Anda di halaman 1dari 14

Tugas Individu

Al-`azl dan Kb
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Hadis Ahkam B
Dosen Pengampu:
H. MUHAMMAD, Lc., M.H.I.

Oleh:
AHMAD ZAKI MUBARAK
NPM: 21.11.1287

FAKULTAS SYARIAH
PRODI AHWAL SYAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
MARTAPURA KALIMANTAN SELATAN
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji semata hanya milik Allah SWT, yang berkat qudrat dan iradat-Nya, serta
solawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW dan para sahabat yang berjuang dalam
mengembangkan ajaran agama Islam. Selanjutnya penulis sampaikan, bahwa dapat disusunnya
makalah ini sedemikian rupa, tidak lepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak,
terutama dosen pengampu mata kuliah Hadis Ahkam B, yaitu Ust, H. MUHAMMAD, Lc.,
M.H.I. Maka dengan penuh rasa ta`dzim penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya tentunya dengan iringan doa semoga apa yang telah diberikan semuanya
mendapatkan balasan dari Allah SWT tentunya sesuai dengan amal ibadah yang diniatkan.
Kemudian tidak lupa penulis sampaikan, sebagai hamba yang dhoif dan penuh dengan
keterbatasan tentunya banyak kesalahan dan kekurangan penulis dalam menyajikan makalah
ini, oleh sebab itu dengan penuh kerendahan hati, penulis mohon ampun sebesar-besarnya, di
samping itu keritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya,
dengan mengharap ridho Allah SWT, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
dalam meniti perjalanan beraqidah menuju jenjang kehidupan akhirat, dan semoga makalah ini
pula dapat berperan sebagai mana mestinya.

Martapura, 14 Novenber 2022

Penulis,

AHMAD ZAKI MUBARAK

NPM: 21.11.1287

ii
Daftar Isi
Halaman Sampul....................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................................................................. iii
BAB I .........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................................................................2
Bab II ........................................................................................................................................................1
Pembahasan ............................................................................................................................................1
A. AL-‘AZL. ........................................................................................................................................1
Pandangan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi`i tentang Hukum ‘Azl .................................................4
Pengertian Al-‘Azl (senggama terputus) ..............................................................................................4
Konsep tentang penundaan kehamilan serta tujuan melakukan ‘azl .................................................5
Pandangan Mazhab Hanafi Tentang Al-‘Azl ........................................................................................7
Pandangan Mazhab Syafi`i Tentang ‘Azl ..............................................................................................7
Simpulan ..................................................................................................................................................8
Kesimpulan ..............................................................................................................................................8
Daftar Pustaka .........................................................................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan ialah suatu ikatan lahir antara laki-laki dan perempuan, untuk hidup
bersama dalam suatu rumah tangga yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat
Islam1. Pada dasarnya, menikah dianjurkan oleh syari‟at. Hal ini sebagaimana tertera dalam
nash-nash al-Quran dan hadis, diantaranya:
Firman Allah SWT

‫ّللاُ َواسِع‬
ّٰ ‫ضلِه َو‬ ّٰ ‫صلِحِ ْينَ مِ نْ ِع َبا ِدكُ ْم َواِ َم ۤا ِٕىكُ ْم اِنْ َّيك ُْونُ ْوا فُقَ َر ۤا َء ُي ْغنِ ِه ُم‬
ْ َ‫ّللاُ مِ نْ ف‬ ّٰ ‫اْل َيامٰ ى مِ ْنكُ ْم َوال‬
َ ْ ‫َواَ ْن ِك ُحوا‬
2
‫ع ِليْم‬ َ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada
mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.”(Qs. An Nur Ayat 32)
Hadis Rasulullah SAW
ُ‫ فَ ِإنَّه‬, ‫ع مِ ْنكُ ُم اَ ْل َبا َءةَ فَ ْل َيت ََز َّو ْج‬ َ َ‫ست‬
َ ‫طا‬ ْ ‫ َم ِن ا‬، ‫ب‬ َّ ‫ َيا َم ْعش ََر اَل‬: ‫ّللا‬
ِ ‫ش َبا‬ ُ ‫س ُعو ٍد قَا َل لَنَا َر‬
ِ َّ َ ‫سو ُل‬ ِ َّ َ ‫ع ْب ِد‬
ْ ‫ّللا ب ِْن َم‬ َ ‫عن‬
َ ‫ ( ُمتَّفَق‬. ‫ستَطِ ْع فَعَلَ ْي ِه بِالص َّْو ِم ; فَ ِإنَّهُ لَهُ ِوجَاء‬
)ِ‫علَ ْيه‬ 3
ْ َ‫ َو َمنْ لَ ْم ي‬, ‫ج‬ َ ْ‫ َوأَح‬, ‫غضُّ ِل ْلبَص َِر‬
ِ ‫ص ُن ِل ْلفَ ْر‬ َ َ‫أ‬
“Dari ’Abdullah ibn Mas‟ud ia berkata: Nabi SAW telah bersabda kepada kami: Wahai
sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang telah mempunyai kemampuan (untuk menikah),
maka menikahlah, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, karena hal itu
merupakan benteng baginya (dapat meredakan nafsunya).”

1
Moh. Rifa‟i, Fiqh Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2014), 420.
2
Panitia Pentashhihan Mushhaf al-Qur‟an Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta:
PT. Hati Emas, 1434 H/ 2013 M), 354.
3 Abu Abdillah Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H/ 1994 M), 6:143.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa Definisi ‘azl tersebut?
2. Apa hukumnya ber’azl?
C. Tujuan
Sesuai dengan “Perumusan Permasalahan” di atas, terdapat beberapa tujuan yang
hendak dicapai melalui penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui apa Definisi ‘azl tersebut?
2. Mengetahui apa hukumnya ber’azl?

2
Bab II

Pembahasan
A. AL-‘AZL.
Mengenai masalah ‘azl ada dua pendapat masyhur dari para ulama, yaitu:
a. ‘Azl itu dibolehkan.
Ia boleh mengeluarkan air maninya di luar (kemaluan) isterinya.
Arti ‘azl ialah mencabut setelah memasukkan (kemaluannya) untuk mengeluarkan
mani di luar vagina.4
Mengenai hal ini terdapat sejumlah hadits, di antaranya:
Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Jabir, ia menuturkan: “Kami
ber’azl pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” 5
Kedua, apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari juga dari Jabir, ia mengatakan: “Kami
ber’azl pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan (ayat-ayat) al-Qur-an
(masih) turun.”6
Ketiga, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Sa’id al-Khudri, ia
mengatakan: “Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
mengatakan: ‘Aku mempunyai sahaya wanita, dan aku biasa melakukan ‘azl darinya,
sedangkan aku menginginkan sesuatu seperti yang diinginkan laki-laki. Kaum Yahudi
mengklaim bahwa ‘azl adalah penguburan kecil terhadap bayi hidup-hidup.’ Maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

.ُ‫ست َ ِط ْع أ َ ْن تَص ِْرفَه‬


ْ َ‫ لَ ْم ي‬،ُ‫ لَ ْو أ َ َرا َد هللاُ أ َ ْن يَ ْخلُقَه‬،‫َكذّبَتْ يَ ُه ْود‬
“Kaum Yahudi berdusta. Seandainya Allah berkehendak untuk menciptakannya, maka
tidak mampu menolaknya.”7
Keempat, hadits yang diriwayatkan Muslim dalam Shahiihnya dari Jabir bahwa
seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengatakan, “Aku
mempunyai sahaya wanita, dia pelayan kami dan yang menyirami pohon kurma kami. Aku
biasa menggaulinya, dan aku tidak suka jika dia hamil.” Maka, beliau menjawab: “Ber-’azllah
darinya, jika engkau suka. Sebab, akan datang kepadanya apa yang telah ditentukan baginya.”
Orang ini pun melakukannya. Beberapa waktu kemudian, dia datang kepada beliau seraya
mengata-kan: “Sahaya wanitaku telah hamil.” Beliau mengatakan: “Aku telah mengabarkan
kepadamu bahwa akan datang kepadanya apa yang telah ditentukan baginya.” 8

4 Fat-hul Baari (IX/305).


5 HR. Al-Bukhari (no. 5207) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1440) kitab an-Nikaah.
6 HR. Al-Bukhari (no. 5209) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1440) kitab an-Nikaah.
7 HR. At-Tirmidzi (no. 1136), Abu Dawud (no. 2173) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 11110), dengan sanad

yang shahih.
8 HR. Muslim (no. 1439) kitab an-Nikaah, Abu Dawud (no. 2173) kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no. 89),

kitab al-Muqaddimah, Ahmad (no. 13936).

1
Kelima, Muslim meriwayatkan dari Jabir, dia mengatakan: “Kami ber’azl pada masa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu hal itu sampai (terdengar) kepada Nabi Allah n,
dan beliau tidak melarang kami.”9

b. Yang terbaik adalah tidak melakukannya. 10


Benar, dalam hadis-hadis yang terdahulu terkesan bahwa ‘azl dibolehkan, tetapi di sana
terdapat hadis-hadis lainnya yang menunjukkan bahwa tidak ber’azl adalah lebih baik, di
antaranya:
Pertama, menyelisihi perintah beliau yang tegas agar memperbanyak anak dan
keturunan, sebagaimana dalam sabdanya:

‫ فَ ِإ ِنّي َمكَاثِر بِكُ ُم اْأل ُ َم َم‬،َ‫ت َ َز َّو ُجوا ا ْل َود ُْو َد ا ْل َولُ ْود‬
“Nikahilah wanita yang belas kasih dan subur (banyak anak), sebab aku akan
membangga-banggakan jumlah kalian pada umat-umat lainnya.”11
Kedua, jika sekiranya wanita tidak mengizinkan hal itu, maka hal ini memberikan
kerugian padanya, yaitu tidak mendapatkan kenikmatan pada saat bersenggama.

Ketiga, jika dia ber’azl karena takut mengandung, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyerupakan hal itu sebagai ( ‫ي‬ ُّ ‫اَ ْل َوأْدُ ْال َخ ِف‬penguburan tesembunyi terhadap bayi). Al-
12

Baihaqi mengatakan: “Larangan ini bersifat tanzih (makruh).” 13

Tidak ada kontradiksi antara hadits ini dengan hadits Abu Sa’id terdahulu. Al-Hafizh
telah mengkompromikan kedua hadits tersebut dalam al-Fat-h dengan pernyataannya: “Para
ulama telah mengkompromikan antara pendustaan terhadap kaum Yahudi dalam pernyataan
mereka: ‘Penguburan kecil bayi hidup-hidup’ dengan penetapan adanya ‘Penguburan
tersembunyi terhadap bayi’ dalam hadits Judzamah. Yaitu, bahwa pernyataan mereka:
‘Penguburan kecil bayi hidup-hidup’ mengandung arti bahwa itu adalah penguburan bayi
hidup-hidup secara nyata, tetapi itu kecil bila dibandingkan dengan mengubur bayi setelah
dilahirkan dalam keadaan hidup. Ini tidak bertentangan dengan sabda beliau:

.‫إنّ ا ْلعَ ْز َل َوأْد َخ ِف ٌّي‬


“Sesungguhnya ‘azl adalah penguburan bayi secara tersembunyi.”

9 Telah ditakhrij sebelumnya.


10 Ini pendapat al-Hafizh dalam Fat-hul Baari (IX/306).
11 HR. An-Nasa-i (no. 3227) kitab an-Nikaah, Abu Dawud (no. 2050) kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no.

1846) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 12202), dan di-hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil (no.
1811).
12 HR. Muslim (no. 1442) kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no. 2011) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 26496).
13 Disebutkan al-Hafizh dalam al-Fat-h (IX/309).

2
Sebab, hadits ini menunjukkan bahwa masalah ini tidak dalam hukum zhahir pada
asalnya. Oleh karenanya tidak berlaku ketetapan hukum atasnya, tetapi hanya dinilai sebagai
penguburan hidup-hidup dari aspek kesamaan keduanya dalam hal memutuskan kelahiran. 14
Keempat, apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri, ia
mengatakan: “Kami mendapatkan tawanan wanita, lalu kami melakukan ‘azl, kemudian kami
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau menjawab:

ْ َ‫ َما ِم ْن ن‬-‫قَـالَهَا ثَالَثًا‬- ‫أ َ َو ِإنَّكُ ْم لَت َ ْف َعلُ ْونَ ؟‬


َ ‫س َم ٍة كَا ِئنَ ٍة ِإلَى َي ْو ِم ا ْل ِق َيا َم ِة ِإْلَّ ه‬
.‫ِي كَا ِئنَة‬
“Apakah kalian benar-benar melakukannya? -beliau mengulanginya sebanyak tiga kali.
Tidak ada satu jiwa pun yang ada hingga hari Kiamat melainkan dia tetap ada.”15
Mengenai syarah hadits ini, al-Hafizh berkata dalam al-Fat-h: “Riwayat Mujahid
berikut ini dalam kitab at-Tauhiid disampaikan secara mu’allaq, tetapi disambungkan oleh
Muslim dan selainnya, tentang disebutkannya ‘azl kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka beliau ber-sabda: ‘Mengapa salah seorang dari kalian melakukan demikian?’
Beliau tidak menyatakan: ‘Jangan lakukan demikian.’ Ini mengisyaratkan bahwa beliau tidak
melarang secara tegas kepada mereka, tetapi hanya mengisyaratkan bahwa yang terbaik adalah
tidak melakukannya. Karena ‘azl dilakukan hanyalah karena khawatir memperoleh anak,
padahal perbuatan ini tidak ada gunanya. Karena jika Allah telah menciptakan anak, maka ‘azl
tidak dapat menghalanginya. Adakalanya ‘air’ lebih dulu masuk dan tidak disadari oleh orang
yang melakukan ‘azl, sehingga terbentuklah segumpal darah lalu menjadi janin. 16
Demikianlah, dan tiga madzhab bersepakat bahwa suami tidak boleh melakukan ‘azl
terhadap isterinya (yang merdeka, bukan hamba sahaya) kecuali dengan seizinnya. Sedangkan
terhadap hamba sahaya boleh melakukan ‘azl terhadapnya tanpa seizinnya. 17
Telah shahih dari Ibnu ‘Abbas dengan sanad yang shahih, bahwa dia mengatakan:
“Wanita merdeka diminta izinnya untuk melakukan ‘azl dan hamba sahaya tidak diminta
izinnya.”18
Syaikh al-Albani mengomentari hadits-hadits dan pendapat-pendapat tersebut:
“Menurut saya, isyarat ini hanyalah dengan memperhatikan ‘azl yang dikenal pada waktu itu.
Adapun pada masa sekarang telah ditemukan sejumlah sarana yang dengannya seorang pria
dapat mencegah air mani masuk ke dalam rahim isterinya secara pasti. Jadi, ketika itu hadits
ini dan yang semakna dengannya tidak mensinyalirnya, bahkan yang mensinyalirnya adalah
apa yang disebutkan dalam dua perkara terdahulu -yaitu hadits tentang penguburan
tersembunyi dan menyelisihi perintah agar memperbanyak keturunan-. Oleh karena itu,
camkanlah!

14 Fat-hul Baari (IX/309).


15 HR. Al-Bukhari (no. 5210) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1438) kitab an-Nikaah, at-Tirmidzi (no. 1138)
kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no. 1926) kitab an-Nikaah.
16 Dinyatakan al-Hafizh dalam al-Fat-h (IX/307).
17 Dinyatakan al-Hafizh dalam al-Fat-h (IX/308).
18 Ibid.

3
Yang pasti, hal yang makruh menurut saya, -bila tidak diiringi kedua perkara tadi atau
salah satunya- adalah hal lain, yakni yang merupakan tujuan kaum kafir dalam melakukan ‘azl.
Misalnya, takut miskin karena banyak anak, atau berat untuk memberi nafkah dan mendidik
mereka. Dalam keadaan demikian, maka yang makruh terangkat menjadi haram, karena niat
orang yang melakukan ‘azl bertemu dengan kaum kafir yang membunuh anak-anak mereka
karena takut miskin dan fakir. Lain halnya bila wanita (isteri) sedang sakit… 19
Pandangan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi`i tentang Hukum ‘Azl
Pengertian Al-‘Azl (senggama terputus)
Al-‘Azl menurut bahasa artinya melepaskan, memisahkan 20 . Al-‘azl kini di kenal
dengan sebutan coitus interruptus,yaitu melakukan ejakulasi di luar vagina sehingga sperma
tidak bertemu sel telur istri 21, sehingga mani yang di keluarkan oleh suami terpencar keluar
vagina istri, atau dengan cara pemakaian alat kontrasepsi baik suami maupun istri untuk
menghalangi terjadinya pembuahan (kehamilan).
Ada beberapa alat kontrasepsi yang bisa digunakan untuk mencegah masuknya mani
saat ejakulasi atau tepatnya untuk pelaksanaan program „azl sesuai dengan perkembangan
zaman yang sekarang bisa di samakan dengan program keluarga berencana (KB).
Alat kontrasepsi merupakan alat yang digunakan pasangan suami istri yang sah
menurut agama untuk menghindari atau mengatur kehamilan dengan waktu yang sudah
ditentukan. Alat kontrasepsi dilihat dari segi fungsinya dapat dibagi menjadi tiga macam:
1. Mencegah terjadinya sel telur yang sudah matang dikeluarkan dari ovarium ke tuba
falopi untuk dibuahi ( ovolusi);
2. Melumpuhkan sperma; dan
3. Menghalagi terjadinya pertemuan antara sel telur dengan sperma pada saat kondisi istri
dalam masa subur.
Dilihat dari cara menggukannya, alat kontrasepsi dibagi menjadi dua bagian,
yaitu sebagai beriku.
a. Cara kontrasepsi sederhana:
Hubungan suami istri dilakukan tampa menggunakan alat atau obat atau dikenal dengan
cara tradisional, seperti; senggama terputus (al-‘azl), dan hubungan dilakukan masa tidak
subur. Dan juga bisa dilakukan dengan alat atau obat,misalnya: kondom,diafragma atau
cap, cream,jelly, cairan berbusa dan tablet berbusa (vagina tablet).
b. Kontarsepsi dengan cara efektif, tetapi tidak permanen yang dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri:
1) Kondom adalah salah satu alat kontrasepsi yang paling familiar yang bisa digunakan
untuk program keluarga berencana (KB), kondom alat praktis dan mudah didapatkan
untuk kondisi sekarang, dan juga sangat efektif untuk digunakan asal pemakaiannya
betul dan hanya bisa digunakan sekali pakai.
19 Aadaabuz Zifaaf, Syaikh al-Albani (hal. 136).
20 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsiran al-
Qur‟an, 1922), hlm. 265.
21 Chuzaimah T Yanggo dan Hafidz Anshary AZ (ed), Keluarga Berencana Menurut Tinjuauan Hukum

Islam dalam Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1996), hlm. 145.

4
2) Diagragma atau cap adalah suatu alat kontrasepsi berbentuk kubah dangkal yang terbuat
dari karet atau silikon. Setengah bagian kubah tersebut dapat Ibu isi dengan krim atau
gel pembunuh sel sperma (spermicidal) untuk kemudian dimasukkan ke dalam vagina
sebelum berhubungan intim22
3) `Azl (sanggama terputus) merupakan metode kuno yang mudah dilakukan untuk
menghindari terjadinya pembuahan (kehamilan), salah satunya mengeluarkan sperma
diluar vagina istri23.
4) Cream, jelly dan cairan berbusa serta tablet berbusa (vagina tablet), pil, IUD (Indran
Ulterine Device) dan suntikan.
c. Kontrasepsi juga dapat dilakukan dengan cara permanen, misalnya:
1) KB steril tubektomi adalah memotong atau mengikat saluran tuba falopi. Dengan
demikian, sel telur pun tidak akan bisa menemukan jalan menuju rahim. Sel sperma
juga tak akan bisa mencapai tuba falopi dan membuahi sel telur. Tindakan tersebut
berfungsi untuk mencegah pembuahan dan kehamilan.24
2) Oral Pil adalah salah satu alat pencegahan pembuahan (kehamilan) atau dengan kata
lain mencegak masuknya sel telur dari ovarius (penis). Sehingga tidak ada sel telur yang
dapat di buahi.
3) KB spiral adalah jenis tembaga sangat efektif digunakan sebagai kontrasepsi darurat.
Jika dimasukkan ke dalam rahim dalam jangka waktu 120 hari setelah melakukan
hubungan seks tanpa alat kontrasepsi, keberhasilannya dalam mencegah kehamilan
masih 99%.25. dan juga bisa mengunakan alat kontrasepsi lainnyan seperti kafsul,jelly
dan segainnya.
Konsep tentang penundaan kehamilan serta tujuan melakukan ‘azl
Dalam Islam sudah dianjurkan untuk umatnya untuk meliki keturunan yaitu buah hasil
dari pernikahan yang sah menurut agama dan negara. Sehingga anak yang dilahirkan bisa
membawa kebaikan bagi agama,orang tua maupun keluarga, anak merupakan karuna Allah
SWT yang harus di syukuri dan dijaga dengan sebaik-baiknya.
Agama memang menganjurkan untuk setiap manusia memiliki keturunan, tapi bukan
berarti manusia ini kerjanya hanya sekedar memprosuksi anak dan mengabaikan didikan dan
tanggung jawab orang tua. Anjuran untuk memperoleh keturunan harus diperhatikan bahwa
kewajiban untuk menjaga dan mendidiknya dengan baik dan benar, sesuai dengan firman Allah
SWT:

َ ‫ّللا َو ْل َيقُ ْولُ ْوا قَ ْو ًْل‬


‫س ِد ْيدًا‬ َ ‫ش الَّ ِذ ْينَ لَ ْو ت َ َرك ُْوا ِم ْن َخ ْل ِف ِه ْم ذُ ِ ّر َّيةً ِض ٰعفًا َخافُ ْوا‬
َ ّٰ ‫علَي ِْه ْم فَ ْل َيتَّقُوا‬ َ ‫َو ْل َي ْخ‬
Artinya: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap

22
Diakses pada: https://www.ibupedia.com/artikel/konsepsi/metode-kb-mengenal-lebih-jauh-
diafragma-sebagai-alat-kontrasepsi
23 Diterjemahkan oleh M. Abdul Mudjieb, et.all.,Fiqih Umar Ibn al-Khattab, (Cet: Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 35.


24 Diakses pada: https://hellosehat.com/hidup-sehat/seks-asmara/kontrasepsi/apa-itu-kb-steril-
tubektomi
25 Diakses pada https://www.sehatq.com/artikel/menimbang-kelebihan-dan-kekurangan-
penggunaan-alat-kb-spiral , (Rabu,22 juli 2020)

5
(kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah
mereka berbicara dengan tutur kata yang benar (Q.S. An-Nisa`:9)
Ayat diatas menjelaskan anjuran memperbanyak keturunan, tetapi harus dibarengi
dengan perhatian untuk kualitas Pendidikan anak itu sendiri. Cara untuk mengoptimalkan
Pendidikan anak adalah dengan mengatur jarak kelahiran anak baik dilakukan secara alami
(‘azl) maupun secara kb. Hal ini sangatlah penting untuk diperhatikan, karena ketika seorang
ibu melahirkan anak setiap tahunnya, maka itu akan membuat sang ibu kurang perhatian
kepada sang anak, nutrisi dalam bentuk ASI pun bisa jadi berkurang. Secara alamiah bahwa
seorang bayi lebih baiknya disusui hingga berumur dua tahun meskipun ini bukan sebuah
kewajiban. Susai dengan firman Allahh SWT:

ْ ‫سانَ بِ َوا ِل َد ْي ِه َح َملَتْهُ ا ُ ُّمه َو ْهنًا ع َٰلى َو ْه ٍن َّوفِصَالُه فِ ْي عَا َمي ِْن ا َ ِن ا‬
‫شك ُْر ِل ْي‬ َ ‫اْل ْن‬
ِ ْ ‫ص ْينَا‬
َّ ‫َو َو‬
‫َو ِل َوا ِل َد ْيكَ اِلَ َّي ا ْل َم ِص ْي ُر‬
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua
orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang
tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. (Q.S. Lukman:14)
Firman Allah SWT ini menjadi motivasi bagi ummat manusia yang paling bisa diterima
oleh syariat dalam hal mengatur jarak kelamilan atau menunda kehamilan sementara. Persoalan
alasan menunda kehamilan pasti berbeda-beda maksudnya, ada pasangan suami istri yang
melakukan pencegahan kemalian karena keadaan biaya hidup dan biaya pendidikan anak,
adapula yang melakukan penundaan kehamilan karena orang tuanya masih focus pada karier
perkerjaan yang sangat sibuk, ditakuti jika terjadi kehamilan maka ada hal yang terjadi,
misalnya anaknya cacat atau keguguran. Hal alasan ini pastilah berbeda-beda alasannya dan
lain sebagainya.
Menurut pandangan ulama, maka ada persyaratan yang harus dipenuhi ketika hendak
melakukan „azl, yaitu sebagai berikut:
1. Latar belakang melakukannya `azl bukan karena takut jika ada anak atau banyak anak
maka tidak mendapatkan rezeki. Jika ini alasannya maka ulama tidak memperbolehkan
melakukan `azl. Kalau berdasarkan pemeriksaan medis, jika hamil maka bisa
membahayakan keselamatan ibu atau anak karena ada sesuatu penyakit di Rahim, maka
itu boleh dilakukan ‘azl dan boleh menolak untuk hamil.
2. Alat atau metode pencegahan kehamilan yang digunakan haruslah sesuai dengan syariat
Islam. Ada salah satu metode pencegahan kehamilan yang langsung di percontoh kan
oleh Rasulullah dan para sahabat serta hasil istinbath oleh para ulama dan ada juga
metode yang sesuai dengan kondisi medis yang diserahkan pada ahli medis. Pada masa
Rasulullah praktek `azl lah yang dilakukan untuk menunda atau mencegah pembuahan
(kehamilan).

6
Pandangan Mazhab Hanafi Tentang Al-‘Azl
Imam Hanafi mengizinkan melakukan „azl dengan syarat adanya persetujuan dari
istri. Imam Hanafi membolehkan „azl tampa perlu persetujuan istri bila dalam kondisi dalam
26

perjalanan perang,atau bepergian jauh yang bisa mengakibatkan khawatir akan anak jika istri
melahirkan.27 Menurut salah satu ulama hanifiyah ibn Nujaimi mengukuhkan bahwa pendapat
ulama membolehkan `azl dilakukan atas persetujuan istri. Ia mendukung pendapat imam
hanafiyah tentang ketetapan membolehkannya melakukan `azl. Bahwkan beliau
memperbolehkan wanita untuk menutup rahimnya sebagaimana praktek yang dilakukan pada
masa Ibn Nujaim dan beranggapan praktek yang dilakukannya itu di benarkan dan
diperbolehkan asal ada persetujuan dari suami. Dan tulisan beliau dijadikan sebagai rujukan
pertama untuk penggunaan alat pencegah kehamilan yang dimasukkan dalam farji atau
semacam spriral yang dilakukan dimasa sekarang. 28
Begititu juga menurut ulama hanafiyah lainnya, yaitu pendapat Ibn Abidin bahwa
melakukan „azl, persetujuan istri bisa di abaikan apabila dalam keadaan atau situasi yang tidak
mendukung, seperti dalam perjalanan yang meletihkan dan jauh. Ibn Abidin berprinsip
“Taghayyar al-Ahkam bi Taghayyur al Amminah(berubahnya hukum dengan sebab
berubahnya waktu)”.29
Pandangan Mazhab Syafi`i Tentang ‘Azl
Pendapat Imam Syafi‟i juga memperbolehkan dilakukannya „azl tampa harus adanya
persetujuan dari istri. Karena imam Syafi`i berpandangan bahwa istri mempunyai hak dalam
hubungan intim, namun tidak berhak akan ejakulasi meskipun banyak fuqaha tidak setuju dan
menentang pandangan beliau, fuqaha berpendapat tetap harus adanya persetujuan sang istri
apabila hendak melakukan `azl dalam berhubungan intim.30
Imam Syafi`i menjadikan rujukan yang terdapat dalam Al-quran terkait permasalahan
besarnya jumlah keluarga. Yaitu yang terdapat dalam surat An-nisa` yang memerintahkan
kaum muslimin untuk selalu berlaku adil dengan istri-istrinya dan puas dengan cukup satu istri
saja untuk selamanya. Imam syafi`I menafsirkan Q.S An-Nisa ayat 3:

‫ث َو ُر ٰب َع‬ َ ‫س ۤاءِ َمثْ ٰنى َوث ُ ٰل‬ َ ّ‫اب لَكُ ْم ِ ّمنَ ال ِن‬َ ‫ط‬ َ ‫سطُ ْوا ِفى ا ْل َي ٰتمٰ ى فَا ْن ِك ُح ْوا َما‬ ِ ‫َوا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ َّْل ت ُ ْق‬
‫اح َدةً ا َ ْو َما َملَكَتْ ا َ ْي َمانُكُ ْم ٰذ ِلكَ اَد ْٰنٰٓى ا َ َّْل ت َ ُع ْولُ ْوا‬
ِ ‫فَا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ َّْل ت َ ْع ِدلُ ْوا فَ َو‬
Artinya: Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka
(nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu
lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim. (Q.S. An-Nisa`: 3).

26 Abu mu‟ayyis Muhammad ibn Mahmud al-Khawarizmi, Al Jami Masanid Al-Imam Al-‘Azham (Beirut
dar al-kutub al-ilmiyah,tt.), jilid 2, hlm. 181-119
27 Wahbah az-Zuhaili, al-fiqh al-islam wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-fikr, 1989),cet ke 3,hlm.108
28 Ibn Nujaim, al-Bahr ar-Râ‟iq, (Beirut: Dâr al- Kutub, 1995), Jilid III, hlm. 214-215.
29 Muhammad Amin Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar, (Beirut: Dar al-Fikr,1966), hlm. 311
30 Umran, Islam,…hlm. 189

7
Imam Syafi`i menafsirkan firman Allah SWT dengan: “Janganlah anda memperbanyak
jumlah anggota keluarga”. Penafsiran Imam Syafi`i ini menunjukkan bahwa tidak
memperbanyak jumlah anggota keluarga itu lebih utama.

Simpulan
a) Definisi ‘azl ialah mencabut setelah memasukkan (kemaluannya) untuk mengeluarkan
mani di luar vagina.
b) Hukum masalah ‘azl ada dua pendapat masyhur dari para ulama, yaitu:
1.Azl itu dibolehkan.
2.Yang terbaik adalah tidak melakukannya.

Kesimpulan

Secara substansi belum ada ketentuan ayat Al-quran dan Hadist yang menjelaskan
hukum “azl. Secara maksudya „azl dimasa sekarang adalah program keluarga berencana (KB),
dimana program ini dilakukan juga untuk menunda atau mencegah kehamilan. Karena „azl
bukanlah perbuatan yang dilarang, karena setiap pasangan suami istri berhak merencanakan
kapanpun ia mau memiliki keturunan. Setiap perbuatan yang tidak dilarang oleh nabi maka
diperbolehkan melakukannya, kecuali terdapat dalil yang pasti akan keramannya. Tapi yang
membedakan keduanya adalah pada prakteknya, „azl dilakukan secara alami yaitu
mengeluarkan sperma laki-laki di luar vagina perempuan saat ejakulasi terjadi. Sedangkan kb
prakteknya menggunakan alat kontrasepsi baik berupa pil kb ataupun dengan suntikan obat.
Mazhab hanafiah dan syafi`iyah, secara garis besar membolehkan melakukan „azl
(senggama terputus) sebagai salah satu cara menunda atau mencegah kehamilan, dengan
katalain membuat program kehamilan sesuai dengan waktu yang di inginkan oleh setiap
pasangan suami istri. Tetapi para mazhad hanfiah dan syafi`iyah juga menganjurkan segala
sasuatu perbuatan harus mengutaman komunikasi yang baik, dalam hal ini sebelum melakukan
‘azl maka disyaratkan agar memperoleh restu dari istri.\
‘Azl merupakan hak suami istri dan bukan suatu kewajiban atau anjuran untuk
melakukannya. Melainkan perbuatan altelnatif dan mudah untuk dilakukan untuk mengatur
jumlah anak yang mau dilahirkan.

Daftar Pustaka
[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh Usamah bin
Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z,
Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir – Bogor]
Muhammmad Nashiruddin Al-Albani, Adab al-Zifaf, Terj:Ahmad Dzulfikar, Jakarta:
Qisthhi Press, 2015.

8
Tina Asmarawati, Hukum dan Abortus, Yogyakarta: Deepublish 2013.
Zaitunah Subhan, Al-quran & Perempuan Menuju Kesetaraan Jender dalam penafsiran,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh al-Sirah al Nabawiyah, Terj: Fuad Syaifuddin Nur,
Jakarta: Mizan Publika,2010.
Skripsi Noor Azira Binti Abdul Ghani, Hukum „Azl Bagi Suami Istri Menurut
Perspektif Hukum Islam (Study Komparatif Pandangan Imam Al-Ghazali dan Ibn Hazm),
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau pada tahun 2015.
Rifdatus Sholihah, Hukum Mencegah Kehamilan Perspektif Imam Ghazali dan Syeikh
Abdullah bin Baaz, MAS Ihyaul Ulum Camgaan Ujung Pangkah Gresik, pada tahun 2019,
dalam jurnal Al-Hukama: the Indonesian Journal of Islamic Family Law Volume 09, Nomor
01, Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai