Anda di halaman 1dari 7

KATA PENGANTAR

ِ ‫بِ ۡس ِم ٱ هَّلل ِ ٱلرَّ ۡح ٰ َم ِن ٱلرَّ ِح‬


‫يم‬
Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.


Namun, Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Campalagian, 21 Juli 2019

Penulis

Nurmadinah
A. Latar Belakang

Berbagai macam aliran keagamaan dalam Islam pertama kali  muncul sejak
terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan dan naiknya Ali bin Abi Thalib. Banyak
pihak yang meminta supaya segera dilakukan pengusutan wafatnya Utsman dan
datang yang ada di belakangnya sebagian lainnya meminta supaya ditegakkan
khalifah Islam yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib. Selain benih pertikaian
dalam masalah politik, perbedaan pemahaman dalam soal akidah Islam juga mulai
berkembang.

Aliran maturidiyah lahir di Samar kan pertengahan ke-2 dari abad IX


M.Pendirinya Adalah Abu Mansur Muhammad Ibnu Muhammad Al – Maturidi.
Ia sebagai Penganut Abu hanifah sehingga teologinya memiliki
banyak  persamaan dengan paham-paham yang yang dipegang oleh Abu Hanifah.
Ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa ada karangan-karangan yang disusun
oleh Al-Maturidi, Yaitu Risalah Fi Al – Aqaid dan Syarh Al-Fiqh Al-Akbar.

Menurut para ulama' Hanafiah dalam bidang aqidah sama benar


dengan pendapat–pendapat imam Abu Hanifah. Sebelum Imam Abu Hanifah
menceburkan diri lm bidang Fiqih dan menjadi tokohnya, beliau telah lama
berkecimpung dalam bidang Aqidah serta banyak pula mengadakan tukar
pendapat dan perdebatan –  perdebatan yang dikehendaki pada masa ZamanNya.
Dan ternyata pemikiran –  pemikiran Al – Maturidi sebenarnya sama dengan Abu
Hanifah dan merupakan penguraiannya yang lebih luas.

Hubungan antara kedua tokoh tersebut dikuatkan oleh pengakuan Al–Maturidi


sendiri, bahwa ia menerima (mempelajari) buku-buku Abu Hanifah dengan suatu
silsilah nama-nama yang dimulai dari gurunya dan seterus nya sampai pada
pengarangnya Sendiri. Meskipun kedua aliran tersebut sering berdekatan karena
kesamaan lawan tapi perbedaan pendapat masih tetap ada, perbedaan yang tidak
begitu banyak  berhubungan dengan dengan dasar mazhab Syafi'i itu yang dianut
oleh Imam Ay'aridan dasar mazhab imam Abu Hanifah yang dianut oleh Al–
Maturidi. Karena itu kebanyakan pengikut Al-Maturidi terdiri dari orang–orang
yang bermazhab Hanafi, sedangkan pengikut aliran Asy'ariyah terdiri dari orang –
orang bermazhab Syafi'i.
Persoalan yang menjadi perdebatan soal penciptaan manusia, dan pula
Allah yang menciptakan kebaikan dan keburukan, Semuanya dianggap adalah
perbuatan Allah akibatnya ketika ada orang yang berbuat jahat, sebagian kalangan
memandang bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan Allah, karena itu
timbul pemahaman yang berbeda dalam memaknai af’al Allah tersebut.

Dari sini juga kemudian timbul perbedaan pamahaman keagamaan dalam


bidang teknologi (akidah, atau ilmu kalam). Seperti Qodariyah, Maturidiyah,
Ahlussunnah wal Jamaah dan lain sebagainya.

B. Pengertian Aliran Maturidiyah.

Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil


dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di
samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib
menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi,
kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.

Selain itu, definisi dari aliran Maturidiyah adalah aliran kalam yang
dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan
argumentasi dan dalil aqli kalami. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah
merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur
Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang
merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.

Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-


Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam
penafsiran Al-Qur’an. Dalam menfsirkan Al-Qur’an al-Maturidi membawa ayat-
ayat yang mutasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan
jelas pengertiannya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian
yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mikmin tidak mempunyai
kemampuan untuk menta’wilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih
selamat.

Jadi dalam pena’wilan Al-Qur’an, al-Maturudi sangat berhati-hati


walaupun beliau menjadikan akal suatu kewajiban dalam penafsiran suatu ayat.
Penulis setuju dengan sikap al-Maturudi dalam menafsirkan ayat yang
mutasyabih, yakni dengan mencari pentunjuk dari ayat yang muhkam dan
dikombinasikan dengan penalaran akal pikiran yang apabila seseorang tidak bisa
mena’wilkan ayat tersebut, maka orang itu dianjurkan untuk tidak
mena’wilkannya.

Maka dari bererapa pengertian di atas, kami bisa memberikan simpulan


bahwa aliran Maturidiyah merupakan aliran yang namanya diambil dari nama
pendirinya yakni al-Maturudi. Aliran ini menggunakan akal dalam analogi
pemikiran atau penafsiran ayat, namun hal itu bukan menjadi hal yang mutlak
karena apabila terdapat keputusan akal yang bertentangan dengan syara’, maka itu
ditolak.

C. Doktrin Ajaran.

1. Akal dan Wahyu.

Al-Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada al-Quran dan


akal, akal banyak digunakan diantaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam
Abu Hanifah. Menurut al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui
Tuhan dapat diketahui dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut,
maka tentunya Allah Swt tidak akan memerintahkan manusia untuk
melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh
iman dan pengetahuan mengenai Allah Swt. Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu
dengan akal pada tiga macam, yaitu :

a) Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.


b) Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu,
c) Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan
petunjuk wahyu.

2. Perbuatan Manusia.

Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah Swt, karena segala sesuatu dalam
wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan
keadilan kehendak Allah Swt mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan
untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat
dilaksanakan. Dalam hal ini al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia
dengan qudrat Allah Swt sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah Swt
mencipta daya (kasb/berusaha) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas
memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat
Allah Swt dan ikhtiar manusia.

3. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan.

Penjelasan di atas menerangkan bahwa Allah Swt memiliki kehendak


dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa
Allah Swt berbuat sekehendak dan sewenang-wenang. Hal ini karena qudrat tidak
sewenang wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung
sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.

4. Sifat Tuhan.

Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama’, bashar, kalam, dan sebagainya.


Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam
takun ain az-zat wa la hiya ghairuhu).

5. Melihat Tuhan.

Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan, hal ini


diberitakan dalam. QS. al Qiyamah: 22-23 :

٢٣ ‫ة‬ٞ ‫اظ َر‬


ِ َ‫ إِلَ ٰى َربِّهَا ن‬٢٢ ٌ‫اض َرة‬
ِ َّ‫ُوه يَ ۡو َمئِ ٖذ ن‬
ٞ ‫ُوج‬
Artinya:
"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhannya lah mereka melihat."
6. Kalam Tuhan.

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan


bersuara dengan kalam nafsi. Kalam nafsi adalah sifat qadīm bagi Allah Swt,
sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Kalam
nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah Swt bersifat
dengannya, kecuali dengan suatu perantara.

7. Perbuatan Tuhan.

Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau
membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan keadilan yang
ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Tuhan tidak akan membebankan
kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan
keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah Swt dalam kemampuan
dan perbuatannya, hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan
tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.

8. Pengutusan Rasul.

Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti


ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan
sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya.

9. Pelaku Dosa Besar.

Al-Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak
kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan
telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan
perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik.

10. Iman.

Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah berpendapat bahwa iman adalah


taṣdiq bi al-qalb (membenarkan dalam hati), bukan semata iqrar bi al-lisan
(diucapkan dengan lisan). Ia berargumentasi dengan ayat Al-Qur’an surat Al-
hujurat 14:

‫وا َو ٰلَ ِكن قُولُ ٓو ْا أَ ۡسلَمۡ نَا َولَ َّما يَ ۡد ُخ ِل ٱإۡل ِ ي ٰ َم ُن‬ ْ ُ‫ت ٱأۡل َ ۡع َرابُ َءا َمنَّ ۖا قُل لَّمۡ تُ ۡؤ ِمن‬
ِ َ‫قَال‬
ٞ ُ‫ُوا ٱهَّلل َ َو َرسُولَ ۥهُ اَل يَلِ ۡت ُكم ِّم ۡن أَ ۡع ٰ َملِ ُكمۡ َشۡٔ‍ئً… ۚا إِ َّن ٱهَّلل َ َغف‬
‫ور‬ ْ ‫فِي قُلُوبِ ُكمۡۖ َوإِن تُ ِطيع‬
. ‫َّحي ٌم‬
ِ ‫ر‬
Artinya :
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah:
"Kamu belum beriman, tapi katakanlah ´kami telah tunduk´, karena iman itu
belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" .” (QS. Al-Hujurat, Ayat 14)

D. Sekte Aliran Maturidiyah.

1. Sekte Samarkand.

Golongan ini dalah pengikut al-Maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah
paham Mu’tazilah.

2. Sekte Bukhara.

Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi. Dia
merupakan pengikut al-Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam
pemikirannya. Sekte Bukhara adalah pengikut-pengikut al-Bazdawi di dalam
aliran al-Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada
pendapatpendapat al-Asy’ary.

Anda mungkin juga menyukai