Disusun Oleh:
FAKULTAS USHULUDDIN
JAKARTA
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat, taufiq serta
hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat
waktu. Shalawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW.
Kami menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Membahas
Kitab Tafsir di bawah bimbingan Ibu Dr. Faizah Ali Syibromalisi, M. A. Adapun
makalah ini membahas tentang “Kitab Fi Dzilal al-Qur’an Karya Sayyid Quthub”.
Dengan harapan dapat menambah wawasan keilmuan khususnya bagi Mahasiswa Ilmu
al- Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa
pula kami ucapkan ribuan terimakasih kepada ibu dosen yang telah memberikan ilmu
dan pengarahan serta bantuannya kepada kami selaku pemakalah dalam menyelesaikan
tugas ini.
Sangat disadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat
banyak kekurangan karena keterbatasan kami, namun kami mengupayakan semaksimal
mungkin dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan tafsir ini bila diperhatikan memiliki era-era sendiri dari era
klasik, era kontemporer hingga ke era modern. Dalam kemunculan kitab tafsir
ini tentunya memiliki corak dan ciri masing-masing, hal ini bisa jadi karena
setting sosial dan keadaan geografis munculnya kitab-kitab tafsir itu berbeda.
B. Rumusan Masalah
4. Apa saja Sumber Penafsiran yang dipakai dalam tafsir Fi Dzilal al-
Qur’an?
5. Apa saja Referensi yang digunakan dalam tafsir Fi Dzilal al-Qur’an?
6. Bagaimana Metode Penafsiran Sayyid Quthub?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
1
Nuim Hidayat, Sayyid QutbhBiografi dan Kejernihan Pemikirannya (Jakarta:Gema Insani,2015), Hal.16 .
7
2
Dr. Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Modern-Klasik (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012),hal. 133 .
8
1. Karya Ilmiahnya
Sayyid Quthb telah banyak menghasilkan karya. Karya Sayyid Quthb
sangat banyak dikalangan Negara. Adapun karya-karya buku hasil torehan Sayyid
Quthb antara lain sebagai berikut :
3
Nuim Hidayat, Sayyid QutbhBiografi dan Kejernihan Pemikirannya (Jakarta:Gema Insani,2015), Hal.22 .
9
a. Ma’alim fi-Thariq.
b. Fi-Zhilal As-Sirah.
c. Muqawwimat Al-Tashawwur Al-Islami.
d. Fi Maukib Al-Iman.
e. Nahwu Mujtama’ Islami.
f. Hadza Al-Qur’an.
g. Awwaliyat li Hadza Ad-Din.
h. Tashwibat fil Al-Fikri Al-Islami Al-Mu’ashir.
Tafsir fi Dzilal al-Qur’an pada mulanya adalah judul dari serial makalah
bulanan yang ditulis dan diterbitkan oleh majalah “al-muslimun”, sebuah majalah
bulanan yang diterbitkan oleh kelompok Ikhwan al-Muslimin. Makalah pertama
diterbitkan pada edisi ketiga majalah tersebut, pada bulan februari tahun 1952.
Setelah menuliskan tujuh makalah yaitu pada penerbitan ke tiga sampai
kesembilan, sampai pada surat Al-Baqarah ayat 103, Sayyid Quthub terinspirasi
untuk menulis buku tafsir, ia berniat menulis tafsir Al-Qur’an lengkap sebanyak
30 juz, berdasarkan tartib susunan Al-Qur’an dengan nama yang sama dan akan
diterbitkan per juz setiap bulannya. Apa yang dilaksanakan Sayyid Quthb
terlaksana sampai tahun 1954 tafsir ini terbit sebanyak 16 juz sebelum Sayyid
quthb dituduh makar dan dipenjara. Tafsir ini berhasil diselesaikan pada akhir
tahun lima puluhan. Motivasi ia menamai tafsir dengan nama Fi Dzilal al-Qur’an.
Menurutnya datang begitu saja tanpa dibuat buat. Itulah kenyataan yang
dihayatinya dalam kehidupannya (dibawah petunjuk al-Qur’an). Dari masa kemasa
ia merasakan adanya keinginan yang tersimpan untuk hidup dibwah naungan al-
Qur’an, dimana ia bisa mendapatkan ketenangan yang tidak bisa ia dapatkan pada
yang lainnya. Dalam pendahuluan tafsirnya beliau mengatakan: “Saya merasakan
10
4
Dr. Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Modern-Klasik (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012),hal. 136 .
11
D. Sumber Penafsiran
Sayyid Quthb sangat bersemangat untuk tidak keluar atau menyimpang
dari riwayat-riwayat yang shahih mengenai tafsir. Oleh karena itu, beliau
menunjuk kitab-kitab tafsir bil ma’tsur. Beliau pun menimbang antara berbagai
riwayat yang ada serta menyatukannya, menguatkan sebahagiannya, serta
mengemukakan lebih dari satu riwayat dalam satu peristiwa.
َظو ُهنَ َوا ْه ُج ُر ْو ُهنَ في ْال َمضاَجع َواضْرب ُْو ُهن
ُ ش ْوزَ ُهنَ فَع
ُ َُوالَتي تَخَافُونَ ن
“ wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Allah Maha Tinggi Lagi Maha
Besar.”
Ia menafsirkan ayat ini dengan mengemukakan hadits
ثم النهار العيريجلدهااول كاأته ْاليضراأ َ َحدُك يضا جعهااخره
“ Janganlah salah seorang diantara mu memukul istrinya seperti kuda, pagi
hari dipukulnya kemudian dinaiki pada siang harinya.”
Dari penjelasan diatas maka dapat dipahami bahwa Sayyid Quthub mengambil
sumber bil ma'tsur.
Disamping sumber penafsiran bi al-ma'tsur, Sayyid Quthb juga mengambil
sumber tafsir bi al-ra'yi/ dengan logika., sebagaimana Ia memberikan penafsiran
tentang jihad.6 Menurut Sayyid Quthb orang-orang yang tidak mau berperang
itu sebenarnya mampu melakukannya, peralatannya ada dan persiapannya pun
tersedia, “ Jika mereka mau berangkat, tentulah mereka mau menyiapkan
persiapan persiapan itu untuk diberangkatkan. Diantara mereka terdapat
Abdullah bin Ubay bin Salul, ada al-Jadd bin Qais, padahal mereka adalah orang-
5
Munir M.Ghadban, Sayyid Quthb Sosok Antradikalisme dan Antiterorisme (Jakarta: Direktorat Deradikalisasi-
, 2014), hal. 10.
6
Dr. Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Modern-Klasik (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012),hal. 136-138 .
12
orang kaya. Dalam ayat ini Sayyid Quthb secara jelas menegaskan bahwa salah
sati dari arti jihad adalah dengan perang fisik.
E. Referensi Penafsiran
Kitab-kitab tafsir bi al-ma’tsur yang dijadikan rujukan oleh Sayid Quthb
atau yang dikutip pendapatnya dalam tafsirnya adalah sebagai berikut:
a. Tafsir Ibn Katsir sebagai rujukan utamanya
b. Tafsir Ibn Jarir at-Thabari
c. Tafsir al-Qurthubi
d. Tafsir Ahkam al-Qur’an karya Ibn al-Arabi
e. Tafsir Ahkam al-Qur’an karya al-Jashshos
f. Tafsir al-Kasyaf
g. Tafsir al-Manar
h. Tafsir modern Muhammad ‘Izzah Darwazah
i. Sirah Ibn Hisyam
F. Metode Penafsiran
Penulisan tafsir Fi Dzilal al-Qur’an yang mengikuti alur susunan surah dan
ayat yang termaktub dalam mushaf al-Qur’an, maka dari satu sisi bisa dikatakan
bahwa Sayyid Quthub telah menggunakan metode analisa atau metode Tahlili.
Dimana ia menafsirkan (secara detail) seluruh ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan
susunannya, ayat demi ayat, surat demi surat, dimulai dari surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat al-Nas.7 Kerangka metode tahlili yang digunakan Sayyid
Qutub tersebut, terdiri atas dua tahap dalam menginterpretasikan ayat-ayat al-
Quran. Pertama, Sayyid Qutub hanya mengambil dari al-Quran saja, sama sekali
tidak ada peran bagi rujukan, referensi, dan sumber-sumber lain. Ini adalah tahap
dasar, utama, dan langsung. Tahap kedua, sifatnya skunder, serta penyempurna
bagi tahap pertama yang dilakukan Sayyid Qutub. Dengan metode yang kedua
ini, sebagaimana dikatakan Adnan Zurzur yang dikutip oleh al-Khalidi bahwa
Sayyid Qutub dalam menggunakan rujukan skunder, tidak terpengaruh terlebih
dahulu dengan satu warna pun di antara corak-corak tafsir dan takwil,
7
Bahnasawi, K. Salim, Butiran-Butiran Pemikiran Sayyid Quthb, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm 121.
13
sebagaimana hal itu juga menunjukkan tekad beliau untuk tidak keluar dari
riwayat-riwayat yang sahih dalam tafsir al-matsur.8Di sisi lain sebagaimana
disebutkan diatas, Sayyid Quthub juga tidak menggunakan metode tahlili secara
mutlak, karena ia juga menafsirkan ayat dengan ayat yang lain, baik sebagai
penafsiran ayat yang ditafsirkannya maupun sebagai penguat pendapatnya,
padahal cara ini adalah menjadi ciri dari metode penulisan tematik. Namun kita
juga tidak dapat menyebutnya dengan metode semi tematik, karena Sayyid
Quthub tidak memberi judul atau tema dari ayat-ayat yang sedang ditafsirkan. 9
G. Corak Penafsiran
Mencermati perkembangan pemikiran Sayyid Quthub sebelum dan
sesudah mengalami penangkapan oleh rezim pemerintah Mesir, mengharuskan
kita juga melihat adanya perkembangan corak dalam tafsirnya. Pada mulanya,
sebelum penangkapan dirinya, Sayyid Quthub memiliki kecenderungan corak
adabi ijtima’i, yaitu corak yang diperkenalkan oleh Muhammad Abduh,
disamping ia juga telah mengarang bukunya yang berjudul At-Tashwir al-fanni
fi al-Qur’an. Corak inilah yang terlihat lebih menonjol dalam tafsirnya sebelum
di edit ulang. Setelah tafsir Al-Dzilal di edit ulang, dan setelah Sayyid Quthub
mendekam lebih lama di penjara, penghayatannya terhadap al-Qur’an, Islam,
kehidupan dan perjuangannya berkembang. Hal ini berimbas pada corak
penafsirannya , tidak lagi hanya bernuansa adabi ijtima’i, tapi ia menambahkan
corak lain terhadap tafsirnya yaitu corak perjuangan (hararki) dan corak Tarbawi.
Motivasi Sayyid Quthub memperkenalkan corak hararki dalam tafsirnya
didorong oleh obsesinya mengajak kaum muslimin untuk betul-betul memahami
al-Qur’an dan menghayatinya untuk kemudian dijadikan sebagai inspirator
dalam menjalankan semua aktifitasnya di alam nyata ini10. Menurut Sayyid
Quthub “(Hidup dalam suasana al-Qur’an bukan berarti membaca dan
mempelajari al-Qur’an serta mengkaji ilmu-ilmunya. Sesungguhnya bukan ini
yang kami maksud. Yang kami maksud dengan hidup dalam suasana al-Qur’an
8
Al-Khaladi, Salah Abdul Fatah. Pengantar Memahami Tafsir Fi Zilali Qur‟an. terj. Salafuddin Abu Sayyid. cet.
Ke-1 (Solo: Intermedia, 2011), hlm. 182.
9
Dr. Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Modern-Klasik (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012),hal. 138 .
10
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern, Ciputat: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cet. 2, 2012, Hal. 139
14
adalah agar setiap manusia hidup dalam situasi dan kondisi pergerakan
kepedulian dan perjuangan seperti ketika al-Qur’an diturunkan. Agar kehidupan
manusia selalu dalam pergolakan memerangi jahiliyah yang pada saat ini telah
merambah di muka bumi)”11
Sedangkan corak Tarbawinya dipicu oleh keinginan agar setiap Muslim
terdidik secara islami berdasarkan ajaran al-Qur’an, berakhlak sesuai al-Qur’an,
selalu komitmen dengan semua ajarannya.12
H. Karakteristik Penafsiran
a. Tidak terkontaminasi oleh riwayat-riwayat israiliyyat.13
Beliau memperingatkan bahayanya kisah-kisah israiliyyat, juga menjauhi
perbedaan masalah fikih dan tidak terlalu mendalam dalam hal kebahasaan, juga
termasuk masalah kalam, filsafat, dan perbedaan madzhab.
b. Menghindari Tafsir ‘Ilmi. Seandainya ada penjelasan yang terkait dengan
ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, kimia, dan astronomi, maka hal itu
semata mata demi mengagungkan-Nya.14 Sayyid Quthb berkata di dalam
kitab nya :
“Sungguh! Saya benar-benar merasa heran terhadap mereka yang memberi
perhatian secara mendalam dengan mengerahkan segala kemampuan untuk
menyuguhkan kepada kita sesuatu yang tidak ada dalam al-Qur’an, membawa
kita kepada sesuatu yang sebenarnya tidak dimaksudkan oleh ayat tersebut, serta
berusaha mengeluarkan berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu kedokteran, ilmu
kimia dan astronomi, yang seakan akan mereka ingin sekali membesarkan Allah
melalui penelitiannya itu.”
Karena menurutnya al-Qur’an itu hanya memberi semangat atau ruh agar
penelitian ilmiah itu tidak menjadi sekuler, dengan demikian ia akan mampu
membangun jiwa, akal, hati, dan kepribadiannya, sebagaimana al-Qur’an telah
11
Abdul Bari, Tesis: Jahiliah Dalam al-Qur’an (Kajian atas Penafsiran Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilal al-
Qur’an), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005), Hal. 45
12
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern, Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cet. 2, 2012, Hal. 139
13
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern, Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cet. 2, 2012, Hal. 14
14
A. Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir (Kumpulan Kitab-Kitab Tafsir dari Masa Klasik sampai Masa
Kontemporer), Depok: eLsiQ, 2013, Hal. 181
15
I. Sistematika Penulisan
a. Memberikan prolog terhadap setiap surat dengan suatu pendahuluan yang
menjelaskan tema surat dan jawaban persoalan-persoalannya serta tujuan
penting dari surat-surat tersebut.
b. Menjabarkan kata perkata.
c. Menafsirkan ayat dengan mengetengahkan hadits dan atsar-atsar yang
shahih.
d. Mengemukakan reaksi pribadinya dan spontannya terhadap ayat-ayat al-
Qur’an.
e. Selalu merujuk pada penulis-penulis Islam lain yang merupakan pokok pada
abad dua puluhan.
f. Selalu memasukkan persoalan-persoalan lain pada penafsiran dengan
maksud membangkitkan (nilai-nilai dan ruh) Islam dalam kehidupan.16
15
A. Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir (Kumpulan Kitab-Kitab Tafsir dari Masa Klasik sampai Masa
Kontemporer), Depok: eLsiQ, 2013, Hal. 182
16
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern, Ciputat: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cet. 2, 2012, Hal. 140-141
16
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA