Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PEMBELAJARAN QUR’AN HADITS

Pendekatan Dalam Memahami Hadis: Tekstualitas Dan Kontekstualitas Hadis

Pendekatan Sosiologis

Dosen Pengampu: S. Nor Hasanah, S.Pd.I., M.Pd

Oleh

Miftahul Jannah (11811103)

Kelas : PAI C

Semester : VI (Enam)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK
2021 M / 1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya hanturkan kepada Allah SWT karena telah memberikan kesehatan
dan berbagai nikmat yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Shalawat serta salam tetap
tercurah kepada junjungan nabi besar Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Karena
dengan perjuangan dan jihad dari dakwah beliau sehingga umat Islam bisa merasakan
nikmatnya iman dan islam dari agama yang beliau sebarkan. Dan semoga kelak kita menjadi
umat yang beliau syafaati di padang tandus yang tidak kita temui syafaat selain dari beliau.

Makalah ini dibuat dengan judul “Pendekatan Dalam Memahami Hadis: Tekstualitas Dan
Kontekstualitas Hadis Pendekatan Sosiologis” diharapkan bisa membuat pembaca mengerti
tentang pendekatan dalam memahami hadis.

Makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak sekali ditemukan kekurangan
baik isi , atau kata yang kurang tepat dalam penyajiannya dan kami sangat mengharap kritik
dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Walaupun demikian makalah ini juga sangat
bermanfaat bagi kita karena dengan membaca makalah ini kita mengetahui pengertian
prinsip dan apa sajakah prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Demikian
sebagai pengantar makalah ini.

Pontianak, 05 Juli 2021

Miftahul Jannah (11811103)


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 2

A. Tekstualitas dan Kontekstualitas Hadis ...................................................................... 3


B. Pendekatan Sosiologis dalam Memahami Hadis ........................................................ 4

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 6

A. Kesimpulan ................................................................................................................. 6
B. Saran ............................................................................................................................ 6

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 7


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berpijak dari Nabi Muhammad saw sebagai panutan yang senantiasa
diteladani oleh kaum Muslim maka hadis menjadi sumber utama dalam Islam sebagai
agama universal untuk semua umat manusia. Sementara Nabi saw juga seorang
manusia yang hidup di lingkungan budaya, adat istiadat, sosial, geografis yang
berbeda dengan kaum Muslim di berbagai belahan dunia. Studi sosilogis, karenanya,
menjadi keniscayaan dewasa ini dalam upaya membumikan hadis-hadis Nabi saw
melalui pemahaman kontekstual tanpa melepas ikatan teks dan inti kandungan hadis.
Pendekatan sosiologis dapat dilakukan dengan berbagai disiplin ilmu sosiologi
seperti sosiologi agama, sosiologi bahasa, sosiologi budaya dan sebagainya dengan
teori-teori sosilogi yang telah dikenal baik dari kalangan Islam maupun dari Barat.
Agar tidak lepas dari spirit Islam, analisa sosiologi dipadukan dengan ilmu-ilmu
hadis yang telah mapan. Ilmu-ilmu tersebut mencakup sanad dan matan hadis.
Melalui pendekatan sosiologi, seorang pemerhati atau peneliti hadis dapat
menemukan kenapa perawi-perawi hadis tertentu memiliki nama, gelar yang sama
dengan lainnya, atau memperoleh penjelasan kenapa suatu hadis nampak
bertentangan dan sebagainya. Beberapa bagian ilmu hadis yang telah ditelaah dengan
pendekatan sosiologis seperti ilmu tentang nama dan gelar perawi, negeri dan
tempat-tempat perawi maupun ilmu tentang pemahaman kosa kata, latar belakang
sebuah hadis maupun hadis-hadis yang nampak bertentangan, membuktikan
urgennya penggunaan sosiologi sebagai pendekatan untuk memahami ilmu hadis,
baik sanad maupun matan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Tekstualitas dan Kontekstualitas Hadis ?
2. Bagaimana Pendekatan Sosiologis dalam Memahami Hadis ?
C. Tujuan
1. Untuk mempelajari dan mengetahui Apa yang dimaksud Tekstualitas dan
Kontekstualitas Hadis.
2. Untuk mempelajari dan mengetahui Bagaimana Pendekatan Sosiologis dalam
Memahami Hadis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tekstualitas dan kontekstualitas Hadis
Tekstual adalah pendekatan yang paling awal digunakan dalam memahami hadis-
hadis Nabi Saw. Sebab, memahami sebuah teks adalah terlebih dahulu dengan
mencoba menangkap makna asalnya, makna yang populer dan mudah ditangkap.
Bila tidak dapat dipahami, karena berbagai alasan, baru kemudian digunakan
pendekatan lainnya. Kata teks bermakna “kata-kata asli dari pengarangnya” atau
“sesuatu yang tertulis”.1 Kata tekstual adalah kata sifat dari kata teks, sehingga
bermakna bersifat teks atau bertumpu pada teks. Dari sini maka secara istilah
pendekatan tekstual berkaitan dengan pemahaman hadis adalah memahami makna
dan maksud yang terkandung dalam hadis-hadis Nabi Saw. dengan cara bertumpu
pada analisis teks hadis.
Dari definisi di atas, maka yang menjadi perhatian pendekatan tekstualitas ini
adalah makna-makna kata dan struktur gramatika teks. Pendekatan ini tentu
menjadikan dominasi teks sangat kuat. Teks menjadi bagian yang paling sentral
dalam konstelasi pemahaman pesan-pesan Nabi Saw., sehingga konteks cenderung
terabaikan. Di sisi lain, pendekatan tekstual cenderung melahirkan kesimpulan yang
parsialistik. Hal ini karena teks tidak diletakkan dalam konstelasi hadis-hadis Nabi
yang lebih luas sehingga tidak terlalu membutuhkan hadis-hadis lain dalam
analisisnya.
Sedangkan kontekstual, secara etimologis, berasal dari kata benda bahasa
Inggris “context”, yang berarti “suasana”, “keadaan”.2 Dalam penjelasan lain
disebutkan ia berarti; pertama, “bagian dari teks atau pernyataan yang meliputi kata
atau bagian tertulis tertentu yang menentukan maknanya; dan kedua, situasi di mana
suatu peristiwa terjadi”. Kontekstual, berarti sesuatu yang berkaitan dengan atau
bergantung pada konteks. Jadi, pemahaman kontekstual adalah pemahaman yang
didasarkan bukan hanya pada pendekatan kebahasaan, tetapi juga teks dipahami
melalui situasi dan kondisi ketika teks itu muncul.

1
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka. 1985) Hlm1035
2
Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia. 1984) Hlm 143.
Dengan demikian kontekstual adalah upaya untuk melihat hubungan dalam
kalimat yang terdapat dalam suatu naskah atau matan, karena hubungan kata-kata
seringkali penting untuk memahami apa yang telah dikatakan. Jadi, pemahaman
hadis secara kontekstual adalah memahami hadis dengan melihat sisi-sisi konteks
yang berhubungan dengan hadis.
Untuk memahami hadis, apakah lebih tepat dipahami secara tekstual maupun
kontekstual, maka diperlukan petunjuk dan kaidah-kaidah tertentu dalam
memahaminya. Menurut Yusuf al-Qaradawi, hadis Nabi Saw. mempunyai tiga
karakteristik:
1. Komprehensif (manhaj syumuli), yaitu manhaj bahwa hadis Nabi Saw.
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan dapat diterapkan di semua
tempat dan zaman.
2. Seimbang (manhaj mutawazin), yaitu manhaj bahwa hadis Nabi Saw.
mempertimbangakn keseimbangan antara tubuh dan jiwa, akal dan kalbu, dunia
dan akhirat, ideal dan realitas, teori dan praktek, alam gaib dan kasat mata,
kebebasan dan tanggungjawab, kebutuhan individu dan masyarakat, ittiba’ dan
ibtida’ dan seterusnya.
3. Memudahkan (manhaj muyassar), yaitu bahwa hadis Nabi Saw. bersifat
memudahkan dan tidak memberikan beban yang tidak semestinya.3
Ketiga karakteristik tersebut akan mendukung pemahaman yang utuh
terhadap suatu hadis, sehingga pemahaman yang dihasilkan akan lebih moderat,
sesuai dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Selain dengan tiga karakteristik di atas, untuk mendapatkan pemahaman
hadis yang moderat yang sesuai nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin,
Yusuf al-Qardawi dalam kitabnya Kaifa Nata’amal Ma’a al-Sunnah al-
Nabawiyyah memberikan petunjuk dalam memahami hadis Nabi Saw. dengan
baik. Yaitu Memahami hadis sesuai petunjuk al-Qur’an, Untuk dapat memahami
hadis dengan pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, dan
penafsiran yang buruk, maka harus memahami hadis tersebut sesuai dengan

3
Yusuf al-Qardawi, Kaifa Nata’amal Ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah (al-Mansurah: Dar alWafa’.
1990) Hlm 23-25
petunjuk al-Qur’an, yaitu dalam kerangka bimbingan llahi yang pasti benarnya
dan tak diragukan keadilannya. Sesuai dengan firman Allah SWT:

‫ص د ْ ق ً ا َو عَ د ًْل َل م ب َ دِ َل لِ كَ لِ َم ا ت ِ ِه َو ه َو ال س َّ ِم يع‬ ْ ‫َو ت َ َّم‬


َ ِ ‫ت كَ ل ِ َم ت َر ب‬
ِ ‫ك‬
‫ال ْ ع َ لِ يم‬
“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al-Quran) sebagai kalimat yang benar
dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia
lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS. al-An’am: 115]4
Jelaslah bahwa al-Qur’an adalah ruh dari eksistensi Islam, dan
merupakan asas bangunannya, sedangkan hadis adalah penjelasan terinci tentang
isi konstitusi tersebut, baik dalam hal-hal yang bersifat teoritis ataupun
penerapannya secara praktis. Itulah tugas Rasulullah Saw., “menjelaskan bagi
manusia apa yang diturunkan pada mereka”. Oleh sebab itu tidaklah mungkin
suatu yang merupakan pemberi penjelasan bertentangan dengan apa yang
hendak dijelaskan itu sendiri. Maka penjelasan yang bersumber dari Nabi Saw.
selalu dan senantiasa berkisar di seputar al-Qur’an dan tidak mungkin akan
bertentangan dengan al-Qur’an.
B. Pendekatan Sosiologis dalam Memahami Hadis
Secara etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari kata
“socius” yang berarti teman, dan “logos” yang berarti berkata atau berbicara
tentang manusia yang berteman atau bermasyarakat.5
Secara terminologi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur
sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Adapun objek
sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara manusia
dan sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang menggambarkan tentang
keadaan masyarakat.

4
Al-Qur’an dan terjemahan ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya diambil dari Al-Qur’an dan
Terjemahannya yang diterbitkan oleh Departemen Agama Repubik Indonesia dalam Al-Qur’an
Digital Versi 2.0, 2004
5
Abdul Syani, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, Lampung: Pustaka Jaya. Hlm 2
Selanjutnya sosiologi dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam
memahami agama.6 Ada ulama yang menyarankan dan menggunakan
pendekatan sosiologis agar orang yang akan memaknai dan memahami hadis itu
memperhatikan keadaan masyarakat setempat secara umum. Kondisi
masyarakat. pada saat munculnya hadis boleh jadi sangat mempengaruhi
munculnya suatu hadis. Jadi keterkaitan antara hadis dengan situasi dan kondisi
masyarakat pada saat itu tidak dapat dipisahkan . karena itu dalam memahami
hadis kondisi masyarakat harus dipertimbangkan agar pemaknaan tersebut tidak
salah.
Pendekatan sosiologis terhadap hadis juga mempelajari bagaimana dan
mengapa, tingkah laku sosial yang berhubungan dengan ketentuan hadis
sebagaimana kita lihat. Sikap dasar sosiologis adalah ‘kecurigaan’. Apakah
ketentuan hadis itu seperti yang tertulis ? Atau sebenarnya ada maksud lain di
balik yang tertulis. Penguasaan konsep-konsep sosiologi dapat memberikan
kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas hadis
dalam masyarakat, sebagai sarana untuk merubah masyarakat agar mencapai
keadaan-keadaan sosial tertentu yang lebih baik.
Pendekatan sosiologis dalam memahami hadis dapat diterapkan misalnya
pada hadis tentang persyaratan keturunan Quraisy bagi seorang imam atau
kepala negara. Bunyi matan hadisnya, sebagai berikut:

‫ل يزال هذا األمر في قريش م بقي منهم اثنان) رواه البخار ي‬


“Dalam urusan (beragama, bermasyarakat, dan bernegara) ini, orang Quraisy
selalu (menjadi pemimpinnya) selama mereka masih ada walaupun tinggal dua
orang saja.” (H.R Bukhari)
Ibnu Hajar al-Asqalani (w.852 H =1449 M) telah membahas hadis-hadis
tersebut secara panjang lebar. Dikatakan bahwa tidak ada seorang ulamapun,
kecuali dari kalangan Mu’tazilah dan khawarij, yang membolehkan jabatan
kepala negara diduduki oleh orang yang tidak berasal dari suku Quraisy. Begitu
juga dengan al-Qurthubi (w. 671 H = 1273 M), kepala negara disyaratkan harus
dari suku Quraisy. Sekiranya pada suatu saat orang yang bersuku Quraisy tinggal
satu orang saja, maka dialah yang berhak menjadi kepala negara. Pemahaman

6
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Hlm 39
secara tekstual hadis-hadis di atas, dan yang semakna dengannya dalam seajarah
telah menjadi pendapat umum ulama, dan karenanya menjadi pegangan bagi
para penguasa dan umat Islam selama berabad-abad. Mereka memandang bahwa
hadis-hadis tersebut dikemukakan oleh Nabi dalam kapasitas beliau sebagai
Rasulullah dan bewrlaku secara universal. Dalam perkembangannya, konon,
ulama yang mempelopori pemahaman secara kontekstual terhadap hadis-hadis
di atas adalah Ibnu Khaldun (w. 808 H = 1406 M).
Menurut Ibnu Khaldun, hak kepemimpinan bukan pada etnis Quraisy-
nya, melainkan pada kemampuan dan kewibawaannya. Pada masa Nabi, orang
yang memenuhi syarat sebagai pemimpin dan dipatuhi oleh masyarakat yang
dipimpinnya adalah dari kalangan dari Quraisy. Apabila kandungan hadis-hadis
di atas, dihubungkan dengan fungsi Nabi, maka dapatlah dinyatakan bahwa pada
saat hadis-hadis itu dinyatakan, Nabi berada dalam fungsinya sebagai kepala
negara atau pemimpin masyarakat. Yang menjadi indikasi antara lain adalah
ketetapan yang bersifat primordial, yakni sangat mengutamakan orang suku
Quraisy. Hal itu tidak sejalan dengan, misalnya, petunjuk al-Qur’an yang
mengatakan bahwayang paling utama di hadirat Allah adalah yang paling
bertaqwa. Mengutamakan suku Quraisy memang bukan ajaran dasar dari agama
Islam yang dibawa oleh Nabi, karena hadis itu dikemukakan sebagai ajaran yang
bersifat temporal.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pendekatan sosiologis terhadap
hadist adalah mencari uraian dan alasan tentang posisi masyarakat sosial yang
berhubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam hadist.7 Penguasaan konsep-
konsep sosiologi dapat memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis
terhadap efektifitas hadist dalam masyarakat, sebagai sarana untuk merubah
masyarakat agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu yang lebih baik.
Misalnya hadist berikut:

ْ ‫ث أَياَّم اِلَّ َم َع ذ‬
‫ى َمحْ َرم‬ َ َ‫سافِ ْر اْل َم ْرأَة ثَال‬
َ ‫لَ ت‬

7
Agil Husain Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud : Studi Kritis Atas Hadis Nabi,
Pendekatan Sosio, Historis, Kontekstual (Cet.1 ; Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001). Hlm 24-25
Artinya : Janganlah seorang wanita bepergian sejauh perjalanan (yang
ditempuh) tiga hari kecuali bersama mahrom (HR. Imam Bukhari, Muslim,
Ahmad, dan Abu Daud) .8
Hadis di atas mempunyai sebab-sebab yang pada saat itu tidak bisa
dipisahkan dalam memaknainya, apabila memaknai sebuah hadis dan
meninggalkan sejarah turunnya hadis dapat dipastikan akan berujung pada
makna yang kurang tepat bahkan keliru. Dalam hal ini metode pendekatan
sosiologis sangatlah diperlukan, agar dapat di ketahui apa yang di maksud dari
hadis tersebut, paling tidak mendekati kebenaran. Jika kita lihat kondisi historis
dan sosiologis masyarakat saat ini, sangatlah mungkin larangan itu di latar
belakangi terhadap kaum perempuan. Kalau kita perhatikan pada hadis di atas
kita kan temukan makna yang tersirat pada larangan tersebut bahwa Rasullah
SAW sebenarnya menghendaki keamanan pada kaum perempuan pada saat
bersafar. Mengingat pada masa itu dimana orang yang hendak bepergian ia
menggunakan kendaraan seperti onta, keledai dll, tentu sangatlah berbeda
dengan keadaan sekarang yang mana sarana transportasi sungguh lebih modern.
Namun ada beberapa pendapat yang berkenaan dengan hadis di atas
sebagaimana yang dijelaskan oleh imam Abu Hanifah dan didukung oleh
mayoritas ulama hadis adalah wajib hukumnya yang hendak haji, harus disertai
mahrom atau suami, namun menurut Imam Syafi’I tidak wajib ia hanya
keamanan saja, keamanan bisa diperolah oleh adanya mahrom atau suami
perempuan-perempuan lain yang dapat dipercaya.9

8
(Shahih Bukhari, Juz IV, hal. 39. Shahih Muslim: Juz I
9
Abdul Muttaqin, Pradigma Interkoneksi Dalam Memahami Hadis Nabi: Pendekatan Historis,
Sosiologis Dan Antropologis, Yogyakarta: Jurnal Study Ilmu-Ilmu Al-Qur;An Dan Al-Hadis, 2008.
Hlm 94
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tekstual adalah pendekatan yang paling awal digunakan dalam memahami
hadis-hadis Nabi Saw. Sebab, memahami sebuah teks adalah terlebih dahulu dengan
mencoba menangkap makna asalnya, makna yang populer dan mudah ditangkap.
Bila tidak dapat dipahami, karena berbagai alasan, baru kemudian digunakan
pendekatan lainnya.
Sedangkan kontekstual, secara etimologis, berasal dari kata benda bahasa
Inggris “context”, yang berarti “suasana”, “keadaan”
Secara terminologi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan
proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Adapun objek sosiologi adalah
masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara manusia dan sosiologi dapat
diartikan sebagai ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat.
Pendekatan sosiologis terhadap hadis juga mempelajari bagaimana dan
mengapa, tingkah laku sosial yang berhubungan dengan ketentuan hadis
sebagaimana kita lihat. Sikap dasar sosiologis adalah ‘kecurigaan’.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahan ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya diambil dari Al-Qur’an dan
Terjemahannya yang diterbitkan oleh Departemen Agama Repubik Indonesia dalam
Al-Qur’an Digital Versi 2.0, 2004
Shahih Bukhari, Juz IV, hal. 39. Shahih Muslim: Juz I
Abdul Muttaqin, Pradigma Interkoneksi Dalam Memahami Hadis Nabi:
Pendekatan Historis, Sosiologis Dan Antropologis, Yogyakarta: Jurnal Study Ilmu-
Ilmu Al-Qur;An Dan Al-Hadis, 2008. Hlm 94
Abdul Syani, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, Lampung: Pustaka Jaya. Hlm 2
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Hlm 39
Agil Husain Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud : Studi Kritis Atas Hadis
Nabi, Pendekatan Sosio, Historis, Kontekstual (Cet.1 ; Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2001). Hlm 24-25
Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia. 1984) Hlm
143.
Yusuf al-Qardawi, Kaifa Nata’amal Ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah (al-Mansurah: Dar
alWafa’. 1990) Hlm 23-25.

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka. 1985)
Hlm1035

Anda mungkin juga menyukai