Anda di halaman 1dari 15

Bermadzhab Dalam Fiqih

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok 1


Mata Kuliah : Fiqih
Dosen Pengampu : Ahmad Syaifullah M.pd

Disusun Oleh :
1. Ahmad Abdul Aziz (193011700)
2. Irvan dwi pantoro (193011699)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) KHOZINATUL ULUM BLORA


TAHUN AJARAN 2019/2020
SEMESTER 2

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT,


karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah
“ FIQIH “ yang berjudul : “ BERMADZHAB DALAM FIQIH “. .
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan
dan bimbingan dari beberapa pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini . Dan tidak
pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah “FIQIH”.
Sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan
kepada penulis dapat diterima dan menjadi amal sholeh dan diterima Allah
sebagai sebuah kebaikan. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi
penulis dan semua pembaca pada umumnya .

Blora,24 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................3
BAB 1.......................................................................................4
PENDAHULUAN
1. latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Tujuan penulisan
BAB 2......................................................................................6
PEMBAHASAN
BAB 3.....................................................................................11
PENUTUP
1. kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA...........................................................14

..............................................pemisah seksi(halaman berikunya)................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
fiqh adalah hukum-hukum syar’iyah amaliyah, yaitu hukum-hukum
yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf, berupa ibadah dan
muamalah.
Maksud dari sumber-sumber fiqh disini adalah dalil-dalil yang menjadi
sandaran dan pijakkan dimana fiqh menimba darinya. Sebagian ulama
menyebutnya dengan sumber-sumber syari’at islam. Apapun nama yang
diberikan, sumber-sumber fiqh seluruhnya kembali kepada al-Qur’an ataupun
sunnah.
Para mujtahid lahir pada periode ke-4 yang memiliki pengaruh
signifikan dalam perkembangan dalam kemajuan fiqh. Mereka telah
mendirikan madrasah-madrasah fiqh yang panjinya menaungi banyak fuqoha’
besar, dan memiliki banyak pengikut. Madrasah fiqh itu disebut dengan
mazhab islam dan diiringi dengan nama pendirinya. Meskipun banyak
jumlahnya, ia tidak memecah belah islam dan tidak memunculkan syari’at
yang baru, melainkan hanya sebuah metode memahami syari’at, menafsirkan
nash-nashnya, dan cara-cara mengistinbatkan hukum dari sumber-sumbernya.
mari kita pelajari lebih mendalam bagaimana bermadzhab dalam hukum-
hukum islam (fiqih).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Madzhab ?
2. Bagaimana sejarah munculnya madzhab ?
3. Apa itu lokalitas dan subyektifitas madzhab ?
4. Apa saja macam-macam madzhab itu ?
5. Mengapa kita harus Bermadzhab ?
6. Apa saja batasan batasan dalam Bermadzhab ?

C. Tujuan
1. untuk mengetahui apa itu madzhab.
2. untuk mengetahui sejarah munculnya madzhab.
3. untuk mengetahui lokalitas dan subyektifitas madzhab.
4. untuk mengetahui macam macam madzhab.
5. untuk mengetahui mengapa kita harus bermadzhab.
6. untuk mengetahui apa saja batasan batasan dalam bermadzhab.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Madzhab
Secara etimologi “mazhab” itu berarti pendirian (al-mu’taqqad) atau
system (al-thariqat), sumber, atau pendapat yang kuat(al-ashl). Dapat juga
diartikan “mazhab” itu dari kata dzahaba yang artinya “pergi”. Tetapi pada
umumnya bahasa arab terpakai dengan arti “berjalan” atau “pergi”. Maka kata
mazhab itu biasa diartikan dengan “jalan atau tempat yang dilalui”.
Sedangkan menurut terminology, pengertian madzhab ada beberapa
rumusan , diantaranya :

2
Menurut Said Ramadhany al-Buthy, madzhab adalah jalan
pikiran (paham/pendapat) yang ditembuh oleh seorang mujtahid dalam
menetapkan suatu hukum islam dari Alqur’an dan Hadis.
Menurut A. Hasan, madzhab adalah sejumlah fatwa atau pendapat-pendapat
seorang alim besar dalam urusan agama, baik dalam masalah ibadah ataupun
lainnya.1
Madzhab menurut fiqih adalah hasil ijtihad seorang imam (mujtahid) tentang
hukum sesuatu masalah yang belum ditegaskan oleh nash. Jadi,suatu masalah
yang bisa menggunakan metode ijtihad ini adalah yang termasuk kategori
dzonni atau prasangka, bukan hal yang qoth’i atau pasti.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang di
maksud madzhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam
mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistinbathkan hukum islam.

B. Sejarah Munculnya Madzhab beserta Macamnya


Asal mula mazhab fiqih sudah ada sejak zaman shahabat, seperti
mazhab aisyah, mazhab abdullah ibn umar, mazhab abdulah ibn mas’ud dan
lain sebagainya. Kemudian pada masa tabi’in ada sekitar tujuh fuqoha'
diantaranya Sa’id ibn Musayyib, ‘Urwah ibn Zubair, dan Qosim ibn
muhammad. Baru pada masa tabi’it-tabi’in yang dimulai pada awal abad
kedua Hijriyah, kedudukan ijtihad sebagai istinbath hukum semakin
bertambah kokoh dan meluas, sesudah masa itu munculah mazhab-mazhab
dalam bidang hukum Islam, baik dari golongan Ahl al-Hadits, maupun dari
golonganAhlal-Ra’yi. Munculnya madzhab-madzhab tersebut, menunjukkan
betapa majunya perkembangan hukum Islam pada masa itu. Hal itu terutama
di sebabkan adanya tiga factor yang sangat menentukan bagi perkembangan
hukum Islam sesudah wafatnya Rosulullah SAW. yaitu:
a. Semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di
semenanjung Arab, Iraq, Mesir, Syam, Persi, dan 2ain-lain.
b. Pergaulan kaum Muslimin dengan bangsa yang ditaklukannya. Mereka
terpengaruh oleh budaya, adat istiadat serta tradisi bangsa tersebut.

1 Huzaemah Tahido Yanggo,pengantar perbandingan madzhab,(jakarta:LOGOS,1997),hal 71.


2 Ibid;hal, 73-75.

3
c. Akibat jauhnya Negara-negara yang ditaklukannya itu dengan ibukota
khilafah (pemerintahan) islam, membuat para gubernur, para hakim, dan
para ulama harus melakukan ijtihad guna memberikan jawaban terhadap
problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi.
Perkembangan-perkembangn madzhab itu tidaklah sama. Ada yang
mendapat sambutan dan memiliki pengikut yang mengembangkan serta
meneruskannya, namun adakalanya madzhab kalah pengaruhnya. Mereka
hanya disebut saja pendapatnya disela-sela lembaran kitab-kitab para imam
madzhab, bahkan ada yang hilang sama sekali. Madzhab yang dapat bertahan
dan yang berkembang terus sampai sekarang serta banyak diikuti oleh umat
Islam di dunia, hanya empatlah yaitu:
a. Madzhab Hanafi, pendirinya Imam Abu Hanifah
b. Madzhab Maliki, pendirinya Imam Malik
c. Madzhab Syafi’I, pendirinya Imam Syafi’i
d. Madzhab Hambali, Pendirinya Imam Ahmad bin Hambal.
Perkembangan keempat madzhab ini sangat ditentukan sekali oleh
beberapa factor yang merupakan keistimewaan itu bagi keempat madzhab
tersebut. Factor-faktor itu menurut Khudori beik, adalah:
1. Pendapat-pendapat mereka dikumpulkan dan di bukukan hal ini tidak
terjadi pada ulama salaf.
2. Adanya murid-murid yang berusaha menyebar luaskan pendapat mereka,
memepertahankan dan membelanya.
3
. Adanya kecenderungan jumhur ulama yang menyarankan agar
keputusan yang diputuskan oleh hakim harus berasal dari suatu madzhab,
sehingga dalam berpendapat, tidak ada dugaan yang negative, Karena
mengikuti hawa nafsu dalam mengadili. Hal ini tidak akan terjadi bila
tidak terdapat madzhab yang pendapat-pendapatnya dibukukan.
4. Para Imam Madzhab yang empat telah berhasil merumuskan metodologi
dan kaidah-kaidah ijtihad (ushul fiqh) yang memungkinkan untuk
dijadikan pijakan dan landasan dalam meng-istinbath hukum Islam dari
sumbernya (Al-Qur’an dan Hadits). Umat tinggal menggunakan rumusan
metodologi tersebut atau fatwa-fatwa yang dihasilkan dari metodologi
tersebut sebagai madzhab yang cukup representatif sebagai pegangan.
3 A. Mun’in sirri, sejarah fiqih islam, (surabaya: risalah gusti, 1995),hal,62.

4
Madzhab-madzhab tersebut tersebar keseluruh pelosok negara yang
berpeduduk muslim. Dengan tersebarnya madzhab-madzhab tersebut berarti
tersebar pula syari’at islam kepelosok dunia yang dapat mempermudah umat
islam untuk melaksanakannya.
Kemunduran fiqih islam yang berlangsung sejak pertengahan abad
keempat sampai akhir abad 13 H ini sering disebut sebagai “periode taqlid”
dan “penutupan pintu ijtihad”. disebut demikian, karena sikap dan paham yang
mengikuti pendapat para ulama mujtahid sebelumnya dianggap sebagai
tindakan yang lumrah, bahkan dipandang tepat.

C. Macam-macam Madzhab
Dalam Al-Qur’an dan sunnah tidak akan kita dapati perkataan
madzhab. Dengan demikian dapat diketahui bahwa di masa Nabi Muhammad
Saw. Perkataan madzhab itu belum di dengar oleh para sahabat Nabi. Dalam
hukum islam, madzhab dapat dikelompokkan menjadi:
1. Ahl Al-Sunnah wa Al-Jama’ah
a. Ahl Al-Ra’yi
Madzhab ini lebih banyak menggunakan akal ( nalar) dalam berijtihat,
seperti imam Abu Hanifah. Beliau adalah seorang imam yang rasional,
berdasarkan ajarannya dari Al-qur’an dan Sunnah, ijma’, qiyas serta istihsan.
Beliau sendiri tidak mengarang kitab, tetapi muridnyalah yang menyebarkan
pahamnya, kemudian ditulis dalam kitab-kitab mereka. Madzhab ini
berkembang di Turki, Afganistan, Asia Tengah, Pakistan, India, Irak, Brazil,
Amerika Latin dan Mesir.
b. Ahl al-Hadits
Madzhab ini lebih banyak menggunakan hadis dalam berijtihad dari
pada menggunakan akal, yang penting hadis yang di gunakan itu shahih.
Diantara madzhab tersebut adalah :
1. Madzhab Maliki
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali oleh Imam Malik. Ia dikenal luas
oleh ulama sezamannya sebagai seorang ahli hadits dan fiqh terkemuka
serta tokoh Ahlulhadits.
Pemikiran fiqh dan usul fiqh Imam Malik dapat dilihat dalam
kitabnya al-Muwaththa’ yang disusunnya atas permintaan Khalifah Harun

5
ar-Rasyid dan baru selesai di zaman Khalifah al-Ma’mun. Berkat buk4u
ini, Mazhab Maliki dapat lestari di tangan murid-muridnya sampai
sekarang.
Dasar fiqh Mazhab Maliki tersebut ada dalam empat hal, yaitu Al-Qur’
an, sunnah Nabi SAW5, ijma’, dan rasio. Alasannya adalah karena menurut
Imam Malik, fatwa sahabat dan tradisi penduduk Madinah di zamannya
adalah bagian dari sunnah Nabi SAW. Yang termasuk rasio adalah al-
Maslahah al-Mursalah, Sadd az-Zari’ah, Istihsan, ’Urf; dan
Istishab. Madzhab ini berkembang di Afrika Utara, Mesir, Sudan, Kuwait,
Qathar dan Bahraen.
2. Madzhab Syafi’i
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali oleh Imam asy-Syafi’i.
Keunggulannya dalam bidang fiqh, usul fiqh, dan hadits di zamannya
diakui sendiri oleh ulama sezamannya. Sebagai orang yang hidup di zaman
meruncingnya pertentangan antara aliran Ahlulhadits dan Ahlurra’yi,
Imam asy-Syafi’i berupaya untuk mendekatkan pandangan kedua aliran
ini. Karenanya, ia belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlulhadits
dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlurra’yi.
Prinsip dasar Mazhab Syafi’i dapat dilihat dalam kitab usul fiqh ar-
Risalah. Dalam buku ini asy-Syafi’i menjelaskan bahwa dalam
menetapkan hukum Islam, Imam asy-Syafi’i pertama kali mencari
alasannya dari Al-Qur’an. Jika tidak ditemukan maka ia merujuk kepada
sunnah Rasulullah SAW. Apabila dalam kedua sumber hukum Islam itu
tidak ditemukan jawabannya, ia melakukan penelitian terhadap ijma’
sahabat. Apabila dalam ijma’ tidak juga ditemukan hukumnya, maka ia
menggunakan qiyas, yang dalam ar-Risalah disebutnya sebagai
ijtihad. Madzhab ini berkembang di Mesir, Siria, Pakistan, Saudi Arabia,
India Selatan, Muangtai, Malaysia, Pilipina, Indonesia.
3. Madzhab Hambali

4 Huzaemah tahido yanggo,op-cit,hal,76.


5 Mughniyah, Muhammad Jawad

6
Pemikiran Mazhab Hanbali diawali oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Ia
terkenal sebagai ulama fiqh dan hadits terkemuka di zamannya dan pernah
belajar fiqh Ahlurra’yi kepada Imam Abu Yusuf dan Imam asy-Syafi’i.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziah, prinsip dasar Mazhab Hanbali
adalah sebagai berikut:
a. An-Nusus (jamak dari nash), yaitu Al-Qur’an, Sunnah Nabi
SAW, dan Ijma’.
b. Fatwa Sahabat.
c. Jika terdapat perbedaan pendapat para sahabat dalam
menentukan hukum yang dibahas, maka akan dipilih pendapat
yang lebih dekat dengan Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW.
d.6 Hadits mursal atau hadits daif yang didukung oleh qiyas dan
tidak bertentangan dengan ijma’
e. Apabila dalam keempat dalil di atas tidak dijumpai, akan
digunakan qiyas. Penggunaan qiyas bagi Imam Ahmad bin
Hanbal hanya dalam keadaan yang amat terpaksa.
Madzhab ini berkembang di Saudi Arabia, Siria, negeri-negeri Afrika.
4. Madzhab Zhahiri
Madzhab yang mengikuti imam daud bin Ali. Madzhab ini lebih
cenderung kepada dzahir nash dan berkembang di Spanyol pada abad
V H. oleh ibn Hazm ( W. 456 H/1085 M), sejak itu madzhab ini
berangsur-angsur lenyap hingga sekarang.
2. Syi’ah
a. Syi’ah Zaidiyah
Syi’ah Zaidiyah adalah pengikut Zaid bin Ali Zain al-Abidin. Ia
berpendapat bahwa imam tidaklah ditentukan Nabi seorang, tatapi hanya sifat-
sifatnya. Nabi juga tidak mengatakan Ali yang akan menjadi imam sesudah
wafat tapi hanya sifat-sifat imam yang akan menggantikan beliau, dan sifat-
sifat itu terdapat dalam diri Ali[8]. Para pengembang Mazhab Zaidiyah yang
populer diantaranya adalah Imam al-Hadi Yahya bin Husein bin Qasim (w.
298 H.), yang kemudian dikenal sebagai pendiri Mazhab Hadawiyah.
Pada dasarnya fiqh Mazhab Zaidiyah tidak banyak berbeda dengan fiqh
ahlulsunnah. Perbedaan yang bisa dilacak antara lain: ketika berwudlu tidak
6 Ibid; hal, 27.

7
perlu menyapu telinga, haram memakan makanan yang disembelih non-
muslim, dan haram mengawini wanita ahlulkitab. Disamping itu, mereka tidak
sependapat dengan Syiah Imamiyah yang menghalalkan nikah mut’ah.
Menurut Muhammad Yusuf Musa, pemikiran fiqh Mazhab Zaidiyah lebih
dekat dengan pemikiran fiqh ahlurra’yi.
b. Syi’ah Imamiyah
Menurut Muhammad Yusuf Musa, fiqh Syiah Imamiyah lebih dekat
dengan fiqh Mazhab Syafi’7i dengan beberapa perbedaan yang mendasar.
Dalam berijtihad, apabila mereka tidak menemukan hukum suatu kasus
dalam Al-Qur’an, mereka merujuk pada sunnah yang diriwayatkan para imam
mereka sendiri. Menurut mereka, yang juga dianut oleh Mazhab Syiah
Zaidiyah, pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Berbeda dengan Syiah Zaidiyah,
Mazhab Syiah Imamiyah tidak menerima qiyas sebagai salah satu dalil dalam
menetapkan hukum syara’. Alasannya, qiyas merupakan ijtihad dengan
menggunakan rasio semata. Hal ini dapat dipahami, karena penentu hukum di
kalangan mereka adalah imam, menurut keyakinan mereka terhindar dari
kesalahan. Atas dasar keyakinan tersebut, mereka juga menolak ijma’ sebagai
salah satu cara dalam menetapkan hukum syara’, kecuali ijma’ bersama imam
mereka.
Perbedaan mendasar fiqh Syiah Imamiyah dengan jumhur Ahlussunnah
antara lain:
1. Syiah Imamiyah menghalalkan nikah mut’ah yang diharamkan
ahlus sunnah.
2. Syiah Imamiyah mewajibka8n kehadiran saksi dalam talak, yang
menurut pandangan ahlus sunnah tidak perlu.
3. Syiah Imamiyah, termasuk syiah Zaidiyah, mengharamkan lelaki
muslim menikah dengan wanita Ahlulkitab.
Syiah Imamiyah sekarang banyak dianut oleh masyarakat Iran dan Irak.
Mazhab ini merupakan mazhab resmi pemerintah Republik Islam Iran
sekarang.

7 Huzaemah Tahido Yanggo, Op-Cit; hal, 77.

8 Ibid; hal, 78.


9 Ibid; hal, 78.

8
D. Mengapa kita Harus Bermadzhab
Adanya madzhab dalam fiqh islam terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Umat islam tidak perlu bermadzhab.
Usaha-usaha umat islam dalam melepaskan diri dari ikatan madzhab
ini sudah lama di rintis oleh tokoh-tokoh ulama-ulama yang anti madzhab,
seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm, Ibnul Qoyyim dan ulama-ulama lain yang
seangkatan dengan beliau. Kemudian semakin populer setelah di
kumandangkan oleh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab di Nejed (saudi arabia),
Muhammad abduh dan Rasyid Ridha di mesir dan Sayyid Jamaluddin Al-
Afgani dari Afganistan.
Syekh Muhammad Abduh berpendapat bahwa kemunduran umat islam
berabad-abad sehingga menjadi bangsa terjajah adalah karena mereka telah
kehilangan kebebasan berfikir dalam menghayati kemurnian ajaran Islam.
Menurut Syekh Muhammad abduh umat islam haram bermadzhab
tidak boleh bertaklid kepada imam-imam madzhab dan harus berani berijtihad,
karena ijtihad itu adalah urusan yang mudah dan tidak seberat seperti yang di
gambarkan oleh para ulama-ulama sebelumnya. Dengan kebebasan berfikir
umat islam akan maju dan sanggup menghadapi tantangan dunia modern
sebagaiman halnya orang-orang barat.
b. Umat Islam wajib bermadzhab.
Kondisi umat di seluruh dunia juga di indonesia dalam penguasaan
ilmu-ilmu keislaman sangat berfariasi, baik dilihat dari segi kadar
kemampuannya maupun dari subyeknya. Secara global dapat di gambarkan
agama islam dianut oleh tiga strata social , diantaranya :
1. Golongan yang berpendidikan rendah
2. Golongan yang berpendidikan menengah
3. Golongan yang berpendidikan tinggi
Umat islam yang dapat menduduki sebagai pemikir atau intelek masih
sedikit jumlahnya dibanding dengan golongan pertama dan kedua. Dengan
demikian maka umat islam wajib mengikuti mazhab-mazhab dengan alasan:
1. Nash al-Qur’an
2. Ijma’
3. Rasio

9
9

E. Batasan Batasan dalam Bermadzhab


Madzhab-madzhab fiqih Islam tidak hanya terbatas pada empat
mazhab sebagaimana dugaan orang selama ini. Tetapi juga imam-imam lain
yang hidup sezaman dengan mereka (keempat imam tadi) yang peringkat ilmu
dan ijtihadnya sama seperti mereka, bahkan mungkin jauh lebih pandai dan
lebih mengerti daripada mereka.
Imam al-Laits bin Sa’ad adalah imam yang hidup sezaman dengan
Imam Malik. Imam Syafi’i pernah berkata mengenai Imam al-Laits ini,
katanya, “Kalau saja tidak takut pada sahabat-sahabat Imam Malik
tersinggung sehingga bertindak kasar kepada al-Laits, dapat dikatakan bahwa
al-Laits itu lebih pandai dari pada Imam Malik.”
Di Irak terdapat Sufyan ats-Tsauri yang tidak kalah martabatnya dalam
bidang fiqih daripada Imam Abu Hanifah. Dalam hal ini Imam al-Ghazali
memasukkan ats-Tsauri sebagai salah seorang imam yang lima dalam bidang
fiqih. Lebih-lebih tentang keimaman beliau mengenai ilmu As-Sunnah,
sehingga beliau digelari “Amirul Mu’minin fil-Hadits” (Amirul Mu’minin
dalam bidang hadits).
Al-Auza’i adalah Imam negeri Syam yang tidak ada tandingannya.
Mazhabnya telah diamalkan di sana lebih dari dua ratus tahun. Di negeri
tersebut ada juga Ahlul-Bait seperti Imam Zaid bin Ali, dan saudaranya Imam
Abu Ja’far Muhammad bin Ali al-Baqir, serta putranya Imam Abu Ja’far ash-
Shadiq. Masing-masing mereka adalah mujtahid mutlak, yang diakui
keimamannya oleh semua kalangan Ahlus-Sunnah. Selain itu, ada pula Imam
ath-Thabari. Beliau seorang mujtahid mutlak dan imam fiqih, sebagai imam
dalam bidang tafsir, hadits, dan tarikh. Mazhab beliau juga mempunyai
pengikut, meskipun kemudian musnah.
Jadi, jika amal perbuatan yang di lakukan seseorang itu tidak
tergantung kepada perkara yang telah ditentukan oleh mazhab yang dianutnya.
Dalam masalah ini, maka tidak ada larangan baginya untuk mengikuti mazhab
lain.

910 Ibid; hal, 78.

10
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Madzhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam
mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistinbathkan hukum
islam.
Sejarah munculnya madzhab yaitu di mulai sejak zaman Rosulluah
Macam-macam madzhab diantaranya
1. Ahl Sunnah wal Jama’ah, dibagi 2 yaitu :
a Ahli Al Ra’yi seperti : imam abu hanifah
b Ahli Al Hadist seperti imam Malik bin Anas, Imam
Syafi’I, imam Dawud bin Ali
2. Syiah, diantaranya Syiah Zaidah dan Imamiyah
Apabila setiap persoalan yang diambil dari madzhab yang diikutinya,
berkaitan dengan apa yang dilakukan, maka secara mutlak tidak
diperkenankan bertaklid kepada selain madzhab yang di anutnya dalam
perkara tersebut. Namun jika amal perbuatan tidak tergantung pada
perkara yang telah di tentukan oleh madzhab yang dianut, maka tidak
ada larangan untuk mengikuti madzhab lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Sirri, A. Mun’in, Sejarah Fiqh Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 1995.


Yanggo, Huzaemah Tahido, Pengantar Perbandingan Madzhab, Jakarta:
LOGOS, 1997.

12

Anda mungkin juga menyukai