Anda di halaman 1dari 60

TAFSIR

MEMBAHAS:
1. PENGERTIAN TAFSIR DAN
SEJARAH PERKEMBANGAN
TAFSIR
2. TAFSIR BIL MATSUR
3. TAFSIR BIL RAYI
4. ISRAILIYYAT
PENGERTIAN TAFSIR
Pengertian segi bahasa:
1. al-Qattan, menjelaskan, menampakkan dan
menerangkan makna yang abstrak.
kata-kata artinya menerangkan
maksud suatu lafaz yang musykil, Sesuai
firman Allah dalam QS. al-Furqan ayat 33:

Artinya :Tidaklah mereka datang kepadamu
membawa sesuatu yang ganjil melainkan kami
datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan
paling baik tafsirnya.
2. al-Suyuthi :


Artinya (Term) al-Tafsir ialah


penjelasan, menerangkan dan
dikatakan kebalikan dari Safara Fajar
telah bercahaya dan dikatakan yang
diambil dari lafaz tafsiran yaitu alat
yang digunakan oleh seorang dokter
untuk mengetahui penyakit.
3. al-Zarkasyi,
kata tafsir biasa berasal dari kata al-tafsirah
yang berarti sedikit air seni dari seorang
pasien yang digunakan dokter untuk
menganalisis penyakitnya. Kalau kata
tafsirat adalah alat kedokteran yang dapat
mengungkap suatu penyakit dari seorang
pasien, maka tafsir dapat mengeluarkan
makna yang tersimpan dalam kandungan
lafal-lafal atau ayat-ayat al-Quran. Tafsir
dapat membuka maksud yang tertutup dari
suatu ungkapan, sehingga menghasilkan
pemahaman.Tegasnya ,tafsir berfungsi
sebagai anak kunci (al-miftah) untuk
membuka simpanan yang terkandung dalam
al-Quran.
Pengertian segi
1. Istilah:
al-Zarkasyi menyebut bahwa tafsir adalah:
Ilmu untuk mengetahui pemahaman kitabullah
yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW, dengan menjelaskan makna-makna dan
mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah-
hikmah yang terkandungnya.
2. Menurut Muhammad Abd al-Azhim al-
Zarqani, tafsir adalah :
Ilmu yang membahas al-Quran al-Karim, dari
segi pengertian-pengertiannya sesuai dengan
yang dikehendaki Allah dan kesangupan
manusia biasa.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dipahami:
1. bahwa tafsir adalah hasil usaha atau
karya yang memuat pembahasan
mengenai penjelasan maksud-maksud al-
Quran atau ayat-ayatnya atau lafalnya.
2. Penjelasan itu diupayakan dengan tujuan
agar apa yang tidak atau belum jelas
maksudnya menjadi jelas, sehingga al-
Quran yang salah satu fungsi utamanya
adalah menjadi pedoman hidup (hidayah)
bagi manusia, dapat dipahami, dihayati,
diamalkan, demi tercapainya kebahagian
hidup manusia di dunia dan di akhirat.
Unsur-unsur pokok yang terkandung
dalam pengertian tafsir:

1. Hakikatnya ialah menjelaskan maksud


ayat-ayat al-Quran al-Karim yang
sebagian besar memang diungkap
dalam bentuk dasar-dasar yang sangat
global (mujmal).
2. Tujuannya adalah memperjelas apa
yang sulit dipahami dari ayat-ayat al-
Quran, sehingga apa yang
dikehendaki Allah dalam firman-
firmanya dapat dipahami dengan
mudah, dihayati, dan diamalkan dalam
kehidupan.
3. Sasarannya ialah agar al-Quran sebagai
hidayah Allah untuk manusia benar-
benar berfungsi sebagaimana ia
diturunkan, yaitu untuk menjadi rahmat
bagi manusia seluruhnya.
4. Bahwa sarana pendukung bagi
terlaksananya pekerjaan mulia
menafsirkan al-Quran itu meliputi
berbagai ilmu pengetahuan yang luas.
5. Bahwa upaya menafsirkan ayat-ayat al-
Quran bukanlah untuk mencapai
kepastian dengan pernyataan demikian
yang dikehendaki Allah dalam firman-
firmanNya, akan tetapi pencarian dan
penggalian makna-makna itu hanyalah
menurut kadar kemampuan manusia
dengan keterbatasan ilmunya.
SEJARAH
PERKEMBANGAN TAFSIR
SEJ. PERKEMBANGAN
TAFSIR
Sejarah Perkembangan Tafsir al-
Quran, dari segi kodifikasi, dengan
tiga periode.

1. Periode I, yaitu masa Rasulullah


saw, sahabat, tabiin dimana tafsir
belum tertulis secara umum
periwayatannya ketika itu terbesar
secara lisan.
2. Periode II, yaitu bermula dengan
kodifikasi hadis secara resmi pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Azis (99-
101 H). Tafsir ketika itu di tulis
bergabung dengan penulisan hadis-hadis,
walaupun tentunya penafsiran yang di
tulis itu umumnya ialah, tafsir bi al-
matsur.
3. Periode III, yaitu di mulai dengan
penyusunan kitab-kitab tafsir secara
khusus dan berdiri sendiri, yang oleh
sementara ahli di mulai oleh al-Farra
dengan kitabnya yang berjudul: Maani al-
Quran.
4. Periode berikutnya, semakin nampak
perkembangan tafsir maupun
perkembangan pemikiran Islam, yang
timbul akibat peradaban dan kebudayaan
non Islam yang masuk ke dalam
khazanah intelektual Islam.
Untuk menghadapi kondisi yang
demikian para pakar tafsir seperti
Thabathabaiy dan Quraish Shihab ikut
mengantisipasi dengan menyajikan
penafsiran-penafsiran yang sesuai
dengan perkembangan zaman dan
tuntunan kehidupan umat yang semakin
beragam.
TAFSIR BIL MATSUR
PENGERTIAN
Tafsir bi al-Matsur adalah Penafsiran ayat
dengan ayat, penafsiran ayat dengan hadis
Nabi SAW yang menjelaskan makna sebagian
ayat yang dirasakan sulit difahami oleh para
sahabat atau penafsiran ayat oleh hasil ijtihad
para sahabat.
Menurut Abd al-Hayy al-Farmawy, tafsir bi al-
Matsur (disebut pula tafsir bi al-riwayah dan
tafsir bi al-naql adalah penafsiran al-Quran
yang berdasarkan pada penjelasan al-Quran
sendiri, penjelasan Nabi, penjelasan para
sahabat melalui ijtihadnya dan aqwal tabiin
(pendapat tabiin).
Ciri-ciri Tafsir bi al-Matsur
Sebagai pedoman dalam melacak
penafsiran ayat-
ayat al Quran dengan corak tafsir bi al-
matsur dapat
dilihat dari beberapa prioritas yang menjadi
sumber penafsiran tersebut:
1. al-Quran sendiri yang dipandang
sebagai penafsiran terbaik terhadap al-
Quran. Umpamanya, penafsiran kata al-
Muttajqn ( ) pada surat Ali Imran
(QS. 3:133) dengan menggunakan ayat
berikutnya, yang menjelaskan bahwa
yang dimaksud adalah yang
menafkahkan hartanya, baik di waktu
lapang maupun sempit, dan seterusnya.
2. Otoritas hadits Nabi Saw yang
memang berfungsi sebagai penjelas
(mubayyin) al-Quran. Umpamanya
penafsiran Nabi terhadap kata al-
Zulm ( ) pada surat al-Anam
(QS.6) dengan pengeritan Syirik
( ) Dan pengertian ungkapan al-
Quwwah ( ) dengan ar-Rima (
: panah) pada firman Allah.

Dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang
kamu sanggupi dan kuda-kuda
(Qs:8.60).
3. Penjelasan sahabat yang dipandang
sebagai orang yang banyak mengetahui
al-Quran. Umpamanya penafsiran Ibnu
Abbas (w.68/687) terhadap kandungan
surat An-Nashr dengan kedekatan
waktu kewafatan Nabi.
4. Otoritas penjelasan tabiin yang
dianggap sebagai orang yang bertmu
langsung dengan sahabat. Umpamanya,
penafsiran tabiin terhadap surat al-
Shaffat (QS.37) ayat 65 dengan syair
Imr Al-Qays.
PERIODESASI TAFSIR BIL MATSUR
1. Periode Nabi, sahabat dan permulaan
masa tabiin ketika tafsir belum ditulis,
pada periode ini, periwayatan tafsir
secara umum dilakukan dengan lisan
(musyafahat).
2. Dimulai dengan masa kodifikasi hadits
secara resmi pada masa pemerintahan
Umar bin Abd-Aziz (95-1001) tafsir bi al-
Matsur ketika itu ditulis bergabung
dengan penulisan hadits dan dihimpun
dalam salah satu bab hadis.
3. Dimulai dengan penyusunan kitab tafsir
bi al-Matsur yang berdiri sendiri.
Keistimewaan tafsir bi al-Matsur,
menurut Quraish
Shihab yaitu sebagai berikut :
1. Menekankan pentingnya bahasa dalam
memahami al-Quran.
2. Memaparkan ketelitian redaksi ayat
ketika menyampaikan pesan-pesannya.
3. Mengikat mufassir dalam ayat-ayat
sehingga membatasinya tidak
terjerumus ke dalam subjektivitas
yang berlebihan
Kelemahan tafsir bi al-matsur
menurut al-Dzahabi yaitu sebagai
berikut :
1. Terjadinya pemalsuan (wadh ) dalam
tafsir. Dicatatkan oleh al-Dzahabi
bahwa pemalsuan itu terjadi pada
tahun-tahun ketika terjadi peperangan
di kalangan umat Islam yang
menimbulkan berbagai aliran seperti
syiah, khawarij, dan murjiah. Diantara
sebab pemalsuan itu, menurutnya
adalah fanatisme mazhab, politik dan
usaha-usaha ummat Islam.
2. Masukkanya unsur Israiliyyat yang
didefinisikan sebagai Unsur-unsur Yahudi
dan Nasrani ke dalam penafsiran Persoalan
Israiliyyat sebenarnya sudah muncul sejak
masa Nabi. Hal itu berdasarkan dua hadits
Nabi yang diriwayatkan Ahmad bin Hanbal
tentang dialog Umar bin Khattab, dan hadits
al-Bukhari yang berisi seruan Nabi untuk
tidak membenarkan dan tidak pula
mendustakan berita yang datang dari Ahli
Kitab.
3. Penghilangan sanad, eksistensi senad yang
terjadi menjadikan salah satu kualifikasi
keakuratan sebuah riwayat ternyata tidak
ditemukan pada sebahagian tafsir fi al-
matsur. Salah satu contohnya tafsir Mughni
bin Sulaiman.
4. Terjerumusnya sang mufassir ke dalam
uraian kebahasaan dan kesusastraan
yang bertele-tele sehingga pesan al-
Quran menjadi kabur.
5. Sering kali kontek turunnya ayat
(asbab al-Nuzul) atau sisi kronologis
turunnya ayat ayat hukum yang
dipahami dari uraian (nasikh-mansukh)
hampir dapat dikatakan terabaikan
sama sekali, sehingga ayat-ayat
tersebut bagaikan turun ditengah-
tengah masyarakat hampa budaya.
TAFSIR BIL RAYI
PENGERTIAN
Menurut Bahasa:
1. Kata al-Rayi merupakan bentuk
masdar dari fiil raa. di dalam al-
Quran, kata al-rayi dengan berbagai
bentuknya terdapat sebanyak 315 kali.
Namun tidak satupun kata yang
berbicara tentang tafsir bi al-rayi.
2. al-Rayi itu merupakan olah rasio
manusia yang oleh Ibnu Maskawaih
dikatakan sebagai satu fakultas jiwa
tertinggi yang dimiliki oleh manusia.
Pengertian menurut Istilah:
Al-Zahabi mendefinisikan tafsir bi al-rayi
sebagai berikut: Suatu ungkapan untuk
bentuk tafsir al-Quran dengan
menggunakan ijtihad.
Mufassir melakukan hal itu setelah
mengetahui kalam orang Arab dan
tujuan pengungkapan-pengungkapan
mereka, mengetahui lafaz-lafaz dan
wajah-wajah dilalah; mengetahui hal itu
dengan bantuan syair jahily dan asbab
al-nuzul, mengetahui nasakh dan
mansukh ayat-ayat al-Quran, dan lain-
lain yang menjadi persyaratan yang
dibutuhkan oleh seorang mufasir.
Menurut al-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan
:
1. Penafsiran yang berdasarkan kepada hadis-
hadis Nabi SAW. Dengan memperhatikan
isnadnya, daif (lemah) atau maudu (palsu).
2. Berdasarkan kepada riwayat-riwayat sahabat,
karena mereka telah dikatakan bahwa hal itu
marfu mutlaq. Dan keistimewaan sahabat
dalam penafsiran disebabkan mereka
menyaksikan turunnya wahyu dan lain-lain
yang tidak bercampur dengan rayi.
3. Berdasarkan kepada kemampuan dalam
memahami bahasa arab, kaidah-kaidahnya,
dan harus tetap berhati-hati jangan sampai
menafsirkan ayat-ayat menyimpang dari
makna lafaz yang semestinya, sebagaimana
banyak terdapat dalam pembicaraan orang-
orang arab.
4. Berpegang teguh kepada maksud ayat,
dan harus terjamin kebenarannya
menurut aturan dan hukum syara dan
inilah yang di maksud doa Rasulullah
kepada Ibn Abbas:
.
Barang siapa yang menafsirkan al-Quran
dengan rayinya atau berdasarkan hasil
ijtihadnya yang telah mencangkup
keempat syarat di atas, dalam mencari
makna-makna kitabullah, maka
penafsiran itu di perbolehkan dan
dinamakan juga tafsir memenuhui syarat-
syarat di atas, dinamakan tafsir bil rayi
yang tercela (madzmum).
DISKURSUS ULAMA TETANG TAFSIR BIL
RAYI
1. Penentang tafsir bi al-rayi dengan
argumentasi:
a. Firman Allah surat al-Baqarah ayat 169

Sesungguhnya syaitan itu hanya
menyuruh kamu berbuat jahat dan keji,
dan mengatakan terhadap Allah apa
yang tidak kamu ketahui.
b. Ayat ini didukung surat al-Araf ayat 33




Artinya: Katakanlah: "Tuhanku hanya
mengharamkan perbuatan yang keji, baik
yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan
perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan
(mengharamkan) mengada-adakan terhadap
Allah apa yang tidak kamu ketahui".

Allah melalui tunjukan ibaratun nash pada


ayat ini dengan tegas mengharamkan al-
fawahisy yang merupakan bentuk jamak dari
Fahsya yang tertera dalam surat al-Baqarah
ayat 169. Karena al-fahsya itu terlarang
berdasarkan penjelasan surat Al-Araf ayat 33
ini.
Oleh karena itu maka
juga tercakup dalam larangan
ini. Hal ini disebabkan ia
dimathufkan al-waw kepada kata
sebelumnya yaitu al-fahsya.
Mengathafkan kalimat dengan
instrumen al-wawu berimplikasi
kepada yakni segala
akibat kebahasaan pada kalimat
sebelumnya berakibat pada kata
sesudahnya.
2. Kelompok yang membolehkan tafsir bi al-rayi:
a. Firman Allah surat Shad ayat: 29.


Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran.
Tadabbur dan Tazakkur merupakan aktivitas al-
rayi. Kedua hal itu tidak akan bisa dilakukan
ketika mencoba untuk mendalami pesan-
pesan Al-Quran tanpa menggunakan akal
pikiran. Hal ini secara implisit mengisyaratkan
bahwa al-rayi merupakan suatu instrumen
yang cukup esensial dalam fungsinya untuk
memahami ungkapan-ungkapan Al-Quran.
b. Allah juga berfirman dalam surat an-Nisa ayat
83.





Dan apabila datang kepada mereka suatu berita
tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka
lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri
diantara mereka, tentulah orang-orang yang
ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil
Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan
rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu
mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja
(di antaramu).
Dalam ayat ini Allah membagi manusia ke
dalam dua kelompok, yaitu kelompok awam
dan cendekia. Allah memerintahkan untuk
mengembalikan segala problema kepada
cendekia yang mempunyai kapabilitas untuk
melakukan istinbath. Tentunya dalam hal ini
tidak terlepas dari menafsirkan al-Quran.

Berdasarkan realitas sosiologis historis. Bila


menafsirkan Al-Quran dengan al-rayi tidak
dilegitimasi, maka ijtihad tentu tidak diakui,
bukankah ijtihad yang merupakan salah satu
kebutuhan umat yang telah berlaku dalam
sejarah masyarakat.
Oleh karena itu kedua pandangan
tersebut bisa ditarik dan dipadukan,
dimana tafsir bi ar-rayi itu ada dua
macam, yaitu:
1. Tafsir bi ar-rayi yang terpuji (al-Mahmud),
yaitu: Penafsiran dengan ijtihad yang
menggunakan kaidah dan persyaratan,
sehingga jauh untuk menyimpang.
2. Tafsir bi ar-rayi yang tercela (al-
mazmum), yaitu: apabila penafsirannya
tidak memenuhi beberpa persyaratan,
sehingga ia berada dalam kesesatan dan
kejahilan.
Kategori tafsir bi ar-rayi yang tertolak
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai
berikut:
Mengemukkan maksud dari firman Allah tanpa
di bekali pengetahuan kaidah-kaidah bahasa
serta ilmu syariat secara lengkap dan
memadai.
Mengarahkan kandungan makna al-Quran
berdasarkan madzhab yang rusak dan sesat.
Menetapkan dengan tegas bahwa maksud Allah
swt. Demikian tanpa ada tendensi dalilnya.
Menafsirkan al-Quran hanya untuk menuruti
hawa nafsu atau sangkaan-sangkaan yang
dianggap benar.
Sumber Penafsiran Tafsir Bir Rayi
1. Riwayat-riwayat shahih yang dikutip dari Nabi
dengan tetap mengedepankan sikap selektif
terhadap hadits-hadits yang lemah dan palsu. Jika
terdapat suatu riwayat yang shohih, maka tidak
diperbolehkan menafsirkan dengan metode rayu.
2. Mengambil pendapat sahabat. Sebab ijtihad
penafsiran yang dilakukan para sahabat setingkat
dengan hadits marfu.
3. Makna asli dari bahasa arab, mengingat al-Quran
diturunkan dengan bahasa Arab dengan catatan
mufassir harus tetap memperhatikan makna
mayoritas yang terlaku dikalangan bangsa arab.
4. Tuntutan Kandungan makna dari susunan kalimat
sesuai dengan prinsi-prinsip syariat.
ISRAILIYYAT
PENGERTIAN
Menurut Bahasa:
Kata israiliyat secara etimologi merupakan
bentuk jamak dari kata israiliyah, yaitu
merupakan suatu nama yang dinisbahkan
kepada israil yang artinya hamba tuhan.
Kata tersebut berasal dari bahasa ibrani.
Kaitannya dengan israiliyat, maka yang di
maksud dengan israil adalah nabi Ya`qub
bin Ishaq bin Ibrahim.
Setelah itu, dalam al-Quran kata Israil juga
dipakai dengan nama Nabi Ya`qub a.s, dan
kepadanya juga bangsa Yahudi dinisbahkan,
sehingga ia disebut bani israil.
Pengertian menurut Istilah:
Menurut al-Zahabi, ada dua pengertian:
1. Kisah dan dongeng kuno yang menyusup
kedalam tafsir dan hadis, yang sumber
periwayatannya kembali kepada sumber
Yahudi, Nasrani atau yang lain.
2. Sebahagian ahli tafsir dan hadis
memperluas lagi pegertian israiliyat ini
sehingga meliputi cerita-cerita yang
sengaja diselundupkan oleh musuh-
musuh islam kedalam tafsir dan hadis,
yang sama sekali tidak dijumpai
dasarnya dalam sumber-sumber lama.
Jadi, kalau dilihat dari pengertian-
pengertian itu maka unsur-unsur Yahudi
lebih banyak dan kuat dalam israiliyat
dibandingkan dengan yang lainnya. Hal
ini mungkin saja dikarenakan perannya
lebih menonjol dalam membawakan
kisah-kisah tersebut pada permulaan
Islam.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat


ditarik suatu pengertian bahwa yang
dimaksud israiliyat adalah semua unsur
yang berasal dari kisah-kisah Yahudi,
Nasrani dan lainnya serta bentuk-bentuk
kebudayaan mereka yang masuk dalam
tafsir dalam menafsirkan al-Quran.
Pandangan Ulama Tentang
1. Ibn Taimiyah Israiliyat
Israiliyat kepada tiga macam, yaitu cerita-
cerita yang dibenarkan oleh Islam, cerita-
cerita yang bertentangan dengan Islam, dan
cerita-cerita yang Islam tidak
menbenarkannya akan tetapi juga tidak
menyalahkannya (maskut anhu). Menurutnya
yang boleh diterima hanyalah yang pertama.
Penerimaannya bukan untuk Itiqad akan
tetapi hanya untuk istisyhad.
2. Ibnu Katsir
Israiliyat tiga macam, yaitu:
a. Cerita-cerita yang sesuai kebenaranya dengan
al-Quran, berarti cerita itu benar. namun
cukuplah al-Quran yang menjadi pegangan.
b. Cerita yang terang-terangan dusta,
karena menyalahi ajaran kita (Islam).
Cerita serupa ini harus ditinggalkan,
karena menurutnya, merusak aqidah
kaum muslimin.
c. Cerita yang didiamkan (maskut anhu),
yaitu cerita yang tidak ada keterangan
kebenarannya dalam al-Quran, akan
tetapi juga tidak bertentangan dengan
al-Quran. Cerita serupa ini tidak boleh
dipercaya dan tidak boleh pula kita
(ummat Islam) mendustakannya
.Misalnya nama-nama Ashhabu al-Kahfi
dan jumlahnya. Namun cerita tersebut
boleh diriwayatkan dengan hikayat.
Alasan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Katsir
sama yaitu hadis Nabi yang diriwatkan
oleh Bukhari dari Abduallah bin `Amr
bin al-`Ash yang berbunyi:

.
Artinya:sampaikan dari ajaranku
walaupun satu ayat, dan ceritakanlah
hal bani isra il dan tidak berdosa,
siapa saja yang berdusta atas namaku
dengan sengaja hendaklah
menyediakan tempatnya di dalam
neraka.
Tokoh-tokoh Israiliyat
1. Abdullah bin Salam (w. 43 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Abdullah
bin Salam bin al-Harits al-Israil al-Anshari. Dia
termasuk keturunan Yusuf bin Ya`kub. Dia
termasuk salah satu sepuluh sahabat
Rasulullah yang dijamin masuk surga.
Menurut hadis yang diriwatkan oleh Bukhari,
Abdullah bin Salam ini termasuk orang Yahudi
yang terpandai, sebagaimana pengakuan
orang Yahudi sendiri dihadapan Rasulullah.
Mu`az bin Jabal, ketika ia sedang menghadapi
maut, berwasiat bahwa ilmu dan iman terdapat
pada empat orang, yaitu Uwaimir bin Darda`,
Salman al-Farisi, Abdullah bin Mas`ud dan
Abdullah bin Salam.
2.Ka`ab al-Akhbari (w. 32 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Ishak Ka`ab bin
Mati` al-Himairi, lebih dikenal dengan nama
Ka`ab al-Akhbari. Dia adalah orang Yahudi
yang berasal dari Yaman. Tentang masuk
Islamnya, ada yang mengatakan pada masa
Umar al-Khattab, ada yang mengatakan pada
masa Abu Bakar dan ada pula yang
mengatakan Islamnya pada masa Nabi. Ia
hijrah belakangan, dan pernah ikut perang
melawan Romawi pada masa Umar Ibnu al-
Khattab. Pada masa Utsman dia pindah ke
Syam sampai wafatnya.
Sebelum muslim ia dikenal sebagai pendeta
yang banyak mengetahui tentang Taurat. Dan
setelah muslim dia tidak meninggalkan ajaran
lamanya. Sehingga timbul berbagai komentar
terhadapnya tentang kejujuran dan
keadilannya.
3. Wahab Ibnu Munabbih (w. 110 H.)
Nama lengkapnya adalah Abu
Abdullah Wahab bin Munabbih bin
Sa`ij bin Zi Kinaz al-Yamaniy al-
Shin`aniy. Ia termasuk ulama` tabi`in
yang terpilih. Lahir pada masa
Khalifah Usman bin Affan pada tahun
34 H. Wahab termasuk orang yang
luas pengetahuannya, banyak
membaca Taurat dan Injil. Dia
banyak mengetahui kisah-kisah lama.
4. Ibnu Juraij (w. 150 H/159 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Khalid atau
Abu al-Walid Abd al-Malik bin Abd al-Aziz
bin Juraij. Dia seorang hanba sahaya yang
lahir pada tahun 80H. Dia berasal dari
Romawi dan menjadi ulama besar di
Mekkah. Dia terkenal sebagai tokoh
Israiliyat pada masa tabi`in. namun Ada
yang mengatakan bahwa Ibnu Juraij
adalah orang yang terpercaya. Ada pula
yang mengatakan sebaliknya. Anggapan
yang pertama berdasarkan pada riwayat-
riwayatnya yang shahih, dan anggapan
yang kedua berdasarkan riwayatnya yang
tidak shahih. Oleh karena itu ada yang
mengatakan bahwa riwayat dari Ibnu
Juraij adalah lemah.
METODE TAFSIR
TEMATIK
PENGERTIAN
Kata al-Maudhuiy secara literal
berasal dari kata al-Maudhu yang
bermakna meletakkan sesuatu pada
tempatnya
Pengertian menurut Istilah:

Menurut Ali Kahlil, sebagaimana


dikutip al-Farmawy, yang dimaksud
dengan tafsir al-maudhuiy adalah
menghimpun ayat-ayat al-Quran
yang mempunyai maksud yang
sama dalam arti sama-sama
membicarakan satu topik masalah
dan menyusunnya berdasarkan
kronologi serta sebab turunnya
ayat-ayat tersebut.
Musthafa Muslim bahwa tafsir
maudhuiy adalah usaha yang
dilakukan dalam membahas berbagai
masalah yang sesuai dengan
maksud-maksud al-Quran baik dari
satu surat maupun lebih. Definisi
selain tidak berulang-ulang juga telah
mengisyaratkan adanya dua macam
penafsiran maudhuiy yang paling
esensial (pokok;mendasar).
Dua definisi yang dikemukakan oleh Ali
Hasan al-Aridl.
1. Metode yang ditempuh oleh seorang
mufassir dengan mengumpulkan ayat-
ayat al-Quran yang berbicara tentang
satu masalah atau tema (maudhuiy),
sekalipun ayat-ayat itu (cara) turunnya
berbeda. Tersebar dalam berbagai surat
dalam al-Quran dan berbeda pula waktu
dan tempat turunnya. Kemudian ia
menentukan urutan ayat-ayat itu sesuai
dengan masa turunnya, mengemukakan
sebab turunnya sepanjang hal itu
dimungkinkan, menjelaskan makna dan
tujuan, mengkaji apa yang dapat
diistinbatkan darinya, irabnya, ijaznya
dan lain-lain, sehingga satu tema itu
dapat dipecahkan secara tuntas berdasar
seluruh ayat al-Quran itu.
2.Penafsiran yang dilakukan mufassir
dengan cara mengambil satu surat, dari
surat-surat dalam al-Quran, surat itu
dikaji secara keseluruhan dari awal
sampai akhir surat. Kemudian dijelaskan
tujuan-tujuan khusus dan umum dari
surat itu serta menghubungkan antara
masalah-masalah (tema-tema) yang
dikemukakan pada ayat-ayat dari surat
itu, sehingga jelas surat itu merupakan
suatu rantai yang memiliki hubungan
satu dengan yang lainnnya sehingga ia
menjadi satu kesatuan yang sangat
kokoh.
Istilah tafsir maudhuiy sebenarnya
baru muncul pada abad ke-14 hijriyah
ketika subyek ini dimasukkan menjadi
salah satu mata kajian di jurusan
tafsir pada fakultas Ushuluddin
Universitas al-Azhar, Kairo. Kendati
demikian corak penafsiran semacam
ini sebenarnya sudah dikenal sejak
masa Rasuluallah, dari sebuah hadis
yang diriwayatkan dari Buhkari
didapat informasi bahwa Rasul telah
menafsirkan kalimat zulmi dengan
Syirik
Keistimewaan Metode Maudhuiy:

1. Menghindari problem atau kelemahan


yang dihadapi atau terdapat pada
metode lain.
2. Menafsirkan ayat dengan ayat atau
hadis Nabi merupakan cara terbaik
dalam menafsirkan al-Quran.
3. Kesimpulan yang dihasilkan mudah
dipahami.
4. Memungkinkan seorang untuk
menolak anggapan adanya ayat-ayat
yang bertentangan dalam al-Quran
Langkah-langkah Metode Tematik sbb:
1. Memilih atau menetapkan masalah
yang akan dikaji secara tematik.
2. Malacak dan menghimpun ayat-ayat
yang berkaitan dengan masalah
yang ditetapkan.
3. Menyusun ayat-ayat tersebut sesuai
dengan masa turunnya, disertai
pengetahuan tentang asbab al-nuzul.
4. Memahami korelasi (munasabah)
ayat-ayat tersebut di dalam masing-
masing suratnya.
Langkah-langkah Metode Tematik:
5. Menyusun tema bahasan di dalam
kerangka yang sempurna (out line).
6. Melengkapi pembahasan dengan hadis-
hadis yang relevan dengan pokok
bahasan.
7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara
keseluruhan dengan jalan menghimpun
ayat-ayatnya yang mempunyai
pengertian yang sama, atau
mengkompromikan antara yang am
(umum) dan yang khas (khusus), mutlak
dan muqayyad (terikat) atau yang pada
lahirnya bertentangan sehingga
semuanya bertemu dalam satu muara,
tanpa perbedaan atau pemaksaan.
Beberapa hal penting yang perlu
ditekankan dalam memahami Metode
al-Maudhuiy:
1. Corak penafsiran maudhuiy sedapat
mungkin berupaya menafsirkan al-
Quran dengan al-Quran.
Pemanfaatan hadis amupun atsar
sahabat dan sumber-sumber lainnya
hanya berfungsi menerangkan dan
memperjelas tema-tema yang
sedang dikaji atau memperkuat
argumen yang dibangun dalam
menarik kesimpulan.
Hal penting yang perlu ditekankan dalam
memahami Metode al-Maudhuiy:
2. Al-Quran merupakan satu kesatuan
logika yang tidak mungkin bertentangan
walaupun satu tema atau persoalan
tersebar dalam berbagai ayat dari surat,
namun bukan menunjukkan adanya
pertentangan atau ketidak sesuaian
dalam al-Quran tetapi semuanya dapat
diikat dalam satu sentral yang sama.
Hal penting yang perlu ditekankan
dalam memahami Metode al-
Maudhuiy:
3. Kerangka pikir yang digunakan adalah
corak penafsiran bi al-Matsur dan bi
al-Rayi. Hal ini terlihat dalam langkah-
langkah untuk menetapkan, tema-
tema mencari konteks,
menghubungkan persamaan serta
mengaitkan berbagai konsep dengan
kondisi masyarakat sebelum dan
ketika al-Quran diturunkan.

Anda mungkin juga menyukai