Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TAFSIR BI AL-MA’SUR

Dosen Pengampuh : Bapak M.Aidil Aqsar

DISUSUN OLEH :
*AKMAL PRADANA NASUTION
*JUARO ALAMSYAH SIREGAR
*RAHMAT HIDAYAT MARBUN
*REZA DERMAWAN
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang
Kami panjatkan puji dan syukur kita atas kehadirat Allah Swt yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Mata Kuliah
Al-Qur’an, dan semoga bermanfaat untuk semuanya.
Kami juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang membantu
dalam pembuatan makalah ini khususnya Bapak M.Aidil
Aqsar,M.KOM.I selaku dosen pengampuh kami. Terlepas dari semua
itu, kami menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bacaan dan bahasanya. Oleh karena itu
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang kami buat ini
bermanfaat dan memberi ilmu kepada pembacanya. Mohon maaf jika
ada salah penulisan dan kami ucapkan Terima Kasih.
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………

1.2 RumusanMasalah…………………………………………………………

1.3 Tujuan…………………………………………………………….............

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tafsir Bi Al-Ma’sur………………………………………........

2.2 Macam-Macam dan bentuk Bi Al-Ma’sur………………………………....

2.3 Pandangan Ulama Terhadap Bi Al-Ma’sur………………………………..

2.4 Kitab Kitab Tafsir Bi Al-Ma’sur…………………………..........................

2.5 Metodologi Tafsir Bi Al-Ma’sur……………………………......................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ………………………………………......................................

Daftar Pustaka………………………………………………….........................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT adalah untuk menjadi petunjuk bagi orang-orang
yang bertaqwa. Bahkan al-Qur’an juga semestinya menjadi petunjuk bagi seluruh
manusia, baik ia muslim atau tidak. Selain sebagai petujuk, al-Qur’an juga menjadi
penjelas bagi petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, yang salah dan
yang benar. Berkedudukan sebagai petunjuk hidup, maka al-Qur’an harus dipahami
oleh umat manusia, khususnya umat Islam. Untuk itulah dibutuhkan perangkat yang
namanya ilmu tafsir. Ilmu tafsir itulah yang bisa dipakai untuk menguraikan maksud
yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an, mengingat al-Qur’an diturunkan selain
dengan gaya bahasa yang sangat tinggi, juga terdapat ayat-ayat yang muhkam. dan
mutasyabih.
Dalam hal ini para ulama’ sering mengklaim bahwa al-Qur’an diturunkan dengan
kalimat yang ringkas namun membawa unsur-unsur uslub (gaya) bahasa yang padat
makna sehingga membuat para ahli bahasa zaman dahulu (bahkan sampai sekarang)
tidak mampu menandingi al-Qur’an. Selain itu, juga tidak setiap orang memiliki
kompetensi untuk menafsirkan al-Qur’an. Dalam buku Membumikan al-Qur’an,
Quraish Shihab menjelaskan bahwa pada abad pertama Islam, para ulama sangat
berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Sebagian ulama bahkan bila
ditanya mengenai satu ayat, mereka tidak memberikan jawaban apapun.
Keengganan mereka untuk menjelaskan ayat al-Qur’an bisa dimengerti mengingat
masih ada Rasulullah yang berkompeten dalam menjelaskannya, selain karena mereka
umumnya takut apabila salah dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an tersebut.
Namun pada abad-abad berikutnya, sebagian besar ulama berpendapat bahwa setiap
orang boleh menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an selama ia memiliki syarat-syarat tertentu
seperti : pengetahuan bahasa yang mencakup Nahwu, Sharaf, Balaghah,
juga Ilmu Ushuluddin, Ilmu  Qira’ah, Asbab al- Nuzul, Nasikh- Mansukh, dan lain
sebagainya.
Makalah ini akan menjelaskan tentang metodologi dalam menafsirkan al-Qur’an yang
diklasifikasikan dalam metode, bi al ma’tsur. Dan bagaimana cara penggunaan
metode bi al ma’tsur dalam rangka menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an akan dibahas
dalam bab selanjutnya
.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Bi Al-Ma’sur?
b. Macam-Macam dan bentuk Bi Al-Ma’sur?
c. Bagaimana Pandangan Ulama terhadap Tafsir Bi Al-Ma’sur?
d. Apa Saja Kitab Kitab Bi Al-Ma’sur?
e. Apa metodologi Bi Al-Ma’sur?
f. Apa Urgensi yang mempelejari Tafsir Bi Al-Ma’sur?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bi Al-Masur
Menurut ‘Ibn Hayyan ialah tafsir suatu ilmu yang membahas cara
menuturkan/membunyikan lafadz-lafadz al-Qur’an, Madlul-Madlulnya baik mengenai kata
tunggal maupun mengenai kata tarkib dan makna-maknanya yang digantungkan oleh
keadaan susunan dan beberapa kesempurnaan bagi yang demikian seperti, Nasakh, Asbab
al-Nuzul, kisah yang mengatakan apa yang tidak terang di dalam al-Qur’an dan lain-lain
yang mempunyai hubungan erat dengannya.

Sedangkan ‘Ali Hasan al-‘Aridl menjelaskan bahwa tafsir  ialah ilmu yang membahas
tentang cara pengucapan lafadz-lafadz al-Qur’an, makna-makna yang ditunjukkannya dan
hukum-hukumnya, baik atau tersusun serta makna-makna yang dimungkinkan ketika
dalam keadaan tersusun ketika berdiri sendiri.

Menurut al-Zarkasyi, istilah tafsir bi al-ma’tsur merupakan gabungan dari tiga kata


yaitu itafsir, bi dan al-ma’tsur. Secara leksikal tafsir berarti mengungkap atau
menyingkap. Kata bi berarti ‘dengan’ sedangkan al-ma’tsur berarti ungkapan yang dinukil
oleh khalaf dari salaf. Dengan demikian secara etimologis tafsir bi al-ma’tsur berarti
menyingkap isi kandungan al-Qur’an dengan penjelasan yang dinukil
oleh khalaf dari salaf.
Sedangkan secara terminologis pengertian tafsir bi al-ma’tsur yaitu:
‫ او بالسنة‬,‫هو الذى يعتمد على صحيح المنقول بالمراتب التي ذ كرت سابقا في شروط المفسر من تفسر القران بالقران‬
 ‫ﻷنهم تلقوا‬  ‫ او بماقاله كبار التابعين‬.‫ عن الصحاب نهم اعلم الناس لكتاب هللا‬v‫ او بما روي‬.‫ﻷ نها جاءت مبينة لكتاب هللا‬
.‫ذ لك غالبا عن الصحابة‬
Artinya :“Tafsir bi al-Ma’tsur ialah tafsir yang berpegang kepada riwayat yang Shahih,
yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al -Qur’an, atau dengan sunnah karena ia berfungsi
menjelaskan kitabullah, atau dengan perkataan para Sahabat  karena merekalah yang
paling mengetahui kitabullah atau dengan apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh besar
tabi’yn karena pada umumnya mereka menerima dari para Sahabat”.

Definisi seperti ini, menurut catatan al-Suyuthi berasal dari Ibnu Taimiyah, dan
dipopulerkan oleh al-Zarqani yang nota bene termasuk ulama’ kontemporer. Al-Zarqani
adalah orang yang pertama menyebutkan bahwa tafsir bi al-ma’tsur adalah penafsiran al-
Qur’an dengan al-Qur’an, atau hadits atau pendapat shahabat atau tabi’in. Sedangkan
sebelum al-Zarqani, yang dimaksud tafsir bi al-ma’tsur adalah kompilasi penafsiran nabi,
sahabat dan tabi’in. Ulama’ yang memahami bahwa tafsir bi al-ma’tsur bukan penafsiran
al-Qur’an dengan al-Qur’an atau hadits atau pendapat sahabat atau tabi’in adalah al-
Suyuthi. Dalam muqaddimah tafsirnya, al-Suyuthi mengatakan bahwa isi dari kitab
tafsirnya adalah kompilasi penafsiran-penafsiran Nabi SAW dan para sahabat.

2.2 Macam-Macam dan Bentuk Bi Al-Mas’sur


Sebagai garis besar Tafsir Bi Al-Ma’sur dapat dikalsifikasikan kepada empat macam, yatu
sebagai berikut :
1. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Yaitu penafsiran beberapa ayat ayat yang ada dalam Al-Qur’an juga. Karena Al-Qur’an
pada dasarnya saling menafsirkan ayat yang ada, ayat yang global yang terdapat dalam Al-
Qur’an ditafsirkan oleh ayat yang ada di tempat lain , dan apa yang disebut secara ringkas
dalam Al-Qur’an ditafsir secara mendetail pada ayat yang lain. Contohnya :

‫ بينها بزسخ ال ًبغيان‬.‫مز ج ا لبحز ًن ًلتقيا ن‬.

‫ ًخز ج منهما اإل إل‬.‫ جكذبان‬v‫فبأي ءاالء ربكما‬

‫واملزحان‬

Artinya : ‘’Dia membiarkan dua lautan mengalir. Antara keduanya ada batas yang tidak
dilampaui oleh masing masing. Maka nikmat tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan”. (Ibnu Kasir, 1335 H: 272).

2. Tafsir Al-Qur’an dengan Sunnah (al- Hadist)


Yaitu jika ditemukan penjelasan tentang suatu ayat dalam Al-Qur’an pada Al-Qur’an
itu sendiri, maka hendaklah penjelasan atau tafsir tersebut di cari pada sesuatu yang
terdapat pada sunnag atau Hadist Rasullullah Saw, karena fungsi dari Sunnag adalah
sebagai penjelas atau penerang dari Al-Qur’an. Contohnya Firman Allah (QS Al-Nahl:
44)
‫وأهشلىا ئليك الذكز لتبين للىاص ماهشل ئليهم و لعلهم تفكز ون‬

Artinya : ’’Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan.”

3. Tafsir Al-Qur’an dengan perkataan para sahabat


Contohnya sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, Ibnu Abbas menyatakan bahwa
Allah SWT berfirman
Q.S Al- Baqarah, 181 :
Adalah menjelaskan akan diperbolehkan berbuka puasa bagi orang tua yang sudah
tua renta, dengan syarat harus memberi makan setiap hari seorang fakir miskin.

4. Tafsir Al-Qur’an perkataan para Tabi’in

Yaitu penafsiran suatu ayat Al-Qur’an yang didasarkan pada ucapan-ucapan para
Tabi’in, meskipun ucapan-ucapan para tokoh Tabi’in tentang Al-Qur’an dierselisihkan
statusnya apakah termasuk katagori tafsir bil Ma’tsur atau termasuk katagori tafsir bil
Ra’yi, namun yang perlu dicatat adalah bahwa mereka itu adalah orang-orang yang paling
dekat dengan Rasulullah setelah para sahabat dan pada umumya mereka menerima
tafsiran Al-Qur’an dari para sehabat. Maka wajar kalau sebagian besar ulama meng-
golongkan tafsir yang bersandar kepada ucapan-ucapan para tabi’in sebagai tafsir bil-
Ma’sur (Abu Hayyan, 1996: 456).Hanya saja ucapan para tabi’in itu tidak berdasarkan
sumber dari Rasulullah melalui sahabat, tapi hanya diambil dari pendapat sendiri atau
sumber-sumber lain seperti ahlil kitab yang masuk Islam, maka tafsir tersebut tidak dapat
digolongkan sebagai tafsir bil Ma’tsur.

2.3 Pandangan Ulama terhadap Tafsir Bi Al-Ma’sur


Para ulama sepakat bahwa tafsir bil-Ma’stur, terutama tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
dan tafsir Al-Qur’an dengan as sunnah al shahibah, bisa diterima sebagai hujjah sebab
tidak mengandung titik kelemahan ataupun keraguan, namun bila tafsir Al-Qur’an itu
menggunakan as-asunnah dengan sanad, riwayat atau matan yang salah, maka tafsirannya
tidak bisa diterima.

Sedangkan tafsir Al-Qur’an dengan riwayat sahabat dan tabi’in, maka para ulama tidak
sepakat menerima karena didalamnya terdapat cacat dan kelemahan yang harus
diperhatikan. Menurut Al-Dzahabi, setidaknya ada tiga sebab mak-sudnya cacat dan
kelemahan ke dalam tafsiran para sahabat dan tabi’in.

1. Banyaknya tafsiran palsu yang di-nisbatkan kepada mereka.

2. Masuknya isra’iliyat.

3. Dihapuskan sistim isnad sehingga tidak lagi diketahui dari siapa tafsiran itu
diriwayatkan.

Tafsir palsu terjadi anatara lain ada-nya fanatisme golongan. Untuk memper-kuat status
golongannya mereka membuat tafsir Al-Qur’an yang dinisbahkan kepada Nabi melalui
para sahabat dekat mereka. Golongan syi’ah menisbatkan tafsir Al-Qur’an kepada
Rasulullah melalui para imam ahlil bait, khawarij menisbahkannya kepada para sahabat
mereka, dan begitu pula golongan as-sunnah.

Tafsir yang paling banyak dipalsukan adalah tafsir Ali bin Abi-Thalib dan ibnu abbas
adalah bapak khalifah dari Bani Abbas. Dengan membuat tafsir yang di-nisbatkan kepada
mereka maka tafsir itu akan diterma sebagai hujjah

.Sebagai contoh adalah adanya, dua tafsir yang saling bertentangan tetapi keduanya
dinisbatkan kepada Ibnu Abbas yaitu anak (korban yang akan disembelih Ibrahim). Pada
suatu riwayat anak itu adalah Ismail, tetapi anak itu adalah Ishaq(Ibn Khaldun, 1991: 439).

Maksut isra’iliyat kedalam tafsiran sahabat dan tabi’in menyebabkan terjadi-nya titik
lemah tafsir bil Ma’tsur. Kecend-rungannya memasukkan riwayat-riwayat isra’iliyat
kedalam tafsir Al-Qur’an itu menurut Ibn Khaldun antara lain disebab-kan karena
kebanyakan bangsa Arab waktu itu bukanlah para ahli kitab dan ahli ilmu. Mereka masih
banyak diliputi kebo-dohan dan masih banyak buta huruf, itulah ketika mereka ingin
mengetahui secara rinci tentang sebab asal mula keja-dian, tentang rahasia alam dan lain-
lain-nya, kepada ahli kitab dari kaum Yahudi atau Nasrani. Padahal pengetahuan para ahli
kitab itu sendiri kebanyakan hanya sebatas pengetahaun secara pasti diketa-hui
berdasarkan kitab suci mereka. Para mufasir kemudian menjadikan cerita-cerita mereka
sebagai tafsir Al-Qur’an.

Orang Yahudi mempunyai pengeta-huan keagamaan yang bersumber dari Taurat dan orang
Nasranipun mempunyai pengetahuan keagmaan yang bersumber dari Injil. Cukup banyak
orang Nasrani dan Yahudi yang bernaung dibawah panji-panji Islam sejak Islam lahir,
sedang mereka tetap memelihara baik pengeta-huan keagamaannya itu.

Sementara itu Al-Qur’an bayak mencakup hal-hal yang terdapat dalam Taurat dan Injil,
khususnya yang ber-hubungan dengan kisah para Nabi dan berita ummat terdahulu. Namun
dalam Al-Quran kisah-kisah itu hanya dikemukakan secara singkat menitik beratkan pada
aspek-aspek nasehat dan pelajaran, tidak mengungkapkan secara rinci dan men-detail
seperti pristiwa, nama-nama negeri dan nama-nama pribadi.

Ketika ahli kitab masuk Islam, mereka membawa pula pengetahuan ke-agamaan mereka
berupa cerita dan kisah-kisah keagamaan. Dan disaat membaca kisah-kisah dalam Al-
Qur’an terkadang mereka paparkan rincian kisah itu yang terdapat dalam kitab-kitab
mereka. Adalah para sahabat menaruh atensi terhadap kisah-kisah mereka bawakan, sesuai
pesan Rasulullah.

Berita-berita yang diceritakan ahlil kitab yang masuk Islam itu adalah Isra’-iliyyat,
mengingat bahwa yang paling dominan adalah pihak Yahudi (Bani Israil), bukan pihak
Nasrani. Sebab penu-kilan dari orang Yahudi lebih banyak jum-lahnya karena
percampuran mereka dengan kaum muslilmin telah dimulai sejak kelahiran Islam, dimana
hijjrahnya Rasulullah ke Madinah (tempat dimana orang yahudi banyak menetap).

Maka disinilah letak korelasi Tafsir bil Ma’tsur, dimana penjelasan-penjelasan ter-hadap
Al-Qur’an terkadang dimasuki oleh cerita-cerita yang dibawa oleh ahlil kitab yang msuk
islam, baik oleh pihak-pihak Yahudi maupun Nasrani, terutama di-dalam Al-Qur’an banyak
terdapat kisah-kisah para Nabi dan berita ummat ter-dahulu yang panjang lebar
diceritakan di dalam Taurat dan Injil.

2.4 Kitab Kitab Tafsir Bi Al-Ma’sur


1. Jami’al – Bayyan fi Tafsir Qur’an

Pengarangnya adalah Abu Ja’far Abu Muhammad bim Jarir at Thabari, lahir di Amjul
Thabaristan 224 H, wafat di Baqdad 310 H. Kitabnya termasuk kitab tafsir dengan Ma’tsur
yang paling agung, paling banyak mencakup pendapat para sahabat dan tabiiin serta
dianggap sebagai pedoman pertama bagi mufasirin. Beberapa keistimewaan dalam tafsir
ini adalah:

a. Berpengang pada asar berupa hadist, sasahabat dan tabi’in

b. Senantiasa menyebutkan sanad dan pendapat yang diriwayatkan

c. Memaparkan ayat-ayat yang nasikh dan mansukh serta menjelaskan hadist yang shahih
dan dha’if

d. Menyebutkan segi I’raf (uraian kalimat) dan pengistimbata hukum dari ayat-ayat Al-
Qur’an.

Kitab ini juga diupayakan untuk dikoreksi oleh para mupasir lain untuk kesempurnaannya.
(Ar-Rumi, 1999: 204).

2. Tafsir al- Al-Qur’an Azhim


Tafsir ini dikarang oleh Abu Al-Fidha Imaduddin bin Amer bin Katsir ad-Dimasyqi, lahir
di Busro Syam, tahun 700 H. Tafsir ini termasuk tafsir yang terkenal sebagai tafsir bil-
Ma’tsur dan memdapat tempat kedua sebagai tafsir Thabari.

3. Ad-Darul Mantsur Tafsiril Ma-tsur

Pengarang tafsir ini adalah imam Al-Hafidz Jamaluddin Abdul Fald Abdurrah-man ibnu
Abu Baqar Muhammad Al-Sayuthi Asy-Shafi’i. Beliau lahir pada tahun 489 H. dan wafat
tahun 911 H.

4. Ma’alimut Tanziil.

Pengarangyan adalah imam Al-Husein ibnu Masud bin Muhammad iniBaqhawi, seorang
ahli fiqih mefasir dan ahli Hadist yang dikenal dengan gelar penghidup sunnah dan
agama.Beliau wafat pada tahun 510 H.kitab tafsir ini digolongkan pada kitabtafsir
menengah. Didalanya banyak dikutif pendapat para kitab sahabat dan tabi’in orang-orang
yang sesudah mereka.

2.5 Metodologi Tafsir Bi Al-Ma’sur


Metode tafsir bil ma’ṡūr atau bil riwayaħ yaitu metode yang menafsirkan al-Qur`ān
berdasarkan naṣ-naṣ baik dengan ayat-ayat al-Qur`ān sendiri, dengan ḥadīṡ Nabi, dengan
aqwāl sahabat, maupun dengan aqwāl para tabi’in (Syurbasyi, 1999: 232). Menurut
AshShabuny (2000: 205) tafsir riwayat (Ma’tsur) ialah rangkaian keterangan yang terdapat
dalam Al-Qur’an, sunnah atau kata-kata sahabat sebagai keterangan atau penjelasan
maksud dari Allah (firman Allah), yaitu penafsiran Al-Qu`rān dengan A-Sunnah
Nabawiyah.  Dengan demikian, maka tafsir ma’tsur adalah tafsir Al-Qu`rān dengan Al-
Qu`rān, penafsiran Al-Qu`rān dengan As-Sunnah atau penafsiran Al-Qu`rān menurut atsar
yang timbul dari kalangan Shahabat.
Menurut Ash-Shiddieqy (1992: 238) diantara tafsir-tafsir bil ma’tsur, ialah:
a. Tafsir Jami’ul Bayan 
b. Tafsir Al Bustan
c. Tafsir Baqiy Makhlad
d. Tafsir Ma’limut Tanzil
e. Tafsir Al-Qu`rānul’Adhim
f.  Tafsir Asbabun Nuzul
g. Tafsir An Nasikh wal Mansukh
h. Tafsir Ad Durrul Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur

Mengandalkan metode ini, jelas memiliki keistimewaan, namun juga mempunyai


kelemahan-kelemahan. Keistimewaannya, antara lain, adalah:
a. Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Qu`rān.
b. Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya.
c. Mengikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat, sehingga membatasinya terjerumus
dalam subjektivitas berlebihan.
Di sisi lain, kelemahan yang terlihat dalam kitab-kitab tafsir yang mengandalkan metode
ini adalah:
a. Terjerumusnya sang mufasir dalam uraian kebahasaan dan kesusasteraan yang bertele-
tele sehingga pesan-pokok al-Qu`rān menjadi kabur dicelah uraian itu.
b.Seringkali konteks turunnya ayat (uraian asbâb al-nuzûl atau sisi kronologis turunnya
ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nâsikh/mansûkh) hampir dapat dikatakan
terabaikan sama sekali, sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun bukan dalam satu masa
atau berada di tengah-tengah masyarakat tanpa budaya.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Tafsir bi al-ma’tsur adalah suatu usaha untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an dengan al-
Qur’an atau dengan al- Hadits bahkan perkataan para sahabat termasuk juga para tabi’in,
dan penafsiran ini adalah merupakan jalan yang paling aman untuk menghindari terjadinya
salah pemahaman terhadap makna ayat al-Qur’an yang maknanya kurang jelas, dan tafsir
ini sudah dimulai dari masa sahabat dan mereka hanya menafsirkan bagian-bagian yang
sulit dipahami bagi orang yang semasa dengan mereka. Tidak mencakup semua ayat al-
Qur’an, dan mereka juga menafsirkan bagian-bagian yang sulit dipahami orang semasa
dengan mereka.

DAFTAR PUSTAKA

· Mawardi Abdullah, Ulumul Qur’an, Yoqyakarta, Pustaka Pelajar, 2011.

· As-Shiddieqi, Hasby , Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta,


Bulan Bintang, 1978.

· al-‘Aridl, Ali Hasan , Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta, Rajawali Press,
1992.

· Http://Komenkch.blogspot.com/2012/03/tafsir-bil-matsur.html

· Amanah, Dra. H. St. , Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang, CV.
Asy-Syifa’, 1993.

Anda mungkin juga menyukai