Dosen Pembimbing :
FAKULTAS HUKUM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas semua
kehendaknya, kami berhasil menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul "Sumber-
Sumber Hukum Islam" secara tepat waktu. Kami berharap, agar makalah ini nantinya dapat
berguna bagi masyarakat maupun pembaca.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari Dosen pengampu mata
kuliah Hukum Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan
wawasan bagi kami selaku penyusun makalah, dimana kami juga tidak lupa mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah Hukum Islam, Derta Nur
Anita, S.Hi., M.H.
Dalam penyusunan makalah ini, semua isi ditulis berdasarkan buku-buku dan jurnal
referensi dan website yang berkaitan dengan materi yang kami bahas mengenai "Sumber-
Sumber Hukum Islam". Apabila dalam isi makalah ditemukan kekeliruan atau informasi yang
kurang valid, kami sangat terbuka dengan kritik dan saran yang membangun untuk diperbaiki
selanjutnya. Semoga makalah yang kami buat dapat memberikan manfaat bagi para pembaca,
dan khususnya bagi kami selaku penyusun makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………...…………………………...…………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..…….......ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...………..…....1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..…..………..3
3.2 Saran……………………………………………………………………………....9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………...…………………………......10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya: “Sesuatu yang menurut pemikiran yang sehat menunjukkan pada hukum syara’ yang
amali, baik dengan jalan pasti (yakin) ataupun dengan jalan dugaan kuat.”
Dalam buku Pengantar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, Zarkasji memberikan pengertian dalil secara
lebih sempit sebagaimana dikemukakan oleh para ahli Ushûl al-Fiqh, yaitu sesuatu yang
daripadanya diperoleh hukum syara’ yang amali atas dasar keyakinan belaka. Sedangkan yang
didasarkan pada dugaan (zhann), mereka namakan ‘amarah’.[3] Menurut Abdul Wahhab Khallaf,
di antara dalil-dalil yang disepakati oleh jumhur ulama sebagai sumber-sumber hukum Islam
adalah Al-Quran, As-Sunnah, Al-Ijmâ’ serta Al-Qiyas.
Penggunaan keempat dalil sebagaimana di atas berdasarkan firman Allah SWT :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan RasulNya, dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
[1] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm. 974.
[2] Mukhtar Yahya, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, Jilid I, (Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1979), hlm. 21.
[3] Zarkasji Abdus Salam, Pengantar Ilmu Fiqih-Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Lembaga Studi
Filasafat Islam, 1994), hlm. 105.
3
Sumber hukum tidak hanya dimiliki oleh suatu negara. Tetapi dalam kehidupan beragama,
khususnya dalam Islam juga memiliki sumber hukum yang selama ini digunakan oleh seluruh
umat Muslim. Keberadaan sumber hukum Islam dipergunakan sebagai pedoman ataupun rujukan
bagi Muslim ketika menjalani kehidupannya di dunia ini. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam
kehidupan di dunia terdapat masalah yang muncul, baik itu masalah dalam beragama maupun
dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, ketika masalah tersebut muncul dibutuhkan sumber
hukum Islam yang bisa dijadikan sebagai landasan atau pedoman bagi umat Islam. Para ulama
sudah saling bersepakat bahwa sumber hukum Islam yang selama ini digunakan oleh umat Islam
berjumlah empat. Di antaranya berupa Al-Qur’an yang merupakan kitab suci agama Islam,
kemudian hadits, ijma dan yang terakhir adalah qiyas.
5
akan tetapi ulama hadits membedakan antara hadits dengan sunnah. Dari hal tersebut maka
Hadits adalah ucapan atau perkataan Rasulullah SAW sedangkan sunnah adalah segala apa
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang menjadi sumber hukum Islam.
Hadits dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah SAW terdiri atas beberapa bagian
yang saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Bagian-bagian yang dimaksud, seperti :
❖ Sanad, yakni sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan hadits dari
Rasulullah SAW sampai kepada kita sekarang ini.
❖ Matan, yakni isi atau materi hadits yang disampaikan Rasulullah SAW.
❖ Rawi, yakni orang yang meriwayatkan hadits.
2.3.2 Kedudukan Al-Hadits Sebagai Sumber Hukum Dalam Islam.
Sebagai sumber hukum Islam, hadits berada satu tingkat di bawah Al-Qur’an yang
berarti jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam Al-Qur’an maka yang harus
dijadikan sandaran berikutnya adalah hadits. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT: “…
dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa-apa yang
dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-Ḥasyr/59:7)
Demikian pula firman Allah SWT dalam ayat yang lainnya: “Barangsiapa menaati Rasul
(Muhammad), maka sesungguhnya ia telah menaati Allah SWT. Dan barangsiapa berpaling
(darinya), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi
pemelihara mereka.” (Q.S. an-Nisa’/4:80)
2.3.3 Fungsi Terkait Al-Hadits Terhadap Al-Qur’an.
Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yakni :
❖ Menjelaskan Ayat Al-Qur’an yang Masih Bersifat Umum.
Contohnya adalah ayat Al-Qur’an yang memerintahkan shalat, dimana perintah ini dalam
Al-Qur’an masih bersifat umum sehingga diperjelas dengan hadits Rasulullah SAW
tentang shalat baik tentang tata caranya maupun jumlah bilangan rakaatnya. Untuk
menjelaskan perintah shalat tersebut, maka keluar sebuah hadis yang berbunyi, “Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (H.R. Bukhari).
❖ Menerangkan Maksud dan Tujuan Ayat yang Ada Dalam Al-Qur’an.
Contohnya dalam surat At-Taubah ayat 34 menyatakan bahwasanya “Orang-orang yang
menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah SWT,
gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih!” Ayat ini dijelaskan oleh hadits yang
berbunyi, “Allah SWT tidak mewajibkan zakat kecuali supaya menjadi baik harta-
hartamu yang sudah dizakati.” (H.R. Baihaqi)
6
❖ Memperkuat Pernyataan yang Ada Dalam Al-Qur’an.
Contohnya dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menyatakan, “Barangsiapa di antara
kalian melihat bulan, maka berpuasalah!” Kemudian ayat tersebut diperkuat oleh sebuah
hadits yang berbunyi, “… berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena
melihatnya …” (H.R. Bukhari dan Muslim)
❖ Menetapkan Hukum Baru yang Tidak Terdapat Dalam Al-Qur’an.
Dalam hal ini, jika suatu masalah tidak terdapat hukumnya dalam Al-Qur’an maka akan
diambil dari hadits yang sesuai. Contohnya, bagaimana hukumnya seorang laki-laki yang
menikahi saudara perempuan istrinya. Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW: Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda: “Dilarang seseorang
mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang perempuan dengan saudara dari
ayahnya serta seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya.” (H.R.
Bukhari)
7
2.4.3 Kedudukan Terkait Ijtihad.
Ijtihad memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan hadits,
dimana ijtihad dilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan hukumnya dalam Al-Qur’an
dan hadits. Akan tetapi, hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan
Al-Qur’an maupun hadits. Rasulullah SAW mengatakan bahwasanya seseorang yang ber-
ijtihad sesuai dengan kemampuan dan ilmunya kemudian ijtihadnya itu benar, maka ia
mendapatkan dua pahala. Jika kemudian ijtihadnya itu salah maka ia mendapatkan satu
pahala. Hal tersebut ditegaskan melalui sebuah hadits: “Dari Amr bin As, sesungguhnya
Rasulullah SAW Bersabda, “Apabila seorang hakim berijtihad dalam memutuskan suatu
persoalan, ternyata ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila dia
berijtihad, kemudian ijtihadnya salah, maka ia mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan
Muslim).
2.4.4 Bentuk-Bentuk Dari Ijtihad.
Ijtihad sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah hukum memiliki
beberapa bentuk, diantaranya :
❖ Ijma’.
Ijma’ merupakan kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam memutuskan suatu perkara
atau hukum. Contoh ijma’ di masa sahabat adalah kesepakatan untuk menghimpun wahyu
Ilahi yang berbentuk lembaran-lembaran terpisah menjadi sebuah mushaf Al-Qur’an
yang seperti kita saksikan sekarang ini.
❖ Qiyas.
Qiyas merupakan mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat
dalam Al-Qur’an atau hadits dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam Al-Qur’an
dan hadits karena kesamaan sifat atau karakternya. Contoh qiyas adalah mengharamkan
hukum minuman keras selain khamar seperti Brandy, Wisky, Topi Miring, Vodka dan
narkoba karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan khamar yaitu memabukkan.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT (wahyu) yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui Malaikat Jibril dan diajarkan kepada umatnya serta untuk membacanya merupakan ibadah.
Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama selain sebagai kitab suci. Oleh karena itu, semua
ketentuan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan hukum-hukum yang terdapat
dalam Al-Qur’an.
Hadits atau sunnah adalah segala ucapan atau perkataan, perbuatan serta ketetapan (taqrir) Nabi
Muhammad SAW yang terlepas dari hawa nafsu dan perkara-perkara tercela. Hadits merupakan
sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dengan demikian, hadits memiliki fungsi yang sangat
penting dalam hukum Islam.
Ijtihad merupakan bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala kemampuan atau dalam
artian yakni sungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan akal untuk mendapatkan
hukum-hukum syariat pada masalah-masalah yang tidak ada nashnya. Ijtihad tersebut dilakukan
dengan mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ atau ketentuan hukum yang
bersifat operasional dengan mengambil kesimpulan dari prinsip dan aturan yang telah ada dalam
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
3.2 Saran
Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan sebelumnya maka untuk merealisasikan dan
menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari akan membawa manfaat besar bagi
yang melakukan. Semua aturan atau hukum yang bersumber dari Allah SWT dan Rasul-Nya
merupakan suatu aturan yang dapat membawa kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Oleh
karena itu, sebaiknya seseorang dapat bertindak, berperilaku dan berbuat dengan sebagaimana
mestinya berdasarkan aturan dan syariat yang berlaku.
9
DAFTAR PUSTAKA
Eko Susanto. (2023, Januari 17). Pengertian Sumber Hukum Islam dan Dalilnya. Retrieved from
CatatanMoeslimah.Com: https://catatanmoeslimah.com/pengertian-sumber-hukum-islam-
dan-dalilnya/
M. Hardi. (2021). Memahami 4 Sumber Hukum Islam yang Telah Disepakati Lebih Dalam. Retrieved
from Gramedia Blog: https://www.gramedia.com/literasi/sumber-hukum-islam/
Tim Blog Belajar. (2018, Februari 07). Sumber-Sumber Hukum Islam. Retrieved from Blog
Belajar.Net: https://irmansiswantoaceh.blogspot.com/2018/02/sumber-sumber-hukum-islam-
al-quran.html
Tim Deepublish Store. (2022, Juli 04). 4 Sumber Hukum Islam! Pengertian dan Penjelasan. Retrieved
from Deepublish Store: https://deepublishstore.com/blog/sumber-hukum-islam/
Tim Hikmah Detik.Com. (2020, Oktober 16). 4 Sumber Hukum Islam yang Disepakati Ulama.
Retrieved from Blog Detik.Com: https://news.detik.com/berita/d-5216687/4-sumber-hukum-
islam-yang-disepakati-ulama
Tim Inspiring. (2023). Sumber Hukum Islam | Kedudukan Al Quran, Hadis, dan Ijtihad. Retrieved
from Web Inspiring: https://inspiring.id/sumber-hukum-islam/
Tim UINSU. (2021). Kajian Teoritis Sumber Hukum Islam. Retrieved from Web Repository Uinsu:
http://repository.uinsu.ac.id/193/5/BAB%20II.pdf
10