yang lain, dan
wujud-Nya tidak akan pernah berakhir serta tidak ada wujud lain melainkan dengan
perantaraan-Nya ( A. Mustafa, 2004 : 109 ).
Kemudian mengenai sifat-sifat Tuhan, tidak berbeda dengan konsep Mu’tazilah.
Dalam karyanya yang terkenal, al-Falsafah al-Ula, al-kindi membuat uraian dan
pembelaan yang mendalam tentang pandangannya soal sifat – sifat Tuhan ini. Ada
dua sifat Tuhan yang penting yang harus diuraikan yaitu sifat Maha Esa
( wahdaniyah ), dan sifat ketidak samaannya dengan Makhluk hidup ( Mukhalafatun
lil Hawadits ), tentang sifat esa, al-Kindi menjelaskannya dengan dua cara,
yaitu pertama, dengan cara membedakan antara esa mutlak dengan esa metaforis. Esa
mutlak adalah keesaan yang esensial yang tidak bisa dibagi, sedangkan esa metaforis
adlah keesaan yang ada pada objek-objek terindera yang memiliki sifat-sifat dan
atribut-atribut tertentu sehingga keesaannya tidak bersifat mutlak tetapi berganda. (A.
Khudori Soleh, 2013 : 105 ).
Sekalipun demikian, apabila kita melihat pendapat Mu’tazilah itu sendiri, memang
kelompok ini meniadakan dan mengosongkan sifat-sifat Tuhan dari zat-Nya.

5
Soleh, “Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemprer.”

12
Golongan ahlus-Sunnah menyebut aliran Mu’Tazilah dengan sebutan al-
Mu’aththilah. Mula-mula sebutan ini diberikan kepada aliran Jahamiah, karena aliran
ini juga mengosongkan Tuhan dari sifat-sifat-Nya. Apabila kita melihat dalam kamus
bahasa arab bahwa aththala mempunyai arti mengosongkan, menterlantarkan dan
membiarkan tidak terpakai.
Karena sifat-sifat Tuhan dipersoalkan oleh kaum Mu’tazilah, maka mereka
disebut al-Mu’aththilah.6
Dari keterangan di atas, dapat kami simpulkan bahwa sekalipun Mu’tazilah
mengosongkan Tuhan dari Sifat-Nya, maka al-Kindi membuat suatu statement
terhadap penjelasan tersebut untuk mendukung teori filsafat tentang sifat-sifat Tuhan.
Sedangkan dalam ranah metafisika, di dalam alam terdapat benda-benda yang
dapat ditangkap oleh panca indera. Benda-benda itu merupakan juz’iah ( particular ).
Yang penting bagi filsafat, kata al-Kindi, bukan juz’iah yang tak terhingga banyaknya
itu, tetapi hakikat yang terdapat dalam juz’iah itu, yaitu kulliah ( universals ). Tiap-
tiap benda mempunyai dua hakikat, hakikat sebagai Juz’i dan ini disebut aniah ( ‫) انية‬
dan hakikat sebagai kulli ( ‫ ) حقيقية كلية‬dan ini disebut mahiah ( ‫) ماهية‬, yaitu hakikat
yang bersifat universal dalam bentukgenus dan spesies.
Mengenai kosmologi, al-Kindi berpendapat bahwa alam ini dijadikan dari tiada
(creation ex nihilio ) atau dalam bahasa arabnya adalah ‫االيجاد من العدم‬. Allah tidak
hanya menjadikan alam, tetapi juga mengendalikan dan mengaturnya. Serta
menjadikan sebagiannya menjadi sebab bagi yang lain. Al-kindi pula berpendapat
bahwa alam ini terdiri dari dua bagian, yakni alam yang terletak di bawah bulan dan
alam yang merentang tinggi sejak dari falak bulan sampai ke ujung alam. Jenis alam
yang pertama terdiri dari empat unsur, ayitu air, api, udara dan tanah. Keempat unsur
tersebut berkualitas dingin, panas, kering dan basah yang merupakan perlambang dari
perubahan, pertumbuhan dan kemusnahan. Sedangkan pada alam jenis kedua tidak
dijumpai keempat unsur yang dimaksud, karena itu tidak mengalami perubahan dan
kemusnahan dengan kata lain kedua alam tersebut abadi sifatnya.
Adapun bumi ini terletak di bawah falak bulan , merupakan pusat alam. Sedangkan
falak-falak atau benda-benda langit menurut al-Kindi adalah makhluk hidup, memiliki

6
Basri, Yahya, and Priatna, “Ilmu Kalam Sejarah Dan Pokok Pikiran Aliran-Aliran.”

13
indera penglihatan dan pendengaran sebagai indera yang diperlukan untuk dapat
berfikir dan membedakan. Falak-falak tersebut merupakan sebab terdekat bagi planet
bumi. Disebabkan gerak lingkaran yang kontinu ke sisi-sisi tertentu, maka timbullah
berbagai kegiatan, kehidupan, dan makhluk dipermukaan bumi ini, seperti tumbuh-
tumbuhan, hewan, dan manusia. ( Muhammad Athif al-Iraqi, Tajdid fi al-Madzhab al-
Falsafiyyah wa al-Kalamiyyah.

3. Filsafat Jiwa

Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. tidak menjelaskan tegas tentang roh
dan jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai pokok sumber ajaran Islam menginformasikan
bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat ruh karena itu urusan Allah bukan
Manusia. Sebagaimana firman Allah swt :
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". ( QS.
Al-Isra [17] : 85 )

Dengan adanya hal tersebut, kaum filosof Muslim membahas jiwa berdasarkan
pada falsafat jiwa yang dikemukakan para filosof Yunani, kemudian mereka
selaraskan dengan ajaran Islam.
Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal, tidak tersusun, tidak
panjang, dalam dan lebar. Jiwa mempunyai arti penting , sempurna, dan mulia.
Subtansinya berasal dari subtansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan
hubungannya dengan cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri,
terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan illahi
sementara badan mempunyai hawa nafsu dan marah. Dan perbedaannya jiwa
menentang keinginan hawa nafsu.
Pada jiwa manusia terdapat tiga daya: daya bernafsu ( yang terdapat di perut ),
daya marah ( terdapat di dada ), dan daya pikir ( berputar pada kepala ).
Mengenai daya berfikir, bagi al-Kindi akal dibagi tiga :
a. Akal yang bersifat potensial ( ‫) العقل الذى بالقوة‬
b. Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi actual ( ‫العقل الذى خرج من‬
‫)القوة الى الفعل‬

14
c. Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas ( ‫) العقل الذى نسميه الثانى‬.
Akal yang bersifat potensial tidak dapat keluar menjadi aktual jika tidak ada
kekuatan yang menggerakkanya dari luar. Karena itu ada lagi satu macam akal yang
mempunyai wujud diluar roh manusia. Yakni akal yang selamnya dalam aktualitas
( ‫) العقل الذى بالفعل ابدا‬. Akal yang selamanya dalam aktualitas inilah yang menggerakkan
potensial menjadi aktual.
Jiwa atau roh selama berada dalam badan tidak akan memperoleh kesenangan
yang sebenarnya dan pengetahuannya tidak sempurna. Hanya setelah bercerai dengan
badan maka roh memperoleh kesenangan yang sebentulnya dalam bentuk
pengetahuan yang sempurna. Setelah bercerai dengan badan, roh pergi ke alam
kebenaran atau alam akal di atas bintang-bintang, di dalam lingkungan cahaya Tuhan,
dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan. Disinilah letak kesenangan abadi dari
roh.
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa antara roh dengan jasad,
keduanya mempunyai fungsi masing-masing ketika bersatu, akan tetapi ketika roh
keluar dan berpisah dari jasad atau badan, maka fungsi kesatuan itu menjadi hilang
dan tinggallah roh yang berfungsi untuk melanjutkan kehidupannya ke alam
kebenaran atau ke alam akal. Dalam penjelasan dari al-Qur’an ataupun al-Hadits, roh
tersebut akan pergi ke alam akhirat untuk mempertanggung jawabkan segala amalnya
ketika bersatu dengan jasad.

4. Filsafat Moral

Menurut al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri


dan bahwa seorang filosof wajib menempuh hidup susila.Hikmah sejati membawa
serta pengetahuan serta pelaksanaan keutamaan.Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri
sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia (Stoa). Tabiat manusia baik,
tetapi ia digoda oleh nafsu. Konflik itu dihapuskan oleh pengetahuan (paradoks
Socrates).Manusia harus menjauhkan diri dari keserakahan.Milik memberatkan
jiwa.Socrates dipuji sebagai contoh zahid (asket).Al-Kindi mengecam para ulama
yang memperdagangkan agama (tijarat bi al-din) untuk memperkaya diri dan para
filosof yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk mempertahankan
kedudukannya dalam Negara. Ia merasa diri korban kelaliman Negara seperti

15
Socrates. Dalam kesesakan jiwa, filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk
melatih kekangan, keberanian dan hikmah dalam keseimbangan sebagai keutamaan
pribadi, tetapi pula keadilan untuk meningkatkan tata Negara. Sebagai filosof, al-
Kindi prihatin, kalau-kalau syari’at kurang menjamin perkembangan kepribadian
secara wajar.Karena itu dalam akhlak dia mengutamakan kaedah stoa dan Socrates.

5. Filsafat Kenabian

Tentang kenabian bagi Al-Kindi adalah satu derajat pengetahuan yang tertinggi
bagi manusia. Hanya nabi yang bisa mencapai pengetahuan yang sempurna tentang
alam ghaib dan ketuhanan melalui wahyu. Kesanggupan untuk mengetahui seluk-
beluk alam ghaib yang sempurna seperti itu tidak mungkin dapat dicapai oleh
manusia biasa.
Keterbatasan pengetahuan manusia terhadap soal-soal hakikat dan alam ghaib
disebabkan keterbatasan keleluasaan akalnya atas jasad. Oleh karena itu pengetahuan
yang dicapai oleh manusia masih sedikit sekali dan hal ini masih belum sepenuhnya
pula dapat diyakini kebenarannya. Berlainan dengan wahyu yang disampaikan Tuhan
kepada nabi, ia lebih positif dan kebenarannya dapat diyakini sepenuhnya. Jadi
kenabian lebih tinggi dari derajat para filosof.
Dalam realitasnya kita sudah mengikuti bahwa Nabi sudah pasti mempunyai
derajat lebih tinggi sekalipun sama-sama berbentuk wujud manusia. Tentunya dilihat
dari segi keilmuan, kemulyaan dan interaksinya dengan Tuhan, sehingga ada perintah
atau keistimewaan yang dimiliki oleh para Nabi disamping hal di atas, misalnya
mukjizat yang jenisnya berbeda-beda tiap para Nabi-Nya, begitu pula dilihat dari segi
dima’shumnya atas segala perbuatan dan segala dosanya.

2.3 Tinjauan terhadap al-Kindi

Al-Kindi merupakan filosof pertama yang menyelami persoalan filsafat dan


keilmuan dengan menggunakan bahasa arab, seperti halnya dengan Descartes dengan
bahasa perancis, meskipun berbeda waktu, corak pikiran dan luasnya pembicaraan.
Sebagai orang yang mempelajari pikiran-pikiran filsafat dari masa-masa sebelumnya,
maka ia harus memperkenalkan pikiran-pikiran tersebut kepada dunia arab – Islam
tentang berbagai persoalan yang sebenarnya terasa asing sama sekali oleh mereka.

16
Dari segi ini, maka al-Kindi menghadapi kesulitan yang besar, akan tetapi ia dapat
mengatasinya dengan baik.
Pertama ia menggunakan istilah-istilah arab untuk pengertian kata-kata Yunani.
Kalau terpakasa memakai kata-kata Yunani asli, maka disebutkan - juga istilah
arabnya, seperti kata-kata filsafat dan hikmah, fantasia dan mushawarah, hule dan thin
( tanah ) atau maddah. Untuk ketelitian pemakaian istilah – istilah, maka ia harus
menulis risalah-risalah yang khusus untuk itu, dan risalah ini merupakan buku tertua
yang sampai kepada kita. Kadang-kadang ia mengambil kata-kata arab kuno yang
hamper hilang dari pemakaian, seperti kata-kata ais untuk arti wujud. Definisi-definisi
yang dibuatnya teliti, tepat dan ringkas. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa ia tahu
benar bahasa arab dan dapat menguasainya.
Kedua ia telah meneliti persoalan – persoalan filsafat yang meskipun telah
dibicarakan oleh filosof-filosof sebelumnya, namun ia tetap mempertahankan
kepribadiannya danpendapatnya sendiri. Karenanya, maka ia tidak sekedar mengutip
dari Aristoteles dan Plato atau filosof-filsof Yunani lainnya, Tetapi ia juga memilih
mana yang sesuai dengan pikirannya sendiri dan kepercayaan agamanya.
Dalam filsafat fisika misalnya, ia mengikuti Aristoteles, meskipun tidak
menyetujuinya dalam soal qadimnya alam beserta alasan-alasannya. Demikian pula
dalam soal kejiwaan ia mengesampingkan Aristoteles dan lebih suka memeilih Plato,
karena pikiran – pikiran Plato ini bersifat rohani ( idealis ) yang sesuai dengan ajaran
agama Islam.
Tentang tuhan dan sifat-Nya, maka al-Kindi bersikap sebagai orang Islam
Mu’tazilah. Kalau dicari persamaannya dengan aliran-aliran filsafat sebelumnya maka
kita bisa menunjuk aliran stoa, dimana aliran ini menganggap Tuhan sebagai dzat
pengatur dan pemelihara Alam, yang Berakal, dimana bekasnya Nampak dengan jelas
pada alam.
Akan tetapi memang haruslah diakui, al-Kindi tidak mempunyai system filsafat
yang lengkap. Jasanya ialah karena dia adalah orang yang pertama membuka pintu
filsafat bagi dunia Arab dan diberinya corak Arab keislaman. Pendiri filsafat Islam
yang sebenarnya ialah al-Farabi.

17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin
‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi
dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia
berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat
Arab dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz.
Pemikiran-pemikiran al-Kindi dalam bidang filsafat meliputi pemaduan antara
agama dengan filsafat atau terkenal dengan talfiq, selanjutnya filsafat ketuhanan yang
meliputi pemikiran-pemikirannya mengenai Tuhan, keberadaan-Nya, Fungsi-Nya,
dalil keberadaan Tuhan dan sifat-sifat Tuhan, filsafat metafisika, filsafat jiwa serta
roh, filsafat moral, dan filsafat kenabian.
Tinjauan terhadap al-Kindi sangatlah beragam, berkaitan dengan jasanya dalam
mengenalkan asas-asas filsafat Islam bagi dunia Arab, bahkan sebelumnya juga dia
telah membuka pintu utama sebagai orang yang telah menerjemahkan dan berjasa
besar terhadap penelaahan filsafat-filsafat Yunani. Sekalipun ada yang mengatakan
bahwa karya filsafatnya lebih banyak mengutip karya-karya orang lain, tetapi dalam
hal perkembangannya, al-Kindi sempat menjadi ilmuwan besar pada masa dinasti
Abbasyiah.

3.2 Saran

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.

18
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan, Murif Yahya, and Tedi Priatna. “Ilmu Kalam Sejarah Dan Pokok Pikiran
Aliran-Aliran,” 2006.
“Filsafat Islam / Ahmad Fuad Al-Ahwani; Penyunting, Sutardji Colzoum Bachri;
Penerjemah, Pustaka Firdaus | OPAC Perpustakaan Nasional RI.” Accessed
September 27, 2023.
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=171826.
Hanafi, Ahmad, and Pengantar Filsafat Islam. “Bulan Bintang,” 1990.
“Lokasi: Pengantar Filsafat Islam : Konsep, Filsuf, Dan Ajarannya.” Accessed
September 27, 2023.
https://onesearch.id/Record/IOS4670.JATIM000000000091925.
Nasution, Hasyimsyah, and Filsafat Islam. “Gaya Media Pratama.” Jakarta, Tahun,
1999.
Soleh, Achmad Khudori. “Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemprer,” 2016.

19

Anda mungkin juga menyukai