Anda di halaman 1dari 33

ALIRAN FIQIH KALAM DAN TASAWUF

MAKALAH

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Dirasah Islamiah (Qt. Ijtimaiyah)

Dosen Pembimbing :

Dr, H. Aidil. S.Pd.I., M.Pd

Disusun Oleh :

RIZA SYARIPUDDIN

NIM : 2102010004

AISYAH RAHMADANI

NIM : 2102010013

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUD DA’WAH WAL IRSYAD

(STAI-DDI) PINRANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta hidayah kepada kita sehingga berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Dirasah Islamiah (Qt. Ijtimaiyah) yang berjudul
“Aliran Fiqih, Qalam, dan Tasawuf ”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Dirasah Islamiah (Qt. Ijtimaiyah) di STAI DDI Pinrang.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masi banyak
kekurangan. Oleh sebeb itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan khususnya bagi para mahasiswa sebagai penambah pengetahuan.
Kebenaran dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT yang punya dan maha
kuasa. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah
bersedia membaca makalah ini.

Pinrang, 11 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Sejarah Perkembangan Fiqih...................................................................3
B. Pengertian Fiqih dan Madzhab................................................................4
C. Ulama-ulama Mazdhab............................................................................5
D. Pengertian Ilmu Kalam..........................................................................12
E. Kerangka Berfikir Aliran-aliran Ilmu Kalam......................................13
F. Macam-macam Tasawuf........................................................................17
BAB III PENUTUP...............................................................................................27
A. KESIMPULAN.......................................................................................27
B. SARAN....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fiqih adalah salah satu bidang studi islam yang paling di kenal
oleh masyarakat. Karena fiqih langsung terkait dengan kehidupan
masyarakat. Dari sejak lahir sampai meninggal dunia berhubungan dengan
fiqih.dengan hal yang seperti itu, maka fiqih di kategorikan sebagai ilmu
al-bal ,yaitu ilmu yang berkaitan dengan tingkah laku kehidupan manusia,
dan termasuk ilmu yang harus di pelajari, karena dengan ilmu itu pula
seseorang baru dapat melaksanakan kewajibannya mengabdi kepada Allah
melalui ibadah seperti: puasa, haji, dan sebagainya.
Para ulama tidak selalu sepakat dalam menetapkan istilah-istilah
untuk suatu pengertian dan dalam menetapkan jalan-jalan yang ditempuh
dalam pembahasannya. Perbedaan-perbedaan dalam hal penetapan istilah-
istilah itu menimbulkan beberapa aliran dalam fiqih. Perbedaan-perbedaan
yang terjadi tersebut diakibatkan oleh berbedanya pendapat dalam
membangun ushul fiqh. Ada aliran yang mengkaji ushul fiqh secara
teoritis tanpa terpengaruh dengan masalah-masalah furu’. Banyak imam-
imam yang tidak sependapat dengan hal ini sehingga terjadilah penafsiran
yang berbeda dengan kajian teoritis tersebut. Demikian juga selanjutnya,
banyak pula terjadi pertentangan-pertentangan akibat ketidak
sependapatan dari masing-masing imam yang akhirnya muncullah aliran-
aliran dalam fikih
Setelah masa kemunculan islam serta perkembangan kelimuannya
menjadikan agama islam merupakan sebuah dasar dari sebuah ilmu
pengetahuan, penyelesaian sebuah masalah antara muslim, keadilan
sesama muslin dan sebagai berikut. Ini semua bisa diselesaikan dengan
merujuk kepada AL-Qur’an dan Sunnah Rasul. Karena bagi umat muslim

1
2

keduanya merupakan sumber utama atau pengambilan dalil-dalil terhadap


pengambilan solusi terhadap masalah.
Akan tetapi bagaimana jika ternyata didalam al-Qur’an dan Sunnah
tidak terdapat jawaban atas permaalahan yang dihadapi contohnya dalam
beberapa masalah sosial atau masalah-masalah Furu’. Apakah kita sebagai
umat muslim akan diam atau memberikan Ijtihad yang tidak sampai keluar
dari pemahaman islam atau dengan mengikuti madzhab-madzhab Fikih
dalam islam itu sendiri. Jika iya, maka perlu diketahui juga kapan muncul
madzhab-madzhab, metode yang digunakan ulama Fikih, dan siapa
tokohnya diantaranya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Fiqih?


2. Bagaimana Pengertian Fiqih?
3. Bagaimana Ulama-ulama Madzhab Fiqih dalam Islam?
4. Bagaimana Pengertian Ilmu Kalam?
5. Bagaimana Kerangka Berfikir Aliran-aliran Ilmu Kalam?
6. Bagaimana Macam-macam Aliran Tasawuf?
C. Tujuan

1. Mengetahui Sejarah Perkembangan Fiqih.


2. Mengetahui Pengertian Fiqih.
3. Mengetahui Ulama-ulama Madzhab Fiqih dalam Islam.
4. Mengetahui Pengertian Ilmu Kalam.
5. Mengetahui Kerangka Berfikir Aliran-aliran Ilmu Kalam.
6. Mengetahui Macam-macam Aliran Tasawuf.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Fiqih

1. Masa Sahabat
Masa ini dimulai sejak meninggalnya Nabi Muhammad SAW
sampai pada masa berdirinya Dinasti Umayyah ditangan Mu'awiyah
bin Abi Sufyan. Sumber fikih pada periode ini didasari pada Al-
Qur'an dan Sunnah juga ijtihad para sahabat Nabi Muhammad yang
masih hidup. Ijtihad dilakukan pada saat sebuah masalah tidak
diketemukan dalilnya dalam nash Al-Qur'an maupun Hadis.
Permasalahan yang muncul semakin kompleks setelah banyaknya
ragam budaya dan etnis yang masuk ke dalam agama Islam.1
Pada periode ini, para faqih mulai berbenturan dengan adat,
budaya dan tradisi yang terdapat pada masyarakat Islam kala itu.
Ketika menemukan sebuah masalah, para faqih berusaha mencari
jawabannya dari Al-Qur'an. Jika di Al-Qur'an tidak diketemukan dalil
yang jelas, maka hadis menjadi sumber kedua . Dan jika tidak ada
landasan yang jelas juga di Hadis maka para faqih ini melakukan
ijtihad.
Menurut penelitian Ibnu Qayyim, tidak kurang dari 130 orang
faqih dari pria dan wanita memberikan fatwa, yang merupakan
pendapat faqih tentang hukum.2
2. Masa Tabi’ Tabi’in (Periode Imam Madzhab)
Masa ini berlangsung sejak berkuasanya Mu'awiyah bin Abi
Sufyan sampai sekitar abad ke-2 Hijriah. Rujukan dalam menghadapi
suatu permasalahan masih tetap sama yaitu dengan Al-Qur'an, Sunnah
dan Ijtihad para faqih. Tapi, proses musyawarah para faqih yang
menghasilkan ijtihad ini seringkali terkendala disebabkan oleh tersebar

1
Mohammad Rifa’i, Ushul Fiqih, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1973), hal. 9
2
Ibnu Al Qayyim, I’lam Al Muwaqqi’in, (Kairo: Dar Al Kutub Al Haditsah), hal. 12

3
4

luasnya para ulama di wilayah-wilayah yang direbut oleh Kekhalifahan


Islam.3
Pada masa ini, para faqih seperti Ibnu Mas'ud mulai menggunakan
nalar dalam berijtihad. Ibnu Mas'ud kala itu berada di daerah Iraq
yang kebudayaannya berbeda dengan daerah Hijaz tempat Islam
awalnya bermula. Umar bin Khattab pernah menggunakan pola yang
dimana mementingkan kemaslahatan umat dibandingkan dengan
keterikatan akan makna harfiah dari kitab suci, dan dipakai oleh para
faqih termasuk Ibnu Mas'ud untuk memberi ijtihad di daerah di mana
mereka berada.4
Dengan disusunnya kaidah-kaidah syar’iyah dan kaidah-kaidah
lughawiyah dalam berijtihad pada abad II Hijriyah, maka telah
terwujudlah ilmu ushul Fikih. Dikatakan oleh Ibnu Nadim bahwa
ulama yang petama kali menyusun kitab Ilmu Ushul Fikih ialah Imam
Abu Yusuf murid Imam Abu Hanifah akan tetapi kitab tersebut tidak
sampai kita.

B. Pengertian Fiqih dan Madzhab

Fikih menurut bahasa adalah paham yang mendalam. Sedangkan


menurut istilah terdapat beberapa perbedaan pendapat sebagai berikut:
Menurut kebanyakan fuqoha fiqh menurut istilah ialah “segala
hukum syara’ yang diambil dari kitab Allah SWT, dan sunnah Rasul
SAW dwngan jalan ijtihad dan istimbath berdasarkan hasil penelitian yang
mendalam.5
Fikih menurut al-Saiyid al-Syarif al-Jurjany mengatakan “fikih
menurut bagsa ialah memahamkan maksud pembicara dari
pembicaraannya. Menurut istilah ilmu yang menerangkan hukum-hukum

3
Kamal Muchtar, Ushul Fiqih, (Cet. I Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), hal.
14.
4
Ibid, hal. 15
5
Tengku Muhammad Hasbi Ash Al-Shiddieqy, Hukum-hukum Fikih Islam, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hal. 1
5

syari’iyahh amaliyah yang dipetik dari-dalil yang tafshil. Suatu ilmu yang
di istimbatkan dengan ra’yu dan ijtihad. Dia berhajat kepada nadzar dan
ta’ammul. Oleh karena itu kita tidak boleh menamakan Alloh dengan
faqih, karena tidak ada yang tersembunya bagi-Nya.6
Menurut Ibnu Khaldun “Fikih adalah ilmu yang menerangkan
hukum-hukum Allah terhadap perbuatan mukallaf(muslim yang telah
baligh dan berakal sehat). Dan hukum-hukum itu diterima dari Alloh dan
perantaraan kitabullah, sunnatu al-Rasul, dan dalil-dalil yang ditegakkan.
Salah satu caranya dengan mengetahui hukum-hukum itu, dengan qiyas.
Maka apabia ada hukum itu maka dinamakan fikih.

C. Ulama-ulama Mazdhab

1. Mazhab Hanafi
Nama lengkap Imam Hanafii ialah: Nu’man bin Tsabit bin Zautha.
Diahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau
wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A.
Beliau lebih dikenal dengan sebutan: Abu Hanifah An Nu’man.
Abu Hanifah adalah seorang mujtahid dan ahli ibadah. Dalam
biografinya Imam Hanafi dalam bidang fiqh beliau belajar kepada
Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak
belajar pada ulama-ulama Ttabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan
Nafi’ Maula Ibnu Umar.
Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu
Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan
pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-
muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti
mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah
digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara
dan metode ijtihad ulama-ulama Irak (Ahlu Ra’yi). Maka disebut juga
mazhab Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.

6
Wahbah Al- Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Darul Fikr, 2011), hal. 40
6

Dasar-dasar Mazhab Hanafi


Abu Hanifah dalam menetapkan hukum fiqh terdiri dari tujuh
pokok, yaitu:
1. Al Kitab,
2. As Sunnah,
3. Perkataan para Sahabat,
4. Al Qiyas, Al Istihsan,
5. Ijma’
6. Uruf.
Daerah-daerah Penganut Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah (Irak), kemudian tersebar
ke negara-negara Islam bagian Timur. Dan sekarang ini mazhab
Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon.
Dan mazhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan,
Pakistan, Turkistan, Muslimin India dan Tiongkok.
2. Madzhab Maliki
Nama lengkap dari pendiri mazhab ini ialah : Malik bin Anas bin
Abu Amir. Lahir pada tahun 93 H di Madinah. Mazhab Maliki adalah
merupakan kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam
Malik dan para penerusnya di masa sesudah beliau meninggal dunia.
Selanjutnya dalam kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan
sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan imam dalam bidang
hadis Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.
Dan Imam Malik belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang
menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau
juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri.
Adapun yang menjadi gurunya dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah bin
Abdur Rahman. Imam Malik adalah imam (tokoh) negeri Hijaz,
bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits.
7

Dasar-dasar Mazdhab Maliki


Dasar-dasar mazhab Maliki diperinci dan diperjelas sampai tujuh
belas pokok(dasar) yaitu:
1. Al-Qur’an
2. Sunnah
3. Ijma’dan Qiyas
4. Amal Ahli Madinah
5. Qoul al-Sahabi
6. istihsan
7. Muraa’atul Khilaaf
8. Mashlih mursalah

Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Maliki.

Awal mulanya tersebar di daerah Medinah, kemudian tersebar


sampai saat ini di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan
Kuwait.

3. Mazdhab Syafi’i

Nama lengkap imam syafi’I ialah Al-Imam Abu Abdullah,


Muhammad bi-Idris AL-Quraisy al-hasyimi al-Muthalibi Ibnu Abbas
bin Utsman bin Syafi’i. Mazhab Syafi’Idibangun oleh Al Imam
Muhammad bin Idris Asy Syafi’i seorang keturunan Abdu Manaf
sebagai penyambung silsalah kepada Rasul. Beliau lahir di Guzah
(Siria) tahun 150 H dan wafat di mesir pada tahun 204 H. bersamaan
dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi Mazhab
yang pertama.

Guru Imam Syafi’i yang diantaranya ialah Muslim bin Khalid,


seorang Mufti di Mekah. Imam Syafi’i sanggup hafal Al Qur-an pada
usia sembilan tahun. Setelah beliau hafal Al Qur-an barulah
8

mempelajari bahasa dan syi’ir ; kemudian beliau mempelajari hadits


dan fiqh.

Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam ; berdasarkan atas masa dan
tempat beliau mukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim; yaitu mazhab
yang dibentuk sewaktu hidupdi Irak. Dan yang kedua ialah Qul Jadid;
yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah
dari Irak. Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan Imam
Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu
Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar Risaalah. Dan kitabnya dalam bidang
fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya ialah: Al-Um.

Dasar-dasar Madzhab Syafi’i

Dasar-dasar atau sumber hukum yang dipakai Imam Syafi’i dalam


mengistinbat hukum sysra’ adalah:

1. Al Kitab.
2. Sunnah Mutawatirah.
3. Al Ijma’.
4. Khabar Ahad.
5. Al Qiyas.

Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Syafi’i

Mazhab Syafi’i sampai sekarang dianut oleh umat Islam: di Libia,


Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan,
Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India,
Jazirah Indo China, Sunni-Rusia dan Yaman.

4. Mazdhab Hambali

Pendiri Mazhab Hambali ialah: Al Imam Abu Abdillah Ahmad bin


Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada
tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah
9

seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk


mencari ilmu pengetahuan, antara lain: Siria, Hijaz, Yaman, Kufah
dan Basrsh. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis
dalam kitab Musnadnya.

Dasar-dasar Mazdhabnya

Adapun dasar-dasar mazhabnya dalam mengistinbatkan hukum


adalah:

1. Nash Al Qur-an atau nash hadits.


2. Fatwa Sahabat.
3. Ijma’ dan Qiyas
4. istihab
5. Maslahah Mursalah
6. Al-Dzara’i

Daerah yang menganut mazdhab hambali.

Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad,


Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab
Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul
Aziz As Su’udi. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi
pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di
seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.

5. Madzhab Jafar’i

Mazhab Ja’fariyah ini didirikan oleh seorang yang bernama Al-


Imam Abu Abdillah Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin
Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib (80-148 H).
Juga ada tokohnya yang bernama Abu Ja’far Muhammad bin Al-
Hasan bin Farrukh (wafat 209 H), yang menjadi penyebar mazhab
Syi’ah Imamiyah.
10

Bisa melihat mazhab Ja’fariyah atau mazhab Syi’ah Imamiyah ini


dari dua sisi, yaitu dari sisi aqidah yang memang berafiliasi kepada
paham Syiah. Sedangkan yang kedua, dari sisi fiqih yang
sesungguhnya punya beberapa persamaan dengan fiqih 4 mazhab,
meski tetap meninggalkan perbedaan paham fiqih yang lain.

Selain keempat mazhab fiqih yang sudah masyhur dan memang


kokoh sepanjang zamaan, ada beberapa mazhab lain yang sebenarnya
cukup besar, namun tidak sampai sebesar yang empat itu. Misalnya
mazhab Ja’fariyah, mahzab Az-Zaidiyah, mazhab Azh-Zhaririyah, dan
juga mazhab Al-Ibadhiyyah. Dua mazhab pertama adalah mazhab
berpaham syi’ah.

Mazhab Ja’fariyah ini didirikan oleh seorang yang bernama Al-


Imam Abu Abdillah Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin
Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib . Juga ada
tokohnya yang bernama Abu Ja’far Muhammad bin Al-Hasan bin
Farrukh , yang menjadi penyebar mazhab Syi’ah Imamiyah.

Kita bisa melihat mazhab Ja’fariyah atau mazhab Syi’ah Imamiyah


ini dari dua sisi, yaitu dari sisi aqidah yang memang berafiliasi kepada
paham Syiah. Sedangkan yang kedua, dari sisi fiqih yang
sesungguhnya punya beberapa persamaan dengan fiqih 4 mazhab,
meski tetap meninggalkan perbedaan paham fiqih yang paling pokok.

Perlu dipertegas di sini bahwa fikh Ja’fari sebenarnya bukan hanya


pendapat Imam ash-Shâdiq saja. Fikh Ja’fari adalah kumpulan dari
banyak ilmu yang berasal dari para imam yang suci, yang sanadnya
bersambung kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.

Landasan Fiqih Madzhab Ja’fari

Adapun dalam pengambilan metode aliran Fikih Ja’fari


diantarantya ialah:
11

1. Dalam masalah penggunaan dalil-dalil fiqih, mereka memilih


hanya menggunakan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh ahlul
bait saja. Sikap mereka ini mirip dengan mahzab teman mereka,
yaitu mazhab Az-Zaidiyah yang juga menolak semua hadits
riwayat para shahabat selain ahlul bait.
2. Mereka punya kitab hadits khusus yang berjudul Al-Kafii fi ilmid-
diin, susunan Al-Kulainiy (Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq Al-
Kulainiy Ar-Razy -328 H), berisi 60.099 hadits hadits yang
semuanya diriwayatkan dari jalur ahlul bait. Di dalam
kutubussittah termasuk shahih Bukhari dan Muslim, hadits-hadits
ini juga ada termuat dengan dinomorkan dengan nomor Zaid.
3. Mereka mengedepankan ijtihad namun menolak qiyas yang tidak
disertai nash tentang ‘illat-nya.
4. Mengingkari ijma’ kecuali bila di dalam ijma’ itu ada imam yang
ikut serta.
5. Rujukan dalam semua masalah fiqih hanya terbatas kepada ulama
dari imam mereka saja.

Contoh hasil dari mazdhab Ja’fari

1. Menghalalkan nikah Mut’ah atau kawin kontrak


2. Mewajibkan adanya saksi dalam setiap perceraian
3. Mengharamkan sembelihan ahli kitab
4. Mengharamkan laki-laki muslim menikah dengan wanita ahli kitab
5. Dalam masalah warisan, mereka mendahulukan anak paman yang
seayah dan seibu ketimbang anak paman yang seayah
6. Tidak mengakui syariat al-mashu ‘alal-khuffain (mengusap dua
sepatu) sebagai pengganti cuci kaki dalam wudhu’.
7. Di dalam lafaz azan, mereka menambahkan kalimat Asyhadu anna
‘Aliyyan waliyullah (Aku bersaksi bahwa Ali adalah wali Allah)
dankalimat Hayya ‘ala khairil ‘amal (Mari kita melakukan amal
terbaik).
12

D. Pengertian Ilmu Kalam

Istilah ilmu kalam terdiri dari dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu
dalam kamus Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu.
Adapun arti Kalam dari bahasa Arab kata-kata. Ilmu kalam secara
harfiah berarti ilmu tentang kata kata. Walaupun dikatakan ilmu tentang
kata-kata, tetapi ilmu ini tidak ada kaitanya dengan ilmu bahasa. Ilmu
kalam menggunakan kata kata dalam menyusun argumen-argumen yang di
gunakannya. Oleh krena itu, kalam sebagai kata, bisa mengandung
perkataan manusia (kalam an nas) atau perkataan Allah (kalam Allah).7
Apabila yang dimaksud kalam itu ialah kalam Allah maka soal
kalam, sabda Allah, atau Al-Qur’an pernag menjadi pembahasan yang
amat serius dengan ilmu kalam sehingga menimbulkan pertentangan
pertentangan keras dialiran-aliran yang ada. Persoalanya ialah apakah
kalam Allah ini baharu atau qadim.atau dengan kata lain apakah kalam
Allah ini diciptakan atau tidak diciptakan.
Tetapi apabila yang dimaksud kalam, itu adalah kata kata manusia,
maka ilmu kalam menggunakan mantiq (logika) yang disampaikan dengan
susunan kata yang argumentasi rasional. Hal itu untuk memperkuat dalil-
dalil naqli atau dalil yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis Nabi.
Ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan
(Allah). Sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang tidak ada
padanya, dan sifat-sifat yang mungkin ada padanya dan membicarakan
tentang Rasul-Rasul Tuhan. Untuk menetapkan kerasulanya dan
mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang mungkin
ada padanya, sifat-sifat yang tidak ada padanya,dan sifat-sifat yang
mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya.

7
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Prenadamedia Grup,
2014), hal. 2
13

E. Kerangka Berfikir Aliran-aliran Ilmu Kalam

1. Aliran Muktazilah
Aliran muktazilah merupakan aliran pikiran Islam yang
terbesar dan tertua. Pusat ilmu dan peradaban islam kala itu tempat
perpaduan aneka kebudayaan asing dan pertemuan bermacam macam
agama.

Muktazilah berpandangan bahwa Tuhan telah memberikan


kemerdekaan dan kebebasan bagi manusia dalam menentukan
kehendak dan perbuatannya dan Tuhan mempunyai kewajiban berlaku
adil, berkewajiban menempati janji, berkewajiban memberi rezki.

a. Asal-usul nama Muktazilah


Orang-orang Muktazilah menyalahi pendapat sebagian besar
Umat, karena mereka (orang-orang muktazilah) mengatakan bahwa
orang fasik, ialah orag yang melakukan dosa besar, tidak mukmin
tidak pula kafir.

b. Wasil bin Ata’ pendiri aliran Muktazilah

Berbeda pendapat dengan gurunya yaitu , Hasan Basri, dalam


soal tersebut diatas, yang karenanya ia memisahkan diri dari
pelajaran yang diadakan gurunyadan berdiri sendiri,kemudian
pengikut banyak. Kemudian Hasan Basri berkata ‘’Wasil telah
memisahkan diri dari kami’’, sejak saat itu Wasil dan teman
temannya disebut ’’golongan yang memsisahkan
diri’’(muktazilah).

c. Ahmad Amin dalam bukunya

Berpendapat bahwayang mula-mula memberikan nama


Muktazilah adalah orang-orang yahudi, seperti diketahui sepulang
mereka dari tawaran di Siria (perang Meccabea melawan
Antiochus IV, raja Siria Abad keempat atai ketiga sebelum lahir
14

ISA) timbulah mereka golongan yahudi ‘’Pharisee” yang artinya


memisahkan diri (dari bahsa ibrani, parash:to separate).

d. Ajaran-ajarannya
1. Tauhid (pengesaan)
2. Al’Adl (janji dan ancaman)
3. Al-Manzilah baina al-Manzilatain (tempat diantara dua tempat)
4. Amr Ma’ruf Nahi Munkar (perintah kebaikan dan melarang
kejahatan).
2. Aliran Asy’ariyah

Dalam suasana kemuktazilan yang keruh, munculnya Al-


Asy’ari, dibesakan dan didik, sampai mencapai umur lanjut. Ia telah
membela aliran Muktazilah sebaik-baiknya, akan tetapi aliran tersebut
kemudian ditinggalkanya, bahkan memberinya pukulan pukulan hebat
dan menganggapnya lawan yang berbahaya.

Asy’ariyah mengambil dasar keyakinannya dari para salaf,


salah satunya yaitu pemikiran Abu Musa Al-Asy’ari dalam meyakini
sifat-sifat Allah. Kemudian menyeimbangkan akal dengan tekstual
ayat dalam memahami Al-Qur’an dan Hadist.

1. Riwayat hidupnya

Namanya Abdul Hasan Ali Bin Ismail al-Asy’ari, keturunan


dari Abu Musa al-Asy’ari, salah sati diantaranya dalam sengketa
antara Ali dan Muawiyah.8 Al-Asy’ari lahir tahun 260H/ 873M dan
wafat pada tahun 324H/935M. Pada masa kecil brliau berguru
dengan muktazilah terkenal, yaitu Al-Jubbai, mempelajari ajaran-
ajaran Muktazilah dan mendalaminya. Aliran ini diikiuti sampai

8
Ahmad Hanafi, Teologi Islam, (Jakarta:PT Bulan Bintang, 2010), hal. 3.
15

usianya 40 tahun, dan tidak sedikit dari kehidupannya digunakan


untuk mengarang buku buku kemuktazilan.

Ketika mencapai usia 40 thn, ia bersembunyi di rumahnya


selama 15 hari, kemudian perg ke masjid Basrah. Didepan umum
ia menyatakan bahwa mula-mula mengatakan Al-Qur’an adalah
makhluk; tuhan tidak dapat dilihat mata kepala; perbuatan buruk
manusia sendri yang memperbuatnya (semua pendapat aliran
muktazilah). Kemudia ia mengatakan; ’’saya tidak lagi memegangi
pendapat pendapat tersebut; saya harus menolak paham-paham
orang myktazikah dan menunjukkan keburukan-keburukan dan
kelemahanya’’.

Sebanya ia meninggalkan muktazilahg adanya perpecahan yang


dialami kaum muslimin yang bisa menghancuran mereka kalau
tidak segera diakhiri. Sebagai kaum muslimin yang sangat gairah
terhadap keutuhan kaum muslimin,ia sangat menghawatirkan
Quran dan Hadis menjadi korban paham-paham muktazilah, yang
menurut pendapatnya tidak dapat dibenarkan, karena didasarkan
atas pemujaan akal pikiran.

2. Karyanya

Ia bukan hanya mengambil jalan tengah, tetapi juga dituliskan


dalam kitab-kitabnya agar bisa dibaca orang banyak. Ia
meninggalkan karangan-karangan kurang lebih 90 buah dalam
berbagai-bagai lapangan. Ia menolak dari pikiran pikiran
Aristoteles, golongan materialis, anthropomophis, khawarij dan
golongan islam lainnya.

3. Mahzab dan corak pemikiranya

Yang pertama: Ia berusaha mendekati orang-orang fikih sunni,


sehingga ada yang mengatakan bahwa ia bermahdzab syafi’i. Yang
16

lain mengatakan, ia bermazhab Maliki lainya lagi mengatakan


bahwa ia bermazhab Hambali.

Yang kedua: adanya keinginan menjauhi aliran-aliran fikih.

Dua hal ini adalah akibat pendekatan diri kepada aliran-aliran


fikih sunni dan keyakinan adanya satuan aliran-aliran tersebut
dalam soal-soal kecil furuk karena itu menurut pendapat Al-
Asy’ari, semua orang yang beritjtihad adalah benar.

3. Aliran Maturidiyah

Pendiri aliran ini ini Muhamad bin Muhamad Abu Mansur. Ia


dilahrkan di Martud, sebuah kota kecil di daerah samarkad pada
pertengahan abad ketiga hijriyah dan meninggal di samarkad tahun
332 H.

Al-Maturidi mendasarkan pikiran pikirannya dalam soal-soal


kepercayaan kepada pikiran-pikiran imam Abu Hanifah yang
tercantum dalam kitabnya Al-fiqh al-absat dan memberikan ulasan-
ulasan nya terhadap kedua kitab tersebut. Al-Maturidi meninggalkan
karangan yang banyak dan sebagian besarnya dalam lapangan ilmu
tauhid.

Maturidiyah adalah aliran kalam yang berpegang pada


keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan
syara. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara, maka akal
harus tunduk kepda keputusan syara.

Perbedaan tersebut nampak jelas dalam soal-soal berikut:

a. Menurut aliran Asy’ariyah, mengetahui Tuhan diwajibkan syara’,


sedang menurut maturidiyah diwajibkan akal.
17

b. Menurut golongan asy’ariyah, sesuatu perbuatan tidak mempunyai


sifat baik dan buruk. Baik dan buruk tidak lain karena
diperintahkan syara’ atau larangannya.
c. Menurut maturidyah, pada tiap tiap perbuatan itu sendiri ada sifat-
sifat baik dan sifat buruk nya.

F. Macam-macam Tasawuf

Tasawuf berasal dari kata “shaf” yang ditunjukkan kepada orang


yang saat solat selalu berada di saf paling depan. Tasawuf ditunjukkan
kepada orang-orang dari Bani Shufah. Tasawuf berasal dari bahasa
Yunani, yakni “saufi” istilah tersebut disamakan artinya dengan kata
“Hikmah” yakni kebijaksanaan.
Tasawuf adalah ilmu yang bertujuan untuk mendekatkan manusia
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya dan agar manusia tidak tergoda
dengan nafsu yang nikmatnya hanya sementara dan orientasinya hanya
kepada dunia. Untuk itu, para sufi memiliki konsepsi tentang jalan (tariqat)
menuju Allah.
Dalam pendapat lain, ada yang mengartikan tasawuf adalah ilmu
yng mengajarkan tentang cara menyucikan jiwa dan menjernuhkan akhlak
serta membangun lahir dan batin untuk mencapai ketenangan abadi.
Ditinjau dari akar kata “shafa” yang artinya bersih.
Salah satu contoh tasawuf diantaranya ialah selalu berzikir kepada
Allah di sepertiga malam yang mana ketika orang lain sedang tidur
nyenyak dia menyemptkan waktu untuk mengingat Allah SWT dengan
cara berzikir dan melaksanakan salat tahajut, senang berbagi kepada orang
lain atau berperilaku dermawan.
Orang yang pertama memberikan perhatian kepada tumbuhnya
aliran-aliran dalam tasawuf Islam itu adalah Fakhruddin Al Razi. Secara
garis besar, alam pemikiran tasawuf dalam Islam telah melahirkan tujuh
aliran besar. Ketujuh aliran itu adalah:
18

1. Aliran Ittihad (bersatunya manusia dengan tuhan)


Ittihad berasal dari kata ittahad-yattahid-ittihâd (dari kata wâhid)
yang berarti bersatu atau kebersatuan. Sedangkan ittihâd menurut Abû
Yazîd al-Busthâmî secara komprehensif maupun secara etimologis
berarti integrasi, menyatu, atau persatuan. Dan secara istilah, ittihâd
merupakan pengalaman puncak spiritual seorang sufi, ketika ia dekat,
bersahabat, cinta, dan mengenal Allah sedemikian rupa hingga dirinya
merasa menyatu dengan Allah. Ittihâd dicapai dengan beberapa proses
(maqâmât) dengan tazkiyat al-nafs hingga melewati mahabbah dan
ma‘rifah kemudian mengalami fanâ’ dan baqâ’ sebagai pintu gerbang
menuju ittihâd. Dengan kata lain sebelum mengalami ittihâd para sufi
harus mengalami al-fanâ’ ‘an al-nafs dan al-baqâ’ bi Allâh. Fanâ’
secara etimologis berarti keluruhan diri kemanusiaan, hancur, lenyap
dan hilang. Sedangkan baqâ’ secara etimologis berarti kekal, abadi,
tetap dan tinggal.
Al-ittihad mengajarkan persatuan antara tuhan dengan hamba yang
sudah mencapai kesucian, yang dimaksud dengan ittihad adalah suatu
tingkatan dalam tasawuf dimana seorang sufi telah merasa dirinya
bersatu dengan tuhan, suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang
dicintai telah menjadi satu sehingga salah satu dari mereka dapat
memanggil yang satunya lagi dengan kata-kata.
Zun Nun Almisry (245 H) adalah sufi yang pertama kalinya
mengemukakan faham ma`rifah dalam tasawuf dan dalam
perkembangannya. Menurut Zun Nun, bahwa ma`rifah yang hakiki
adalah ma`rifah sifat wahdaniyyah yang bagi wali-wali Allah secara
khusus karena mereka menyaksikan Allah dengan hati mereka, maka
terbukalah bagi mereka apa-apa yang tidak terbuka bagi orang lainnya.
Dan ma’rifat adalah proses akhir, dan justru menjadi awal beragama
secara sejati. Inilah makna dari perkataan yang masyhur dari salah
seorang sahabat Rasul Ali r.a.: “Awaluddiina Ma’rifatullah”. Awalnya
Ad-Diin adalah mengenal Allah. Makrifat justru baru awalnya
19

beragama, bukan tujuan. Karena dengan mengenal Dia yang


sebenarnya, barulah seseorang berinteraksi dengan Ad-Diin yang
sebenarna pula.
2. Aliran Hulul (Inkarnasi)
Al-hulul adalah kepercayaan bahwa Allah bersemayam di tubuh
salah seorang, yang kiranya bersedia untuk itu, karena kemurnian
jiwanya dan kesucian ruhnya. Di antara orang-orang yang menganut
akidah dan kepercayaan ini ialah Al-Hallaj. Secara harfiah hulul berarti
Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia
yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana.
Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma' sebagai dikutip
Harun Nasution, adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan
memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di
dalamnya setelah kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Di dalam teks Arab pernyataan tersebut berbunyi: "Sesungguhnya
Allah memilih jasad-jasad (tertentu) dan me-nempatinya dengan
makna ketuhanan (setelah) menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan".
Paham bahwa Allah dapat mengambil tempat pada manusia ini,
bertolak dari dasar pemikiran al-Hallaj yang mengatakan bahwa pada
diri manusia terdapat dua sifat dasar yaitu lahut (ketuhanan) dan nasut
(kemanusiaan). Ini dapat dilihat dari teorinya mengenai kejadian
manusia dalam bukunya bernama al-thaiwasim. Sebelum Tuhan
menjadikan makhluk, la hanya melihat diri-Nya sendiri. Dalam
kesendian-Nya itu terjadilah dialog antara Tuhan dengan diri-Nya
sendiri, yaitu dialog yang didalamnya tidak terdapat kata ataupun
huruf.
Tokoh yang mengembangkan paham al- Hulul, sebagaimana telah
disebutkan di atas, bahwa tokoh yang mengembangkan paham al-
Hulul adalah al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein bin Mansur
al-Hallaj. la lahir tahun 244 H. (858 M.) di Negeri Baidha, salah satu
kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal sampai dewasa di
20

Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi belajar
pada seorang Sufi yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin
Abdullah al-Tustur di Negeri Ahwaz. Selanjutnya ia berangkat ke
Bashrah dan belajar pada seorang sufi bernama Amr al-Makki, dan
pada tahun 264 H. ia masuk kota Baghdad dan belajar pada. al-Junaid
yang juga seorang sufi. Selain itu ia pernah juga menunaikan ibadah
haji di Mekkah selama tiga kali. Dengan riwayat hidup yang singkat
ini jelas bahwa ia memiliki dasair pengetahuan tentang tasawuf yang
cukup kuat dan mendalam. Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia
pernah keluar masuk penjara akibat konflik dengan ulama fikih.
Pandangan-pandangan tasawuf yang agak ganjil sebagaimana akan
dikemukakan di bawah ini menyebabkan seorang ulama fiqh bernama
Ibn Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa untuk membantah dan
memberantas pahamnya. Al-lsfahani dikenal sebagai ulama fikih
penganut mazhab Zahiri, suatu mazhab yang hanya mementingkan
zahir Nas ayat belaka. Fatwa yang menyesatkan yang dikeluarkan oleh
Ibn Daud itu sangat besar pengaruhnya terhadap diri al-Hallaj,
sehingga al-Hallaj ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi setelah satu
tahun dalam penjara, dia dapat meloloskan diri berkat bantuan seorang
sifir penjara.
3. Aliran Ittishal
Aliran Tasawuf Ittishal dikemukakan oleh para filsuf Islam
terutama Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, dan Ibnu Tufail.
Abu Nasr Muhammad Al-Farabi di dalam mengemukakan
konsepsinya tentang tasawuf, tidak terlepas dari keahliannya sebagi
filsuf. Tasawuf menurut Al-Farabi, bukan hanya membahas masalah
amal untuk kebersihan jiwa, memerangi hawa nafsu, dan kelezatan
badaniyah saja, tetapi juga harus melalui akal dan pemikiran itu
sendiri.9
9
Zakiah Daradjat, Ilmu Tasawuf, (Sumatera Utara: Institut Agama Islam Negeri, 1982),
hal. 159
21

Al-Farbi memandang tingkat ma`rifah manusia dalam tasawuf


adalah berjenjang naik dan apabila manusia telah berada diatas jenjang
Al-Aqlul Mustafad maka manusia mampu menerima nur ketuhanan,
berhubungan langsung dengan Al-Aqlul Fa`al.di tingkat ini manusia
tidak lagi berada dalam tingkat ijtihad tetapi telah berda dalam tingkat
pemberian Tuhan hingga dapat berhubungan langsung dengan
Tuhan(Ittishal).
Al-Farabi mengemukakan bahwa sentral segal sesuatu adalah akal,
maka dalam tasawufnya ia berpendapat bahwa tujuan tasawuf terkhir
adalah pencapaian sa`dah yang tertinggi dalam wujud kesempurnaan
ittishal dengan Al Aqlu Fa`al. Perkembangan akal dan peningkatannya
tidak bisa lepas dari perkembangan jiwa, peningkatan dan
pembersihannya.
4. Aliran Isyarq
Tokoh aliran Isyraq adalah Syihabuddin Yahya bin Hafash
Suhraward. Sejak kecil ia telah belajar agamadan menghafal Al-Qur`an
kemudian belajar di Maraghah berguru dengan Imam Mahyuddin Al
Jilli, dilanjutkan dengan belajar kepada Zahiruddin Al Qari di Asfahan,
dan diteruskan dengan belajar kepada Al Mardini.
Suhrawardi mendasarkan teori filsafatnya kepada Isyraq. Kata
Isyraq berasal dari bahasa Arab yang berarti timur. Secara etimologi
mengandung maksud terbitnya matahari dengan sinar yang terang.
Pemikiran dengan cara memadukan antara ajaran sufisme(ajaran
menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun batin serta untuk
memperoleh kebahagian abadi) dengan filsafat(pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab segala yang ada
dalam alam semesta ataupun mengetahui kebenaran).
5. Aliran Ahlul Malamah
Kaum ini, setingkali disebut dengan sebutan Malamatiyyah,
Malamiyyah atau terkadang juga disebut sebagai Ahl al-Malamah,
22

yang pada dasarnya, memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia
tasawuf.
Nama kaum ini, diambil dari kata malamah, yang secara bahasa
yang artinya “celaan”, malamah mengandung arti bahwa mereka
tidaklah menganggap pendapat orang dalam tingkah peribadatan
mereka terhadap Tuhan. Kaum Malamati adalah orang-orang suci yang
dengan sengaja menjalani kehidupan hina, dengan tujuan untuk
menyembunyikan hakikat pencapaian spiritual mereka. Aliran Ahlul
Malamah lahir di Nishapor pada bagian kedua abad ketiga
hijriyah.Ahlul Malamah adalah sekumpulan orang yang mencela dan
merendahkan diri mereka karena itulah tempat kesalahan-kesalahan.
Ajaran kaum malamatiyah ini pada dasarnya ialah mencela diri
sendiri, merendahkan dan menghinakannya didepan orang untuk
melindungi keikhlasan dan kedekatan dirinya dengan Tuhan, menjaga
kemurnian ketulusan dan menjauhkan diri dari kesombongan.
Pendiri kaum Malamatiyyah ini, adalah Hamdun al-Qashshar, sufi
abad ke-3 H/9 M, yang berasal dari Naisyapur di Khurasan. Kaum
Malamatiyyah mengikuti teladan dirinya, yaitu hidup secara batiniah
dalam kebersatuannya dengan Allah, sementara secara lahiriah, mereka
bertindak seolah-olah terpisah dari Tuhan. Dalam tasawuf, sikap
pembawaan kaum Malamati ini merupakan sebuah watak permanen
dalam spiritualitas Islam, meskipun, banyak penyalahgunaan yang
dinisbatkan terhadap namanya, misalnya untuk mencampakkan syariat
dan etika atau adab tradisional.
Kaum Malamatiyyah adalah guru serta pembimbing dan pemimpin
manusia di jalan Tuhan. Meskipun, tidak ada tindakan dari mereka
yang tampak berbeda dari orang-orang awam. Satu di antara mereka,
adalah Muhammad, Rasul Allah, orang bijak yang menempatkan
segala sesuatunya di tempat yang seharusnya.
23

6. Aliran Wahdatul Wujud (pantheisme)


Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu
wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan,
sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat al-wujud
berarti kesatuan wujud. Kata wahdah selanjutnya digunakan untuk arti
yang bermacam-macam. Di kalangan ulama klasik ada yang
mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-
bagi pada bagian yang lebih kecil. Selain itu kata al-wahdah digunakan
pula oleh para ahli filsafat dan sufistik sebagai suatu kesatuan antara
materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang
tampak (lahir) dan yang batin, antara alam dan Allah, karena alam dari
segi hakikatnya qadim dan berasal dari Tuhan. Pengertian wahdatul
wujud yang terakhir itulah yang selanjutnya digunakan para sufi, yaitu
paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu
kesatuan wujud. Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini
dengan mengatakan, bahwa dalam paham wahdat al-wujud, nast yang
ada dalam hulul diubah menjadi khalq (makhluk) dan lahut menjadi
haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua bagian sesuatu. Aspek yang
sebelah luar disebut Khalq dan yang sebelah dalam disebut Haqq.
Kata-kata khalq dan haqq inj; merupakan padanan kata al-'Arad
(accident) dan al-Jauhar (substance) dan al-Zahir (lahir-luar-tampak),
dan al-bathin (dalam, tidak tampak).10
Menurut paham ini tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, yaitu
aspek luar yang disebut al-Khalq (makhluk) Al'arad (accident-
kenyataan luar), zahir (luar-tampak), dan aspek dalam yang disebut al-
haqq (Tuhan), al-jauhar (substance-hakikat), dan al-bathin (dalam).
Selanjutnya paham ini juga mengambil pendirian bahwa dari kedua
aspek tersebut yang sebenarnya ada dan yang terpenting adalah aspek
batin atau al-haqq yang merupakan hakikat, essensi atau substansi.
10
M. Sholihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal
164
24

Sedangkan aspek al-khalq, luar dan yang tampak merupakan bayangan


yang ada karena adanya aspek yang pertama (al'haqq). Paham ini
selanjutnya membawa kepada timbulnya paham bahwa antara makhluk
(manusia) dan al-haqq (Tuhan) sebenarya satu kesatuan dari wujud
Tuhan, dan yang sebenarnya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan
wujud makhluk hanya bayang atau foto copy dari wujud Tuhan.
Paham ini dibangun dari suatu dasar pemikiran bahwa Allah sebagai
diterangkan dalam al-hulul, ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya,
dan oleh karena itu dijadikan-Nya alam ini. Dengan demikian alam ini
merupakan cermin bagi Allah. Pada saat la ingin melihat diri-Nya, ia
cukup dengan melihat alam ini. Pada benda-benda yang ada di alam ini
Tuhan dapat melihat diri-Nya, karena pada benda-benda alam ini
terdapat sifat-sifat Tuhan, dan dari sinilah timbul paham kesatuan.
Paham ini juga mengatakan bahwa yang ada di alam ini kelihatannya
banyak tetapi sebenarnya satu. Hal ini tak ubahnya seperti orang yang
melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakkan di
sekelilingnya. Di dalam tiap cermin ia lihat dirinya kelihatan banyak,
tetapi sebenarnya dirinya hanya satu. Dalam Fushush al'Hikam sebagai
dijelaskan oleh al-Qashimi dan dikutip Harun Nasution, fama wahdatul
wujud ini antara lain terlihat dalam ungkapan: “Wajah sebenarnya
satu, tetapi jika engkau perbanyak cermin ia menjadi banyak”
Paham Wahdatul Wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi yang
lahir di Murcia, Spanyol di tahun 1165. Setelah selesai studi di Seville,
ia pindah ke Tunis di tahun 1145, dan di sana ia masuk aliran sufi. Di
tahun 1202 M. ia pergi ke Mekkah dan meninggal di Damaskus di
tahun 1240 M. Selain sebagai sufi, Ibn Arabi juga dikenal sebagai
penulis yang produktif. Jumlah buku yang dikarangnya menurut
perhitungan mencapai lebih dari 200, di antaranya ada yang hanya 10
halaman, tetapi ada pula yang merupakan ensiklopedia tentang sufisme
seperti kitab Futuhah al'Makkah. Disamping buku ini, bukunya yang
termasyhur ialah Fusus al-Hikam yang juga berisi tentang tasawuf.
25

Menurut Hamka, Ibn Arabi dapat disebut sebagai orang yang telah
sampai pada puncak wahdatul wujud. Dia telah menegakkan pahamnya
dengan berdasarkan renungan pikir dan filsafat dan zauq tasawuf. la
menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa yang agak berbelit-belit
dengan tujuan untuk menghindari tuduhan, fitnah dan ancaman kaum
awam sebagaimana dialami al-Hallaj.
7. Aliran Ahlus Sunah
As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu
amalan baik itu dalam perkara kebaikan maupun perkara kejelekan.
Maka As-Sunnah yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah ialah
jalan yang ditempuh dan dilaksanakan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi
wa sallam serta para shahabat beliau, dan pengertian Ahlus Sunnah
ialah orang-orang yang berupaya memahami dan mengamalkan As-
Sunnah An-Nabawiyyah serta menyebarkan dan membelanya.
Menurut bahasa Arab pengertiannya ialah dari kata Al-Jamu’ dengan
arti mengumpulkan yang tercerai berai.
Istilah ahlu sunnah yang paling tua pernah dicatat adalah berasal
dari kata-kata Ibnu Siiriin, seorang tabi'i yang hidup dizaman akhir
pemerintahan Muawiyah dan awal pemerintahan Yazid bin Muawiyah.
Ibnu Siiriin hidup pada tahun 33H-110H. Kata-kata ibnu siiriin itu
diabadikan dalam Sahih Muslim hadits nomor 27 sbb:
Terjemahanya: Dahulu kami tidak bertanya soal sanad, namun
ketika terjadi fitnah maka sebutkanlah pada kami rijal2 kamu dan
lihatlah bila itu dari ahlu sunnah maka ambillah hadits mereka dan
lihatlah bila dari ahli bid'ah maka janganlah kamu ambil hadits
mereka.
Walaupun dari asal kata ahlu sunnah di sini adalah orang yang
mengikuti sunnah nabi, namun di balik itu bisa kita lihat muatan
politisnya. Zaman fitnah yang dikatakan ibnu siiriin tentulah apa yang
dia lihat dari pergolakan politik Muawiyah/Yazid melawan Ali ra.
Sehingga ahlu bid'ah yang dimaksud pastilah Syiah. Hal ini berarti
26

bahwa istilah ahlu sunnah pertama kali diperkenalkan bukan mengacu


pada "yang mengikuti sunnah nabi" - karena Syiah juga meriwayatkan
hadits/sunnah nabi-melainkan lebih sebagai istilah anti syiah/golongan
yang berseberangan dengan syiah, yaitu orang-orang yang berada di
sisi muawiyah/yazid. Nampaknya kata-kata Ibnu siiriin inilah yang
dikemudian hari membuat dua golongan yang asalnya merupakan
golongan yang berbeda dalam orientasi politik berkembang menjadi
dua aliran dalam islam: ahlu sunnah dan syiah.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Masa ini dimulai sejak meninggalnya Nabi Muhammad SAW sampai


pada masa berdirinya Dinasti Umayyah ditangan Mu'awiyah bin Abi
Sufyan. Sumber fikih pada periode ini didasari pada Al-Qur'an dan
Sunnah juga ijtihad para sahabat Nabi Muhammad yang masih hidup.
2. Fikih menurut al-Saiyid al-Syarif al-Jurjany mengatakan “fikih
menurut bagsa ialah memahamkan maksud pembicara dari
pembicaraannya. Menurut istilah ilmu yang menerangkan hukum-
hukum syari’iyahh amaliyah yang dipetik dari-dalil yang tafshil.
3. Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam ; berdasarkan atas masa dan
tempat beliau mukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim; yaitu mazhab
yang dibentuk sewaktu hidupdi Irak. Dan yang kedua ialah Qul Jadid;
yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari
Irak.
4. Istilah ilmu kalam terdiri dari dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu
dalam kamus Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu.
Adapun arti Kalam dari bahasa Arab kata-kata. Ilmu kalam secara
harfiah berarti ilmu tentang kata kata.
5. Aliran muktazilah merupakan aliran pikiran Islam yang terbesar dan
tertua. Pusat ilmu dan peradaban islam kala itu tempat perpaduan
aneka kebudayaan asing dan pertemuan bermacam macam agama.
6. Orang yang pertama memberikan perhatian kepada tumbuhnya aliran-
aliran dalam tasawuf Islam itu adalah Fakhruddin Al Razi. Secara garis
besar, alam pemikiran tasawuf dalam Islam telah melahirkan tujuh
aliran besar.

27
28

B. SARAN

Demikianlah makalah yang kami buat mudah – mudahan apa yang


kami paparkan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kita semua.
Kami menyadari apa yang kami paparkan dalam makalah ini tentu masih
belum sesuai apa yang di harapkan,untuk itu kami berharap masukan
yang lebih banyak lagi dari guru pengampu dan teman – teman semua.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar , M. Sholihin dan Rosihon, (2011), Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia,

Ash Al-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. (1997), Hukum-hukum Fikih


Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,

Al- Zuhaili,Wahbah. (2011), Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Darul Fikr,

Al Qayyim, Ibnu I’lam Al Muwaqqi’in, Kairo: Dar Al Kutub Al Haditsah

Daradjat, Zakiah. (1982), Ilmu Tasawuf, (Sumatera Utara: Institut Agama Islam
Negeri,

Hanafi, Ahmad. (2010), Teologi Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang.

Muchtar, Kamal (1995), Ushul Fiqih, Cet. I Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,

Rifa’i, Mohammad. (1973), Ushul Fiqih, Bandung: PT. Al-Ma’arif,

Yusuf, Yunan. (2014), Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta:


Prenadamedia Grup,

Anda mungkin juga menyukai