MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Dirasah Islamiah (Qt. Ijtimaiyah)
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
RIZA SYARIPUDDIN
NIM : 2102010004
AISYAH RAHMADANI
NIM : 2102010013
(STAI-DDI) PINRANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta hidayah kepada kita sehingga berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Dirasah Islamiah (Qt. Ijtimaiyah) yang berjudul
“Aliran Fiqih, Qalam, dan Tasawuf ”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Dirasah Islamiah (Qt. Ijtimaiyah) di STAI DDI Pinrang.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masi banyak
kekurangan. Oleh sebeb itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan khususnya bagi para mahasiswa sebagai penambah pengetahuan.
Kebenaran dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT yang punya dan maha
kuasa. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah
bersedia membaca makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Sejarah Perkembangan Fiqih...................................................................3
B. Pengertian Fiqih dan Madzhab................................................................4
C. Ulama-ulama Mazdhab............................................................................5
D. Pengertian Ilmu Kalam..........................................................................12
E. Kerangka Berfikir Aliran-aliran Ilmu Kalam......................................13
F. Macam-macam Tasawuf........................................................................17
BAB III PENUTUP...............................................................................................27
A. KESIMPULAN.......................................................................................27
B. SARAN....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqih adalah salah satu bidang studi islam yang paling di kenal
oleh masyarakat. Karena fiqih langsung terkait dengan kehidupan
masyarakat. Dari sejak lahir sampai meninggal dunia berhubungan dengan
fiqih.dengan hal yang seperti itu, maka fiqih di kategorikan sebagai ilmu
al-bal ,yaitu ilmu yang berkaitan dengan tingkah laku kehidupan manusia,
dan termasuk ilmu yang harus di pelajari, karena dengan ilmu itu pula
seseorang baru dapat melaksanakan kewajibannya mengabdi kepada Allah
melalui ibadah seperti: puasa, haji, dan sebagainya.
Para ulama tidak selalu sepakat dalam menetapkan istilah-istilah
untuk suatu pengertian dan dalam menetapkan jalan-jalan yang ditempuh
dalam pembahasannya. Perbedaan-perbedaan dalam hal penetapan istilah-
istilah itu menimbulkan beberapa aliran dalam fiqih. Perbedaan-perbedaan
yang terjadi tersebut diakibatkan oleh berbedanya pendapat dalam
membangun ushul fiqh. Ada aliran yang mengkaji ushul fiqh secara
teoritis tanpa terpengaruh dengan masalah-masalah furu’. Banyak imam-
imam yang tidak sependapat dengan hal ini sehingga terjadilah penafsiran
yang berbeda dengan kajian teoritis tersebut. Demikian juga selanjutnya,
banyak pula terjadi pertentangan-pertentangan akibat ketidak
sependapatan dari masing-masing imam yang akhirnya muncullah aliran-
aliran dalam fikih
Setelah masa kemunculan islam serta perkembangan kelimuannya
menjadikan agama islam merupakan sebuah dasar dari sebuah ilmu
pengetahuan, penyelesaian sebuah masalah antara muslim, keadilan
sesama muslin dan sebagai berikut. Ini semua bisa diselesaikan dengan
merujuk kepada AL-Qur’an dan Sunnah Rasul. Karena bagi umat muslim
1
2
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
1. Masa Sahabat
Masa ini dimulai sejak meninggalnya Nabi Muhammad SAW
sampai pada masa berdirinya Dinasti Umayyah ditangan Mu'awiyah
bin Abi Sufyan. Sumber fikih pada periode ini didasari pada Al-
Qur'an dan Sunnah juga ijtihad para sahabat Nabi Muhammad yang
masih hidup. Ijtihad dilakukan pada saat sebuah masalah tidak
diketemukan dalilnya dalam nash Al-Qur'an maupun Hadis.
Permasalahan yang muncul semakin kompleks setelah banyaknya
ragam budaya dan etnis yang masuk ke dalam agama Islam.1
Pada periode ini, para faqih mulai berbenturan dengan adat,
budaya dan tradisi yang terdapat pada masyarakat Islam kala itu.
Ketika menemukan sebuah masalah, para faqih berusaha mencari
jawabannya dari Al-Qur'an. Jika di Al-Qur'an tidak diketemukan dalil
yang jelas, maka hadis menjadi sumber kedua . Dan jika tidak ada
landasan yang jelas juga di Hadis maka para faqih ini melakukan
ijtihad.
Menurut penelitian Ibnu Qayyim, tidak kurang dari 130 orang
faqih dari pria dan wanita memberikan fatwa, yang merupakan
pendapat faqih tentang hukum.2
2. Masa Tabi’ Tabi’in (Periode Imam Madzhab)
Masa ini berlangsung sejak berkuasanya Mu'awiyah bin Abi
Sufyan sampai sekitar abad ke-2 Hijriah. Rujukan dalam menghadapi
suatu permasalahan masih tetap sama yaitu dengan Al-Qur'an, Sunnah
dan Ijtihad para faqih. Tapi, proses musyawarah para faqih yang
menghasilkan ijtihad ini seringkali terkendala disebabkan oleh tersebar
1
Mohammad Rifa’i, Ushul Fiqih, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1973), hal. 9
2
Ibnu Al Qayyim, I’lam Al Muwaqqi’in, (Kairo: Dar Al Kutub Al Haditsah), hal. 12
3
4
3
Kamal Muchtar, Ushul Fiqih, (Cet. I Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), hal.
14.
4
Ibid, hal. 15
5
Tengku Muhammad Hasbi Ash Al-Shiddieqy, Hukum-hukum Fikih Islam, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hal. 1
5
syari’iyahh amaliyah yang dipetik dari-dalil yang tafshil. Suatu ilmu yang
di istimbatkan dengan ra’yu dan ijtihad. Dia berhajat kepada nadzar dan
ta’ammul. Oleh karena itu kita tidak boleh menamakan Alloh dengan
faqih, karena tidak ada yang tersembunya bagi-Nya.6
Menurut Ibnu Khaldun “Fikih adalah ilmu yang menerangkan
hukum-hukum Allah terhadap perbuatan mukallaf(muslim yang telah
baligh dan berakal sehat). Dan hukum-hukum itu diterima dari Alloh dan
perantaraan kitabullah, sunnatu al-Rasul, dan dalil-dalil yang ditegakkan.
Salah satu caranya dengan mengetahui hukum-hukum itu, dengan qiyas.
Maka apabia ada hukum itu maka dinamakan fikih.
C. Ulama-ulama Mazdhab
1. Mazhab Hanafi
Nama lengkap Imam Hanafii ialah: Nu’man bin Tsabit bin Zautha.
Diahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau
wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A.
Beliau lebih dikenal dengan sebutan: Abu Hanifah An Nu’man.
Abu Hanifah adalah seorang mujtahid dan ahli ibadah. Dalam
biografinya Imam Hanafi dalam bidang fiqh beliau belajar kepada
Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak
belajar pada ulama-ulama Ttabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan
Nafi’ Maula Ibnu Umar.
Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu
Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan
pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-
muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti
mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah
digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara
dan metode ijtihad ulama-ulama Irak (Ahlu Ra’yi). Maka disebut juga
mazhab Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.
6
Wahbah Al- Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Darul Fikr, 2011), hal. 40
6
3. Mazdhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam ; berdasarkan atas masa dan
tempat beliau mukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim; yaitu mazhab
yang dibentuk sewaktu hidupdi Irak. Dan yang kedua ialah Qul Jadid;
yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah
dari Irak. Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan Imam
Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu
Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar Risaalah. Dan kitabnya dalam bidang
fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya ialah: Al-Um.
1. Al Kitab.
2. Sunnah Mutawatirah.
3. Al Ijma’.
4. Khabar Ahad.
5. Al Qiyas.
4. Mazdhab Hambali
Dasar-dasar Mazdhabnya
5. Madzhab Jafar’i
Istilah ilmu kalam terdiri dari dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu
dalam kamus Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu.
Adapun arti Kalam dari bahasa Arab kata-kata. Ilmu kalam secara
harfiah berarti ilmu tentang kata kata. Walaupun dikatakan ilmu tentang
kata-kata, tetapi ilmu ini tidak ada kaitanya dengan ilmu bahasa. Ilmu
kalam menggunakan kata kata dalam menyusun argumen-argumen yang di
gunakannya. Oleh krena itu, kalam sebagai kata, bisa mengandung
perkataan manusia (kalam an nas) atau perkataan Allah (kalam Allah).7
Apabila yang dimaksud kalam itu ialah kalam Allah maka soal
kalam, sabda Allah, atau Al-Qur’an pernag menjadi pembahasan yang
amat serius dengan ilmu kalam sehingga menimbulkan pertentangan
pertentangan keras dialiran-aliran yang ada. Persoalanya ialah apakah
kalam Allah ini baharu atau qadim.atau dengan kata lain apakah kalam
Allah ini diciptakan atau tidak diciptakan.
Tetapi apabila yang dimaksud kalam, itu adalah kata kata manusia,
maka ilmu kalam menggunakan mantiq (logika) yang disampaikan dengan
susunan kata yang argumentasi rasional. Hal itu untuk memperkuat dalil-
dalil naqli atau dalil yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis Nabi.
Ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan
(Allah). Sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang tidak ada
padanya, dan sifat-sifat yang mungkin ada padanya dan membicarakan
tentang Rasul-Rasul Tuhan. Untuk menetapkan kerasulanya dan
mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang mungkin
ada padanya, sifat-sifat yang tidak ada padanya,dan sifat-sifat yang
mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya.
7
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Prenadamedia Grup,
2014), hal. 2
13
1. Aliran Muktazilah
Aliran muktazilah merupakan aliran pikiran Islam yang
terbesar dan tertua. Pusat ilmu dan peradaban islam kala itu tempat
perpaduan aneka kebudayaan asing dan pertemuan bermacam macam
agama.
d. Ajaran-ajarannya
1. Tauhid (pengesaan)
2. Al’Adl (janji dan ancaman)
3. Al-Manzilah baina al-Manzilatain (tempat diantara dua tempat)
4. Amr Ma’ruf Nahi Munkar (perintah kebaikan dan melarang
kejahatan).
2. Aliran Asy’ariyah
1. Riwayat hidupnya
8
Ahmad Hanafi, Teologi Islam, (Jakarta:PT Bulan Bintang, 2010), hal. 3.
15
2. Karyanya
3. Aliran Maturidiyah
F. Macam-macam Tasawuf
Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi belajar
pada seorang Sufi yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin
Abdullah al-Tustur di Negeri Ahwaz. Selanjutnya ia berangkat ke
Bashrah dan belajar pada seorang sufi bernama Amr al-Makki, dan
pada tahun 264 H. ia masuk kota Baghdad dan belajar pada. al-Junaid
yang juga seorang sufi. Selain itu ia pernah juga menunaikan ibadah
haji di Mekkah selama tiga kali. Dengan riwayat hidup yang singkat
ini jelas bahwa ia memiliki dasair pengetahuan tentang tasawuf yang
cukup kuat dan mendalam. Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia
pernah keluar masuk penjara akibat konflik dengan ulama fikih.
Pandangan-pandangan tasawuf yang agak ganjil sebagaimana akan
dikemukakan di bawah ini menyebabkan seorang ulama fiqh bernama
Ibn Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa untuk membantah dan
memberantas pahamnya. Al-lsfahani dikenal sebagai ulama fikih
penganut mazhab Zahiri, suatu mazhab yang hanya mementingkan
zahir Nas ayat belaka. Fatwa yang menyesatkan yang dikeluarkan oleh
Ibn Daud itu sangat besar pengaruhnya terhadap diri al-Hallaj,
sehingga al-Hallaj ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi setelah satu
tahun dalam penjara, dia dapat meloloskan diri berkat bantuan seorang
sifir penjara.
3. Aliran Ittishal
Aliran Tasawuf Ittishal dikemukakan oleh para filsuf Islam
terutama Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, dan Ibnu Tufail.
Abu Nasr Muhammad Al-Farabi di dalam mengemukakan
konsepsinya tentang tasawuf, tidak terlepas dari keahliannya sebagi
filsuf. Tasawuf menurut Al-Farabi, bukan hanya membahas masalah
amal untuk kebersihan jiwa, memerangi hawa nafsu, dan kelezatan
badaniyah saja, tetapi juga harus melalui akal dan pemikiran itu
sendiri.9
9
Zakiah Daradjat, Ilmu Tasawuf, (Sumatera Utara: Institut Agama Islam Negeri, 1982),
hal. 159
21
yang pada dasarnya, memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia
tasawuf.
Nama kaum ini, diambil dari kata malamah, yang secara bahasa
yang artinya “celaan”, malamah mengandung arti bahwa mereka
tidaklah menganggap pendapat orang dalam tingkah peribadatan
mereka terhadap Tuhan. Kaum Malamati adalah orang-orang suci yang
dengan sengaja menjalani kehidupan hina, dengan tujuan untuk
menyembunyikan hakikat pencapaian spiritual mereka. Aliran Ahlul
Malamah lahir di Nishapor pada bagian kedua abad ketiga
hijriyah.Ahlul Malamah adalah sekumpulan orang yang mencela dan
merendahkan diri mereka karena itulah tempat kesalahan-kesalahan.
Ajaran kaum malamatiyah ini pada dasarnya ialah mencela diri
sendiri, merendahkan dan menghinakannya didepan orang untuk
melindungi keikhlasan dan kedekatan dirinya dengan Tuhan, menjaga
kemurnian ketulusan dan menjauhkan diri dari kesombongan.
Pendiri kaum Malamatiyyah ini, adalah Hamdun al-Qashshar, sufi
abad ke-3 H/9 M, yang berasal dari Naisyapur di Khurasan. Kaum
Malamatiyyah mengikuti teladan dirinya, yaitu hidup secara batiniah
dalam kebersatuannya dengan Allah, sementara secara lahiriah, mereka
bertindak seolah-olah terpisah dari Tuhan. Dalam tasawuf, sikap
pembawaan kaum Malamati ini merupakan sebuah watak permanen
dalam spiritualitas Islam, meskipun, banyak penyalahgunaan yang
dinisbatkan terhadap namanya, misalnya untuk mencampakkan syariat
dan etika atau adab tradisional.
Kaum Malamatiyyah adalah guru serta pembimbing dan pemimpin
manusia di jalan Tuhan. Meskipun, tidak ada tindakan dari mereka
yang tampak berbeda dari orang-orang awam. Satu di antara mereka,
adalah Muhammad, Rasul Allah, orang bijak yang menempatkan
segala sesuatunya di tempat yang seharusnya.
23
Menurut Hamka, Ibn Arabi dapat disebut sebagai orang yang telah
sampai pada puncak wahdatul wujud. Dia telah menegakkan pahamnya
dengan berdasarkan renungan pikir dan filsafat dan zauq tasawuf. la
menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa yang agak berbelit-belit
dengan tujuan untuk menghindari tuduhan, fitnah dan ancaman kaum
awam sebagaimana dialami al-Hallaj.
7. Aliran Ahlus Sunah
As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu
amalan baik itu dalam perkara kebaikan maupun perkara kejelekan.
Maka As-Sunnah yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah ialah
jalan yang ditempuh dan dilaksanakan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi
wa sallam serta para shahabat beliau, dan pengertian Ahlus Sunnah
ialah orang-orang yang berupaya memahami dan mengamalkan As-
Sunnah An-Nabawiyyah serta menyebarkan dan membelanya.
Menurut bahasa Arab pengertiannya ialah dari kata Al-Jamu’ dengan
arti mengumpulkan yang tercerai berai.
Istilah ahlu sunnah yang paling tua pernah dicatat adalah berasal
dari kata-kata Ibnu Siiriin, seorang tabi'i yang hidup dizaman akhir
pemerintahan Muawiyah dan awal pemerintahan Yazid bin Muawiyah.
Ibnu Siiriin hidup pada tahun 33H-110H. Kata-kata ibnu siiriin itu
diabadikan dalam Sahih Muslim hadits nomor 27 sbb:
Terjemahanya: Dahulu kami tidak bertanya soal sanad, namun
ketika terjadi fitnah maka sebutkanlah pada kami rijal2 kamu dan
lihatlah bila itu dari ahlu sunnah maka ambillah hadits mereka dan
lihatlah bila dari ahli bid'ah maka janganlah kamu ambil hadits
mereka.
Walaupun dari asal kata ahlu sunnah di sini adalah orang yang
mengikuti sunnah nabi, namun di balik itu bisa kita lihat muatan
politisnya. Zaman fitnah yang dikatakan ibnu siiriin tentulah apa yang
dia lihat dari pergolakan politik Muawiyah/Yazid melawan Ali ra.
Sehingga ahlu bid'ah yang dimaksud pastilah Syiah. Hal ini berarti
26
PENUTUP
A. KESIMPULAN
27
28
B. SARAN
Anwar , M. Sholihin dan Rosihon, (2011), Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia,
Daradjat, Zakiah. (1982), Ilmu Tasawuf, (Sumatera Utara: Institut Agama Islam
Negeri,
Muchtar, Kamal (1995), Ushul Fiqih, Cet. I Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,