Anda di halaman 1dari 14

SYARAH HADIS: MODEL DAN APLIKASI METODOLOGIS

Duwi Hariono*

Abstract
H adi th is believed to be a guideline for life after the Qur’an, hence the various methods of understanding
used must be appropriate so that the traditions can provide benefits for life. So far many criticisms have been
directed at the classical hadith methodology of hadith because they are considered irrelevant to current needs.
This criticism is not entirely true because after all the classical sharih method is still needed. At least as a
reference for the new sharih hadith method so that he does not lose his footing. The effort that needs to be done
is how to combine the old method with the new method so that the sharih of the hadith can produce a valid
understanding. This article presents the development of Sharh Hadith since the 6th century until now using
the historical-phenomenological approach. Furthermore, the Sharh Hadith methodology is also offered which
applies the old methodology in the new direction accompanied by an explanation of the steps. Furthermore, also
included a concrete example of the realization of the values ​​of hadith in contemporary life. Thus the reader can
find the meaning of syarh hadith in his real life. Keywords: Sharh, hadith, method, model
Abstrak
H adi th diyakini sebagai pedoman kehidupan setelah al-Qur’an, karenanya berbagai metode
pemahaman yang digunakan harus sesuai agar hadis dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.
Sejauh ini banyak kritik diarahkan kepada metodologi syarh hadis klasik karena dianggap tidak
relevan dengan kebutuhan sekarang. Kritik tersebut tidak sepenuhnya benar karena bagaimanapun
juga metode syarh klasik tetap dibutuhkan. Setidaknya sebagai rujukan bagi metode syarh hadis yang
baru agar ia tidak kehilangan pijakan. Upaya yang perlu dilakukan adalah bagaimana memadukan
metode lama dengan metode baru sehingga syarh hadis dapat menghasilkan pemahaman yang valid.
Artikel ini menyajikan perkembangan syarh hadis sejak abad ke-6 hingga sekarang menggunakan
pendekatan historis-fenomenologis. Selanjut­nya ditawarkan pula metodologi syarh hadis yang
mengaplikasikan metodologi lama dengan arah yang baru disertai penjelasan langkah-langkahnya.
Selanjutnya disertakan pula contoh kongkrit realisasi nilai-nilai hadis dalam kehidupan kekinian.
Dengan demikian pembaca dapat menemukan kebermaknaan syarh hadis dalam kehidupannya yang
nyata.
Kata kunci: syarh, hadis, metode, model

PENDAHULUAN dengan meluasnya wilayah Islam yang bukan


Setiap zaman memiliki paradigma ter­ hanya berada di wilayah semenanjung Arabia.
sendiri dalam memahami hadis nabawi. Hal Seiring dengan berkembangnya zaman
tersebut dipengaruhi oleh dinamika masya­ persoalan-persoalan umat menjadi lebih
rakat masing-masing zaman. Pada masa banyak dan kompleks. Persoalan-persoalan
Rasulullah praktis tidak pernah terjadi yang muncul bukan hanya persoalan yang
pertentangan atau perbedaan pemahaman berkaitan dengan ibadah secara murni dalam
tentang sebuah hadis Hal ini dikarenakan hubungannya dengan Allah, melainkan juga
jika terjadi sebuah persoalan atau kesalah muncul persoalan-persoalan yang berdimensi
pahaman tentang sebuah hadis, maka secara sosial yang tidak hanya melibatkan kaum
langsung dapat dikonfirmasikan langsung muslimin tetapi juga umat-umat lain di luar
kepada Rasulullah. Berbeda dengan masa- Islam.2
masa sesudah Rasulullah wafat. Pada masa ini
telah terjadi penafsiran yang berbeda seiring 2
Barmawi Mukri, Kontekstualisasi Hadis Rasulullah;
Mengungkap Akar dan Implementasinya (Yogyakarta: Ideal,
*
IAIN Kediri 2005), hlm.IV

Duwi Hariono, Syarah Hadis: Model dan Aplikasi Metodologis 137


Memahami suatu teks (nas ) hadis tidak syarh harus ditinggalkan. Bagaimanapun
selalu mudah. Sama dengan teks-teks lainnya, ia tetap dibutuhkan sebagai pijakan untuk
problem utama hadis adalah ia sebagai pengembangan model pemahaman yang lebih
teks yang tetap sedangkan realitas yang ideal.
mengiringinya terus berubah. Kegagalan hadis
dalam mengiringi realitas tersebut dapat Periodisasi Syarh Hadis
menimbulkan persoalan besar. Hadis akan Syarh , berasal dari bahasa Arab sya-ra-h
kehilangan sakralitasnya karena dianggap a – yasyrah u – syarh an, merupakan kata yang
kadaluwarsa yang pada akhirnya akan bermakna upaya menafsirkan, menerangkan
kehilangan fungsinya sebagai pedoman dalam atau membeberkan (fassara, bayyana, basat a).
kehidupan. Menyadari persoalan tersebut Mirip dengan tafsir, syarh hadis merupakan
maka pemahaman ulang dengan metode yang salah satu kegiatan eksegetik yang bertujuan
baru harus senantiasa dilakukan agar hadis memahami hadis. Embrio kelahiran syarh ,
tetap lestari dalam kehidupan umat Islam. bisa dikatakan atau dimulai sejak kelahiran
Sampai dengan abad ke-4 H perkembangan Nabi Saw. sampai lahirnya tradisi syarh secara
hadis dapat dinyatakan telah final. Tidak spesifik dan terpisah. Meskipun demikian,
ada lagi aktifitas pembukuan dan seleksi tradisi yang berkembang hanya sebatas dalam
hadis. Usaha para ulama selanjutnya adalah upaya menjaga Hadis, sebagai sumber ilmu,
mem­berikan syarh (penjelasan) terhadap sebagai kegiatan tafaqquh fi al-din, sebagai
karya-karya kitab hadis yang telah ada yang penjelas al-Qur’an, kadang juga tradisi sebelum
berlangsung sampai abad ke-7 H. Setelah masa munculnya kitab syarh , hadis dijadikan sebagai
ini dinamika ilmu hadis ‘terperangkap’ dalam penjelas dalam Kitab Tafsir al-Tabari, dan lain-
stagnasi yang berkepanjangan hingga masa lain.4
sekarang. Sebelum terbukukan dalam kitab-kitab
Aktifitas penelitian sanad dan matan hadis hadis yang dikenal di kalangan umat Islam
telah selesai di tangan para ulama terdahulu (mu’tabarah), hadis terbentuk melalui proses
(mutaqaddimi n). Tugas generasi selanjutnya yang sangat panjang dengan melalui berbagai
(mutaakhiri n) adalah memahami hadis macam tahapan. Secara garis besar periodisasi
dengan benar. Seringkali pemahaman hadis perkembangan hadis menurut Muhammad
berhenti pada aspek tekstual dan historisnya Ajjaj al-Khat i b terbagi menjadi tiga tahapan
sebagaimana kita temui dalam berbagai yaitu; qabl al-tadwi n (pra kodifikasi), inda al-
karya syarh hadis ulama terdahulu.3 Model tadwi n (masa kodifikasi), dan ba’da al-tadwi
syarh hadis yang demikian tetap menyisakan n (pasca kodifikasi).5 M. Alfatih Suryadilaga
problem kesenjangan antara hadis dengan dengan mengutip pendapat Hasbi ash-
realitas kekinian. Akibatnya keberadaan hadis Shiddieqy mengemukakan tujuh tahapan
semakin teralienasi dari dinamika kehidupan perkembangan hadis:
umat Islam. Sebagus apapun hasil pen-syarh a. Masa kelahiran hadis dan pembentukan
-an jika tidak berkontribusi bagi perbaikan masyarakat Islam. Karakteristik
kehidupan kekinian ia dianggap usang. Hal perkembangan hadis pada masa ini adalah
ini bukan berarti pemahaman hadis model penyampaian hadis oleh nabi Muhammad
3
Kitab-kitab syarh hadis tersebut antara lain; Fath al- dengan cara lisan.
Bari karya al-Asqalani dan Irsyad al-Syari’ karya Qastalani b. Masa pematerian dan penyedikitan
keduanya adalah syarh atas kitab Sahih al-Bukhari. Kitab al- riwayat. Periode ini berlangsung selama
Minhaj karya al-Nawawi dan Ikmal al-Ikmal karya Zawawi,
keduanya adalah syarh kitab Sahih Muslim. ‘Aun al-Ma’bud
karya Al-Abadi dan Syarh Zawaid Abu Dawud karya Ibn al- 4
https://suryadilaga.wordpress.com. Metodologi Syarh
Mu’allaqin yang merupakan syarh Sunan Abi Dawud. Lihat Hadis. Diakses pada tanggal 19 Januari 2018.
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, cet. II (Bandung: 5
Lihat Muhammad Ajja j al-Khat i b, al-Sunnah Qabl al-
Angkasa, 1994), hlm. 127-128. Tadwi n (Beirut: Da r al-Fikr, 1981)

P-ISSN: 1978-6948
138 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 137-150
pemerintahan khulafa al-Rasyidun (11-40 dengan karyanya Ikma l al-Ikma l (743 H),
H). dan al-Minha j hasil pen-syarh -an al-Nawa
c. Masa penyebaran hadis ke berbagai wilayah wi . S ah i h al-Bukha ri di-syarh oleh al-
yang dipelopori oleh para sahabat kecil dan Asqala ni dengan kitabnya Fath al-Ba ri
tabi’in besar mulai dari berakhirnya masa dan Irsya d al-Sha ri’ oleh al-Qast ala ni (923
Khulafa al-Rasyidun sampai awal Dinasti H), syarh Sunan Abu Da wu d oleh al-Abadi
Muawiyah abad pertama Hijrah. dengan karyanya ‘Aun al-Ma’bu d dan syarh
d. Masa pembukuan hadis dimualai pada awal Zawa id Abu Da wu d oleh Ibn al-Mu’alliqi n
hingga penghujung abad ke-2 H. pada masa (804 H), al-Suyu t i dengan karyanya Qut
ini terjadi peralihan tradisi pemeliharaan al-Mugtazi dan Syarh Zawa id Jami ’ al-Tirmi
hadis dari hafalan ke tulisan. z|i merupakan syarh dari Sunan al-Turmu z|i
e. Masa penyaringan, pemeliharaan dan , dan lain-lain.8
perlengkapan. Periode ini berlangsung b. Masa pen-syarh-an kitab-kitab hadis
mulai awal hingga penghujung abad ke-3 yang menjadi trend pada saat itu.9 Yang
H. berlangsung sekitar abad ke 11 dan ke-12
f. Masa pembersihan, penyusunan, penam­ H. Pen-syarh -an terhadap Kutub al-Tis’ah
bahan dan pengumpulan hadis, berlang­ telah melahirkan banyak karya yang
sung dari awal abad ke-4 H sampai jatuhnya kemudian tidak menyisakan banyak tugas
kota Baghdad pada tahun 665 H. Kegiatan bagi ulama generasi selanjutnya. Aktifitas
yang dilakukan berkisar pada pengutipan syarh hadis diarahkan kepada kitab-kitab
kitab-kitab hadis yang telah di-tadwin oleh hadis selain Kutub al-Tis’ah yang muncul
ulama abad ke-2 dan ke-3 H. sebagai karya fenomenal pada masa itu
g. Masa pen-syarh-an, penghimpunan, pen- antara lain, kitab al-Badr al-Tama m karya
takhrij-an dan pembahasan hadis. Interval Al-H usain bin Muh ammad al-Maghribi
waktunya dimulai dari abad ke-6 H. sampai (1048-119 H) dan kitab Subul al-Sala m oleh
sekarang.6 al-S an’a ni (1182 H) keduanya merupakan
Tahapan-tahapan perkembangan hadis syarh kitab Bulu gh al-Mara m dan kitab Nail
sebagaimana tersebut di atas menunjukkan al-Aut a r syarh dari kitab Muntaqa al-Akbar
adanya kontinuitas umat Islam dalam karya al-Syauka ni (1250 H).10
melestarikan hadis. Meskipun telah c. Masa pen-syarh -an kitab-kitab hadis
terbakukan dalam kitab standar hadis, al- kontemporer, dimulai dari abad ke-13 H.
kutub al-khamsah, al-kutub sittah dan al-sab’ah Pada periode ini aktifitas syarh hadis masih
7
dinamika kajian hadis terus berkembang. mengadopsi metode-metode terdahulu. Di
Kegiatan yang dilakukan oleh ulama terdahulu samping itu mulai bermunculan syarh hadis
diteruskan oleh ulama berikutnya dengan dalam konteks tematis dengan metode
mengadakan penjabaran dan pen-syarh -an dan pendekatan yang baru dan beragam.
yang berlangsung hingga sekarang. Secara Di mana syarh dilakukan karena adanya
periodik dinamika kegiatan syarh hadis dapat persolan yang memerlukan jawaban dari
diklasifikasikan ke dalam beberapa tahapan: hadis atau sekedar untuk kepentingan
a. Masa pen-syarh -an kitab-kitab hadis akademis.
standar. Periode ini berlangsung dari abad
ke-7 hingga awal abad ke-11 H. kitab-kitab 8
Lihat Syuhudi Islmail, Pengantar Ilmu Hadis, hlm. 127-
hadis yang berhasil di-syarh antara lain; 128. Bandingkan pula dengan M. Alfatih Suryadilaga, Aplikasi
S ah i h Muslim di-syarh oleh al-Zawa wi Penelitian Hadis, hlm. 15-16
9
Klasifikasi ini berpegang pada pendapat Nur al-Di n al-
6
M. Alfatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadis dari Teks Itr dan Zubair Siddi qi . Lihat M. Alfatih Suryadilaga, Aplikasi
ke Konteks (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 8 Penelitian Hadis, hlm. 16.
7
Ibid, hlm. 15 10
Ibid,

Duwi Hariono, Syarah Hadis: Model dan Aplikasi Metodologis 139


Model-model Syarh Hadis Syamsuddin Muh ammad bin Yu suf bin Ali al-
Sejak memasuki periode syarh hadis Kirma ni , kitab Irsya d al-Sha ri ’ li Syarh S ah i
tahun 665 H. hingga sekarang, telah banyak h al-Bukha ri karya Ibn al-Abba s Syiha b al-Di
karya syarh hadis yang dihasilkan. Karya n Ah mad bin Muh ammad al-Qast ala ni , atau
dalam bentuk kitab tersebut disajikan dengan kitab Syarh al-Zarqa ni ala Muwat t a’ al-Ima m
sistematika dan metode yang beragam. Ma lik karya Muh ammad bin Abd al-Baqi ’ bin
Kitab syarh yang hadir pada abad ke-11 H Yu suf al-Zarqani , dan lain-lain.14
menunjukkan bahwa mayoritas penafsiran
hadis-hadisnya terfokus secara tajzi ’i (parsial) b. Syarh model ijma li
dalam konteks tah li li (analitik) dan ijma li Metode pen-syarh -an model ijma li (global),
(global). Penjelasan yang dilakukan para ulama hampir mempunyai kemiripan dengan model
sebatas menguraikan makna kata-perkata tahlili, namun mempunyai batasan perbedaan
dalam suatu kitab hadis dan menjelaskannya yang tipis dalam segi uraiannya. Dalam
secara sekilas.11 Meminjam klasifikasi metode metode tah li li uraiannya sangat terperinci
tafsir, model-model syarh hadis secara garis sehingga penyarahnya lebih banyak dapat
besar dapat dikategorikan dalam empat mengemukakan pendapat dan ide-idenya.
macam, yaitu tah li li , muqarran, ijma li, dan Berbeda dengan metode Syarh ijma li yang
maud u ’i. tidak memiliki ruang untuk mengemukakan
pendapat dan ide-ide penyarah. Karena itu,
a. Syarh model tah li li penjelasan yang sangat umum dan sangat
Metode tah li li (analisis) dalam diskursus ringkas merupakan syarh yang dimiliki
tafsir adalah metode penafsiran al-Qur’an metode ijma li. Namun tidak menutup
berdasarkan susunan ayat dan surat kemungkinan uraian panjang lebar juga
yang terdapat dalam mushaf. Analisisnya diberikan tatkala sebuah matan hadis tertentu
ditekankan pada setiap kosakata atau lafal dari membutuhkan penjelasan yang detail. Akan
aspek bahasa dan makna.12 Penyajian syarh tetapi penjelasannya tidak seluas model syarh
hadis dengan metode ini berupa pemaparan tah li li .
tentang segala aspek yang terkandung dalam Beberapa contoh kitab hadis yang
hadis serta menerangkan makna-makna menggunakan model ijma li adalah sebagai
yang tercakup di dalamnya sesuai dengan berikut; Kitab ‘Aun al-Ma’bu d Syarh Sunan Abi
kecenderungan dan keahlian penyarah . Uraian Da wu d karya Muhammad bin Asyraf bin Ali
pen-syarh -annya juga menyangkut aspek yang Haidar al-S iddi qi al-Az i m A badi . Kitab Qu t
dikandung hadis seperti kosa kata, konotasi al-Mughtazi ala Ja mi al-Turmu z|i karya Jala l al-
kalimatnya, latar belakang turunnya hadis, Di n al-Suyu t i . Atau kitab seperti Syarh al-Suyu
kaitannya dengan hadis lain, dan pendapat- t i li Sunan al-Nasa ’i karya Jala l al-Di n al-Suyu
pendapat yang beredar di sekitar pemahaman t i. Syarh dengan menggunakan metode ijma
hadis tersebut baik yang berasal dari sahabat, li tersebut terkesan sangat mudah dipahami
tabi’in maupun para ulama’ hadis. Contoh dari karena menggunakan bahasa yang mudah,
kitab syarh yang menggunakan metode tahli li singkat dan padat sehingga pemahaman
antara lain; Fath al-Ba ri bi Syarh S ah i h al- terhadap kosa kata yang terdapat dalam hadis
Bukha ri karya Ibn Hajar al-Asqala ni 13, Al-Kawa lebih mudah didapatkan karena penyarah
kib al-Dira ri fi Syarh S ah i h al-Bukha ri karya langsung menjelaskan kata atau maksud hadis
dengan tidak mengemukakan ide-ide atau
11
M. Alfatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadis. hlm. 16
pendapatnya secara pribadi.15
12
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2014),
hlm. 137.
13
Lihat Ah mad bin Ali bin H ajar al-Asqala ny, Fath al-Ba
ri bi Syarh S ahi h al-Bukha ri j.3 (Kairo: Da r al-H adith, 2004 14
https://suryadilaga.wordpress.com. Ibid,
M), hlm. 30-34 15
Ibid,

P-ISSN: 1978-6948
140 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 137-150
c. Syarh model muqa rin pada masa belakangan khususnya dalam
Muqa rin secara bahasa berarti diskursus tafsir. Yang dimaksud dengan
perbandingan. Sedangkan secara istilah metode maud u ’i (tematik) adalah membahas
berarti metode atau teknik menafsirkan al- hadis-hadis sesuai dengan tema atau judul yang
Qur’an dengan cara memperbandingkan telah ditetapkan. Semua hadis yang berkaitan
pendapat seorang mufassir dengan mufassir dengan topik tersebut dihimpun. Kemudian
lainnya mengenai tafsir sejumlah ayat dengan dikaji secara mendalam dan tuntas dari segala
menjelaskan kelebihan dan kekurangan aspeknya seperti asba b al-wuru d, kosakata,
pendapat masing-masing mufassir dan istinba t (penetapan) hukum, dan lain-lain.
kemudian dipilih penafsiran yang paling baik.16 pembahasan itu didukung oleh dalil-dalil dan
Model syarh muqa rin ini biasanya berupaya fakta yang dapat dipertanggungjawabkan
membandingkan hadis yang memiliki redaksi secara ilmiah; baik argument itu berasal dari
yang sama dan atau memiliki redaksi yang al-Qur’an, pendapat ulama’, maupun pemikiran
berbeda dalam kasus yang sama, dan kadang logis.
juga model ini berusaha membandingkan
berbagai pendapat ulama’ syarh dalam men- Kebermaknaan Syarh Hadis
syarh hadis. Sebagai sumber hukum kedua yang
Dengan demikian, model syarh muqa rin berfungsi menjelaskan al-Qur’an maka
mempunyai cakupan yang sangat luas, tidak hadis tidak dapat dipisahkan dari al-Qur’an.
hanya membandingkan hadis satu dengan Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan
yang lainnya, akan tetapi dibandingkan juga kesejajaran hadis dengan al-Qur’an yang
penyarah lain dalam men-syarh suatu hadis. terpresentasikan dalam perintah mentaati
Salah satu kitab syarh yang menggunakan Rasul disamping mentaati Allah SWT. Hal
model muqa rin ini misalkan; kitab S ah i h ini berarti hadis adalah wahyu sebagaimana
Muslim bi Syarh al-Nawa wi karya Imam al- al-Qur’an. Dengan demikian, baik al-Qur’an
Nawa wi . Kitab lainnya yang mengunakan maupun hadis keduanya adalah petunjuk yang
model syarh muqa rin adalah kitab ‘Umdat al-Qa harus diikuti oleh umat Islam. Mengutip asumsi
ri Syarh S ah i h al-Bukha ri karya Badr al-Di M. Shahru r tentang al-Qur’an sebagai wahyu
n Abu Muh ammad Mah mu d bin Ah mad al- bagi manusia, di mana fungsi diturunkannya
Aini.17 harus mampu dipahami dan memberikan
manfaat bagi manusia itu sendiri.19 Karenanya
d. Syarh model maud u ’i tidak logis jika pembacaan al-Qur’an tidak
Pengertian untuk istilah ini memang memberikan solusi atas persoalan yang
tidak populer dalam diskursus pemahaman berkembang di setiap zaman. Berangkat dari
hadis. Dan belum ada kitab-kitab syarh hadis asumsi tersebut, adalah analogi yang tepat
yang secara khusus menyajikan pemaparan jika pembacaan terhadap hadis juga harus
menggunakan metode ini. Meskipun menghasilkan makna bagi kehidupan manusia
sebenarnya telah digunakan semenjak masa yang sedang berlangsung pada zamannya.
Nabi, namun metode maud u ’i 18 baru populer Ada semacam konsep dialogis dimana
16
Muh ammad Afi f al-Di n Dimya t i, Ilm al-Tafsi r: Us u luh
wa Mana hijuh (Sidorejo: Maktabah Lisan Arab, 2016), hlm. 188.
17
https://suryadilaga.wordpress.com. oleh dalil-dalil dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan
18
Pengertian metode tafsir maud u ’i sebagaimana secara ilmiah; baik argumen itu berasal dari al-Qur’an, hadis,
dikutip oleh Nashruddin Baidan yaitu membahas ayat- maupun pemikiran rasional. Lihat Nashruddin Baidan, Metode
ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm.
ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan topik tersebut 72
dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari 19
Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin Dzikri, Prinsip
segala aspeknya seperti asba b al-nuzu l, kosakata, ist inba t Dasar Hermeneutika Al-Qur’an Kontemporer (Yogyakarta: eLSAQ
(penetapan) hukum, dan lain-lain. pembahasan itu didukung Press, 2004), hlm. xxi

Duwi Hariono, Syarah Hadis: Model dan Aplikasi Metodologis 141


persoalan kehidupan muncul dan hadis tampil kontemporer aktifitas syarh hadis semacam
memberikan jawabannya. ini oleh Suryadilaga22 dipandang sebagai
Tentunya bukan perkara mudah untuk kemunduran keinginan memahami suatu hadis
memaksa hadis ‘buka suara’ menawarkan solusi karena tidak lagi sesuai dengan perkembangan
atas problem yang terjadi. Untuk membuat dan kebutuhan masyarakat.
hadis berfungsi sesuai dengan tujuannya Menanggapi pernyataan di atas, bukan
manusia harus berinteraksi dengannya. berarti metode syarh hadis terdahulu tidak
Pertanyaannya adalah, “Bagaimanakah berguna dan dibuang. Ia tetap penting sebagai
metode terbaik untuk berinteraksi dengan pijakan bagi pemahaman baru. Karena tanpa
hadis?”. Sebagaimana diungkap di depan data-data lama tersebut metode yang baru akan
bahwa sejarah syarh hadis telah berlangsung kehilangan rujukan. Dalam konteks ini penulis
ber-abad-abad lamanya. Selama itu pula telah mencoba untuk menawarkan metodologi
lahir beragam metode dan pendekatan yang syarh hadis mengadopsi model lama dengan
menghasilkan pemahaman berbeda-beda arah yang baru. Arah baru tersebut adalah
sesuai dengan metode dan pendekatan yang aktifitas menggali signifikansi teks hadis
digunakan. Pada dasarnya, otoritas manapun dan menjabarkannya dalam contoh kongkrit
tidak dapat menghalangi dan membakukan perilaku sehari-hari yang sesuai dengan nilai-
sebuah model pemahaman. Karena model nilai hadis yang di-syarh .
pemahaman apapun yang terkait dengan Model Syarh hadis yang digunakan adalah
teks termasuk hadis sangat terbuka bagi maud u ’i sedangkan pemaparannya secara tah li
setiap usaha perbaikan dan pembaharuan.20 li . Kombinasi ini dipilih dengan memperhatikan
Hal ini selaras dengan apa yang disebutkan kelebihan metode tah li li . di mana penjelasan
oleh Nas r H ami d Abu Zaid di mana sebagai dapat disajikan secara lengkap dari berbagai
teks, hadis sama halnya dengan al-Qur’an, aspek. Adapun maud u ’i digunakan untuk
adalah sebuah korpus yang bersifat terbuka membatasi kekurangan metode tah li li . yang
menerima berbagai ragam eksploitasi, baik pembahasannya cenderung bias dan tidak
berupa pembacaan, penerjemahan, penafsiran, fokus. Langkah ini dilakukan dengan tujuan
maupun pengambilannya sebagai sumber pesan hadis dapat tepat tersampaikan. Dan
rujukan.21 langkah terakhir dari aktifitas pen-syarh -an
Penulis tidak hendak mengadopsi teori ini adalah kontekstualisasi hasil pemahaman.
Shahru r ataupun Abu Zaid yang membongkar Kontekstualisasi dimaksud adalah penerapan
metodologi klasik eksegesi nas , namun nilai-nilai dalam perilaku kehidupan kekinian
semangat pembaharuan dalam rangka pembaca sesuai dengan kondisi dan persoalan
menjadikan nas bermanfaat bagi kehidupan yang sedang dihadapi.
manusia dan dapat beradaptasi dengan Metodologi sebagaimana disebut di atas
zamannya, itulah yang diusung. selanjutnya dijelaskan dalam langkah-langkah
berikut ini;
Tawaran Metodologi a) menentukan tema dan memilih hadis yang
Pen-syarh -an hadis metode tajzi ’i dan tah akan dijadikan pokok bahasan. Tema yang
li li tidak lagi ideal di tengah derasnya arus dipilih dalam tulisan ini adalah Tawa>d}
perkembangan dan perubahan zaman. Di era u’ dan hadis yang diambil adalah riwayat
Imam Muslim bab Jannat hadis nomer 6523
20
Ibid,
21
Lebih lanjut lihat Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhu m al-Nas : 22
https://suryadilaga.wordpress.com. Metodologi Syarah
Dira sat fi Ulu m al-Qur’a n (al-Markaz as-Tsaqafi al-Araby, 1994), Hadis
hlm. 9. Lihat pula Muhammad Shahrur, Al-Kitab wa al-Qur’an: Imam Muslim meriwayatkannya dalam bab jannah
23

Qiraah Mu’asirah. Diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin hadis no. 65, Abu Dawud dalam kitab al-Adab bab 40, dan
dan Burhanuddin Dzikri, Prinsip Dasar Hermeneutika Al-Qur’an Ibn Majah meriwayatkan dalam kitab al-Zuhd bab 16. Lihat
Kontemporer (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2004), hlm. xv Zakiyuddi n Abd al-‘Ad i m bin Abd al-Qawiyy al-Mundziri, Al-

P-ISSN: 1978-6948
142 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 137-150
b) menentukan kata-kata kunci yang ada bahwa Tawa>d}u’ secara bahasa berarti
dalam matan hadis. Ada tiga kata yang merendahkan diri dengan melepaskan
menjadi obyek utama pembahasan yaitu; segala kemuliaan/keunggulan yang
Tawa>d}u’, baghy, dan fakhr. Kata-kata kunci dimiliki agar terhindar dari kesombongan.
tersebut selanjutnya dibahas dari aspek Di kalangan para ulama terdapat perbedaan
bahasa yang meliputi; pengertian secara dalam mendefinisikan kata Tawa>d}u’. Al-
bahasa dan istilah, struktur kalimat, dan Azizi, menyebut Tawa>d}u’ sebagai menerima
korelasi satu kata dengan kata lainnya dan tunduk kepada kebenaran dan tidak
dalam kalimat membengkang terhadap hukum yang
c) menjelaskan kandungan dan hikmah hadis ditetapkan oleh hakim .26 Sedangkan al-
d) menyampaikan contoh kongkrit aktualisasi Junayd seorang ulama sufi mendefinisikan
nilai-nilai hadis dalam kehidupan sehari- Tawa>d}u’ sebagai perilaku yang tidak
hari. membusungkan dada (sombong), tetapi
lemah lembut sebagai tanda hormat
Aplikasi Metodologis kepada manusia. Ibn Mubarak mengatakan,
Adapun aplikasi kongkrit dari metodologi kesombongan terhadap orang kaya dan
di atas dijabarkan dalam contoh pembahasan rendah hati terhadap orang miskin adalah
hadis tentang tawadhu’ sebagai berikut: bagian dari sifat Tawa>d}u’.27
1) Lafadh dan arti hadis Dari pengertian yang disampaikan para
ulama di atas dapat dikemukakan bahwa
‫ول ا َللَّ ِه صىل‬ُ ‫ ق ََال َر ُس‬:‫اض بْنِ ِح َم ٍر ريض الله عنه ق ََال‬ ِ ‫َو َع ْن ِع َي‬
pengertian Tawa>d}u’ secara istlah adalah
‫ إِ َّن ا َللَّ َه أَ ْو َحى إِ َ َّل أَ ْن تَ َواضَ ُعوا َحتَّى َل يَبْ ِغ َي‬: ‫الله عليه وسلم‬ hilangnya kesombongan dalam hati
‫أَ َح ٌد َع َل أَ َح ٍد َو َل يَ ْف َخ َر أَ َح ٌد َع َل أَ َح ٍد‬ sehingga dapat menerima kebenaran dan
dapat bersikap lemah lembut terhadap
Dari Iyad Ibn H ima r Rad iyalla hu ‘anhu
bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
sesama manusia.
Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Kata kunci dari tawa>d}u’ adalah tidak
telah mewahyukan kepadaku agar kalian sombong atau membanggakan diri.
merendahkan diri sehingga tidak ada seorang Selama seseorang tidak sombong dan
pun menganiaya orang lain dan tidak ada membanggakan diri berarti dia telah ber-
yang bersikap sombong terhadap orang lain.” Tawa>d}u’.28
Riwayat Muslim 3) Urgensi Tawa>d}u’
2) Pengertian Tawa>d}u’ Tawa>d}u’ adalah perilaku yang diperin­
Tawa>d}u’ dari akar kata ‫يضع‬-‫ وضع‬berarti tahkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada
rendah. al-S ah i b ibn al-Ibba d al-T a la setiap muslim. Dampaknya bagi kehidupan
qani 24 menyebut kata ‘al-wud ’u’ bermakna individu dan sosial sangat besar.
melepaskan atau meletakkan. Adapun Ah Sebagaimana yang disebutkan oleh hadis
mad Muh ta r Umar menyebut kata ‘wad oa’ di atas antara lain adalah:
berarti menghinakan atau merendahkan a. Menghilangkan tindakan melampaui
dan kata Tawa>d}u’ bermakna merendahkan batas (al-baghy)
diri. Lawan katanya adalah sombong.25
Dari pengertian yang disampaikan oleh
kedua ahli di atas dapat disimpulkan Abu at-T ayyib Muhammad Syams al-Haq al-Adim
26

Abadi, Aun al-Ma’bu d Syarh Sunan Abi Da wu d j. 8 (Kairo: Dar


Targi b wa al-Tarhi b min al-H adi s al-Syari f (Beirut: Da r al- al-Hadis, 2001), hlm. 249
Kutub al-Ilmiyah, 2003 M),j. 3, hlm. 350 27
Tim Penulis UIN Syarief Hidayatullah Jakarta ,
24
Al-S ah i b ibn al-Ibba d al-T a la qani, al-Muh i t fi al- Ensiklopedi Tasawuf, j. III (Bandung: Angkasa, 2008), hlm.1328
Lugah, j. 1 (Beirut: Da r al-Kutub al-Ilmiah, 2010), hlm. 2104 28
Alawi Abbas al-Maliki, Hasan Sulaiman al-Nuri, Iba nat
25
Ahmad Muh ta r Umar, Mu’jam al-Lugah al-Arabiyah al-As al-Ah ka m Syarh Bulu g al-Mara m, terj. Nor Hasanuddin, hlm.
irah, j.3 (Kairo: Alam al-Kutub, 2008), hlm. 2456 532

Duwi Hariono, Syarah Hadis: Model dan Aplikasi Metodologis 143


Tawa>d}u’ dapat menghindarkan dan akhirat. Sebagaimana disebutkan
terjadinya perilaku “baghy”. Ibn dalam riwayat Abu Dawud33 berikut:
al-Araby menyebut beberapa arti ِ ‫َما ِم ْن َذن ٍْب أَ ْج َد ُر ا َ ْن يَ ْج َع َل الل ُه ُعقُوبَتَ ُه ِف ال ُّدنْيَا َم َع َما يُ َد‬
‫اخ ُر‬
untuk kata bagy yaitu kesombongan,
kedholiman, hasud/iri, dan melampaui ِ‫اح ِب ِه ِف ْال َِخ َر ِة ِم َن الْ َبغ ِْي َوق َِط ْي َع ِة ال َّر ْحم‬
ِ ‫لِ َص‬
batas. Selanjutnya beliau menegaskan “tidak ada dosa yang oleh Allah dipercepat
bahwa makna bagy adalah tindakan hukumannya di dunia dan disimpankan
melanggar aturan dan melampaui (hukuman) untuk pelakunya di akhirat kelak
batas kewajaran yang dapat melukai yaitu bagy (melampaui batas) dan memutus
orang lain.29 Ibnu Kathir memaknai silaturahim”
kata baghy sebagai ‘al-udwa n ala an- b. Menghilangkan kesombongan (fakhr)
na s’ (permusuhan dengan sesama Fakhr dari kata fakhara-yafkharu
manusia).30 Berdasarkan pendapat berarti “‫”إدعاء العظمة و الكربياء و الرشف‬
dua tokoh tersebut dapat disimpulkan (memamerkan keagungan, kebesaran,
baghy adalah tindakan melampaui dan kemuliaan).34 Alawi Abbas al-
batas.yang menimbulkan permusuhan, Maliki mengartikan kata fakhr sebagai
kedholiman, iri dengki dan ketidak perasaan sombong karena merasa
adilan. lebih dari yang lain.35
Makna yang ditunjuk oleh Ibn Kathi Sombong adalah perilaku yang dicela
r di atas memberikan gambaran oleh syara’. Banyak ayat al-Qur’an
dampak negatif perilaku baghy bagi maupun hadis yang mencela perilaku
kehidupan sosial yaitu permusuhan tersebut. Antara lain surat an-Nisa’
antar manusia, baik individu maupun ayat 36:
kelompok. Perasaan bermusuhan da­ Artinya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai
pat memunculkan kecurigaan kepada orang-orang yang sombong dan membangga-
sesama, saling iri, dan berusaha untuk banggakan diri (Q.S. an-Nisa/4:36)
menjatuhkan. Jika hal ini dibiar­ Kata “mukhta l” dalam ayat di atas
kan maka kehidupan bermasya­ berarti sombong yang oleh Ibn
ra­kat, berbangsa, dan ber­ agama Mas’u d ditafsiri dengan perasaan
akan rusak. Perilaku baghy terkait mengagungkan diri dan menganggap
erat dengan kemungkaran yang orang lain lebih rendah sehingga
bertentangan dengan nilai-nilai agama menjadikannya abai terhadap hak-
dan kemanusiaan.31 Karena itulah ia hak orang lain. Sedangkan kata “fakhu
dilarang untuk dilakukan terhadap r” adalah sebutan bagi orang yang
sesama manusia juga terhadap menyombongkan diri atas kelebihan
lingkungan; benda mati, hewan dan yang diberikan Tuhan kepadanya.36
tumbuhan.
Baghy dilarang oleh al-Qur’an32 dan adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
pelakunya diancam hukuman di dunia Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
29
Abi Bakr Muhammad bin Abdillah, Ah ka m al-Qur’an, j.3 pelajaran”.
(Beirut: Da r al-Kutub al-Ilmiah, 2008), hlm. 155 33
Abu at-T ayyib Muhammad Syams al-Haq al-Adim
30
Abu al-Fida ’ Isma il bin Umar Ibn Kat i r al-Dimasyqi, Abadi, Aun al-Ma’bu d Syarh Sunan Abi Da wu d j. 8, hlm. 253
Tafsi r Ibn Kati r, j.4 (Beirut: Da r al-Kutub al-Ilmiah, 2006), hlm. 34
Ibid, hlm. 249
511 35
Alawi Abbas al-Maliki, Hasan Sulaiman al-Nuri, Iba nat
31
M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran al-Ah ka m Syarh Bulu g al-Mara m, terj. Nor Hasanuddin H.M.
dari Surah al-Qur’an, j.2(Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. Fauzi,pdf j.4 (Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publication, 2010),
187 hlm. 532
32
Di antara ayat yang melarang perilaku bagy adalah surat 36
Al-Imam al-Razy, Al-Tafsi r al-Kabi r aw Mafa tih al-Ghaib,
an-Nahl ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku jilid. 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2009), hlm. 79

P-ISSN: 1978-6948
144 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 137-150
Kesombongan sebagaimana dijelaskan 4) Hikmah Tawa>d}u’
oleh Imam al-Ra zy dapat membuat Tawa>d}u’ berbeda dengan rendah diri,
seseorang meremehkan hak-hak Tawa>d}u’ adalah sifat yang membedakan
orang lain sedangkan membanggakan antara orang yang mulia dengan orang
diri (fakhu r) dapat menjerumuskan yang rendah. Yahya bin H assan39
ke dalam perilaku riya ’ dan sum’ah mengilustrasikan perbedaan ini dalam
(memberitahukan amal-amal kepada sebuah syair:
orang lain dengan maksud mendapat
‫َلشيْ ُف إِذَا ت َ َق َّوى ت َ َواضَ َع َوالْ َو ِاض ُع إِذَا ت َ َق َّوى تَك َّ ََب‬
ِ َّ ‫ا‬
pujian).37
Rasulullah sangat membenci perilaku Orang mulia itu jika menjadi kuat ia ber- Tawa>d}
sombong dan mencela pelakunya. Hal u’ sedangkan orang rendah itu jika kuat ia
ini tercermin dalam salah satu sabda menjadi sombong
Beliau yang diriwayatkan oleh Hakim38 Sifat Tawa>d}u’ tidak merendahkan
sebagaimana berikut: kedudukan seseorang. Sebaliknya dengan
ber- Tawa>d}u’ seseorang akan dipuji dan
‫ول ا َللَّ ِه صىل الله‬ َ ِ ‫ َر‬- ‫َو َع ْن اِبْنِ ُع َم َر‬
ُ ‫ ق ََال َر ُس‬:‫ ق ََال‬-‫ض ا َللَّ ُه َع ْن ُه َم‬
dihargai serta disukai banyak orang. Hal
‫عليه وسلم ( َم ْن ت َ َعاظَ َم ِف نَف ِْس ِه َوا ْختَ َال ِف ِمشْ َي ِت ِه لَ ِق َي ا َللَّ َه‬ ini selaras dengan hadis Nabi SAW.:
) ‫َو ُه َو َعلَ ْي ِه غَضْ َبا ُن‬ ُ ‫ ق ََال َر ُس‬:‫َو َع ْن أَ ِب ُه َريْ َر َة ريض الله عنه ق ََال‬
‫ول ا َللَّ ِه صىل الله‬
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa
‫عليه وسلم ( َما نَق ََص ْت َص َدقَ ٌة ِم ْن َما ٍل َو َما زَا َد ا َللَّ ُه َعبْ ًدا ِب َع ْف ٍو‬
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Barangsiapa menganggap besar
40 ِ
‫ أَ ْخ َر َج ُه ُم ْسل ٌم‬ ) ‫إِ َّل ِع ًّزا َو َما تَ َواضَ َع أَ َح ٌد لِلَّ ِه إِ َّل َرفَ َع ُه‬
dirinya dan bersikap sombong dalam berjalan Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu
ia akan menemui Allah dalam keadaan amat bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
marah kepadanya.” Riwayat Hakim Sallam bersabda: “Suatu sedekah tidak akan
Didahulukannya redaksi baghy atas mengurangi harta Allah tidak akan menambah
kata fakhr dalam struktur matan hadis kepada seorang hamba yang suka memberi
yang menjadi bahasan pokok di atas maaf kecuali kemuliaan dan seseorang tidak
merendahkan diri karena Allah kecuali Allah
dikarenakan besar kecilnya dampak
mengangkat orang tersebut.” Riwayat Muslim.
negative yang dihasilkan berbeda.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh Selain itu orang yang Tawa>d}u’ akan
perilaku baghy bersifat fisik, dapat dikaruniai oleh Allah kebijaksanaan
dirasakan, dan dapat dilihat secara (hikmah), sebagaimana hadis yang
nyata. Sedangkan perilaku fakhr terkait diriwayatkan oleh at-T abra ni berikut:
dengan perasaan yakni berpotensi ‫ َما ِم ْن‬:‫ َع ْن َر ُس ْو ِل الل ِه َص َّل الل ُه َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق ََال‬,‫اس‬ ً َّ‫َع ْن ابْنِ َعب‬
menimbulkan kecemburuan sosial yang
dapat merenggangkan hubungan antar ‫ فَ ِإذَا تَ َواضَ َع ِق ْي َل لِلْ َمل َِك إِ ْرفَ ْع‬,‫ا َ َد ِمي اِ َّل ِف َرأْ ِس ِه ِح ْك َم ٌة ِب َي ِد َمل ٍَك‬
sesama. Baik perilaku baghy maupun .‫ َوإِذَا تَك َّ َِب ِق ْي َل لِلْ َمل َِك ضَ ْع ِح ْك َمتَ ُه‬,‫ِح ْك َمتَ ُه‬
fakhr keduanya memiliki dampak Dari Ibn Abbas, dari Rasullullah Saw.
yang sama yaitu merenggangkan Bersabda: “tidaklah ada anak Adam kecuali
solidaritas dan persaudaraan antar di kepalanya ada hkmah di tangan malaikat.
sesama manusia serta merusak tatanan Kalau dia tawadhu’, maka dikatakan kepada
masyarakat. malaikat, angkatlah hikmahnya; kalau dia
bersikap takabur, maka dikatakan kepada
malaikat,’turunkan hikmahnya’.”41
37
Ibid, Sa lim Ibra hi m S o dir, Jawa hir al-Adab min Khaza in al-
39

38
Ibn Hajar al-Asqala ni, Bulu gh al-Mara m min Adillat al- Adab, j.1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2009), hlm. 21
Ahka m, bab al-Tarhi b fi Masa wi al-Akhla q (Makkah: Dar al- 40
Ibn Hajar al-Asqala ni, Bulu gh al-Mara m, hlm. 343
Kitab al-Islamy, tt), hlm. 340 41
Syaikh Zakariyya Umairat, Petunjuk-petunjuk Ilahi dalam

Duwi Hariono, Syarah Hadis: Model dan Aplikasi Metodologis 145


Tawa>d}u’ dapat meredam perilaku sum’ah perhatian Allah terhadap perilaku
yakni menceritakan amal kepada orang Tawa>d}u’ sehingga Allah sendirilah yang
lain yang sebelumnya tidak mengetahuinya memerintahkannya, bukan atas kehendak
dengan harapan mendapatkan pujian dan pemikiran Nabi Muhammad SAW.
dari yang mendengarnya. Sum’ah dapat Dari pembahasan yang telah disampaikan,
menjerumuskan seorang muslim ke dalam berikut ini beberapa faidah yang dapat
perilaku riya ’ yang menjadikan amal sia- diambil dari hadis di atas:
sia karena dikerjakan bukan karena Allah a. Tawa>d}u’ adalah perilaku mulia yang
tetapi untuk dipuji manusia atau pencitraan diperintahkan kepada umat Islam
semata. Terhadap orang-orang seperti b. Di antara tujuan Tawa>d}u’ adalah
ini Allah mengancam untuk membuka menghilangkan kesombongan dan
kedoknya sehingga ia menjadi rendah di membanggakan diri antar sesama
hadapan manusia. Hal ini sebagaimana manusia
tersebut hadis berikut: c. Dimensi Tawa>d}u’ meliputi perilaku,
tutur kata, hati, dan juga pikiran.
‫ض الله َع ْن ُه َم ق ََال َس ِم ْع ُت‬ َ ِ ‫ َس ِم ْع ُت ُج ْن ُدبًا َر‬:‫َع ْن َسلَ َم َة ق ََال‬ Pelaksanaan tawadhu’ merupakan
‫ َم ْن َس َّم َع َس َّم َع الل ُه ِب ِه‬:‫ول الل ِه َص َّل الل ُه َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ُق ْو ُل‬ َ ‫َر ُس‬ bentuk ketaatan kepada Allah dan
42 ِ
‫َو َم ْن يُ َر ِائ يُ َر ِائ الل ُه ِبه‬ Rasul-Nya yang bertujuan untuk
Dari Salamah berkata: saya mendengar dari mendapatkan ridha dan rahmat dari
Jundub Ra. Berkata: aku mendengar Rasulullah Allah Swt.
SAW. Bersabda: “barang siapa yang melakukan 6) Realisasi Tawa>d}u’ dalam kehidupan
sum’ah Allah akan Allah akan mempopulerkan Akhlaq dalam ajaran agama tidak dapat
(kerusakan niat) nyadan barang siapa yang disamakan dengan etika, jika etika dibatasi
riya Allah akan membuka (keburukan niat) nya pada sopan santun antar sesama manusia,
(HR. Al-Bukhari) serta hanya berkaitan dengan tingkah laku
5) Kandungan dan Faidah Hadis lahiriah. 45 akhlaq mencakup sesuatu yang
Dalam hadis di atas tersirat pesan agar kita berkaitan dengan sikap batin maupun
bersikap rendah hati kepada sesama dan pikiran. Spektrum akhlaq agama sangat
tidak bersikap sombong. Kesombongan luas, mulai dari akhlaq terhadap Allah,
adalah akhlaq yang tercela yang tidak manusia, binatang, tumbuhan hingga
boleh dimiliki oleh seorang muslim sejati.43 terhadap benda-benda tak bernyawa.
Dalam hadis di atas Tawa>d}u’ disampaikan Tawa>d}u’ adalah salah satu akhlaq mulia
dalam bentuk perintah di mana formula dalam Islam yang tolak ukur kebaikannya
transmisinya berupa pewahyuan dari Allah merujuk kepada ketentuan Allah. Apa
kepada Rasulullah SAW. Seperti diketahui yang dinilai baik oleh Allah, sudah pasti
wahyu merupakan sarana komunikasi baik dalam esensinya.46 Tawa>d}u’ dapat
Tuhan dengan hamba-Nya karenanya diwujudkan dalam setiap perilaku yang
ia tidak didahului oleh pemikiran atau berhubungan dengan Tuhan, manusia, dan
perenungan dari hamba tersebut, bersifat alam sekitar. Sebagai bagian dari akhlaq
spontanitas dan kebenarannya tidak perlu Islam, tawadhu’ tidak hanya ditunjukkan
diragukan.44 Hal ini menunjukkan besarnya dengan perilaku jasmani namun juga
disertai dengan laku hati dan pikiran.
Hadis Qudsi, hlm. 359 a. Tawa>d}u’ kepada Allah
42
Musthofa Muhammad Amma rah, Jawa hir al-Bukha ri
(Surabaya: Al-Hidayah, 1371 H), hlm. 498
43
Syaikh Zakariyya Umairat, Petunjuk-petunjuk Ilahi dalam
Hadis Qudsi. Terj. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011), hlm. 356- RaSail, 2005), hlm. 8-9
357 45
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an,hlm. 347
44
Mohammad Nor Ichwan, Belajar Al-Qur’an (Semarang: 46
Ibid, hlm. 344

P-ISSN: 1978-6948
146 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 137-150
Kewajiban hamba terhadap Tuhannya melaksanakannya, begitu pula dengan
adalah menyembah dan tidak Tawa>d}u’. Tawa>d}u’ terhadap diri
menyekutukan-Nya dengan yang lain.47 sendiri dapat direalisasikan dengan
Dalam pelaksanaan ibadahnya kepada pengakuan hati akan banyaknya
Allah manusia dilarang sombong kekurangan dan kelemahan yang
meskipun intensitas ibadahnya lebih dimiliki. Senantiasa berpikir dan
banyak dan lebih baik dari orang lain. menyadari bahwa kelebihan yang
Sehingga memandang sinis orang- dimiliki adalah dari Allah semata bukan
orang yang berbuat dosa dan maksiyat atas usaha pribadinya. Ketika orang
dan menyebut mereka sebagai ahli lain memujinya hal itu diyakini karena
neraka. Padahal keputusan masuk Allah masih berkenan menutup aib dan
surga atau neraka seseorang adalah kekurangannya sehingga terjaga nama
hak Tuhan. Dengan menjustifikasi baiknya. Dengan demikian ia tidak
seseorang sebagai ahli neraka, merasa sombong dan membanggakan
seseorang telah melanggar hak kelebihan dirinya.
Allah dan melakukan kesombongan Dari segi perilaku tawadhu’ kepada diri
yang menjadikan ibadahnya sia-sia sendiri bisa dimulai dari cara berjalan.
dan mendapat murka dari Tuhan. Sebagaimana disebut dalam ayat:
Sebagaimana ternarasikan dalam hadis Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha
berikut: Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati
‫ ق ََال َر ُس ْو ُل الل ِه َص َّل الل ُه‬:‫ض الل ُه َع ْن ُه ق ََال‬ َ ِ ‫َع ْن أَ ِب ُه َريْ َر َة َر‬ dan apabila orang-orang jahil menyapa
‫اس فَ ُه َو أَ ْهلَ َك ُه ْم‬
ُ ‫ إِذَا َس ِم ْعتُ ْم َر ُج ًل يَ ُق ْو ُل قَ ْد َهل ََك ال َّن‬:‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ mereka, mereka mengucapkan kata-kata
(yang mengandung) keselamatan.(Q.S. al-
.»‫يَ ُق ْو ُل (الله) إِنَّ ُه ُه َو َهالِ ٌك‬
Furqan/25:63)
Dari Abu Hurairah yang berkata: Rasulullah
Saw bersabda: “Kalau kalian mendengar orang Berjalan dengan rendah hati
yang berkata: ‘Binasalah orang-orang,’maka sebagaimana dimaksud ayat di
dia adalah orang yang paling rusak di antara atas adalah berjalan sewajarnya,
mereka, Allah berfirman: ‘Sesungguhnya dia dengan tenang dan sopan, tanpa ada
yang binasa’.”48 kesombongan dan keangkuhan serta
tidak merasa rendah diri.49
Karenanya dalam beribadah kepada
c. Tawa>d}u’ kepada manusia
Allah harus ber-Tawa>d}u’ yakni
Tawa>d}u’ merupakan kepribadian
menghadirkan sikap rendah hati dan
seorang muslim yang harus diterapkan
fakir kepada Allah sebagai pemilik
kepada diri sendiri maupun kepada
segala amalnya dan atas izin-Nya
orang lain. Dapat diwujudkan antara
lah semua amal ibadahnya dapat
lain dengan memaafkan orang yang
terlaksana.
melakukan kesalahan. Pemaafan ini
b. Tawa>d}u’ kepada diri sendiri
hendaknya disertai dengan kesadaran
Setiap perbuatan baik harus
bahwa yang memaafkan suatu saat
diawali dari diri sendiri untuk
juga berpotensi melakukan kesalahan.50
47
Perintah untuk ini salah satunya disebut dalam ayat: Karenanya jika saat ini dia benar dia
“sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya tidak boleh sombong dan merasa lebih
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu- baik dari orang yang bersalah. Dengan
bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman 49
Muhammad Mutawally al-Sya’rawi, Khuluq al-Muslim fi
sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu” (Q.S. an-Nisa/4:36) al-Qur’a n al-Kari m (Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyyah, ttp),
48
Syaikh Zakariya Umairat, Petunjuk-petunjuk Ilahi, hlm. hlm. 58
356 50
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, hlm. 347

Duwi Hariono, Syarah Hadis: Model dan Aplikasi Metodologis 147


sikap inilah seorang muslim dituntut sekitarnya dengan menjaga dan tidak
untuk bersedia memaafkan kesalahan merusaknya. Terhadap binatang
orang lain, tidak boleh dendam, atau misalnya, manusia tidak boleh
mengancam menghentikan bantuan merendahkannya karena menganggap
kepada orang yang telah melukai dirinya lebih baik. Bagaimanapun
hatinya. binatang adalah ciptaan Allah,
Quraish Shihab mengilustrasikan meremehkan atau merendahkannya
perilaku tawadhu’ dalam memaafkan berarti juga meremehkan dan
orang lain ini dalam asbab nuzul ayat 22 merendahkan Sang Pencipta.
surat an-Nur.51 Yakni ketika misthah- Seorang muslim ketika melihat
seorang yang dibantu oleh Abu Bakar seekor anjing, tidak diperkenankan
r.a.- menyebarkan berita palsu tentang menghina dan menunjukkan sikap
Aisyah putrinya, Abu bakar dan banyak jijik kepadanya. Sebab bagaimanapun
orang lain bersumpah untuk tidak anjing juga makhluk Tuhan. Bukankah
lagi membantu misthah. Namun Allah menghormati ciptaan sama dengan
memperingatkan kaum mukminin menghormati Pencipta-nya.
dengan menurunkan ayat: Terhadap tumbuhan, tawadhu’
dan janganlah orang-orang yang mempunyai diwujudkan dengan menghormati hak-
kelebihan dan kelapangan di antara kamu hak tumbuhan untuk melaksanakan
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan fungsi penciptaannya. Dalam hal ini
memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), memungut buah yang belum matang
orang-orang yang miskin dan orang- dari pohonnya tidak diperkenankan
orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan
karena menghalangi tugas dan proses
hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang
kesempurnaannya. Intinya manusia
dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah
sebagai makhluk yang mulia harus
mengampunimu? dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. an- menebarkan kemuliaan dengan
Nur/24:22) menghormati hak-hak sesama dan
alam sekitarnya. Tidak boleh semena-
Termasuk perilaku tawadu’
mena dan senantiasa lemah lembut
kepada sesama adalah mengawali terhadap ciptaan-Nya.
mengucapkan salam kepada sesama
muslim yang ditemui. Sebagaimana Kesimpulan
dikatakan oleh Umar Ibn al-Khathab52:
Aktifitas memahami hadis Nabi telah
ِ ِ ْ ِ ِ َ ِ َ ْ
َّ ‫ َرأ ُس التَّ َواضُ عِ أ ْن تَبْتَدئَ ب‬dilakukan sejak awal kemunculan hadis.
‫ِالس َل ِم َع َل َم ْن لقيْتَ ُه م َن ال ُم ْسلم ْ َي‬
Pangkal tawadhu’ adalah hendaknya Kegiatan tersebut terus berkembang pasca
engkau mengawali salam kepada wafatnya Nabi dan berlalunya generasi
seorang muslim yang engkau temui. sahabat hingga generasi berikutnya. Salah satu
d. Tawa>d}u’ kepada alam bentuk kegiatan memahami hadis Nabi adalah
Manusia dan alam semesta adalah syarh hadis yang berkembang pesat sejak abad
ciptaan Allah. Dalam konteks ke-6 H. Dalam rentang waktu periode klasik
ciptaan, kedudukan manusia dengan syarh hadis abad ke-6 sampai ke-12 H telah
alam adalah sama. Karenanya banyak karya-karya bidang syarh hadis yang
manusia harus menghormati alam berhasil ditulis oleh para ulama’. Melimpahnya
karya syarh tersebut tidak dibarengi dengan
51
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, j. 8 (Ciputat: Lentera berkembangnya metode pembahasannya
Hati, 2011), hlm. 506-507 sehingga pada periode kontemporer abad ke-
52
Utsman bin Hasan bin Ahmad al-Syakir, Dzurratu al-Nas 13 metode syarh klasik yang mengandalkan
ih in (Surabaya: Al-Hidayah, tt), hlm. 154

P-ISSN: 1978-6948
148 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 137-150
pembahasan secara tajzi ’i dan ijma li tidak m (Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publication,
lagi dianggap relevan dengan perkembangan 2010)
zaman. Al-Mundziri, Zakiyuddi n Abd al-‘Ad i m bin
Hadis akan menemui relevansinya dengan Abd al-Qawiyy, Al-Targi b wa al-Tarhi b min
zaman ketika ia mampu memberikan manfaat al-H adi s al-Syari f (Beirut: Da r al-Kutub al-
bagi kehidupan masyarakat yang tengah Ilmiyah, 2003 M)
berjalan. Dalam hal ini kontekstualisasi
dipandang penting dan pembaharuan metode Al-Razy, Al-Imam, Al-Tafsi r al-Kabi r aw Mafa tih
syarh hadis merupakan sebuah keharusan. al-Ghaib (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah,
Pembaharuan bukan berarti meninggalkan 2009)
tradisi dan metode lama. Metode lama tetap Al-Sya’rawi, Muhammad Mutawally, Khuluq
digunakan sebagai pijakan agar metode yang al-Muslim fi al-Qur’a n al-Kari m (Kairo: al-
baru tidak kehilangan rujukan. Kombinasi Maktabah al-Taufiqiyyah, ttp)
metode lama dengan yang baru perlu
Al-Syakir, Utsman bin Hasan bin Ahmad,
dikreasikan sehingga syarh hadis tidak
Dzurratu al-Nas ih in (Surabaya: Al-Hidayah,
tercerabut dari akar genetisnya serta mampu
tt)
berakselerasi dengan arus perubahan zaman.
Dan metode apapun, selama digunakan untuk Al-T a la qani, al-S ah i b ibn al-Ibba d, al-Muh i t
memfungsikan hadis sebagai petunjuk dalam fi al-Lugah (Beirut: Da r al-Kutub al-Ilmiah,
kehidupan, tidaklah dilarang. 2010)
Amma rah, Musthofa Muhammad, Jawa hir al-
Bukha ri (Surabaya: Al-Hidayah, 1371 H)

DAFTAR PUSTAKA Dimya t I, Muh ammad Afi f al-Di n, Ilm al-Tafsi r:


Us u luh wa Mana hijuh (Sidorejo: Maktabah
Lisan Arab, 2016)
Abadi, Abu at-T ayyib Muhammad Syams al- Ichwan, Mohammad Nor, Belajar Al-Qur’an
Haq al-Adim, Aun al-Ma’bu d Syarh Sunan (Semarang: RaSail, 2005)
Abi Da wu d (Kairo: Dar al-Hadis, 2001)
Ismail, M. Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadis, cet.
Abi Bakr Muhammad bin Abdillah, Ah ka m II (Bandung: Angkasa, 1994)
al-Qur’an (Beirut: Da r al-Kutub al-Ilmiah,
M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan
2008)
Pelajaran dari Surah al-Qur’an (Tangerang:
Al-Asqala ni, Ibn Hajar, Bulu gh al-Mara m min Lentera Hati, 2012)
Adillat al-Ahka m, bab al-Tarhi b fi Masa wi al-
------------------------ Tafsir al-Misbah (Ciputat:
Akhla q (Makkah: Dar al-Kitab al-Islamy, tt)
Lentera Hati, 2011)
------------------------------, Fath al-Ba ri bi Syarh
Mukri Barmawi, Kontekstualisasi Hadis Rasulullah;
S ahi h al-Bukha ri (Kairo: Da r al-H adith,
Mengungkap Akar dan Implementasinya
2004 M)
(Yogyakarta: Ideal, 2005)
Al-Dimasyqi, Abu al-Fida ’ Isma il bin Umar Ibn
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an
Kat i r, Tafsi r Ibn Kati r (Beirut: Da r al-
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002)
Kutub al-Ilmiah, 2006)
S o dir, Sa lim Ibra hi m, Jawa hir al-Adab min
Al-Khatib, Muhammad Ajjaj, al-Sunnah Qabl al-
Khaza in al-Adab (Beirut: Dar al-Kutub al-
Tadwin (Beirut: Dar al-Fikr, 1981)
Ilmiah, 2009)
Al-Maliki, Alawi Abbas, Hasan Sulaiman al-
Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin Dzikri,
Nuri, Iba nat al-Ah ka m Syarh Bulu g al-Mara
Prinsip Dasar Hermeneutika Al-Qur’an

Duwi Hariono, Syarah Hadis: Model dan Aplikasi Metodologis 149


Kontemporer (Yogyakarta: eLSAQ Press,
2004)
Suryadilaga, M. Alfatih, Aplikasi Penelitian Hadis
dari Teks ke Konteks (Yogyakarta: Teras,
2009
Tim Penulis UIN Syarief Hidayatullah Jakarta
, Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa,
2008)
Umairat, Syaikh Zakariyya, Petunjuk-petunjuk
Ilahi dalam Hadis Qudsi. Terj. (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2011)
Umar, Ahmad Muh ta r, Mu’jam al-Lugah al-
Arabiyah al-As irah (Kairo: Alam al-Kutub,
2008)
Yusuf, Kadar M., Studi Al-Qur’an (Jakarta:
Amzah, 2014)
https://suryadilaga.wordpress.com.

P-ISSN: 1978-6948
150 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 137-150

Anda mungkin juga menyukai