Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM”

Dosen Pembimbing :

Derta Nur Anita, S.Hi., M.H

Disusun Oleh Kelompok 5 :

1. Audriandra Risma Kurnia Salsabila (2021011091)


2. Bella Ayu
3. Dita Selsabillah (2021011106)
4. Shakira
5. Juan

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MAYJEN SUNGKONO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas semua
kehendaknya, kami berhasil menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul "Sumber-
Sumber Hukum Islam" secara tepat waktu. Kami berharap, agar makalah ini nantinya dapat
berguna bagi masyarakat maupun pembaca.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari Dosen pengampu mata
kuliah Hukum Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan
wawasan bagi kami selaku penyusun makalah, dimana kami juga tidak lupa mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah Hukum Islam, Derta Nur
Anita, S.Hi., M.H.

Dalam penyusunan makalah ini, semua isi ditulis berdasarkan buku-buku dan jurnal
referensi dan website yang berkaitan dengan materi yang kami bahas mengenai "Sumber-
Sumber Hukum Islam". Apabila dalam isi makalah ditemukan kekeliruan atau informasi yang
kurang valid, kami sangat terbuka dengan kritik dan saran yang membangun untuk diperbaiki
selanjutnya. Semoga makalah yang kami buat dapat memberikan manfaat bagi para pembaca,
dan khususnya bagi kami selaku penyusun makalah ini.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih.

Mojokerto, 09 April 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………...…………………………...…………….i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..…….......ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...………..…....1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………......1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….….2

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………....2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..…..………..3

2.1 Pemahaman Terkait Sumber Hukum Islam……………………………............3

2.2 Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Dalam Islam……………………….…….4

2.3 Al-Hadits Sebagai Sumber Hukum Dalam Islam……………………………...5

2.4 Ijtihad Sebagai Upaya Dalam Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits………...7

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………..9

3.1 Kesimpulan ………………………………………................................................9

3.2 Saran……………………………………………………………………………....9

DAFTAR PUSTAKA………………………………………...…………………………......10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumber hukum dalam agama Islam yang paling utama dan pokok dalam menetapkan hukum
dan memecah masalah untuk mencari suatu jawaban adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits, dikarenakan
sebagai sumber paling utama dalam Islam maka Al-Qur'an merupakan sumber pokok dalam
berbagai hukum Islam. Dari hal tersebut, maka Al-Qur’an sebagai sumber hukum memiliki isi
dengan susunan hukum yang sudah lengkap. Disisi lain Al-Qur'an juga memberikan tuntunan bagi
manusia mengenai apa yang seharusnya dilakukan maupun ditinggalkan dalam kehidupan
kesehariannya. Untuk Al-Hadits merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an, dimana
Al-Hadits dijadikan sebagai sumber ajaran Islam yang secara langsung berkaitan dengan
keharusan mentaati Rasulullah SAW. Dari hal tersebut, maka Al-Hadits memiliki fungsi sebagai
penjelas bagi ungkapan-ungkapan yang ada dalam Al-Qur’an.
Dari paparan yang telah dijelaskan sebelumnya maka Al-Qur’an merupakan hidayah Allah
yang digunakan untuk melengkapi segala aspek kehidupan manusia. Sumber paling utama dalam
Islam adalah Al-Qur’an yang merupakan sumber pokok bagi aqidah, ibadah, etika maupun hukum.
Al-Qur’an merupakan sumber primer karena tidak lepas dari apa yang dikandung oleh Al-Qur’an
itu sendiri, dimana di dalam Al-Qur’an sendiri telah dijelaskan bahwasanya segala sesuatu yang
berkenaan dengan segala kebutuhan manusia guna kelangsungan hidupnya. Al-Qur’an bukanlah
ilmu pengetahuan dan bukan pula ilmu filsafat melainkan didalamnya terkandung pembicaraan-
pembicaraan yang penuh isyarat untuk ilmu pengetahuan dan ilmu kefilsafatan. Sejak pertama kali
diturunkan, Al-Qur’an telah merubah arah dan paradigma bangsa Arab dan manusia pada
umumnya sehingga berbagai sisi kehidupan manusia mengalami pergeseran arah yang lebih baik
dengan hadirnya Al-Qur’an. Hal tersebut merupakan salah satu pengaruh ajaran dan ilmu
pengetahuan yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an Allah Swt. berfirman, “… barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (Q.S. Al-Ma’idah/5:44). Ayat tersebut
mendorong manusia, terutama orang-orang yang beriman agar menjadikan Al-Qur’an sebagai
sumber hukum dalam memutuskan suatu perkara, sehingga siapapun yang tidak menjadikannya
sebagai sumber hukum untuk memutuskan perkara, maka manusia dianggap tidak beriman.
Hukum-hukum Allah SWT yang tercantum di dalam Al-Qur’an sesungguhnya dimaksudkan untuk
kemaslahatan dan kepentingan hidup manusia itu sendiri. Allah SWT sebagai Pencipta manusia
dan alam semesta Maha Mengetahui terhadap apa yang diperlukan agar manusia hidup
1
dengan damai, aman maupun sentosa.
Berdasarkan beberapa penjelasan terkait latar belakang tersebut, maka dalam penyusunan
makalah “Sumber-Sumber Hukum Islam” berkaitan erat dengan Al-Qur’an, Al-Hadits dan Ijtihad
beserta kedudukannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan paparan penjelasan sebelumnya, maka dalam penyusunan makalah ini penulis
menyusun beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah yang dimaksud, antara lain :
A. Bagaimana pemahaman terkait sumber hukum Islam?
B. Bagaimana Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber hukum dalam Islam?
C. Bagaimana Al-Hadits dijadikan sebagai sumber hukum dalam Islam?
D. Bagaimana Ijtihad dijadikan sebagai salah satu upaya dalam memahami Al-Qur’an maupun
Al-Hadits?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikaji dalam menyusun makalah ini, maka terdapat
beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis. Tujuan yang dimaksud, antara lain :
A. Untuk mengetahui pemahaman terkait sumber hukum Islam.
B. Untuk mengetahui Al-Qur’an yang dijadikan sebagai sumber hukum dalam Islam.
C. Untuk mengetahui Al-Hadits yang dijadikan sebagai sumber hukum dalam Islam.
D. Untuk mengetahui Ijtihad yang dijadikan sebagai salah satu upaya dalam memahami Al-
Qur’an maupun Al-Hadits.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemahaman Terkait Sumber Hukum Islam


Definisi sumber menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah asal sesuatu.[1] Sumber
hukum Islam adalah asal tempat pengambilan hukum Islam. [2].‫ أدلة الحكام‬sedangkan secara
lengkap adalah, ‫ دلئل‬atau ,‫ أدلة‬Dalil menurut bahasa berarti petunjuk terhadap sesuatu baik hissiy
(konkret) maupun maknawi (abstrak), baik petunjuk itu kepada kebaikan ataupun kepada
kejelekan. Pengertian dalil menurut ketetapan para ahli Ushûl al-Fiqh adalah :

Artinya: “Sesuatu yang menurut pemikiran yang sehat menunjukkan pada hukum syara’ yang
amali, baik dengan jalan pasti (yakin) ataupun dengan jalan dugaan kuat.”
Dalam buku Pengantar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, Zarkasji memberikan pengertian dalil secara
lebih sempit sebagaimana dikemukakan oleh para ahli Ushûl al-Fiqh, yaitu sesuatu yang
daripadanya diperoleh hukum syara’ yang amali atas dasar keyakinan belaka. Sedangkan yang
didasarkan pada dugaan (zhann), mereka namakan ‘amarah’.[3] Menurut Abdul Wahhab Khallaf,
di antara dalil-dalil yang disepakati oleh jumhur ulama sebagai sumber-sumber hukum Islam
adalah Al-Quran, As-Sunnah, Al-Ijmâ’ serta Al-Qiyas.
Penggunaan keempat dalil sebagaimana di atas berdasarkan firman Allah SWT :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan RasulNya, dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

[1] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm. 974.
[2] Mukhtar Yahya, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, Jilid I, (Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1979), hlm. 21.
[3] Zarkasji Abdus Salam, Pengantar Ilmu Fiqih-Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Lembaga Studi
Filasafat Islam, 1994), hlm. 105.

3
Sumber hukum tidak hanya dimiliki oleh suatu negara. Tetapi dalam kehidupan beragama,
khususnya dalam Islam juga memiliki sumber hukum yang selama ini digunakan oleh seluruh
umat Muslim. Keberadaan sumber hukum Islam dipergunakan sebagai pedoman ataupun rujukan
bagi Muslim ketika menjalani kehidupannya di dunia ini. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam
kehidupan di dunia terdapat masalah yang muncul, baik itu masalah dalam beragama maupun
dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, ketika masalah tersebut muncul dibutuhkan sumber
hukum Islam yang bisa dijadikan sebagai landasan atau pedoman bagi umat Islam. Para ulama
sudah saling bersepakat bahwa sumber hukum Islam yang selama ini digunakan oleh umat Islam
berjumlah empat. Di antaranya berupa Al-Qur’an yang merupakan kitab suci agama Islam,
kemudian hadits, ijma dan yang terakhir adalah qiyas.

2.2 Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Dalam Islam


2.2.1 Pemahaman Terkait Al-Qur’an.
Secara bahasa (etimologi) Al-Qur’an merupakan bentuk masdar (kata benda) dari kata
kerja Qoro-a yang bermakna membaca atau bacaan. Disisi lain juga ada yang berpendapat
bahwasannya Qur’an merupakan masdar yang bermakna isim maf’ul, karenanya ia berarti
yang dibaca atau maqru’. Menurut para ahli bahasa, kata yang berwazan fu’lan memiliki arti
kesempurnaan sehingga Al-Qur’an adalah bacaan yang sempurna. Untuk pengertian
menurut istilah (terminologi) Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang diturunkan kepada
utusan Allah, Muhammad SAW yang termaktub dalam mushaf kemudian disampaikan
kepada kita secara mutawatir tanpa ada keraguan.
Secara mutawatir, ditulis dalam mushaf kemudian dimulai dengan surah Al-Fatihah dan
diakhiri dengan surah An-Nas. Membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat
Nabi Muhammad SAW serta sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia. Dari hal
tersebut Allah SWT berfirman: “Sungguh, Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang
paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan
bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” (Q.S. al-Isra/17:9)
2.2.2 Kedudukan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Dalam Islam.
Sebagai sumber hukum Islam, Al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi
karena Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua persoalan harus
merujuk dan berpedoman kepadanya. Hal tersebut berkaitan dengan firman Allah SWT
dalam Al-Qur’an: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya
(Muhammad) dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu
berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah SWT (Al- Qur’an)
4
dan Rasul-Nya (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa’/4:59)
Dalam ayat yang lain Allah SWT juga menyatakan bahwasanya: “Sungguh, Kami telah
menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau
mengadili antara manusia dan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah
engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang
berkhianat.” (Q.S. an-Nisa’/4:105)
Berdasarkan dua ayat dan hadis di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwasanya
Al-Qur’an adalah kitab yang berisi sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman karena Al-Qur’an merupakan sumber dari segala sumber hukum baik dalam konteks
kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Namun demikian, hukum-hukum yang terdapat
dalam Kitab Suci Al-Qur’an ada yang bersifat rinci dan sangat jelas maksudnya serta ada
yang masih bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam untuk memahaminya.
2.2.3 Kandungan Hukum Dalam Al-Qur’an.
Dalam hal ini terdapat beberapa kandungan hukum dalam Al-Qur’an, diantaranya :
❖ Akidah atau Keimanan.
Akidah atau keimanan merupakan keyakinan yang tertancap kuat di dalam hati, dimana
hal ini berkaitan erat dengan keimanan terhadap hal-hal yang gaib dan terangkum dalam
rukun iman (arkanul iman) yakni iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat, iman
kepada kitab suci, iman kepada para rasul, iman kepada hari kiamat dan iman kepada
qada/qadar Allah SWT.
❖ Syariat atau Ibadah.
Syariat atau ibadah mengatur tentang tata cara ibadah baik yang berhubungan langsung
dengan Al-Khaliq (Pencipta), yaitu Allah SWT yang disebut ibadah mahdah maupun
yang berhubungan dengan sesama makhluknya yang disebut dengan ibadah gairu
mahdah.

2.3 Al-Hadits Sebagai Sumber Hukum Dalam Islam


2.3.1 Pemahaman Terkait Al-Hadits.
Secara bahasa (etimologi) hadits berarti perkataan atau ucapan sedangkan menurut
istilah (terminologi) hadits merupakan segala perkataan, perbuatan dan ketetapan (taqrir)
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Disisi lain Hadits juga disebut sebagai sunnah,

5
akan tetapi ulama hadits membedakan antara hadits dengan sunnah. Dari hal tersebut maka
Hadits adalah ucapan atau perkataan Rasulullah SAW sedangkan sunnah adalah segala apa
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang menjadi sumber hukum Islam.
Hadits dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah SAW terdiri atas beberapa bagian
yang saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Bagian-bagian yang dimaksud, seperti :
❖ Sanad, yakni sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan hadits dari
Rasulullah SAW sampai kepada kita sekarang ini.
❖ Matan, yakni isi atau materi hadits yang disampaikan Rasulullah SAW.
❖ Rawi, yakni orang yang meriwayatkan hadits.
2.3.2 Kedudukan Al-Hadits Sebagai Sumber Hukum Dalam Islam.
Sebagai sumber hukum Islam, hadits berada satu tingkat di bawah Al-Qur’an yang
berarti jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam Al-Qur’an maka yang harus
dijadikan sandaran berikutnya adalah hadits. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT: “…
dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa-apa yang
dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-Ḥasyr/59:7)
Demikian pula firman Allah SWT dalam ayat yang lainnya: “Barangsiapa menaati Rasul
(Muhammad), maka sesungguhnya ia telah menaati Allah SWT. Dan barangsiapa berpaling
(darinya), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi
pemelihara mereka.” (Q.S. an-Nisa’/4:80)
2.3.3 Fungsi Terkait Al-Hadits Terhadap Al-Qur’an.
Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yakni :
❖ Menjelaskan Ayat Al-Qur’an yang Masih Bersifat Umum.
Contohnya adalah ayat Al-Qur’an yang memerintahkan shalat, dimana perintah ini dalam
Al-Qur’an masih bersifat umum sehingga diperjelas dengan hadits Rasulullah SAW
tentang shalat baik tentang tata caranya maupun jumlah bilangan rakaatnya. Untuk
menjelaskan perintah shalat tersebut, maka keluar sebuah hadis yang berbunyi, “Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (H.R. Bukhari).
❖ Menerangkan Maksud dan Tujuan Ayat yang Ada Dalam Al-Qur’an.
Contohnya dalam surat At-Taubah ayat 34 menyatakan bahwasanya “Orang-orang yang
menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah SWT,
gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih!” Ayat ini dijelaskan oleh hadits yang
berbunyi, “Allah SWT tidak mewajibkan zakat kecuali supaya menjadi baik harta-
hartamu yang sudah dizakati.” (H.R. Baihaqi)

6
❖ Memperkuat Pernyataan yang Ada Dalam Al-Qur’an.
Contohnya dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menyatakan, “Barangsiapa di antara
kalian melihat bulan, maka berpuasalah!” Kemudian ayat tersebut diperkuat oleh sebuah
hadits yang berbunyi, “… berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena
melihatnya …” (H.R. Bukhari dan Muslim)
❖ Menetapkan Hukum Baru yang Tidak Terdapat Dalam Al-Qur’an.
Dalam hal ini, jika suatu masalah tidak terdapat hukumnya dalam Al-Qur’an maka akan
diambil dari hadits yang sesuai. Contohnya, bagaimana hukumnya seorang laki-laki yang
menikahi saudara perempuan istrinya. Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW: Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda: “Dilarang seseorang
mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang perempuan dengan saudara dari
ayahnya serta seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya.” (H.R.
Bukhari)

2.4 Ijtihad Sebagai Upaya Dalam Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits


2.4.1 Pemahaman Terkait Ijtihad.
Kata ijtihad berasal bahasa Arab ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti mengerahkan
segala kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga atau bekerja secara optimal.
Secara istilah, ijtihad yakni mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-
sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Untuk orang yang melakukan ijtihad dinamakan
mujtahid.
2.4.2 Syarat-Syarat Terkait Ijtihad.
Berdasarkan faktanya, ijtihad sangat bergantung pada kecakapan dan keahlian para
mujtahid sehingga dimungkinkan hasil ijtihad antara satu ulama dengan ulama lainnya
berbeda hukum yang dihasilkannya. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat melakukan
ijtihad dan menghasilkan hukum yang tepat. Dari paparan tersebut maka terdapat beberapa
syarat yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan ijtihad, antara lain :
❖ Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fiqih dan tarikh
(sejarah).
❖ Memiliki keluhuran akhlak mulia.
❖ Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
❖ Memahami cara merumuskan hukum (istinbat).

7
2.4.3 Kedudukan Terkait Ijtihad.
Ijtihad memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan hadits,
dimana ijtihad dilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan hukumnya dalam Al-Qur’an
dan hadits. Akan tetapi, hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan
Al-Qur’an maupun hadits. Rasulullah SAW mengatakan bahwasanya seseorang yang ber-
ijtihad sesuai dengan kemampuan dan ilmunya kemudian ijtihadnya itu benar, maka ia
mendapatkan dua pahala. Jika kemudian ijtihadnya itu salah maka ia mendapatkan satu
pahala. Hal tersebut ditegaskan melalui sebuah hadits: “Dari Amr bin As, sesungguhnya
Rasulullah SAW Bersabda, “Apabila seorang hakim berijtihad dalam memutuskan suatu
persoalan, ternyata ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila dia
berijtihad, kemudian ijtihadnya salah, maka ia mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan
Muslim).
2.4.4 Bentuk-Bentuk Dari Ijtihad.
Ijtihad sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah hukum memiliki
beberapa bentuk, diantaranya :
❖ Ijma’.
Ijma’ merupakan kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam memutuskan suatu perkara
atau hukum. Contoh ijma’ di masa sahabat adalah kesepakatan untuk menghimpun wahyu
Ilahi yang berbentuk lembaran-lembaran terpisah menjadi sebuah mushaf Al-Qur’an
yang seperti kita saksikan sekarang ini.
❖ Qiyas.
Qiyas merupakan mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat
dalam Al-Qur’an atau hadits dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam Al-Qur’an
dan hadits karena kesamaan sifat atau karakternya. Contoh qiyas adalah mengharamkan
hukum minuman keras selain khamar seperti Brandy, Wisky, Topi Miring, Vodka dan
narkoba karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan khamar yaitu memabukkan.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT (wahyu) yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui Malaikat Jibril dan diajarkan kepada umatnya serta untuk membacanya merupakan ibadah.
Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama selain sebagai kitab suci. Oleh karena itu, semua
ketentuan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan hukum-hukum yang terdapat
dalam Al-Qur’an.
Hadits atau sunnah adalah segala ucapan atau perkataan, perbuatan serta ketetapan (taqrir) Nabi
Muhammad SAW yang terlepas dari hawa nafsu dan perkara-perkara tercela. Hadits merupakan
sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dengan demikian, hadits memiliki fungsi yang sangat
penting dalam hukum Islam.
Ijtihad merupakan bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala kemampuan atau dalam
artian yakni sungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan akal untuk mendapatkan
hukum-hukum syariat pada masalah-masalah yang tidak ada nashnya. Ijtihad tersebut dilakukan
dengan mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ atau ketentuan hukum yang
bersifat operasional dengan mengambil kesimpulan dari prinsip dan aturan yang telah ada dalam
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.

3.2 Saran
Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan sebelumnya maka untuk merealisasikan dan
menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari akan membawa manfaat besar bagi
yang melakukan. Semua aturan atau hukum yang bersumber dari Allah SWT dan Rasul-Nya
merupakan suatu aturan yang dapat membawa kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Oleh
karena itu, sebaiknya seseorang dapat bertindak, berperilaku dan berbuat dengan sebagaimana
mestinya berdasarkan aturan dan syariat yang berlaku.

9
DAFTAR PUSTAKA

Eko Susanto. (2023, Januari 17). Pengertian Sumber Hukum Islam dan Dalilnya. Retrieved from
CatatanMoeslimah.Com: https://catatanmoeslimah.com/pengertian-sumber-hukum-islam-
dan-dalilnya/

M. Hardi. (2021). Memahami 4 Sumber Hukum Islam yang Telah Disepakati Lebih Dalam. Retrieved
from Gramedia Blog: https://www.gramedia.com/literasi/sumber-hukum-islam/

Tim Blog Belajar. (2018, Februari 07). Sumber-Sumber Hukum Islam. Retrieved from Blog
Belajar.Net: https://irmansiswantoaceh.blogspot.com/2018/02/sumber-sumber-hukum-islam-
al-quran.html

Tim Deepublish Store. (2022, Juli 04). 4 Sumber Hukum Islam! Pengertian dan Penjelasan. Retrieved
from Deepublish Store: https://deepublishstore.com/blog/sumber-hukum-islam/

Tim Hikmah Detik.Com. (2020, Oktober 16). 4 Sumber Hukum Islam yang Disepakati Ulama.
Retrieved from Blog Detik.Com: https://news.detik.com/berita/d-5216687/4-sumber-hukum-
islam-yang-disepakati-ulama

Tim Inspiring. (2023). Sumber Hukum Islam | Kedudukan Al Quran, Hadis, dan Ijtihad. Retrieved
from Web Inspiring: https://inspiring.id/sumber-hukum-islam/

Tim UINSU. (2021). Kajian Teoritis Sumber Hukum Islam. Retrieved from Web Repository Uinsu:
http://repository.uinsu.ac.id/193/5/BAB%20II.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai