Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

TENTANG
CIRI-CIRI MODERASI DALAM BERAGAM ASPEK
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelas Moderasi Beragama

Murobi :
IRWANDI, S.Sy, ME, Sy
Disusun oleh kelompok 3 :
1. Rezky Destriyan Syah (12110813984)
2. Rafika Rahmat (12130410664)
3. Aditya Khairu Yusfa (12130210456)
4. Shirly Camelia Nesti (12130321298)
5. Alfiah Syahrani Selian (12110323954)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


(UIN SUSKA RIAU)
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT. karena atas taufik dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang ciri-ciri moderasi beragama dalam beragam aspek.
Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita termasuk dari golongan
yang kelak mendapatkan syafaatnya. Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga
selesainya makalah ini.

Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah
satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman,
sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik
lagi. Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari
aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni
didasari oleh keterbatasan yang kami miliki. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran
kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di
kemudian hari.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia saat ini diwarnai oleh adanya perbedaan-
perbedaan dalam pemelukan agama, yang selanjutnya membangun pengelompokan masyarakat
berdasarkan pemeluk agama itu. Kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia juga ditandai oleh
berbagai faktor sosial dan budaya, seperti perbedaan tingkat pendidikan para pemeluk agama,
perbedaan tingkat sosial ekonomi para pemeluk agama, perbedaan latar belakang budaya, serta
perbedaan suku dan daerah asal. Oleh karena itu,moderasi beragama dapat dijadikan jalan tengah
di tengah keberagaman beragama. Wajah moderasi beragama nampak dalam hubungan harmoni
antara agama (Islam, Hindu, Budha dan Kristen) dan kearifan lokal (local value) di Indonesia.
Kearifan lokal ini sebagai warisan budaya Nusantara, mampu disandingkan secara sejajar
sehingga antara spirit agama dan kearifan budaya berjalan seiring, tidak saling menegasikan.
Menurut Zain selaku Kepala Pusat Penelitian Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen
Organisasi bahwa agama dan budaya memperkuat kebangsaan dan kebhinekaan Indonesia.
Ulama dan tokoh agama pun turut serta dalam memprakarsai berdirinya Indonesia dalam
kepaduan dan harmonisasi agama dan budaya. Berbagai persoalan fikih ataupun tafsir kehidupan
dijawab dan disatukan dengan budaya. Agama datang memahkotai budaya lokal bukan
menggerus ataupun mempertentangkannya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan moderasi?
2. Apa saja ciri-ciri moderasi dalam beragama?

C. TUJUAN
1. Memahami makna moderasi
2. Mengetahui ciri-ciri moderasi dalam beragama
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Moderasi

Moderasi memiliki istilah lain yang disebut dengan dengan wasathiyah. Secara etimologi
wasathiyah berasal dari kata wasath. Al-Asfahaniy mendefenisikan wasath dengan sama’un yaitu
tengah-tengah diantara dua batas, atau dengan keadilan, yang tengah-tengah atau yang standar
atau yang biasa-biasa saja. Ibnu Asyur mendefenisikan kata wasath dengan dua makna. Pertama
menurut etimologi adalah sesuatu yang ada di tengah, atau sesuatu yang memiliki dua belah
ujung yang ukurannya sebanding. Kemudian yang kedua yaitu menurut terminologi, makna
wasath adalah nilai-nilai islam yang di bangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pengetahuan
tidak berlebihan dalam hal tertentu.

Yusuf Al-Qardawi menjelaskan, wasatiyah yaitu upaya menjaga keseimbangan antara dua
sisi yang berlawanan atau bertolak belakang, agar jangan sampai yang satu mendominasi dan
menegaskan yang lain. Ulama melukiskan wasathiyah sebagai keseimbangan yang mencakup
segala aspek kehidupan, pandangan, sikap, dan cara mencapai suatu tujuan. Wasathiyah adalah
suatu ajaran yang diterapkan dalam dunia islam untuk mengatur umatnya agar senantiasa berbuat
adil. Dalam lingkungan masyarakat istilah wasathiyah diartikan dengan “moderat” (moderasi)
yang memiliki makna sikap yang selalu memposisikan diri untuk berada di tengah, tidak ke
kanan maupun ke kiri.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa moderasi/wasathiyah adalah sebuah kondisi
terpuji yang menjaga serta melindungi seseorang dari kecendrungan menuju dua sikap ekstrim
yaitu, sikap berlebih-lebihan dan sikap muqashshir yang mengurang-ngurangi sesuatu yang
dibatasi oleh Allah Swt.

B. Ciri-ciri moderasi beragama


Pada saat ini dunia Islam disuguhi dengan berbagai macam realitas keislaman, ada
kelompok Islam yang diidentifikasikan dengan ekstremis-teroris, ada yang fundamentalis, ada
yang moderat (wasath), dan ada pula yang liberal. Sebetulnya, perbedaan dalam berislam sudah
ada sejak zaman dulu, bahkan pada zaman khulafaur rasyidin dimana ada kelompok khawarij
misalnya. Yang menjadi pertanyaan disini adalah, model Islam wasath, moderat, adil, dan
tengahan itu yang seperti apa? Apa tanda-tanda atau ciri-cirinya? Mengacu dalam buku
Moderasi Islam, setidaknya ada enam ciri-ciri bersikap moderat dalam berislam.

a. Memahami realitas

Dikemukakan bahwa Islam itu relevan untuk setiap zaman dan waktu (shalih li kulli
zaman wa makan). Disebutkan juga bahwa ajaran Islam itu ada yang tetap dan tidak bisa
dirubah, seperti shalat lima waktu, dan ada juga yang bisa dirubah karena waktu dan tempat,
seperti zakat fitrah dengan beras, gandum, atau sagu tergantung yang menjadi makanan pokok
pada masyarakat itu. Umat Islam yang bersikap moderat (wasath) adalah mereka yang mampu
membaca dan memahami realitas yang ada. Tidak gegabah atau ceroboh. Mempertimbangkan
segala sesuatu, termasuk kebaikan dan keburukannya. Terkait hal ini kita bisa belajar banyak
dari Nabi Muhammad saw. Beliau adalah orang pandai dalam membaca realitas. Salah satu
contohnya adalah Nabi Muhammad saw. tidak menghancurkan patung-patung yang ada di
sekitar Ka’bah selama beliau berdakwah di sana. Beliau sadar tidak memiliki kekuatan untuk
melakukannya pada waktu itu. Namun pada saat Fathu Makkah, semua patung dan kemusyrikan
di kota Makkah dihancurkan semua.

b. Memahami fiqih prioritas

Umat Islam yang bersikap moderat sudah semestinya mampu memahami mana-mana saja
ajaran Islam yang wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Mana yang fardlu ‘ain (kewajiban
individual) dan mana yang fardlu kifayah (kewajiban komunal), Di samping memahami mana
yang dasar atau pokok (ushul) dan mana yang cabang (furu).

c. Memberikan kemudahan kepada orang lain dalam beragama

Ada istilah bahwa agama itu mudah, tapi jangan dipermudah. Pada saat mengutus Muadz
bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari ke Yaman untuk berdakwah, Nabi Muhammad saw. berpesan
agar keduanya memberikan kemudahan dan tidak mempersulit masyarakat setempat. Cerita lain,
pada suatu ketika ada sahabat nabi yang berhubungan badan dengan istrinya pada siang bulan
Ramadhan. Lalu sahabat tersebut mendatangi Nabi Muhammad saw. untuk meminta solusi. Nabi
Muhammad saw. menyebutkan kalau hukuman dari perbuatan sahabatnya itu adalah
memerdekakan budak, puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir
miskin. Ternyata sahabat tadi mengaku tidak mampu untuk menjalankan itu semua karena dia
memang miskin dan payah. Seketika sahabat tadi membawa sekeranjang kurma untuk nabi.
Kemudian Nabi Muhammad saw. menyuruh sahabatnya itu untuk menyedekahkan kurma kepada
orang yang paling miskin. Sahabat tadi menjawab kalau dirinya lah orang yang paling miskin.
Lalu Nabi Muhammad saw. memerintahkan sahabat tadi untuk membawa sekeranjang kurma itu
dan menyedekahkan kepada keluarganya sebagai kafarat atas perbuatannya, jima’ pada siang
bulan Ramadhan.

d. Memahami teks keagamaan

Perlu dipahami bahwa satu teks dengan yang lainnya itu saling terkait, terutama teks-teks
tentang jihad misalnya. Ini yang biasanya dipahami separuh-separuh, tidak utuh, sehingga jihad
hanya diartikan perang saja. Padahal makna jihad sangat beragam sesuai dengan konteksnya.

e. Toleran

Umat Islam yang bersikap moderat adalah mereka yang bersikap toleran, menghargai
pendapat lain yang berbeda selama pendapat tersebut tidak sampai pada jalur penyimpangan.
Karena sesungguhnya perbedaan itu adalah sesuatu yang pasti terjadi. Intinya sikap toleran
adalah sikap yang terbuka dan tidak menafikan yang lainnya. Para sahabat sangat baik sekali
mempraktikkan sikap toleran. Misalnya Abu Bakar melaksanakan shalat Tahajjud setelah
bangun tidur, sementara Umar bin Khattab tidak tidur dulu saat menjalankan salat Tahajjud. Para
ulama terdahulu juga sangat toleran sekali. Imam Syafi’i misalnya. Bahkan, dia sampai berkata:
“Kalau pendapatku benar tapi mungkin juga salah. Pendapat orang lain salah tapi mungkin juga
benar.”

f. Memahami sunnatullah dalam penciptaan

Allah menciptakan segala sesuatu melalui proses, meski dalam Al-Qur’an disebutkan
kalau Allah mau maka tinggal “kun fayakun.” Namun dalam beberapa hal seperti penciptaan
langit dan bumi yang diciptakan dalam waktu enam masa. Begitu juga dalam penciptaan
manusia, hewan, dan tumbuhan, Semua ada tahapannya. Begitu pun Islam, orang yang bersikap
moderat pasti memahami kalau ajaran-ajaran Islam itu diturunkan dan didakwahkan secara
bertahap. Pada awal-awal, Nabi Muhammad saw. berdakwah secara sembunyi-sembunyi, lalu
terang-terangan. Juga dalam minuman keras (khamr) misalnya. Ada empat tahapan dalam
pelarangan khamr: informasi kalau kurma dan anggur itu mengandung khamr (an-Nahl: 67),
informasi manfaat dan mudarat khamr (al-Baqarah: 219), larangan melaksanakan shalat saat
mabuk (an-Nisa: 43), dan penetapan keharaman khamr (al-Maidah: 90).

Dalam pendapat yang lain, Dr. Muchlis M. Hanafi, selaku pakar kajian tafsir al-Qur'an,
menyatakan bahwa ada enam ciri-ciri sikap moderat dalam beragama yang tidak jauh berbeda
dari ciri-ciri yang diatas, diantaranya yaitu:

 Memahami realitas
 Memahami fiqih prioritas
 Memahami sunnatullah dan penciptaan
 Memberikan kemudahan kepada orang lain dalam bergama
 Memahami teks-teks keagamaan
 Terbuka dengan dunia luar
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Moderasi atau wasathiyah adalah suatu upaya menjaga keseimbangan antara dua sisi yang
berlawanan atau bertolak belakang, supaya jangan sampai yang satu mendominasi atau
menegaskan yang lain. Singkatnya adalah sebagai penengah. Adapun ciri-ciri moderasi dalam
beragama yaitu; Memahami realitas, Memahami fiqih prioritas, Memahami sunnatullah dan
penciptaan, Memberikan kemudahan kepada orang lain dalam bergama, Memahami teks-teks
keagamaan, dan Terbuka dengan dunia luar.

B. SARAN

Demikianlah makalah yang kami buat, semoga dapat bermamfaat bagi pembaca dan juga bagi
penulis. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.
Apabila terdapat kesalahan, kami selaku penulis meminta maaf sebesar besarnya dan harap di
maklumi, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari kesalahan.
SEKIAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai