DISUSUN OLEH :
*AKMAL PRADANA NASUTION
*JUARO ALAMSYAH SIREGAR
*RAHMAT HIDAYAT MARBUN
*REZA DERMAWAN
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang
Kami panjatkan puji dan syukur kita atas kehadirat Allah Swt yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Mata Kuliah
Al-Qur’an, dan semoga bermanfaat untuk semuanya.
Kami juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang membantu
dalam pembuatan makalah ini khususnya Bapak M.Aidil
Aqsar,M.KOM.I selaku dosen pengampuh kami. Terlepas dari semua
itu, kami menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bacaan dan bahasanya. Oleh karena itu
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang kami buat ini
bermanfaat dan memberi ilmu kepada pembacanya. Mohon maaf jika
ada salah penulisan dan kami ucapkan Terima Kasih.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.2 RumusanMasalah…………………………………………………………
1.3 Tujuan…………………………………………………………….............
BAB II PEMBAHASAN
Daftar Pustaka………………………………………………….........................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT adalah untuk menjadi petunjuk bagi orang-orang
yang bertaqwa. Bahkan al-Qur’an juga semestinya menjadi petunjuk bagi seluruh
manusia, baik ia muslim atau tidak. Selain sebagai petujuk, al-Qur’an juga menjadi
penjelas bagi petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, yang salah dan
yang benar. Berkedudukan sebagai petunjuk hidup, maka al-Qur’an harus dipahami
oleh umat manusia, khususnya umat Islam. Untuk itulah dibutuhkan perangkat yang
namanya ilmu tafsir. Ilmu tafsir itulah yang bisa dipakai untuk menguraikan maksud
yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an, mengingat al-Qur’an diturunkan selain
dengan gaya bahasa yang sangat tinggi, juga terdapat ayat-ayat yang muhkam. dan
mutasyabih.
Dalam hal ini para ulama’ sering mengklaim bahwa al-Qur’an diturunkan dengan
kalimat yang ringkas namun membawa unsur-unsur uslub (gaya) bahasa yang padat
makna sehingga membuat para ahli bahasa zaman dahulu (bahkan sampai sekarang)
tidak mampu menandingi al-Qur’an. Selain itu, juga tidak setiap orang memiliki
kompetensi untuk menafsirkan al-Qur’an. Dalam buku Membumikan al-Qur’an,
Quraish Shihab menjelaskan bahwa pada abad pertama Islam, para ulama sangat
berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Sebagian ulama bahkan bila
ditanya mengenai satu ayat, mereka tidak memberikan jawaban apapun.
Keengganan mereka untuk menjelaskan ayat al-Qur’an bisa dimengerti mengingat
masih ada Rasulullah yang berkompeten dalam menjelaskannya, selain karena mereka
umumnya takut apabila salah dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an tersebut.
Namun pada abad-abad berikutnya, sebagian besar ulama berpendapat bahwa setiap
orang boleh menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an selama ia memiliki syarat-syarat tertentu
seperti : pengetahuan bahasa yang mencakup Nahwu, Sharaf, Balaghah,
juga Ilmu Ushuluddin, Ilmu Qira’ah, Asbab al- Nuzul, Nasikh- Mansukh, dan lain
sebagainya.
Makalah ini akan menjelaskan tentang metodologi dalam menafsirkan al-Qur’an yang
diklasifikasikan dalam metode, bi al ma’tsur. Dan bagaimana cara penggunaan
metode bi al ma’tsur dalam rangka menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an akan dibahas
dalam bab selanjutnya
.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Bi Al-Ma’sur?
b. Macam-Macam dan bentuk Bi Al-Ma’sur?
c. Bagaimana Pandangan Ulama terhadap Tafsir Bi Al-Ma’sur?
d. Apa Saja Kitab Kitab Bi Al-Ma’sur?
e. Apa metodologi Bi Al-Ma’sur?
f. Apa Urgensi yang mempelejari Tafsir Bi Al-Ma’sur?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bi Al-Masur
Menurut ‘Ibn Hayyan ialah tafsir suatu ilmu yang membahas cara
menuturkan/membunyikan lafadz-lafadz al-Qur’an, Madlul-Madlulnya baik mengenai kata
tunggal maupun mengenai kata tarkib dan makna-maknanya yang digantungkan oleh
keadaan susunan dan beberapa kesempurnaan bagi yang demikian seperti, Nasakh, Asbab
al-Nuzul, kisah yang mengatakan apa yang tidak terang di dalam al-Qur’an dan lain-lain
yang mempunyai hubungan erat dengannya.
Sedangkan ‘Ali Hasan al-‘Aridl menjelaskan bahwa tafsir ialah ilmu yang membahas
tentang cara pengucapan lafadz-lafadz al-Qur’an, makna-makna yang ditunjukkannya dan
hukum-hukumnya, baik atau tersusun serta makna-makna yang dimungkinkan ketika
dalam keadaan tersusun ketika berdiri sendiri.
Definisi seperti ini, menurut catatan al-Suyuthi berasal dari Ibnu Taimiyah, dan
dipopulerkan oleh al-Zarqani yang nota bene termasuk ulama’ kontemporer. Al-Zarqani
adalah orang yang pertama menyebutkan bahwa tafsir bi al-ma’tsur adalah penafsiran al-
Qur’an dengan al-Qur’an, atau hadits atau pendapat shahabat atau tabi’in. Sedangkan
sebelum al-Zarqani, yang dimaksud tafsir bi al-ma’tsur adalah kompilasi penafsiran nabi,
sahabat dan tabi’in. Ulama’ yang memahami bahwa tafsir bi al-ma’tsur bukan penafsiran
al-Qur’an dengan al-Qur’an atau hadits atau pendapat sahabat atau tabi’in adalah al-
Suyuthi. Dalam muqaddimah tafsirnya, al-Suyuthi mengatakan bahwa isi dari kitab
tafsirnya adalah kompilasi penafsiran-penafsiran Nabi SAW dan para sahabat.
واملزحان
Artinya : ‘’Dia membiarkan dua lautan mengalir. Antara keduanya ada batas yang tidak
dilampaui oleh masing masing. Maka nikmat tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan”. (Ibnu Kasir, 1335 H: 272).
Artinya : ’’Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan.”
Yaitu penafsiran suatu ayat Al-Qur’an yang didasarkan pada ucapan-ucapan para
Tabi’in, meskipun ucapan-ucapan para tokoh Tabi’in tentang Al-Qur’an dierselisihkan
statusnya apakah termasuk katagori tafsir bil Ma’tsur atau termasuk katagori tafsir bil
Ra’yi, namun yang perlu dicatat adalah bahwa mereka itu adalah orang-orang yang paling
dekat dengan Rasulullah setelah para sahabat dan pada umumya mereka menerima
tafsiran Al-Qur’an dari para sehabat. Maka wajar kalau sebagian besar ulama meng-
golongkan tafsir yang bersandar kepada ucapan-ucapan para tabi’in sebagai tafsir bil-
Ma’sur (Abu Hayyan, 1996: 456).Hanya saja ucapan para tabi’in itu tidak berdasarkan
sumber dari Rasulullah melalui sahabat, tapi hanya diambil dari pendapat sendiri atau
sumber-sumber lain seperti ahlil kitab yang masuk Islam, maka tafsir tersebut tidak dapat
digolongkan sebagai tafsir bil Ma’tsur.
Sedangkan tafsir Al-Qur’an dengan riwayat sahabat dan tabi’in, maka para ulama tidak
sepakat menerima karena didalamnya terdapat cacat dan kelemahan yang harus
diperhatikan. Menurut Al-Dzahabi, setidaknya ada tiga sebab mak-sudnya cacat dan
kelemahan ke dalam tafsiran para sahabat dan tabi’in.
2. Masuknya isra’iliyat.
3. Dihapuskan sistim isnad sehingga tidak lagi diketahui dari siapa tafsiran itu
diriwayatkan.
Tafsir palsu terjadi anatara lain ada-nya fanatisme golongan. Untuk memper-kuat status
golongannya mereka membuat tafsir Al-Qur’an yang dinisbahkan kepada Nabi melalui
para sahabat dekat mereka. Golongan syi’ah menisbatkan tafsir Al-Qur’an kepada
Rasulullah melalui para imam ahlil bait, khawarij menisbahkannya kepada para sahabat
mereka, dan begitu pula golongan as-sunnah.
Tafsir yang paling banyak dipalsukan adalah tafsir Ali bin Abi-Thalib dan ibnu abbas
adalah bapak khalifah dari Bani Abbas. Dengan membuat tafsir yang di-nisbatkan kepada
mereka maka tafsir itu akan diterma sebagai hujjah
.Sebagai contoh adalah adanya, dua tafsir yang saling bertentangan tetapi keduanya
dinisbatkan kepada Ibnu Abbas yaitu anak (korban yang akan disembelih Ibrahim). Pada
suatu riwayat anak itu adalah Ismail, tetapi anak itu adalah Ishaq(Ibn Khaldun, 1991: 439).
Maksut isra’iliyat kedalam tafsiran sahabat dan tabi’in menyebabkan terjadi-nya titik
lemah tafsir bil Ma’tsur. Kecend-rungannya memasukkan riwayat-riwayat isra’iliyat
kedalam tafsir Al-Qur’an itu menurut Ibn Khaldun antara lain disebab-kan karena
kebanyakan bangsa Arab waktu itu bukanlah para ahli kitab dan ahli ilmu. Mereka masih
banyak diliputi kebo-dohan dan masih banyak buta huruf, itulah ketika mereka ingin
mengetahui secara rinci tentang sebab asal mula keja-dian, tentang rahasia alam dan lain-
lain-nya, kepada ahli kitab dari kaum Yahudi atau Nasrani. Padahal pengetahuan para ahli
kitab itu sendiri kebanyakan hanya sebatas pengetahaun secara pasti diketa-hui
berdasarkan kitab suci mereka. Para mufasir kemudian menjadikan cerita-cerita mereka
sebagai tafsir Al-Qur’an.
Orang Yahudi mempunyai pengeta-huan keagamaan yang bersumber dari Taurat dan orang
Nasranipun mempunyai pengetahuan keagmaan yang bersumber dari Injil. Cukup banyak
orang Nasrani dan Yahudi yang bernaung dibawah panji-panji Islam sejak Islam lahir,
sedang mereka tetap memelihara baik pengeta-huan keagamaannya itu.
Sementara itu Al-Qur’an bayak mencakup hal-hal yang terdapat dalam Taurat dan Injil,
khususnya yang ber-hubungan dengan kisah para Nabi dan berita ummat terdahulu. Namun
dalam Al-Quran kisah-kisah itu hanya dikemukakan secara singkat menitik beratkan pada
aspek-aspek nasehat dan pelajaran, tidak mengungkapkan secara rinci dan men-detail
seperti pristiwa, nama-nama negeri dan nama-nama pribadi.
Ketika ahli kitab masuk Islam, mereka membawa pula pengetahuan ke-agamaan mereka
berupa cerita dan kisah-kisah keagamaan. Dan disaat membaca kisah-kisah dalam Al-
Qur’an terkadang mereka paparkan rincian kisah itu yang terdapat dalam kitab-kitab
mereka. Adalah para sahabat menaruh atensi terhadap kisah-kisah mereka bawakan, sesuai
pesan Rasulullah.
Berita-berita yang diceritakan ahlil kitab yang masuk Islam itu adalah Isra’-iliyyat,
mengingat bahwa yang paling dominan adalah pihak Yahudi (Bani Israil), bukan pihak
Nasrani. Sebab penu-kilan dari orang Yahudi lebih banyak jum-lahnya karena
percampuran mereka dengan kaum muslilmin telah dimulai sejak kelahiran Islam, dimana
hijjrahnya Rasulullah ke Madinah (tempat dimana orang yahudi banyak menetap).
Maka disinilah letak korelasi Tafsir bil Ma’tsur, dimana penjelasan-penjelasan ter-hadap
Al-Qur’an terkadang dimasuki oleh cerita-cerita yang dibawa oleh ahlil kitab yang msuk
islam, baik oleh pihak-pihak Yahudi maupun Nasrani, terutama di-dalam Al-Qur’an banyak
terdapat kisah-kisah para Nabi dan berita ummat ter-dahulu yang panjang lebar
diceritakan di dalam Taurat dan Injil.
Pengarangnya adalah Abu Ja’far Abu Muhammad bim Jarir at Thabari, lahir di Amjul
Thabaristan 224 H, wafat di Baqdad 310 H. Kitabnya termasuk kitab tafsir dengan Ma’tsur
yang paling agung, paling banyak mencakup pendapat para sahabat dan tabiiin serta
dianggap sebagai pedoman pertama bagi mufasirin. Beberapa keistimewaan dalam tafsir
ini adalah:
c. Memaparkan ayat-ayat yang nasikh dan mansukh serta menjelaskan hadist yang shahih
dan dha’if
d. Menyebutkan segi I’raf (uraian kalimat) dan pengistimbata hukum dari ayat-ayat Al-
Qur’an.
Kitab ini juga diupayakan untuk dikoreksi oleh para mupasir lain untuk kesempurnaannya.
(Ar-Rumi, 1999: 204).
Pengarang tafsir ini adalah imam Al-Hafidz Jamaluddin Abdul Fald Abdurrah-man ibnu
Abu Baqar Muhammad Al-Sayuthi Asy-Shafi’i. Beliau lahir pada tahun 489 H. dan wafat
tahun 911 H.
4. Ma’alimut Tanziil.
Pengarangyan adalah imam Al-Husein ibnu Masud bin Muhammad iniBaqhawi, seorang
ahli fiqih mefasir dan ahli Hadist yang dikenal dengan gelar penghidup sunnah dan
agama.Beliau wafat pada tahun 510 H.kitab tafsir ini digolongkan pada kitabtafsir
menengah. Didalanya banyak dikutif pendapat para kitab sahabat dan tabi’in orang-orang
yang sesudah mereka.
KESIMPULAN
Tafsir bi al-ma’tsur adalah suatu usaha untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an dengan al-
Qur’an atau dengan al- Hadits bahkan perkataan para sahabat termasuk juga para tabi’in,
dan penafsiran ini adalah merupakan jalan yang paling aman untuk menghindari terjadinya
salah pemahaman terhadap makna ayat al-Qur’an yang maknanya kurang jelas, dan tafsir
ini sudah dimulai dari masa sahabat dan mereka hanya menafsirkan bagian-bagian yang
sulit dipahami bagi orang yang semasa dengan mereka. Tidak mencakup semua ayat al-
Qur’an, dan mereka juga menafsirkan bagian-bagian yang sulit dipahami orang semasa
dengan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
· al-‘Aridl, Ali Hasan , Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta, Rajawali Press,
1992.
· Http://Komenkch.blogspot.com/2012/03/tafsir-bil-matsur.html
· Amanah, Dra. H. St. , Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang, CV.
Asy-Syifa’, 1993.