Disusun Oleh:
Kelompok 2
Syalwa Destya 1212020257
Viranda Yudinar 1212020269
Zakiyah Siti Patiha 1212020277
Al’ya Sarah Samrati 1192020025
Bismillahirahmanirrahiim...
Tak lupa, shalawat beserta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, sampailah kepada kita selaku
umat-nya.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi................................................................................................................ii
BAB 1: Pendahuluan............................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan.........................................................................................................1
BAB 2: Pembahasan.............................................................................................2
BAB 3: Penutup....................................................................................................13
A. Kesimpulan................................................................................................13
B. Saran..........................................................................................................13
Daftar Pustaka......................................................................................................14
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqih tumbuh dan
berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, ushul fiqih tidak
timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman
Rosulullah dan sahabat. Dan di masa Rasulullah saw, umat Islam tidak
memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i,
semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada Rasulullah saw lewat
penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau saw. Pada
masa tabi’in cara mengistinbath hukum semakin berkembang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarahnya periode awal perkembangan Islam ?
2. Bagaimana perkembanganya pada saat periode sahabat ?
3. Bagaimana perkembangannya pada saat periode tabi’in?
4. Apa saja aliran-aliran yang ada dalam ushul fiqh ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah periode awal perkembangan
Islam
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembanganya pada periode sahabat
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangannya pada periode tabi’in
4. Untuk mengetahui aliran-aliran yang ada dalam ushul Fiqh
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Awal Perkembangan Ushul Fiqh
Pada awal abad I Hijriyah, ilmu ushul fiqh belum muncul dipermukaan
sebagai disiplin ilmu. Karena, pada abad pertama, ilmu ushul fiqh belum dirasa
diperlukan untuk dirumuskan dan dijadikan sebagai disiplin ilmu terangkum
dalam sebuah buku tertulis. Walaupun hakekatnya, bahwa hukum Allah yang
diturunkan kepada umat manusia dan hukum yang dihasilkan berdasarkan ijtihad
Rasul saw dan para sahabatnya mempertimbangkan kemaslahatan dan
keberpihakan pada kemasahlahatan manusia. Sedangkan maslahah ini, termasuk
kajian ilmu ushul fiqh.Sebagaimana dikatakan Khallaf, bahwa ilmu ushul fiqh
muncul dipermukaan pada abad II H. Karena, pada abad I H, Ilmu Ushul Fiqh
belum dibutuhkan. Dengan alasan, pada masa Rasul saw, Rasul Saw memberi
fatwa pada para sahabat dan memutuskan suatu perkara berdasarkan wahyu yang
turun kepada Nabi saw, yaitu alQur’an, juga berdasarkan ‘ilham dari Allah Swt.
yang diaplikasikan dalam bentuk ucapan dan tindakan Nabi Saw. dan juga
berdasarkan ijtihad Nabi Saw. sendiri tanpa butuh pada teori dan kaidah untuk
beristinbat (menggali hukum) dan berijtihad1.
B. Periode Sahabat
1
Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil.I ilmu ushul fiqih 1 hlm.16-17
fatwa yang berkaitan dengan masalah-masalah baru yang berkembang pada saat
itu2
Ketika Rasulullah SAW masih hidup sahabat menggunakan tiga sumber
penting dalam pemecahan hukum, yaitu Al-Qur’an, Sunnah,dan ra’yu (nalar).
Pada era sahabat ini digunakan beberapa cara baru untuk pemecahan hukum, di
antaranya ijma’ sahabat dan mashlahah. (Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman,
1983: 38-39)
Pertama, khalifah (khulafa’rasyidun) biasa melakukan musyawarah untuk
mencari kesepakatan bersama tentang persoalan hukum. Musyawarah tersebut
diikuti oleh para sahabat yang ahli dalam bidang hukum. Keputusan musyawarah
tersebut biasanya diikuti oleh para sahabat yang lain sehingga memunculkan
kesepakatan sahabat. Itulah momentum lahirnya ijma’ sahabat, yang dikemudian
hari diakui oleh sebagian ulama, khususnya oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan
pengikutnya sebagai ijma yang paling bisa diterima.
Kedua, sahabat mempergunakan pertimbangan akal (ra’yu), yang berupa
qiyas dan mashlahah. Penggunaan ra’yu (nalar) untuk mencari pemecahan hukum
dengan qiyas dilakukan untuk menjawab kasus-kasus baru yang belum muncul
pada masa Rasulullah. Qiyas dilakukan dengan mencarikan kasus-kasus baru
contoh pemecahan hukum yang sama dan kemudian hukumnya disamakan.
Penggunaan mashlahah juga menjadi bagian penting fiqh sahabat.Umar bin
Khattab dikenal sebagai sahabat yang banyak memperkenalkan penggunaan
pertimbangan mashlahah dalam pemecahan hukum. Contohnya, pengucapan talak
tiga kali dalam satu majelis dipandang sebagai talak tiga, tidak memberlakukan
hukuman potong tangan di waktu paceklik, penggunaan pajak tanah (kharaj),
pemberhentian jatah zakat bagi muallaf, dan lain sebagainya. Pertukaran pikiran
yang dilakukan sahabat lebih bersifat praktis untuk menjawab permasalahan3.
2
Dr. Nurhayati, M.Ag. Dr. Ali Imran Sinaga, M.Ag. Fiqh dan Ushul Fiqh Jakarta, Kencana 2018.
3
Muhammad al-Khudlary. Tth: 114). (Jurnal At-Tafkir Vol. XI No. 2 Desember 2018
3
Secara umum, sebagaimana pada masa Rasulullah saw., ushul fiqh pada era
sahabat masih belum menjadi bahan kajian ilmiah. Sahabat memang sering
berbeda pandangan dan berargumentasi untuk mengkaji persoalan hukum. Akan
tetapi, dialog semacam itu belum mengarah kepada pembentukan sebuah bidang
kajian khusus tentang metodologi. Pertukaran pikiran yang dilakukan sahabat
lebih bersifat praktis untuk menjawab permasalahan. Pembahasan hukum yang
dilakukan sahabat masih terbatas kepada pemberian fatwa atas pertanyaan atau
permasalahan yang muncul. 4
C. Periode Tabi’in
4
Muhammad al-Khudlary. Tth: 114 Jurnal At-Tafkir Vol. XI No. 2 Desember 2018
5
Dr. Nispul Khoiri, MA Ushul Fikih hlm.18 (Mun'im A.Sirry, Sejarah Fikih Islam: Sebuah Pengantar
hlm. 50
4
Mesir. Para sahabat tersebut berperan dalam penyebaran ajaran Islam dan menjadi
tempat masyarakat masing-masing daerah meminta fatwa. Mereka pun memiliki
murid-murid di daerah-daerah tersebut. Murid-murid sahabat itulah yang
kemudian menjadi tokoh hukum di daerahnya masing-masing. Murid-murid para
sahabat tidak hanya dari kalangan orang-orang Arab, melainkan juga dari
kalangan muslim non-Arab (mawali). Banyak pemberi fatwa yang terkenal di
kalangan tabi‘in adalah non-Arab, seperti Nafi ,Ikrimah, Atha’ bin Rabbah (para
ahli hukum Makkah), Thawus (ahli hukum Yaman), Ibrahim al-Nakha‘i (ahli
hukum Kufah), Hasan al-Bashri dan Ibnu Sirin (para ahli hukum Bashrah), Yahya
ibn Katsir. (Taha Jabir Alwani. 1994) (Muhammad al-Khudary, Tth: 150-162).
Kecenderungan berpikir sahabat turut mempengaruhi pola pemikiran ushul fiqh di
masing-masing daerah.6Contohnya: ulama fiqh Irak lebih dikenal dengan
penggunaan ar ra’yu, dalam setiap kasus yang dihadapi mereka mencari illatnya,
sehingga dengan illat ini mereka dapat menyamakan hukum kasus yang dihadapi
dengan kasus yang sudah ada nashnya. Adapun para ulama Madinah banyak
menggunakan hadits-hadits Rasulullah SAW, karena mereka dengan mudah
melacak sunnah Rasulullah di daerah tersebut. Disinilah awal perbedaan dalam
mengistinbathkan hukum dikalangan ulama fiqh. Akibatnya, muncul tiga
kelompok ulama, yaitu Madrasah al-Iraq, Madrasah Al-Kufah, Madrasah Al-
Madinah. Pada perkembangan selanjutnya madrasah al-iraq dan madrasah al
kufah dikenal dengan sebutan madrasah al-ra’yi, sedangkan madrasah al-Madinah
dikenal dengan sebutan madrasah al- hadits.7
5
hukum. Dengan kata lain metode ushul fikih yang dikembangkan mulai mencari
bentuknya pada periode ini. Proses pembentukan ushul fikih sebagai sebuah
metodologi fikih tidak hanya diterapkan dalam proses istinbath hukum, tetapi juga
dibangun dalam diskusi dan halaqah-halaqah yang berkembang, kemudian
halaqoh ini merupakan cikal bakal berkembangnya mazhab-mazhab ushul fikih
dan fikih. Setiap madzhab mempunyai metode sendiri dalam pengembangan
ijtihadnya. SalahSalah satu mazhab ushul fikih yang berkembang adalah mazhab
Hanafi, mazhab ini lahir atas pemikiran Abu Hanifah (80 - 150 H) (Dr. Nispul
Khoiri, MA ) sebagai seorang ulama yang hidup masa tabi'in Abu Hanifah adalah
seorang faqih dan ulama yang lebih banyak menggunakan ra'yu dan rasional
dalam berijtihad. Metode berpikirnya lebih rasional dan realistis daripada tekstual.
Hal ini disebabkan faktor geografis bahwa Baghdad dan Kufah adalah kota-kota
yang jauh dari pusat tadisi Nabi (Madinah), sehingga ini mempengaruhi pola
pikirnya dan sedikitnya perbendaharan hadis-hadis tentang hukum. Ini dapat
dilihat dalam proses penetapan istinbath hukumnya rnenggunakan metode
tersendiri berpegang kepada Alquran,hadits, qaul sahabi, ijma', qiyas, istihsan dan
urf.8
Setelah Abu Hanifah, ulama yang berperan dalam pengembangan
metode ushul fikih adalah Imam Malik (w. 179 H) dinisbahkan sebagai
pendiri mazhab ushul fikih Maliki. Dalam metodologi ushulnya, Imam Malik
menggunakan metode istinbath hukum Alquran, hadis, ijma', qiyas
amal ahli Madinah, maslahah al-mursalah, qaul sahabi, istihsan, sad al-zariah, urf
dan istishab.
Selanjutnya, munculnya Imam Muhammad Idris al - syafii (150H-204)
sebagai pendiri mazhab syafii, semakin memberikan warna tersendiri terhadap
ushul fikih. Kalaulah Imam Abu Yusuf orang pertama kali menghimpun kaidah-
kaidah yang terserak menjadi satu himpunan, maka Imam Syafii orang yang
pertama kali mengkodifikasi, meramu dan mensistematiskan ushul fikih.
8
Dr. Nispul Khoiri, MA Ushul Fikih hlm.18 (Sya’ban Muhammad Ismail, al Tasyri, al Islami
Masadiruh wa Atwaruh.cet.ke 2 (Kairo : Maktabah al-Nahdah al-Misriyah,1985 h.316)
6
Seperti dikatakan Ahmad Hasan, dikutip oleh Romli, teori ushul fikih yang
dikembangkan oleh Imam Syafi’i mengambil jalan tengah antara ahli ra'yi dan
ahlu hadis. Bila dibandingkan dengan mazhab fikih yang lain sungguh berbeda, ia
selalu melakukan pengkajian secara luas. BerbagaiBerbagai pikiran dalam ushul
fikih dituangkannya dalam sebuah karya yang terkenal yakni "ar-Risalah",memuat
rumusan dan metode hukum serta kaidah-kaidah dasar dalam melakukan istinbath
hukum secara ijtihad. Atas dasar ini dalam melakukan istinbath hukum, Imam
Syafi'i menggunakan langkah-langkah, yakni melalui Alquran, hadis, ijma', qiyas
dan istishab. Syafi’i memakai khabar ahad apabila rawinya tsiqat (kuat dan
terpercaya) dan tidak mensyaratkan harus masyhur sebagaimana halnya imam
Malik. Syafii juga tidak menggunakan istihsan sebagaimana halnya Abu Hanifah
bahkan beliau menolaknya. Sepeninggalnya Imam Syafii, mazhab ushul fikih lain
yang berperan dalam pengembang ushul fikih adalah mazhab Hanbali. Mazhab ini
dinisbahkan kepada pendirinya Ahmad ibn Hanbal (164-241H). Perkembangan
ushul fikih juga dapat diekplorasi pada mazhab Zahiri dan Syi'ah.
1. Aliran Mutakallimin/Shafi’iyyah
Aliran pemikiran ini disebut dengan thariqah asy-syafi’iyah karena para tokoh
thariqah ini banyak yang berasal dari ulama mazhab syafi’i, seperti al-Juwaini dan
al-Ghazali. Selanjutnya, disebut juga thariqah mutakallimin, karena pengembang
9
Zulhamdi, “Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh”, Jurnal At-Tafkir Vol. XI No. 2 (Desember,
2018), hlm 73
7
aliran ini juga banyak berasal dari ulama yang dikenal sebagai tokoh ilmu kalam,
seperti Abi Hasan Al-Bashri dan Al-Qadhi Abdul Jabbar. Lebih jauh lagi, aliran
ini juga disebut thariqah al-jumhur, karena dalam masalah fiqh, penganut aliran
ini bukan hanya dari ulama Syafi’iyyah tetapi juga dari ulama pengikut mazhab
Maliki dan Hambali yang pada umumnya adalah ulama aliran Hijaz. 10
Dalam ushul fiqh, aliran syafi’iyyah ini membangun ushul fiqh secara teoretis
murni tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang keagamaan. Begitu pula
dalam menetapkan kaidah, aliran ini menggunaakan alasan yang kuat, baik dari
dalil naqli maupun aqli, tanpa dipengaruhi oleh masalah furu’ (cabang-cabang)
dan mazhab, sehingga adakalanya kaidah tersebut sesuai dengan masalah furu’
dan adakalanya juga tidak sesuai. Dengan demikian, pembahasan mereka hanya
diarahkan pada pengembangan ilmu ushul fiqh saja. Ilmu ushul fiqh yang telah
disusun inilah yang mereka jadikan sebagai alat untuk menghasilkan hukum-
hukum fiqh yang baru. Selain itu, setiap permasalahan yang didukung naqli dapat
dijadikan kaidah.11
Penulis ushul fiqh aliran mutakallimin bersifat lintas madzhab. Ada penulis
dari kalangan Hanbali, seperti:
Selain itu ada penulis dari kalangan Maliki, seperti: Ibnu Hajib (pengarang
Muntaha al-Wushul (al-sul) wa al-Alam fi Ilmay al-Ushul wa al-Jadal). Bahkan
10
Maman Suherman, “Aliran Ushul Fiqh dan Maqashid Syari’ah”, Al-Mashlahah Jurnal Hukum
dan Pranata Sosial Islam, hlm 357.
11
Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I Ilmu Ushul Fiqh I (Jember, Pena Salsabila), 2014 hlm 15
8
ada pula penulis dari kalangan Dzahiriyyah, seperti: Ibnu Hazm al-Andalusi
(pengarang kitab al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam).
Ada beberapa ciri khas penulisan ushul fiqh aliran Mutakallimin, antara lain:
9
Aliran ini banyak diikuti oleh para ulama dan menjadi aliran utama dalam ushul
fiqh, serta bersifat lintas madzhab. 12
2. Aliran Fuqaha/Hanafiyah
Dengan kata lain, ushul fiqh yang mereka kembangkan berperan sebagai alat
untuk mempertahankan pendapat-pendapat fiqh yang telah lebih dahulu ada. Jadi,
berbeda dengan ushul fiqh thariqah asy-Syafi'iyyah yang menjadikan ilmu ushul
fiqh sebagai alat untuk melahirkan hukum-hukum fiqh, maka pada aliran ini,
mereka menjadikan hukum-hukum fiqh yang telah ada, terutama hukum-hukum
fiqh hasil ijtihad Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya, sebagai pedoman untuk
menyusun kaidah-kaidah ushul fiqh mereka.
12
Zulhamdi, “Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh”, Jurnal At-Tafkir Vol. XI No. 2 (Desember,
2018), hlm 74.
10
3. Aliran Gabungan
Dari uraian mengenai aliran-aliran dalam ushul fiqh diatas, dapat kita
simpulkan bahwa aliran-aliran tersebut memiliki keistimewaan masing-masing.
Keistimewaaan metode ulama kalam adalah pembuktian mereka dengan logika
teoritis pada kaidah-kaidah ilmu tersebut dan bahasan-bahasannya. Mereka
menetapkan kaidah yang didukung oleh argumen tanpa harus menyesuaikan
dengan kaidah dan hukum yang sudah diistimbathkan oleh para mujtahid atau hal
yang berkaitan dengan masalah furu’. Sesuatu yang didukung oleh akal dan ada
argumentasinya, maka itulah sumber pokok islam, baik sesuai dengan masalah-
masalah furu’, maupun bertenteangan dengannya. 13
13
Prof. Abdul Wahhab Khallaf ilmu Ushul Fiqih (Semarang, Dina Utama Semarang), 2014, hlm 12
11
ushuliyyah yang mereka pandang bahwa para imam mendasarkan ijtihad atas
kaidah dan bahasan itu.ketika mereka banyak dihadapkan pada masalah-masalh
furu’, maka mereka akan membuat kaidah-kaidah ushulliyyah yang sesuai dengan
masalah furu’ tersebut. Jadi, orientasinya adalah mengembangkan ushul fiqh
imam-imam mereka dari furu’ hasil ijtihad mereka.14
14
Zulhamdi. 2018. “Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh” dalam Jurnal At-Tafkir Vol. XI No. 2
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah perkembanga Ushul Fiqh dimulai diawal abad ke-3 Hijriah yaitu
dibawah pemerintahan Abbasiyah hingga pada abad ke-4 Hijriah pada tahap
ini dinasty Abbasiyah sedang mengalami kemunduran dibidang politik hingga
akhirnya pada abad ke 5dan 6 Hijriyah inilah merupakan periode penulisan
ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang menjadi kitab
standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih selanjutnya.
Peranan Ushul Fiqh dalam perkembangaan Fiqh Islam ialah sebagai
penolong fiqh dalam mengeluarkan hukum-hukmu syara’ dari dalil-dalilnya.
Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang dapat digunakan
sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam dan sebagai penyaring
pemikiran-pemikiran seorang mujtahid.
Aliran- aliran dalam Ushul Fiqh yaitu dimulai dengan aliran Syafi’iyah
atau sering dikenal dengan Aliran Mutakallimin (Ahli Kalam), lalu dilanjutkan
dengan Aliran Hanafiyah (Fuqaha), dan Aliran Muta’akhirin hingga
melahirkan banyak kitab-kitab yang terkenal pada masanya.
B. Saran
13
14
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil.I ilmu ushul fiqih ,Jakarta
Dr. Nurhayati, M.Ag. Dr. Ali Imran Sinaga, M.Ag. Fiqh dan Ushul Fiqh Jakarta,
Kencana 2018.
Dr. Nispul Khoiri, MA Ushul Fikih Mun'im A.Sirry, Sejarah Fikih Islam: Sebuah
Pengantar
Muhammad al-Khudlary,Jurnal At-Tafkir Vol. XI No. 2 Desember 2018
Dr. Nispul Khoiri, MA Ushul Fikih hlm.18 (Sya’ban Muhammad Ismail, al
Tasyri, al Islami Masadiruh wa Atwaruh.cet.ke 2 (Kairo : Maktabah al-Nahdah al-
Misriyah,1985 h.316)
Zulhamdi, “Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh”, Jurnal At-Tafkir Vol. XI No.
2 Desember, 2018
Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I Ilmu Ushul Fiqh I (Jember, Pena
Salsabila),2014
Zulhamdi, “Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh”, Jurnal At-Tafkir Vol. XI No.
2 ,Desember, 2018
Prof. Abdul Wahhab Khallaf ilmu Ushul Fiqih (Semarang, Dina Utama
Semarang), 201
15