Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM”

Disusun Oleh:
Kelompok 2 TIF B Malam
Adam Andrean (1812000180)
Arie Muhammad Rasyidi (1812000185)
Gunawan (1812000190)

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS POTENSI UTAMA
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Allhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia,
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Semoga kita dapat mengambil manfaat dari makalah ini.
Shalawat beriring salam kami panjatkan keharibaan pemuda padang pasir
penghuni padang sahara Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat
manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan nikmat ilmu
pengetahuan.
Makalah ini membahas sumber-sumber hukum Islam yang dapat menjadi
tuntunan umat Islam dalam menjalankan amaliah kepada Allah SWT. Makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
nasihat, saran, teguran untuk membantu kami menyempurnakan makalah ini.
Kepada Allah, kami mohon ampun andaikata kami membuat kesalahan
dalam penulisan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Aamiin.

Medan, September 2018


Wassalam

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Perumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Makalah......................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................2
PEMBAHASAN....................................................................................................................2
A. Pengertian Sumber Hukum Islam...........................................................................2
B. Sumber-Sumber Hukum Islam................................................................................3
BAB III...............................................................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................13
A. Kesimpulan...........................................................................................................13
B. Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT telah menjadikan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah
atau pemimpin. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk senantiasa
beribadah kepada-Nya. Untuk menjalankan ibadah tersebut manusia
membutuhkan tuntunan atau pedoman bagaimana cara manusia beribadah
kepada-Nya.
Oleh sebab itu Allah SWT menurunkan suhuf,-suhuf, kitab-kitab kepada
Nabi dan Rasul-Nya supaya menjadi pedoman bagi umat manusia dalam
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Suhuf-suhuf
dan kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul sebelum Nabi
Muhammad telah dirangkum dalam Al-Qur’an yang diwahyukan Jibril kepada
Rasulullah Muhammad SAW.
Al-Qur’an menjadi sumber utama hukum Islam yang terkandung di
dalamnya aturan-aturan serta pedoman umat manusia menuju kebahagiaan
duniawi maupun ukhrawi. Setelah Al-Qur’an sumber hukum Islam selanjutnya
adalah Hadits Rasulullah yang merupakan penjelasan isi daripada Al-Qur’an.
Adapula ushul fiqh yang memuat metode-metode pengambilan hukum Islam
sebagi ketentuan dalam membina kehidupan manusia untuk menyelesaikan
segala macam permasalahan dalam kehidupan.
B. Perumusan Masalah
Dalam makalah ini kami mengidentifikasikan rumusan masalah sebagai
berikut:
a. Pengertian sumber hukum Islam
b. Sumber-sumber hukum Islam
C. Tujuan Makalah
a. Menjelaskan pengertian sumber hukum Islam
b. Menjelaskan sumber-sumber hukum Islam

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Hukum Islam
Kata sumber menurut KBBI berarti tempat keluarnya sesuatu (air, cairan,
dll), asal. Sedangkan menurut Suhendi (2001), Kata sumber dapat diartikan
“suatu wadah yang padanya ditemukan dan ditimba norma hukum”.
Sedangkan kata dalil atau al adillah, merupakan petunjuk yang membawa
dalam menemukan hukum tertentu.
Kata hukum menurut hemat penulis adalah peraturan-peraturan yang
mengikat dan memaksa yang bila dilanggar akan ada sanksi tertentu yang
bertujuan membuat hidup umat manusia menjadi lebih teratur.
Sebelum membahas lebih jelas sumber atau dalil hukum Islam itu apa dan
dan berasal darimana, maka terlebih dahulu kita membahas mengenai kata
sumber atau dalil dalam kajian hukum Islam.
Dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hukum Islam dinamakan hukum syaria’ah.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum Islam atau hukum syari’ah adalah
peraturan yang dapat dijadikan pedoman oleh umat Islam yang mengatur sendi
kehidupan dalam melakukan amaliah maupun penyelesaian masalah agar umat
Islam menjalani kehidupan yang lebih baik serta lebih teratur.
Di kalangan fuqaha kata dalil diartikan sesuatu yang padanya terdapat
penunjuk pengajaran baik yang menyampaikan kepada sesuatu yang
meyakinkan. Sementara di kalangan ushul fiqh kata dalil diartikan sesuatu
yang menyampaikan kepada tuntutan khabari dengan pemikiran yang shahih.
Sedangkan menurut Wahab Khallaf kata dalil diartikan sesuatu yang dapat
menyampaikan kepada hukum syara’ bersifat ‘amali secara meyakinkan baik
dengan cara yang qat’i ataupun zanni.
Menurut Aswadie Syukur, sumber atau dalil hukum Islam itu ada dua
macam:
1. Sumber formil (asli) ialah berasal dari wahyu (syari’at), baik itu
berasal dari nash Al-Qur’an maupun sunnah.
2. Sumber assesoir (tambahan) ialah berasal dari ijtihad para fuqaha
seperti, ijma’, qiyas, dan lainnya.

2
Selain tersebut di atas ada lagi kategorisasi yang lain, dalil syara’ dapat
dikelompokkan pada dua kelompok. Pertama dalil-dalil syara’ yang disepakati
yaitu, Al-Qur’an, sunnah, ijma’dan qiyas, dan kedua dalil-dalil syara’ yang
tidak disepakati yaitu, istihsan, maslahah mursalah, istishhab, ‘urf, mazhab
shahabi dan syara’ dari agama sebelumnya.
D. Sumber-Sumber Hukum Islam
1. Sumber Hukum Islam Yang Disepakati
Para ulama bersepakat menetapkan empat sumber dalil (Al-Qur’an, As-
Sunnah, Ijma’, dan Qiyas). Akan tetapi, ada beberapa ulama yang tidak
menyepakati dua sumber dalil terakhir. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini
kami sajikan dalil yang disepakati, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, dan
Qiyas.
a. Al-Quran
Al-Qur’an berasal dari kata qura’a artinya, telah membaca. Al-Qur’an
adalah kumpulan wahyu (kata-kata). Al-Qur’an adalah kumpulan wahyu
Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan
Malaikat Jibril.
Al-Qur’an adalah asas agama, sumber syari’at Islam yang pertama dan
menjadi hujjah di setiap waktu dan tempat. Tidak ada kebathilan di dalamnya.
Al-Qur’an mengandung perintah dan larangan Allah yang mutlak bagi setiap
umat manusia harus menaatinya. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah agar
manusia mengambil pelajaran darinya.
Kami mengajak setiap umat yang beriman untuk berpegang teguh ajaran-
ajaran yang terkandung di dalamnya. Semoga kita menjadi manusia yang
amalannya diterima oleh Allah SWT.
Al-Qur’an mengandung persoalan-persoalan pokok sebagai berikut:
1. Rukun iman (percaya kepada Allah, rasul-rasul, malaikat-malaikat,
kitab Allah, hari kiamat, dan percaya qada dan qadar), yaitu hal-hal
yang tetap berlaku dan telah mempunyai aturan tertentu.
2. Rukun Islam (syahadat, salat, puasa, zakat dan fitrah, haji dan umrah).
3. Munakahat (perkawinan), muamalah (hukum pergaulan dalam
masyarakat), jinayat (hukum pidana), aqdiyah (hukum mengenai

3
mendirikan pengadilan), khalifah (hukum mengenai pemerintahan),
ath’imah (makanan dan minuman), jihad (hukum peperangan).
Dapat disimpulkan pada umumnya isi Al-Qur’an itu dibagi dua, yaitu
ibadah dan muamalah (hubungan manusia dengan Allah dan hubungan
manusia dengan manusia).
b. As-Sunnah
As-Sunnah atau Al-Hadits adalah himpunan qaul (ucapan), fi’il
(perbuatan), dan hal-hal yang didiamkan Rasulullah SAW. Sunnah Rasulullah
SAW kedudukannya sangat agung dan mulia kaerena ia adalah sumber kedua
syari’at Islam setelah Al-Qur’an. Bahkan antara Al-Qur’an dan As-Sunnah
saling membutuhkan dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Sunnah dapat dibagi
menjadi 3 macam, yaitu:
1. Sunnah qauliyah ialah sabda beliau sampaikan dalam beraneka tujuan
dan kejadian. Misalnya sabda Beliau sebagai berikut. “Tidak ada
kemudharatan dan tidak pula memudharatkan.” (HR. Malik). Hadits
ini termasuk sunnah qauliyyah yang bertujuan memberi nasihat
kepada umat Islam agar tidak membuat kemudharatan untuk dirinya
maupun orang lain.
2. Sunnah fi’liyyah ialah segala tindakan Rasulullah SAW. Misalnya
tindakan Beliau melaksanakan shalat 5 waktu dengan
menyempurnakan cara-cara, syarat-syarat, dan rukun-rukunnya, dan
sebagainya.
3. Sunnah taqririyah ialah perkataan atau perbuatan sebagian sahabat,
baik di hadapannya maupun tidak di hadapannya, yang tidak diingkari
oleh Beliau atau bahkan disetujui melalui pujian yang baik.
Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an dari segi kandungan hokum
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. As-Sunnah berfungsi sebagai ta’kid (penguat) hukum-hukum yang
telah ada dalam Al-Qur’an. Hukum tersebut mempunyai 2 dasar
hukum, yaitu Al-Qur’an sebagai penetap hukum dan As-Sunnah
sebagai penguat dan pendukungnya. Misalnya, perintah mendirikan
shalat, mengeluarkan zakat, larangan syirik, riba dan sebagainya.

4
2. As-Sunnah sebagai bayan (penjelas)
3. Takhshish (pengkhusus) dan taqyid (pengikat) terhadap ayat-ayat
yang masih mujmal (global), ‘am (umum) atau muthlaq (tidak
terbatasi), yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang belum jelas petunjuk
pelaksanaannya, kapan dan bagaimana, dijelaskan dan dijabarkan
dalam As-Sunnah. Misalnya, perintah shalat yang bersifat mujmal
dijabarkan dengan As-Sunnah. Nabi Saw bersabda: “Shalatlah kalian
seperti kalian melihat (mendapatkan) aku shalat.” (HR. Bukhari)
c. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama mujtahid di suatu masa dari ummat
Muhammad SAW atas suatu permasalahan agama.
Ijma’ adalah salah satu sumber utama dari agama Islam. Ijma’
memberikan penetapan hukum dan perubahan hukumnya sesuai waktu, adat,
keadaan dan tempat pada permasalahan yang tidak ada nashnya dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Atau ada dalilnya tapi masih belum jelas.
Dilihat dari segi melakukan ijtihadnya, ijma’ itu ada dua bagian yaitu:
1. Ijma’ Sharih yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu waktu
terhadap suatu kejadian dengan menyajikan pendapat masing-masing
secara jelas yang dilakukan dengan cara memberi fatwa atau memberi
keputusan.
2. Ijma’ Syukuty yaitu sebagian mujtahid pada satu waktu
mengemukakan pendapatnya secara jelas terhadap suatu kejadian
yang dilakukan dengan cara memberi fatwa dan mujtahid lainnya
tidak menanggapi pendapat tersebut dalam hal persesuaiannya atau
perbedaannya.
Sedangkan dilihat dari segi qath’i dan zhanni dalalah hukumnya, ijma’ ini
terbagi menjadi dua bagian juga yaitu sebagai berikut:
1. Ijma’ Qoth’I Dalalah hukumnya ijma’ sharih, hukumnya telah
dipastikan dan tidak ada jalan lain untuk mengeluarkan hukum yang
bertentangan serta tidak boleh mengadakan ijtihad hukum syara’
mengenai suatu kejadian setelah adanya ijma’ sharih.

5
2. Ijma’ Zhanni Dalalah hukumnya ijma’ syukuty, hukumnya diduga
berdasarkan dugaan kuat mengenai suatu kejadian. Oleh sebab itu
masih memungkinkan adanya ijtihad lain, sebab hasil ijtihad bukan
merupakan pendapat seluruh mujtahid.
d. Qiyas
Qiyas menurut bahasa adalah mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain
yang bisa menyamainya. Sedangkan menurut ulama Ushul Fiqh, Qiyas adalah
menyamakan suatu kejadian yang tidak ada nashnya kepada kejadian lain
yang ada nashnya pada hukum yang telah ditetapkan lantaran adanya
kesamaan di antara dua kejadian itu dalam illat hukumnya. Misalnya, masalah
meminum khamr merupakan suatu perbuatan yang hukumnya telah
ditetapkan dalam nash. Hukumnya haram berdasarkan QS Al-Maidah ayat 90.
Dengan illat (sebab) memabukkan. Oleh karena itu setiap minuman yang
terdapat illat memabukkan hukumnya sama dengan khamr dan haram
meminumnya.
Setiap Qiyas terdiri dari empat rukun sebagai berikut
1. Al-Ashl ialah sesuatu yang hukumnya terdapat dalam nash. Rukun ini
biasanya disebut Maqis ‘Alaih (yang dipakai sebagai ukuran)
2. Al-Far’u ialah sesuatu yamg hukumnya tidak terdapat di dalam nash
dan hukumnya disamakan kepada al-ashl, biasa disebut juga Al Maqis
(yang diukur)
3. Hukmul Ashl ialah hukum syara yang terdapat nashnya menurut al
ashl dan dipakai sebagai hukum asal bagi al-Far’u.
4. Al-Illat ialah keadaan tertentu yang dipakai dasar bagi hukum ashl,
kemudian al-Far’u itu disamakan kepada ashl dalam hal hukumnya.
2. Sumber Hukum Islam Yang Tidak Disepakati
Selain dari empat dalil hukum di atas yang disepakati para ulama, ada
dalil hukumyang mana ulama Islam tidak sepakat atas penggunaan dalil-dalil
tersebut. Sebagian diantara mereka. Ada yang menggunakan dalil-dalil ini
sebagai alasan penetapan hukum syara’, dan sebagian yang lain
mengingkarinya. Dalil-dalil yang diperselisihkan pemakaiannya ada enam,
yaitu Al-Istihsan, Al-Maslahah Mursalah, Al-Ihtishhab, Al-Urf, Madzhab
Shahabi, dan Syaru Man Qablana.

6
a. Al-Istihsan
Menurut bahasa al-istihsan berarti mengganggap sesuatu itu baik.
Sedangkan menurut istilah ialah berpalingnya seorang mujtahid dari tuntutan
qiyas jaliy (qiyas yang nyata) kepada tuntutan qiyas khafiy (qiyas yang
samar), atau dari hukum kulliy (umum) kepada hukum istitsna’iy
(pengecualian) karena ada dalil yang menurut akalnya dapat menguatkan
perpalingan ini. Menurut ulama ushul fiqh ialah meninggalkan hukum yang
telah ditetapkan kepada hukum yang lainnya, pada suatu peristiwa atau
kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara’.
Apabila terjadi suatu kejadian dan tidak ada nash mengenai hukumnya.
Untuk menganalisanya terdapat dua aspek yang berbeda. Pertama, aspek yang
nyata yang menuntut suatu hukum tertentu. Kedua, aspek yang tersembunyi
yang menuntut hukum lain. Selanjutnya pada diri mujtahid terdapat dalil yang
menguatkan aspek analisis yang tersembunyi, lalu ia berpaling dari aspek
analisis yang nyata. Inilah yang dinamakan al-istihsan menurut syara’.
Demikain pula apabila ada hukum yang bersifat kulliy (umum), namun
pada diri mujtahid ada dalil yang menuntut pengecualian kasusistis dari
hukum yang bersifat kulliy tersebut dan menuntut hukum lainnya, maka ini
juga menurut syara’ disebut dengan al-istihsan.
Yang menentang istihsan dan tidak menjadikannya sebagai dasar hujjah
ialah Al-Imam As-Syafi”i dan mazhabnya. Menurut mereka adalah
menetapkan hukum hanya berdasarkan keinginan hawa nafsu. Imam Syafi’i
berkata, “Siapa yang berhujjah dengan istihsan berarti ia telah menetapkan
sendiri hukum syara’ berdasarkan keinginan hawa nafsunya, sedang yang
berhak menetapkan hukum syara’ hanyalah Allah SWT ”.Dalam
buku Risalah Ushuliyah karangan beliau, dinyatakan, “Perumpamaan orang
yang melakukan istihsan adalah seperti orang yang melakukan shalat yang
menghadap ke suatu arah yang menurut istihsan bahwa arah itu adalah arah
Ka”bah, tanpa ada dalil yang diciptakan pembuat syara’ untuk menentukan
arah Ka’bah itu”.

7
Namun kalau diteliti lebih dalam, ternyata pengertian istihsan menurut
pendapat Madzhab Hanafi berbeda dari istihsan menurut pendapat Madzhab
Syafi’i. Menurut Madzhab Hanafi istihsan itu semacam qiyas, dilakukan
karena ada suatu kepentingan, bukan berdasarkan hawa nafsu, sedang
menurut Madzhab Syafi’i, istihsan itu timbul karena rasa kurang enak,
kemudian pindah kepada rasa yang lebih enak.
Maka seandainya istihsan itu diperbincangkan dengan baik, kemudian
ditetapkan pengertian yang disepakati, tentulah perbedaan pendapat itu dapat
dikurangi. Karena itu asy-Syathibi dalam kitabnya Al-Muwâfaqât
menyatakan, “orang yang menetapkan hukum berdasarkan istihsan tidak
boleh berdasarkan rasa dan keinginannyya semata, akan tetapi haruslah
berdasarkan hal-hal yang diketahui bahwa hukum itu sesuai dengan tujuan
Allah SWT menciptakan syara’ dan sesuai pula dengan kaidah-kaidah syara’
yang umum”.
Dari definisi istihsan dan penjelasannya jelaslah bahwa pada hakikatnya
istihsan bukanlah sumber hukum yang berdiri sendiri, karena hukum istihsan
bentuk yang pertama dari kedua bentuknya berdalilkan qiyas yang
tersembunyi yang mengalahkan qiyas yang nyata, disebabkan adanya
beberapa faktor yang memenangkannya yang membuat tenang si mujtahid.
Itulah segi istihsan. Sedangkan bentuk yang kedua dari istihsan ialah bahwa
dalilnya adalah maslahat, yang menuntut pengecualian kasuistis dari hukum
kulliy (umum), dan ini juga yang disebut dengan segi istihsan.
b. Al-Maslahah Mursalah
Al-Mashlahah Mursalah, yaitu kemaslahatan yang mutlak. Menurut
istilah Para Ahli Ushul Fiqh ialah kemaslahatan yang Syari’ tidak
mensyari’atkan suatu hukum untuk merealisasikannya, dan tidak ada dalil
yang menunjukkan pengakuan atau pembatalannya.
Kemaslahatan ini disebut mutlak karena tidak terikat oleh dalil yang
mengakuinya atau dalil yang membatalkannya. Contohnya, karena
kemaslahatan, para sahabat menetapkan pengadaan penjara, pencetakan mata
uang, penetapan tanah pertanian yang ditaklukkan di tangan penduduknya
dan memungut pajak atas tanah itu, atau kemaslahatan lainnya yang dituntut
oleh keadaan darurat, kebutuhan, atau kebaikan, sedangklan tidak ada hukum

8
yang disyari’atkan untuknya, dan tidak ada bukti syara’ yang mengakui atau
membatalkannya. Maksud pembentukan hukum adalah mewujudkan
kemaslahatan orang banyak, yakni mendatangkan manfaat, menolak madarat,
atau menghilangkan keberatan dari mereka.
c. Istishhab
Istishhab adalah menetapkan hukum berdasarkan keadaan
sebelumnya, sehingga ada dalil yang menunjukkan
perubahan keadaan tersebut atau menjadikan hukum yang
telah ada pada masa yang lalu masih tetap pada
keadaannya.
Contoh: Seseorang yang diketahui masih hidup pada masa
tertentu, tetap dianggap hidup pada masa sesudahnya
selama belum terbukti bahwa ia telah wafat. Begitupula
seseorang yang telah berwudhu’, jika ia ragu, dianggap tetap
wudhu’nya selama belum terjadi hal yang membuktikan batal
wudhu’nya. Jenis-jenis istishhab sebagai berikut:
1. Istishhab al-ibahah al-ashliyah, didasarkan atas
hukum asal dari sesuatu yaitu mubah. Jenis ini banyak
berperan dalam menetapkan hukum di bidang muamalah,
bahwa hukum dasar dari sesuatu yang bermanfaat boleh
dilakukan selama tidak ada dalil yang melarangnya.
2. Istishhab al-baraah al-ashliyah, yaitu istishhab yang
didasarkan atas prinsip bahwa pada dasarnya setiap orang
bebas dari tuntutan beban taklif sampai ada dalil yang
mengubah statusnya itu, dan bebas dari utang atau
kesalahan sampai ada bukti yang mengubah statusnya.
Misal: seseorang yang menuntut haknya dirampas orang
lain, ia harus mampu membuktikannya, karena pihak
tertuduh pada dasarnya bebas dari segala tuntutan, kecuali
ada bukti yang jelas.
3. Istishhab al-hukm, didasarkan atas tetapnya status
hukum yang sudah ada selama tidak ada bukti yang

9
mengubahnya. Misal: pemilik asal rumah & tanah tetap
dianggap sah selama tidak ada peristiwa jual beli / hibah
yang mengubah status hukum kepemilikan.
4. Istishhab al-washf, istishhab yang didasarkan atas
anggapan masih tetapnya sifat yang diketahui ada
sebelumnya sampai ada bukti yang mengubahnya. Misal:
air yang diketahui bersih, tetap dianggap bersih selama
tidak ada bukti yang mengubah statusnya itu.
Isthisab merupakan akhir dalil syara’ yang menjadi
tempat kembali seorang mujtahid untuk mengetahui hukum
sesuatu yang dihadapkan kepadanya. Oleh karena itu, maka
para ahli ilmu ushul fiqh berkata: ”Sesungguhnya Istishhab
merupakan akhir tempat beredarnya fatwa. Ia adalah
penetapan hukum terhadap sesuatu dengan hukum yang
telah tetap baginya, sepanjang tidak ada dalil yang
merubahnya”.
d. ‘Urf
Urf’ menurut bahasa berarti mengetahui, kemudian dipakai dalam arti
sesuatu yang yang diketahui, dikenal, diangap baik dan diterima oleh pikiran
yang sehat. Sedangkan menurut para ahli ushul fiqh adalah sesuatu yang telah
saling dikenal oleh manusia dan mereka menjadikan tradisi.
Ditinjau dari bentuknya ada dua macam:
1. Al ‘Urf al Qauliyah ialah kebiasaan yang berupa perkataan, seperti
kata lahm (daging) dalam hal ini tidak termasuk daging ikan.
2. Al ‘Urf al Fi’ly ialah kebiasaan yang berupa perbuaatan, seperti
perbuatan jual beli dalam masyarakat tanpa mengucaplan akad jual-
beli.
Ditinjau dari segi nilainya, ada dua macam:
1. Al ‘Urf As Shahih, yaitu ‘urf yang baik dan dapat ditrima, karena tidak
bertentangan dengan nash hukum syara’.
2. Al ‘Urf al Fasid ialah ‘urf yang tidak dapat diterima, karena
bertentangan dengan hukum syara’.

10
Ditinjau dari luas berlakunya, ada dua macam:
1. Al ‘Urf Am, ialah ‘urf yang berlaku untuk seluruh tempat sejak dahulu
hingga sekarang.
2. Al ‘Urf al Khas, yaitu ‘urf yang yang berlaku hanya dikenal pada
suatu tempat saja, ‘urf adalah kebiasaan masyarakat tetentu.

Syarat-syarat ‘urf dapat diterima oleh hukum islam:


1. Tidak ada dalil yang khusus untuk suatu masalah baik dalam Al-
Qur’an atau As-Sunnah.
2. Pemakaian tidak mengakibatkan dikesampingkanya nash syari’at
termasuk juga tidak mengakibatkan mafsadat, kesulitan atau
kesempitan.
3. Telah berlaku secara umum dalam arti bukan hanya dilakukan
beberapa orang saja.
Para ulama berpendapat bahwa ‘urf yang shahih saja yang dapat dijadikan
dasar pertimbangan mujtahid maupun para hakim untuk menetapkan hukum
atau keputusan.
e. Mazhab Shahabi
Yang dimaksud dengan mazhab shahabi ialah pendapat sahabat Rasulullah
SAW tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Sedangkan menurut sebagian ulama Ushul Fiqh mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan mazhab shahabi yaitu, pendapat hukum yang dikemukakan
oleh seorang atau beberapa sahabat Rasulullah secara individu, tentang suatu
hukum syara’ yang tidak terdapat ketentuanya dalam Al-Qur’an maupun
Sunnah Rasulullah SAW. Sedangkan mazhab shahabi itu sendiri menunjuk
pengertian pendapat hukum para sahabat secara keseluruhan tentang suatu
hukum syara’ yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dimana
pendapat para sahabat tersebut nerupakan hasil kesepakatan diantara mereka
f. Syar’u Man Qablana
Yang dinamakan dengan Syar’u Man Qablana, yaitu ajaran-ajaran atau
syari’at-syari’at nabi-nabi terdahulu yang berhubungan dengan hukum,

11
seperti syari’atnya Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa. Dengan Kata lain,
seluruh ajaran-ajaran nabi-nabi terdahulu yang berkaitan dengan suatu kasus
hukum itu dapat dijadikan acuan dalam instimbat hukum (penggalian hukum)
jika termaktub dalam Al-Qur’an serta mempunyai ketegasan bahwa syari’at
itu berlaku bagi umat Nabi Muhammad SAW.
Dalil naqli yang digunakan oleh segolongan Ulama atas kebolehan
menggunakan Syar’u Man Qablana dijadikan sebagai hujjah, khususnya
pengikut Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah yaitu:
“Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu
dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”. (Q.S.
Asy-Syura ayat 13).
Ayat di atas menegaskan bahwa syariat yang Allah turunkan kepada Nabi
Muhammad SAW juga telah disyari’atkan kepada Nabi sebelum beliau. Ayat
ini juga menunjukkan bahwa pada dasarnya seluruh Syari’at yang diturunkan
Allah SWT merupakan satu kesatuan.
Seperti yang sudah dicantumkan diatas bahwa dalil dibolehkannya syar’u
Man Qablana tercantum dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Adapun yang menjadi
objek perbedaan pendapat dikalangan Ulama ialah, hukum dari masalah-
masalah yag tidak secara tegas diberlakukan pada syari’at Nabi Muhammad
SAW, tetapi tidak ada nash yang menasakhkanya atau menghapusnya. Dalam
hal ini ada dua kelompok yang saling bertolak belakang atas diberlakukanya
Syar’u Man Qablana dengan menggunakan ijtihad mereka masing-masing.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam mengambil setiap hukum Islam pastilah ada sumber atau rujukan
yang tentunya ada sumber pokok yaitu, Al-Qur’an dan As-Sunnah. Selain itu
ada pula sumber rujukan yang lain ataupun beberapa metode dalam
pengambilan sebuah keputusan yang terus mengalami perkembangan
berdasarkan permasalahan-permasalahan yang semakin kompleks. Diantara
metode tersebut adalah ijma’, qiyas, Al-Istihsan, Al-Maslahah Mursalah, Al-
Ihtishhab, Al-‘Urf, Madzhab Shahabi, dan Syar’u Man Qablana.

B. Saran
Makalah ini tentu masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan ke depannya ada perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang menggunakan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo. 2006. Hukum Islam:


Menjawab Tantangan Zaman Yang Terus Berkembang, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Abufathirabbani.blogspot.com. (2013, 18 Maret). Dalil-Dalil Syara’ Yang
Disepakati. Diperoleh 24 September 2018, dari
https://abufathirabbani.blogspot.com/2013/03/dalil-dalil-syara-yang-
disepakati.html?m=1
Lukman, Abu Anisah Syahrul Fatwa. 2014. Mengenal Islam Lebih Dekat.
Bogor: Media Tarbiyah.
Manan, Abdul. 2006. Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Muhammadkhairi02.blogspot.com. (2012, 31 Desember). Sumber Hukum
Islam Yang Disepakati. Diperoleh 22 September 2018, dari
https://muhammadkhairi02.blogspot.com/2012/12/hukum-islam-yang-
disepakati-dan-tidak.html?m=1
Ramulyo, M. Idris. 2004. Asas-asas Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Serba Makalah. (2018, 29 Maret). Makalah Sumber Hukum Islam
Lengkap. Diperoleh 22 September 2018, dari
https://serbamakalah.com/makalah-sumber-hukum-islam/

14

Anda mungkin juga menyukai