Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH PERKEMBANGAN MAZHAB

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Fiqih


Dosen Pengampu : H. Mohammad Zubaidi Sujiman, LC. M. AG

Disusun oleh Kelompok 5 :


Nama : Wahyu Rifqi Anzali
NIM : 2110610034

2. Nama : Dinda Fanis Norvalisa


NIM : 2110610035

Kelas : B2TMR

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI KUDUS


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi
Studi Fiqh yang berjudul “ Sejarah Perkembangan mazhab" ini dengan baik.

Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan Nabi Agung
Muhammad SAW semoga kita menjadi umat yang kelak mendapatkan syafa‟atnya
sehingga kita termasuk umat yang bersama-sama masuk surga bersama Beliau.
Aamiin

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih pula kepada Bapak Mohammad
Zubaidi Sujiman,, Lc., M. Ag. Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Metodologi
Studi Fiqh yang telah membimbing dan meluangkan waktu untuk membimbing kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Serta ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada
seluruh pihak yang terkait dalam pembuatan makalah yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan dari para pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Kudus, 4 April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 2
C. TUJUAN ......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A. Sejarah Perkembangan Mazhab. ..................................................................................... 3


B. Biografi Imam Abu Hanifah ........................................................................................... 7
C. Latar Belakang Mazhab imam Abu Hanafi .................................................................. 10
D. Metode Istinbath Imam Abu Hanifah. .......................................................................... 12
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 14
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 14
B. Saran ............................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Belakangan ini penelitian tentang sejarah fiqih Islam mulai dirasakan penting.
Paling tidak, karena pertumbuhan dan perkembangan fiqih menunjukkan pada suatu
dinamika pemikiran keagamaan itu sendiri. Hal tersebut merupakan persoalan yang
tidak pernah usai di manapun dan kapanpun, terutama dalam masyarakat-masyarakat
agama yang sedang mengalami modernisasi. Perkembangan fiqih secara sungguh-
sungguh telah melahirkan pemikiran Islam bagi karakterisitik perkembangan Islam itu
sendiri.

Kehadiran fiqih ternyata mengiringi pasang-surut Islam, dan bahkan secara


amat dominan abad pertengahan mewarnai dan memberi corak bagi perkembangan
Islam dari masa ke masa. Karena itulah, kajian-kajian mendalam tentang masalah
kesejahteraan fiqih tidak semata-mata bernilai historis, tetapi dengan sendirinya
menawarkan kemungkinan baru bagi perkembangan Islam berikutnya.
Mengenal biografi tentang para imam mazhab merupakan manfaat besar bagi
umat muslim. Kerena biografi beliau (para ulama) akan menginspirasi kita guna
menghidupkan kembali tradisi islam sebagai panutan kehidupan. Mereka bukan
sekedar fuqaha‟ yang menjelaskan berbagai masalah keagaamaan atau menyimpulkan
hukum-hukum syariah,namun lebih dari itu. Mereka adalah tulang punggung dimana
umat islam bertopang di atasnya. Dan di ingat sebagai pendiri mazhab islam,pelopor
pemikiran,penyuru kebenaran,pekerja keras dan pejuang keadilan. Mereka merupakan
golongan ,sebagaimana yang terekam dalam sabda Nabi “Ulama dari umatku seperti
para nabi Bani Israil”. Menyinari jalan bagi orang banyak ,meskipun jalan itu sangat
terjal dan sulit untuk di dalui.
Pada makalah ini, akan dijelaskan tentang sejarah perkembangan
mazhab,biografi imam, latar belakang dan metode istinbath,dikhusus pada Mazhab
imam Abu Hanafi.

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah perkembangan mazhab?


2. Siapa imam Abu Hanifah?
3. Bagaimana Latar belakang mazhab imam Abu Hanafi?
4. Bagaimana Metode Istinbath imam Abu Hanafi?

C. TUJUAN

1. Mengetahui sejarah perkembangan mazhab.


2. mengetahui biografi imam Abu Hanifah.
3. Mengetahui latar belakang mazhab imam Abu Hanafi.
4. Mengetahui metode istinbath imam Abu Hanifah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Mazhab.

a. Pengertian Mazhab

Secara bahasa, mazhab memiliki dua pengertian, pertama kata mazhab


berasal dari kata zahaba-yazhabu yang memiliki arti telah berjalan, telah
berlalu, telah mati. Pengertian kedua yakni, mempunyai arti suatu yang diikuti
dalam berbagai masalah disebabkan adanya pemikiran, oleh karena itu mazhab
berarti yang diikuti atau dijadikan pedoman atau metode.

Kata madzhab adalah isim makan ( kata yang menunjukkan tempat)


yang diambil dari fi‟il madhi ( kata dasar) dzahaba yang berarti “pergi”. Dan
dapat juga berarti al-ra‟yu, yang artinya “pendapat”.

Secara istilah, Madzhab adalah hasil ijtihad seorang imam (mujtahid)


tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istinbath. Dengan
demikian pengertian mazhab adalah: mengikuti hasil ijtihad seorang imam
tentang hukum suatu masalah atau kaidah-kaidah istinbath-nya.

Sedangkan secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah


Tahido Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam
Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam.
Selanjutnya Imam Mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya
menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid
tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum
Islam.

Pengertian madzhab dalam istilah fiqih atau ilmu fiqih setidaknya


meliputi dua pengertian, yaitu :

a. Jalan pikiran atu metode (manhaj) yang digunakan seorang


mujtahid dalam menetapkan hukum suatu kejadian.
b. Pendapat atau fatwa seorang mujtahid atau mufti tentang
hukum suatu kejadian.

Pembahasan tentang madzhab merupakan kelanjutan dari pembahasan


tentang taqlid. Orang awam yang muqallid setelah memperoleh jawaban
hukum dari seseorang mufti harus beramal dengan pendapat atau fatwa dari
mufti itu. Fatwa atau pendapat yang dirumuskan oleh seorang mujtahid itulah
yang pada mulanya disebut dengan madzhab.

3
Dalam Islam, istilah mazhab secara umumnya digunakan untuk dua tujuan:
dari sudut akidah dan dari sudut fiqh. Mazhab akidah ialah apa yang
bersangkut-paut dengan soal keimanan, tauhid, qadar dan qada‟, hal ghaib,
kerasulan dan sebagainya. Contoh mazhab-mazhab akidah Islam ialah
Mazhab Syi„ah, Mazhab Khawarij, Mazhab Mu‟tazilah dan Mazhab Ahl al-
Sunnah wa al-Jama„ah. Setiap dari kumpulan mazhab akidah itu mempunyai
mazhab-mazhab fiqhnya sendiri-sendiri . Mazhab fiqh ialah apa yang
berkaitan dengan soal hukum-hakam, halal-haram dan sebagainya. Contoh
Mazhab fiqh untuk Ahl al-Sunnah wa al-Jama„ah ialah Mazhab Hanafi,
Mazhab Maliki, Mazhab al-Syafi„i dan Mazhab Hanbali.

b. Latar Belakang Timbulnya Madzhab

Lahirnya berbagai aliran atau madzhab dalam ilmu fiqih


dilatarbelakangi oleh beberapa faktor.Sebagaimana dijelaskan oleh
Muhammad Syaltout dan Muhammad Ali as-Sayis, bahwa perbedaan
pendapat dikalangan madzhab disebabkan oleh :
1. Perbedaan Pemahaman (Pengertian) Tentang Lafadz Nash.

Hal ini merupakan bagian yang banyak menimbulkan perbedaan,


karena boleh jadi suatu lafadz memiliki makna lebih dari satu. Adanya
pengertian hakiki dan kiasan atau perbedaan „uruf mengenai arti sesuatu
lafadz yang dipergunakan.

2. Perbedaan Dalam Masalah Hadis.


Sebagaimana dijelaskan oleh Syaltout dan Muhammad Ali as-
Sayis, bahwa perbedaan dalam masalah hadits ini bisa saja terjadi karena
ada hadits yang sampai kepada sebagian kelompok saja. Atau bisa jadi,
berbeda dalam menilai keberadaan hadits dan peawinya.
3. Perbedaan dalam Pemahaman dan Penggunaan Qaidah Lughawiyah
Nash.
4. Perbedaan Dalam Mentarjihkan Dalil-dalil yang berlawanan ( ta‟rudl
al-adillah).
5. Perbedaan Tentang Qiyas.
6. Perbedaan dalam Penggunaan Dalil-dalil Hukum.
7. Perbedaan dalam Pemahaman Illat Hukum.
8. Perbedaan dalam Masalah Nasakh.

4
c. Sejarah Singkat Munculnya Madzhab dalam Islam

Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam telah tersebar


meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat
dan berpencar-pencar ke nagara yang baru tersebut. Dengan demikian,
kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu
masalah sukar dilaksanakan. Sejalan dengan pendapat di atas, Qasim Abdul
Aziz Khomis menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf di
kalangan sahabat ada tiga yakni :

1. Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Qur‟an

2. Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat

3. Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra‟yu.

Sementara Jalaluddin Rahmat melihat penyebab ikhtilaf dari sudut


pandang yang berbeda, Ia berpendapat bahwa salah satu sebab utama ikhtilaf
di antara para sahabat prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru
yang tidak terjadi pada zaman Rasulullah SAW.

Setelah berakhirnya masa sahabat yang dilanjutkan dengan masa


Tabi‟in, muncullah generasi Tabi‟it Tabi‟in. Ijtihad para Sahabat dan Tabi‟in
dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya yang tersebar di berbagai
daerah wilayah dan kekuasaan Islam pada waktu itu. Generasi ketiga ini
dikenal dengan Tabi‟it Tabi‟in. Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini
dimulai ketika memasuki abad kedua hijriah, di mana pemerintahan Islam
dipegang oleh Daulah Abbasiyyah.

Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering


disebut dengan istilah „‟The Golden Age‟‟. Pada masa itu Umat Islam telah
mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan
kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu
pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari
bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan
cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar
Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih
banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah
yang besar. Periode ini dalam sejarah hukum Islam juga dianggap sebagai
periode kegemilangan fiqh Islam, di mana lahir beberapa mazhab fiqih yang
panji-panjinya dibawa oleh tokoh-tokoh fiqh agung yang berjasa

5
mengintegrasikan fiqh Islam dan meninggalkan khazanah luar biasa yang
menjadi landasan kokoh bagi setiap ulama fiqh sampai sekarang.

Sebenarnya periode ini adalah kelanjutan periode sebelumnya, karena


pemikiran-pemikiran di bidang fiqh yang diwakili mazhab ahli hadis dan ahli
ra‟yu merupakan penyebab timbulnya mazhab-mazhab fiqh, dan mazhab-
mazhab inilah yang mengaplikasikan pemikiran-pemikiran operasional.Ketika
memasuki abad kedua Hijriah inilah merupakan era kelahiran mazhab-mazhab
hukum dan dua abad kemudian mazhab-mazhab hukum ini telah melembaga
dalam masyarakat Islam dengan pola dan karakteristik tersendiri dalam
melakukan istinbat hukum

Kelahiran mazhab-mazhab hukum dengan pola dan karakteristik


tersendiri ini, tak pelak lagi menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan
beragamnya produk hukum yang dihasilkan. Para tokoh atau imam mazhab
seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi‟i, Ahmad bin Hanbal dan
lainnya, masing-masing menawarkan kerangka metodologi, teori dan kaidah-
kaidah ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam menetapkan hukum.
Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para tokoh dan
para Imam Mazhab ini, pada awalnya hanya bertujuan untuk memberikan
jalan dan merupakan langkah-langkah atau upaya dalam memecahkan
berbagai persoalan hukum yang dihadapi baik dalam memahami nash al-
Quran dan al-Hadis maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan
jawabannya dalam nash.

Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam


mazhab tersebut terus berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan ia
tanpa disadari menjelma menjadi doktrin (anutan) untuk menggali hukum dari
sumbernya. Dengan semakin mengakarnya dan melembaganya doktrin
pemikiran hukum di mana antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan yang
khas, maka kemudian ia muncul sebagai aliran atau mazhab yang akhirnya
menjadi pijakan oleh masing-masing pengikut mazhab dalam melakukan
istinbat hukum.

Teori-teori pemikiran yang telah dirumuskan oleh masing-masing


mazhab tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting artinya, karena ia
menyangkut penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi yang sistematis
dalam usaha melakukan istinbat hukum. Penciptaan pola kerja dan kerangka
metodologi tersebut inilah dalam pemikiran hukum Islam disebut dengan
ushul fiqh.

Dalam perkembangan mazhab-mazhab fiqih telah muncul banyak


mazhab fiqih. Menurut Ahmad Satori Ismail, para ahli sejarah fiqh telah
berbeda pendapat sekitar bilangan mazhab-mazhab. Tidak ada kesepakatan

6
para ahli sejarah fiqh mengenai berapa jumlah sesungguhnya mazhab-mazhab
yang pernah ada.

Namun dari begitu banyak mazhab yang pernah ada, maka hanya
beberapa mazhab saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Menurut M.
Mustofa Imbabi, mazhab-mazhab yang masih bertahan sampai sekarang
hanya tujuh mazhab saja yaitu : mazhab hanafi, Maliki, Syafii, Hambali,
Zaidiyah, Imamiyah dan Ibadiyah. Adapun mazhab-mazhab lainnya telah
tiada. Sementara Huzaemah Tahido Yanggo mengelompokkan mazhab-
mazhab fiqih sebagai berikut :

1. Ahl al-Sunnah wa al-Jama‟ah


a. ahl al-Ra‟yi, kelompok ini dikenal pula dengan Mazhab Hanafi
b. ahl al-Hadis terdiri atas :
1. Mazhab Maliki
2. Mazhab Syafi‟I
3. Mazhab Hambali
2. Syi‟ah
a. Syi‟ah Zaidiyah
b. Syi‟ah Imamiyah
3. Khawarij
4. Mazhab-mazhab yang telah musnah
a. Mazhab al-Auza‟i
b. Mazhab al-Zhahiry
c. Mazhab al-Thabary
d. Mazhab al-Laitsi

B. Biografi Imam Abu Hanifah

a. Riwayat Hidup Abu Hanifah

Nama lengkap Abu Hanifah ialah Abu Hanifah al-Nu‟man bin Tsabit Ibn
Zutha al-Taimy. Lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah. Ia berasal dari
keturunan Parsi, lahir di Kufah tahun 80 H / 699 M dan wafat di Baghdad tahun
150 H / 767 M. Ia menjalani hidup di dua lingkungan sosio-politik, yakni di masa
akhir dinasti Umaiyyah dan masa awal dinasti Abbasiyah. Abu Hanafiyah adalah
pendiri Mazhab Hanafi yang terkenal dengan “al- Imam al-„Azham” yang berarti
Imam Terbesar.1

Beliau diberi gelar Abu Hanifah, karena di antara putranya ada yang
bernama Hanifah. Ada lagi menurut riwayat lain beliau bergelar Abu Hanifah,
karena begitu taatnya beliau beribadah kepada Allah, yaitu berasal dari bahasa
Arab Hanif yang berarti condong atau cenderung kepada yang benar. Menurut

1
Huzaemah Kotorando Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta : Logs,1997),cet. Ke-1,h.95.
7
riwayat lain pula, beliau beteman dengan tinta. Hanifah menurut bahasa Irak
adalah tinta.2 Abu hanifah dikenal sangat rajin, taat ibadah dan sungguh-sungguh
dalam mengerjakan kawajiban agama.

Kakeknya bernama al-Zutha penduduk asli Kabul. Ia pernah ditawan


dalam suatu peperangan lalu dibawa llke Kufah sebagaai budak. Setelah itu ia
dibebaskan dan menerima Islam sebagai agamanya. Ayahnya bernama Tsabit,
seorang pedangang sutera di Kota Kuffah dan Abu Hanifah sendiri suka ikut
berdagang, tanpa melupakan dalam menuntut ilmu pengetahuan3.

Di dalam satu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari Abu Jafar alManshur
memanggil Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan ats-Sauri, dan Imam Syarik an-
Nahai‟y untuk datang dan menghadap kepadanya.

Setelah mereka bertiga menghadap Khalifah, kemudian mereka satu


persatu diberikan jabatan sebagai qadhi. Imam Abu Sufyan dipercaya untuk
menjadi qadhi di Kota Bashrah, Imam Syarik diberikan kepercayaan untuk
menjadi qadhi di Ibu Kota, dan Imam Abu Hanifah menolak jabatan
tersebut,selanjutnya Khalifah memerintahkan mereka untuk berangkat ke kota
tempat mereka harus bertugas dan memberikan ancaman bahwa “barang siapa
menolak jabatan yang diberikan oleh Khalifah akan menerima hukuman berupa
cambukan seratus kali pukulan”4.

Imam Syarik menerima jabatan itu dan segera menempati kota tempat ia
harus melaksanakan tugas sebagai qadhi, Imam Abu Sufyan menolak jabatan
tersebut dan melarikan diri ke Yaman, sementara Imam Abu Hanifah menolak
jabatan tersebut dan tidak pula melarikan diri kemanapun. Oleh sebab itu, lalu
Imam Abu Hanifah dipenjarakan dan diberi hukuman seratus kali cambukan serta
dikalungkan di lehernya besi yang sangat berat.

Selama menjalani hukuman penjara dan hukuman cambuk tersebut, tidak


henti-hentinya al-Manshur memerintahkan kepada Ibu Imam Abu Hanifah untuk
merayu putranya agar mau menerima jabatan sebagai qadhi, dengan jawaban yang
tegas beliau tetap menolak jabatan tersebut hingga pada suatu hari al-Manshur
memanggil ia dan memberikan satu gelas air yang telah dicampur dengan racun
serta memaksa Imam Abu Hanifah untuk meminumnya, setelah meminum air
yang diberikan oleh al-Manshur tersebut, Imam Abu Hanifah dimasukkan kembali
ke dalam penjara, dan pada saat itu pula dalam keadaan bersujud Imam Abu
Hanifah wafat.

2
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, ( Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 1996), et.
ke-2, h. 184
3
Huzaemah Kotorando Yanggo, op.cit, h. 96.
4
Moenawar Chalil, op-cit, h. 178.
8
Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H (767 M) pada usia 70 tahun
dan jenazahnya di makamkan di al-Khaizaran, sebuah tempat perkuburan yang
terletak di kota Baghdad, dan dikatakan dalam riwayat yang lain bahwa pada
waktu itu pula lahirlah Imam Syafi‟i.

b. Pendidikan dan Guru-Gurunya.

Abu Hanifah tinggal di Kota Kufah di Irak. Kota ini terkenal sebagai kota
yang dapat menerima perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Ia seorang
yang bijak dan gemar ilmu pengetahuan. Ketika ia menambah ilmu pengetahuan,
mula-mula ia belajar sastra bahasa Arab. Karena ilmu bahasa, tidak banyak dapat
digunakan akal pikiran ia meninggalkan pelajaran ini dan beralih mempelajari
fiqih. Ia berminat pada pelajaran yang banyak menggunakan pikiran. Di antara
ilmu-ilmu yang di minatinya ialah teoligi, sehingga ia menjadi salah seorang
tokoh terpandang dalam ilmu tersebut. Karena ketajaman pemikirannya, ia
sanggup menangkis serangan golongan Khawarij yang doktrin ajaranya sangat
ekstrim.

Menurut sebagian dari para ahli sejarah bahwa beliau mempelajari ilmu
fiqih dari Ibrahim, Umar, Ali ibni Abi Talib, Abdullah bin Mas‟ud dan Abdullah
bin Abbas. Diantara para gurunya ialah Hamad bin Abu Sulaiman al-Asya‟ari.
Beliau banyak sekali memberi pelajaran kepadanya. Abu Hanifah telah mendapat
kelebihan dalam ilmu fiqih dan juga tauhid dari gurunya. Setelah Hamad
meninggal dunia beliau menggantikan gurunya untuk mengajar ilmu fiqih. Nama
beliau terkenal ke seluruh negeri pada masa itu5.

Al-Hafizh mengatakan, “Dia meriwayatkan dari Atha‟ bin Abu Rabah,


Ashim bin Abu an-Najud, Alqamah bin Martsad, Hammad bin Abu Sulaiman, al-
Hakam bin Utaibah, Salamah bin Kuhail, Abu Ja‟far Muhammad bin Ali, Ali bin
al-Aqmar, Ziyad bin Ilaqah, Sa‟id bin Masruq ats-Tsauri, Adi bin Tsabit al-
Anshari, Athiyyah bin Sa‟id al Aufi, Abu Sufyan as-Saidi, Abdul Karim Abu
Umayyah, Yahya bin Sa‟id al-Anshari, Hisyam bin Urwah, dan yang lain-
lainnya”6.

Abu Hanifah berhasil mendidik dan menempa ratusan murid yang


memiliki pandangan luas dalam masalah fiqh. Puluhan dari muridnya itu menjabit
sebagai hakim-hakim dalam pemerintahan dinasti Abbasiyah, Saljuk, „Ustmani
dan Mughal.

5
Ahmad asy-Syurbasi, op-cit, h. 17
6
Syaikh Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006),
cet. ke-5, h. 180.
9
c. Murid-murid dan Karya-Karya Imam Abu Hanifah

Di antara beberapa murid Abu Hanifah yang terkenal ialah Abu Yusuf
Ya‟akub al-Ansari, dengan pengarahnya dan pimbingan dari gurunya ia terkenal
sebagai seorang alim dalam ilmu fiqih dan diangkat menjadi kadli semasa
Khalifah al-Mahdi dan al-Hadi. Dan juga alRasyid pada masa pemerintahan
Abasiyyah. Di antara karyanya (Kitabnya) antara lain: al-Kharaj, al-Athar dan
juga kitab Arras „ala Siari al-Auzali.

Dia antara muridnya yang lain : al-Hazail, mereka tidak banyak


memberikan pelajaran dengan mengajar cara lisan saja. Begitu juga alHasan bin
Zaid al-Lu‟lu, mereka juga termasuk di antara muridnya juga, mereka menjadi
kadhi kota Kufah, antara lain kitab karangan beliau al-Qadhi, al-Khisal, Ma‟ani
al-Iman, al-Nafaqat, al-Kharaj, alFara‟id, al-Wasaya dan al-Amani. Walaupun
Abu Hanifah tidak banyak mengarang sebuah kitab untuk mazhabnya namun
mazhabnya tetap terkenal disebabkan murid-muridnya atau anak didiknya banyak
yang menulis kitab-kitab untuk mazhabnya terutama sekali Abu Yusuf
Muhammad dan lain-lain.

Al-Hafizh mengatakan, “Sementara yang meriwayatkan darinya ialah


putranya, Hammad, Ibrahim bin Thahman, Hamzah bin Habib azZayyat, Zufar bin
al-Hudzail, Abu Yusuf al-Qadhi, Abu Yahya alHimmami, Isa bin Yunus, Waki‟,
Yazid bin Zurai‟, Asad bin Amr alBajali, Hakkam Ya‟la bin Salm ar-Razi,
Kharijah bin Mush‟ab, Abdul Majid bin Abu Rawwad, Ali bin Mushir,
Muhammad bin Bisyr al-Abdi, Abdurrazzaq, Muhammad bin al-Hasan asy-
Syaibani, Mush‟ab bin alMiqdam, Yahya bin Yaman, Abu Ishmah Nuh bin Abu
Maryam, Abu Abdurrahman al-Muqri, Abu Ashim, dan banyak lainnya.

C. Latar Belakang Mazhab imam Abu Hanafi

Madzhab ini didirikan oleh Abu Hanifah yang nama lengkapnya alNu‟man
ibn Tsabit ibn Zuthi (80-150 H). Ia dilahirkan di kufah, ia lahir pada zaman dinasti
Umayyah tepatnya pada zaman kekuasaan Abdul malik ibn Marwan.

Mazhab Hanafi merupakan mazhab yang pertama daripada empat mazhab


utama fiqih.Pada awalnya Abu hanifah adalah seorang pedagang, atas anjuran al-
Syabi ia kemudian menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah belajar fiqih kepada
ulama aliran irak (ra‟yu). Imam Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan berfikir
dalam memecahkan masalah-masalah baru yang belum terdapat dalam al-Qur‟an dan
al-Sunnah. Ia banyak mengandalkan qiyas (analogi) dalam menentukan hukum.

10
Sepanjang riwayat, bahwa para sahabat Imam Hanafi yangmembukukan
Mazhab beliau ada 40 orang, di antara mereka adalah ImamAbu Yusuf dan Imam
Zafar. Dan permulaan yang menulis kitab-kitabnya ialah Asad bin Amar7.

Kemudian dikala Harun Ar-Rasyid menjabat selaku kepala negara bagi dunia
Islam, beliau menyerahkan urusan kehakiman kepemerintahannya kepada Imam Abu
Yusuf, muridnya Imam Hanafi yang terkenal sesudah tahun 170 H. Dengan demikian
urusan kehakiman dalam kerajaan Ar-Rasyid ada ditangan kekuasaannya.

Oleh sebab itu, beliau bertindak tidak menyerahkan urusan kehakiman ke tiap-
tiap kota melainkan kepada orang yang ditunjuk.Selanjutnya, Mazhab Imam Hanafi
baru dikenal orang Mesir sesudah tahun 164 H, karena pada waktu itu telah diangkat
oleh kepala negara Al-Mahdyseorang Qadhi yang bermazhab Hanafi mula-mula
menyiarkan Mazhab Hanafi di Mesir, terutama selama pemerintahan Islam ada di
tangan kekuasaan kepala negara keturunan Abbasiyah, makin berkembangnya
Mazhab ini di Mesir, sampai tahun 358 H. Tatkala negeri Mesir di tangan kekuasaan
para raja keturunanFathimiyah, dibawa pula kesana aliran Mazhab mereka, yaitu
Mazhab Syi‟ah Ismailiyah, tidak saja Mazhab ini tersebar disana karenanya, akan
tetapi kedudukan Qadhi juga dipengaruhi oleh Mazhab itu, bahkan Mazhab Syi‟ah
pernah menjadi Mazhab pemerintah dengan resmi. Yakni hukum yang dilakukan oleh
pihak pemerintahan di Mesir menurut Mazhab Syi‟ah, kecuali dalam masalah yang
mengenai ibadat, orang masihdiberikan kemerdekaan melakukan menurut aliran
mazhabnya masingmasing, melainkan Mazhab Hanafi yang dilarang8.

Kemudian ketika pemerintahan di Mesir jatuh ketangan AlAyyuby, lalu


mereka menindas dan memangkas habis Mazhab Syi‟ah dan aliran yang berbau
Syi‟ah, dalam waktu itu kerajaan Al-Ayyuby mendirikan banyak sekolah untuk
mencetak ulama yang mengikuti Mazhab Syafi‟i dan mazhab Maliki. Dan Sultan
Shalahudin Al Ayyubi mendirikan sekolah untuk memberikan pengajaran Mazhab
Hanafi, dan dinamakan Mazhab Ash Shuyufiyah. Semenjak itu Mazhab Hanafi
mendapat kekuatan kembali untuk berkembang di tengah-tengah Mesir. Kemudian
pada tahun 641 H, oleh Sultan Shalih Najmuddin mendirikan madrasah yang
dinamakan madrasah ash-Shalihiyah, dalam madrasah ini diberikan pengajaran-
pengajaran Mazhab empat yang masyhur, Hanafi , Maliki, Syafi‟i, dan Hambali,
sebagai balasan untuk membasmi aliran Mazhab-mazhab yang lain9.

Selanjutnya Mazhab Hanafi tersiar dan berkembang ke negeri negeri Syam,


Iraq, India, Afganistan, Kaukasus, Turki dan Balkan. Sebagian besar penduduk di
Turky Usmani dan Albania, adalah pengikut Mazhab Hanafi. Tersiarnya Mazhab
Hanafi itu adalah dengan perantaraan pihak kekuasaan para raja.

7
Munawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan
Hambali, (Jakarta: Bulan Bintang,1994) cet ke-9, h 180
8
Ahmad asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2001), cet. ke-4, h. 25
9
Munawar Chalil, op.cit., h. 183
11
D. Metode Istinbath Imam Abu Hanifah.

Imam Abu Hanifah telah diakui sebagai ulama besar dengan keluasan ilmu
pengetahuan dalam segala bidang studi keislaman yang ia miliki, sehingga ia
termasuk Imam mujahid besar (al-imam al-a‟zham), seorang Imam yang menjadi
panutan bagi kaum Muslimin sepanjang masa. Dasar ijtihad Imam Abu Hanifah yang
pokok dapat dipahami dari ucapan beliau sendiri, yaitu:

“Sesungguhnya aku (Abu Hanifah) merujuk kepada Al-Qur‟an apabila aku


mendapatkannya; apabila tidak ada dalam Al-Qur‟an, aku merujuk kepada sunnah
Rasulullah SAW dan atsar yang shahih yang diriwayatkan oleh orang-orang tsiqah.
Apabila aku tidak mendapatkan dalam Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah, aku
merujuk kepada qaul sahabat, (apabila sahabat ikhtilaf), aku mengambil pendapat
sahabat yang mana saja yang kukehendaki, aku tidak akan pindah dari pendapat yang
satu ke pendapat sahabat yang lain. Apabila didapatkan pendapat Ibrahim, Al-Sya‟bi
dan ibnu Al-Musayyab, serta yang lainnya, aku berijtihad sebagai mana mereka
berijtihad.”

Metode Istinbath Hukum Imam Abu Hanifah Dalam mengistinbathkan


suatu hukum Imam Abu Hanifah dalam suatu permasalahan menggunakan
beberapa cara yang menjadi dasar dalam mazhabnya. Adapun metode yang
digunakan oleh Imam Abu Hanifah dalam menetapkan hukum adalah memakai
dasar iaitu al-Quran, Sunnah, Aqwalush Shahabah, Qiyas, Istihsan dan „Urf :

a. Al-Quran

Al-Quran adalah sumber pokok ajaran Islam yang memberi


sinar pembentukan Hukum Islam sampai akhir zaman. Segala
permasalahan hukum agama merujuk kepada al-Kitab tersebut atau
kepada jiwa kandungannya.

b. As-Sunnah
As-Sunnah adalah berfungsi sebagai penjelasan al-Kitab,
merinci yang masuh bersifat umum (global). Siapa yang tidak maau
berpegang kepasa as-Sunnah tersebut berarti orang tersebut tidak
mengakui kebenaran risalah Allah yang beliau sampaikan kepada
ummatnya10.

c. Aqwalush Shahabah (Perkataan Sahabat)

Perkataan sahabat memperoleh posisi yang kuat dalam


pandangan Abu Hanifah, karena menurutnya mereka adalah
orangorang yang membawa ajaran Rasul sesudah generasinya. Dengan
demikian, pengetahuan dan pernyataan keagamaan mereka lebih dekat

10
Munawar Chalil, op.cit., h. 183
12
pada kebenaran tersebut. Oleh sebab itu pernyataan hukum mereka
lebih dekat pada kebenaran tersebut. Oleh sebab itu pernyataan hukum
mereka dapat dikutip untuk diterapkan dalam kehidupan
masyarakat.Ketetapan sahabat ada dua bentuk, yaitu ketentuan hukum
yang ditetapkan dalam bentuk Ijmak dan ketentuan hukum dalam
bentukfatwa. Ketentuan-ketentuan hukum yang ditentukan lewat ijmak
mengikat, sedang yang ditetapkan lewat fatwa tidak mengikat.

d. Qiyas

Abu Hanifah berpegang kepada Qiyas, apabila ternyata dalam


al-Quran, Sunnah atau perkataan Sahabat tidak beliau temukan. Beliau
menghubungkan sesuatu yang belum ada hukumnya kepada nash yang
ada setelah memperhatikan illat yang sama antara keduanya.

e. Al-Istihsan

Al-Istihsan sebenarnya merupakan pengembangan dari al-


Qiyas. Penggunaan ar-Ra‟yu lebih menonjol lagi. Istihsan menurut
bahasa berarti “menganggap baik” atau “mencari yang baik”. Menurut
istilah ulama ushul Fiqh, Istihsan ialah meninggalkan ketentuan qiyas
yang jelas illatnya untuk mengamalkan qiyas yang samar illatnya, atau
meninggalkan hukum yang bersifat umum dan berpegang kepada
hukum bersifat pengecualian karena ada dalil yang memperkuatnya.

f. 'Urf

Urf menurut bahasa berarti apa yang biasa dilakukan orang,


baik dalam kata-kata maupun perbuatan. Dengan perkataan lain adat
kebiasaan. Dalam al-Mabsuth diterangkan: “Sesuatu yang tetap dengan
urf sama dengan tetap dengan nash”. Maksudnya ialah „urf dipandang
sebagai dalil sewaktu tidak ada nash. Contoh „Urf ialah kebiasaan
dalam perkataan, yaitu perkataan Walad yang biasa diartikan untuk
anak laki-laki, bukan untuk anak perempuan. Contoh kebiasaan dalam
perbuatan pula ialah jual beli dengan jalan serah terima, tanpa
menggunakan ijab kabul.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Munculnya suatu pandangan dalam Islam menandai kedinamisan dari


pemikiran umat Islam sendiri. Dari perbagai ijtihad yang telah dilakukan oleh para
ulama' merupakan produk pemikiran akibat dari keadaan pada zamannya tersebut.
Para ulama' yang telah merumuskan berbagai pandangan yang terkait dengan hukum
Islam hendaknya kita menggunakan sesuai keadaan sosiokultural yang sesuai dengan
lingkungan tempat kita berada. Tidak berhenti disitu seiring perkembangan zaman
hendaknya kita juga menyikapi dan mengembangkan sesuai dengan pijakan hukum
Islam agar tidak menimbulkan pergesaran dengan yang telah diriwaayatkan.
Madzhab Hanafi merupakan salah satu madzhab fikih tertua dalammasyarakat
Muslim. Didirikan oleh Imam Abu Hanifah yang bernama asli Nu‟man bin Tsabit bin
Zutha Al-Kufi, berasal dari keturunan bangsa Persia. AbuHanifah lahir di Kufah, kota
yang terletak di Iraq, pada tahun 80 H (699 M) danwafat di Baghdad pada tahun 150
H (767 M). Beliau mempunyai banyak murid,yang kemudian menulis berbagai buku
tentang madzhab Hanafi. Ada tiga faktor perkembangan mazhab Hanafi. Pertama,
banyaknya murid Abu Hanifah yangmemiliki kecakapan dalam menjawab
permasalahan-permasalahan hukum.Kedua, pengembangan teori pengambilan
keputusan hukum. Ketiga, penyebaranke wilayah yang memiliki adat-istiadat yang
beraneka macam. Adapun dasar hukum madzhab Hanafi adalah Al Qur‟an, hadits,
ijma‟, qiyas, aqwalushshahabah, istihsan, dan „urf.

E. Saran

Sebagai seorang intelektual tidaklah mesti harus berpegang (fanatik)kepada


pendapat salah seorang atau guru, yang akan menghambat perkembangan pemikiran,
maka sikap toleran dalam perbdaan pendapat akan dapat memperluas pengetahuan
Setiap pendapat yang dikemukakan merupakan salah satu bentuk pemahaman, maka
dari itu tidak boleh kaku dalam memahami pendapat orang lain sehingga mengklaim
bahwa pendapat itulah yang paling benar. Faktanya suatu pendapat biasanya sesuai
dengan situasi, kondisi, tempat, dan zaman pada masa itu. Dalam penerapan hukum
mengenai mahar jasa atau non materi hendaklah disesuaikan dengan cara satu mazhab
saja sesuai yang digunakan dalam keseharian dan mayoritas masyarakat setempat.
Dalam arti tidak boleh mencampur dua mazhab (talfiq). Dan ini juga berlaku dengan
ibadah lain kecuali hal-hal yang memang diperbolahkan, namun itu pun sifatnya
sementara.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syurbasi Ahmad, “Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab”, (Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2001)
Chalil Munawar, “Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab”: Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan

Hambali, (Jakarta: Bulan Bintang,1994)

Farid Syaikh Ahmad, “Biografi 60 Ulama Salaf”, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006),

Hasan ,M. Ali, “Perbandingan Mazhab”, ( Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 1996),

Yanggo, Huzaemah Kotorando, “Pengantar Perbandingan Mazhab”, (Jakarta : Logs,1997),

15

Anda mungkin juga menyukai