Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Para ulama memiliki perbedaan pendapat terkait boleh atau tidaknya
penulisan hadist, hal ini disebabkan adanya riwayat yang menyatakan
bahwa Rasulullah SAW pernah melarang penulisan hadist dan juga pernah
menyuruh sahabat untuk menuliskan hadist.
Pada masa Khulafaur Rasyidin meskipun hadist lebih banyak di
riwiyatkan, namun periwayatan hadist sangatlah terbatas hanya kepada
orang-orang tertentu dan tidak semua hadist yang mereka riwayatkan bisa
langsung diterima. Setelah itu, terjadilah perluasan peta dakwah yang
menyebabkan para sahabat berpencar ke berbagai wilayah yang membuat
orang-orang harus melakukan perjalanan ke berbagai wilayah untuk
mempelajari hadist.
Hingga pada masa Dinasti Umayyah timbul rasa kekhawatiran akan
hilangnya hadist bersamaan dengan wafatnya para ahli hadist, yang memicu
timbulnya program kodifikasi atau pembukuan hadist.
Dalam makalah ini akan kita ulas lebih jauh mengenai sejarah
perkembangan hadist mulai dari era Rasululullah SAW hingga era modern.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini tersusun berdasarkan masalah-masalah yang ingin di
ungkapkan yaitu:
1. Apa yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat penulisan
hadist?
2. Siapa saja sahabat dan tabi'in yang ternasuk ahli hadist?
3. Kapan awal mula program pembukuan hadist dan apa saja yang terjadi
dalam proses pembukuan hadist?
4. Pentingkah kegiatan digitalisasi hadist di masa kini?
C. Tujuan Pembahasan
Makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui penyebab perselisihan ulama tentang penulisan hadist

1
2. Mengetahui tokoh-tokoh ahli hadist
3. Mengetahui sejarah pembukuan hadist
4. mengetahui pentingnya digitalisasi hadist

2
PEMBAHASAN

A. Penulisan Hadist
Pro Kontra Penulisan Hadist
Semasa hidupnya Rasulullah lebih mencurahkan perhatian kepada
penulisan al-Qur'an. Berbeda dengan hadist, al-Qur'an harus diriwayatkan
dan ditulis sesuai dengan kesamaan dan ketetapan redaksinya. Sedangkan
hadist boleh diriwayatkan dengan hanya memandang kesamaan makna
dengan apa yang disampaikan Nabi. Karenanya sudah bisa diketahui hadist
Nabi akan memiliki banyak redaksi yang berbeda, dan bahkan bisa
dipalsukan.
Pada awal masa kerasulan Nabi Muhammad SAW melarang penulisan
hadist, karena Nabi khawatir akan tercampurnya hadist dengan al-Qur'an.
Larangan ini disampaikan Nabi melalui hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Sa'id al-Khudzri yang berbunyi:
‫التكتبوا عنى ومن كتب عنى غير القرآن فليمحه‬
"janganlah kalian menulis dariku (selain al-Qur'an), dan barang siapa
menulis dariku selain al-Qur'an maka hapuslah".

Pada mulanya ada seorang shabat yang mencatat suatu ayat al-Qur'an,
namun dalam catatan tersebut ia juga menuliskan apa yang dikatakan Nabi
selain al-Qur'an (hadist), setelah Nabi mengetahuinya Nabi segera melarang
mereka untuk menuliskan apa yang ia sampaikan selain al-Qur'an.
Ada yang mengatakan bahwa larangan ini tidak bersifat umum, larangan
penulisan hadist ini juga berkaitan dengan daya hafal masing-masing
sahabat. Pernyataan ini didasari bukti yang salah satunya berupa Shahifa as-
Shaddiq, yaitu sebuah catatan yang ditulis oleh 'Abd Allah ibn Amr ibn al-
As tentang apa yang ia dengar dari Nabi Muhammad SAW.
Selain hadist tentang larangan menulis hadist ini, di kesempatan yang
lain Nabi juga pernah menyuruh beberapa sahabat untuk menuliskan hadist.
Banyak sekali riwayat yang meriwayatkan tentang Nabi yang menyuruh

3
sahabat untuk menulis hadist, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh
'Abd Allah ibn 'Umar berkata: "Aku pernah menulis segala sesuatu yang
kudengar dari Rasulullah, aku ingin menjaga dan menghafalkannya. tetapi
orang-orang Quraisy melarangku melakukannya. mereka berkata: 'kamu
hendak menulis (hadist) padahal Rasulullah bersabda dalam keadaan marah
dan senang. Kemudian aku menahan diri (untuk tidak menulis hadist)
hingga aku menceritakan hal itu kepada Rasulullah, beliau bersabda:
‫اكتب فواللذ نفسي بيده ما خرج عنى اال حق‬
"Tulislah, maka demi Dzat yang aku berada dalam kekuasaan-Nya tidaklah
keluar dariku selain kebenaran".
Selain itu Abu Hurairah juga pernah meriwayatkan sebagai berikut:
pada saat Nabi menaklukkan Mekkah,beliau berdiri dan berkhutbah. Maka
berdirilah seorang laki-laki dari Yaman bernama Abu Syah dan bertanya:
“Tuliskanlah aku!” maka Rasulullah bersabda:
ُ ‫ ا ُ ْكتُب ُْوا لَه‬: ‫أ ُ ْكتُب ُْوا أِل أبى شَاةٍ َوفأي أر َوايَ ٍة‬
Tuliskanlah untuk Abi Syah (HR. Al-Bukhari dan Abu Dawud). Dalam
riwayat Imam Ahmad : Tuliskanlah ia.
Meski telah ada hadist yang menasakh larangan penulisan hadist, para
sahabat terutama para khalifah masih belum memperbolehkan penulisan
hadist. Selain lebih menaruh perhatian kepada al-Qur'an, mereka juga takut
jika hadist yang seandainya telah ditulis akan menjadikan mereka berpaling
dari kitab Allah. Sebagaimana yang telah diriwayatkan al-Zuhri bahwa
'Umar bermaksud menulis sunnah Nabi. Ia mempertimbangkan sampai
sebulan lamanya untuk mencari petunjuk dari tuhan tentang perkara ini.
Suatu pagi beliau mengambil keputusan dan berkata: " teringat dalam
benakku orang-orang sebelum kalian yang menulis dan menjadi terpikat
oleh tulisan mereka sehingga mengabaikan kitab Allah".
'Abd al-'Ala' berkata: Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr pernah
mendiktekan hadist kepadaku. Dia berkata " Hadist semakin bertambah
selama masa 'Umar. Kemudian beliau memerintahkan agar semuanya

4
dikumpulkan. Tatkala hadist itu terkumpul, beliau meletakkannya di atas
bara api sambil menyatakan: 'tak ada matsnat seperti matsnat ahlulkitab'".
Dari sini dapat kita ketahui bahwa adanya larangan penulisan hadist
disebabkan oleh; Pertama takut akan tercampurnya hadist dengan al-
Qur'an, Kedua ketika hadist dituliskan, para sahabat takut jika kelak orang-
orang lebih tertarik dengan tulisannya sendiri dan melupakan al-Qur'an,
sehingga membuat mereka lebih berpedoman pada tulisan mereka sendiri,
seperti yangb terjadi di kalangan ahli kitab.

Periwayat dan Tokoh ahli Hadist


Selain dikekang dalam penulisan (larangan penulisan hadist), selama
masa Khulafaur Rasyidin hadist juga dikekang dalam segi periwayataan.
Tidak semua orang boleh meriwayatkan hadist dan tidak semua hadist yang
diriwayatkan oleh orang yang sudah dipercaya dapat langsung di terima.
Sehingga pada waktu itu, untuk mempelajari hadist seseorang harus
langsung mendatangi para ahli hadist.
Di awali oleh khalifah 'Umar ibn Khattab yang membuat program
perluasan peta dakwah islam -dengan seterusnya dilanjutkan oleh khalifah
'Usman ibn 'Affan dan juga 'Ali ibn Abi Thalib, membuat para sahabat
terpencar ke berbagai wilayah. Mereka membawa hadist yang telah mereka
hafal maupun yang sudah ditulis ketempat yang mereka tuju. Sehingga
banyak bermunculan pusat kajian-kajian islam termasuk juga kajian al-
Qur'an dan hadist di berbagai wilayah. Oleh karena itu seseorang harus
melakukan perjalanan ke berbagai wilayah untuk menemui para sahabat
dalam mempelajari hadist.
Muhammad Abu Zah menyebutkan beberapa tokoh-tokoh ahli hadist
yang tersebar di berbagai wilayah pada masa itu:
1. Madinah
Kalangan sahabat: 'Aisyah, Abu Hurairah, Ibn 'Umar, Abu Sa'id al-
Khudzri dll.

5
Kalangan tabi'in : Sa'id ibn Musayyab, 'Urwah ibn Zubayr, Nafi' Maula
ibn 'Umar dll.
2. Makkah
Kalangan sahabat: Ibn Abbas, 'Abd Allah ibn Sa'id, dll.
Kalangan tabi'in : Mujahid ibn Jabr, Ikrimah mawla Ibn 'Abbas, 'Atha'
ibn Abi Rabah, dll.
3. Kufah
Kalangan sahabat: 'Abd Allah ibn Mas'ud, Sa'ad ibn Abi Waqash,
Salman al-Farisi, dll.
Kalangn tabi'in : Masruq ibn al-Ajda', Syuraikh ibn al-Haris, dll.
4. Basrah
Kalangan sahabat: 'Uthbah ibn Ghazwan, 'Imron ibn Husain, dll.
Kalangan tabi'in : Hasan al-Basri, Abu al-'Aliyah, dll.
5. Syam
Kalangan sahabat: Mu'adz ibn Jabal, Abu al-Darda', 'Ubbah ibn Shamit,
dll.
Kalangan tabi'in : Abu Idris, Qabishah ibn Zuaib, Makhul ibn Abi
Muslim, dll.
6. Mesir
Kalangan sahabat: 'Abd Allah ibn Amr ibn Ash, Uqbah ibn Amir, dll.
Kalangan tabi'in : Yazid ibn Abi Hubaib, Abu Basrah al-Ghifari, dll.
B. Pembukuan Hadist
Terdapat dua masa penting dalam kodifikasi atau pembukuan hadist.
Berikut adalah dua masa tersebut:
1. Abad ke-II Hijriyah (kodifikasi hadist)
'Umar ibn Abd al-Aziz -khalifah kedelapan Bani Umayyah yang
mulai memerintah di penghijung abad pertama Hijriyah (99-101 H),
adalah khalifah yang memulai kegiatan pembukuan hadist. Bermula dari
intruksi yang ditujukan kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin
Hazm (gubernur Madinah) dan para ulama Madinah untuk lebih
memperhatikan dan mengumpulkan hadist dari para penghafalnya.

6
Beliau memerintahkan Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm
(w. 117 H) untuk mengumpulkan hadist yang berada pada'Amrah binti
'Abd al-Rahman al-Ansari, yang merupakan murid kepercayaan
'Aisyah, dan al-Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar (w.107 H). Beliau
juga memerintahkan Muhammad bin Syihab al-Zuhri (w. 124 H), yaitu
orang yang dinilai lebih memiliki pengetahuan tentang hadist daripada
yang lainnya.
Setelah tokoh-tokoh ini maka mulailah banyak yang mengikuti
mereka seperti Ibnu Juraij (150-H) dan Ibnu Ishaq (151-H) di Makkah,
Ma'mar (153-H) di Yaman, al-Auza'i (156-H) di Syam, Malik (179-H)
Abu Arubah (156-H) dan Hammah bin Salamah (176-H) di Madinah,
Sufyan ats-Tsauri (161-H) di Kufah, Abdullah bin Mubarak (181-H) di
Khurasan, Husyaim (188-H) di Wasith, Jarir bin abdul Hamid (188-H)
di Ray, dan Abdullah ibn Wahab (125 H ) di Mesir.
Ada bebrapa faktor yang melatar belakangi pembukuan hadist pada
masa Umar bin Abd al-Aziz. Menuruit Muhammad az-Zafzaf kodifikasi
tersebut dilakukan karena:
1) Berpencarnya para ulama hadist ke berbagai wilayah yang
menyebabkan kekhawatiran hilangnya hadist bersama wafat
mereka.
2) Banyak pelaku bid'ah seperti Khawarij, Syi'ah, Rafidah dan lain-
lainyang membuat hadis-hadist palsu.
Selain itu terdapat faktor yang mendorong terjadinya pembukuan
hadist ini, termasuk juga hilangnya penghalang penulisan dan kodifikasi
hadist, yaitu kekhawatiran akan tercampurnya hadist dengan al-Qur'an.
Namun perlu diketahui bahwa upaya pembukuan hadist tahap awal
ini hadis Nabi masih bercampuran dengan fatwa sahabat dan tabi'in.
Hanya catatan Ibn Hazm yang tidak bercampur dengan fatwa sahabat
dan tabi'in. Karena Khalifah Umar bin Abdul Aziz menginstruksikannya
untuk hanya menulis hadist Nabi.

7
2. Abad ke-III Hijriyah(Masa Pemurnian, Penshahihan dan
penyempurnaan Kodifikasi)
Periode ini berlangsung pada masa Pemerintahan Khalifah Al
Ma’mun sampai pada awal pemerintahan khalifah Al-Muqtadir dari
kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Pada masa ini ulama memusatkan
perhatian mereka pada pemeliharaan keberadaan dan terutama
kemurnian Hadist Nabi SAW, sebagai antisipasi mereka terhadap
pemalsuan Hadist yang semakin marak kegiatan Pemalsuan Hadis.
Meskipun begitu, upaya pembukuan hadist menjadi sebuah kitab
musnad ini masih memiliki beberapa kelamahan. Salah satunya adalah
terdapat hadist-hadist dhaif dan palsu yang masih belum disisihkan.
Melihat kelemahan tersebut, ulama-ulama hadist berupaya untuk
membuat kaidah-kaidah dan syarat-syarat untuk menilai kesahihan
suatu hadist. Hingga lahirlah ilmu khusus yang digunakan untuk menilai
sahih atau tidaknya hadist, yaitu ilmu dirayah dan juga ilmu riwayah.
Disamping itu, sebagai konsekuensi pemilihan hadist sahih, hasan,
dhaif dan palsu tersebut, maka disusunlah kitab-kitab himpunan khusus
hadist sahih dan dan kitab-kitab al-Sunan.

C. Digitalisasi Hadist
Digitalisasi merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan proses
alih media dari bentuk tercetak, audio, maupun video menjadi
bentuk digital. Tujuan Digitisasi, tidak lain adalah untuk mendapatkan
efisiensi dan optimalisasi dalam banyak hal antara lain efisiensi dan
optimalisasi tempat penyimpanan, dan keamanan penyimpanan.
Digitalisasi hadist adalah kegiatan untuk mempermudah bagi orang
yang ingin belajar hadist. Digitalisasi hadist dapat membuat orang-orang
untuk mengakses hadist dengan mudah. Selain memiliki beberapa
kelebihan, digitalisasi hadist ini juga memiliki tidak sedikit kekuranagan.
Berikut adalah beberapa kelebihan dan kekuranagan digitalisasi hadist:
1. Kelebihan digitalisasi hadits :

8
a. Lebih praktis digunakan, karena bisa dibawa kemana-mana
b. Perkembangan tekhnologi yang begitu pesat, membuat aplikasi
hadits lebih mudah dicerna karena pembagian yang sistematis,
misalnya Lidwa Pusaka (Lembaga Ilmu dan Dakwah serta Publikasi
Sarana Keagamaan) dengan usaha penerjemahan dan digitalisasi
Kitab Hadits dari 9 Imam Hadits termasyhur (Kutubut Tis’ah)
c. Ekonomis, karena kita tak perlu lagi ke perpustakaan atau toko buku
bersusah payah untuk mencari hadits yang diinginkan. Karena
sekarang cukup mendownload saja
2. Kekurangan digitalisasi hadits :
a. Kita terlalu sering bergantung dengan adanya tekhnologi, sehingga
kadang shalat pun jadi lalai.
b. Kesakralan pada kitab yang kita pegang langsung, Al-Qur’an dan
hadits khususnya jadi pudar, karena terkalahkan oleh kecanggihan
tekhnologi. Sehingga kita jadi malas berwudhu, karena yang kita
pegang bukan kitabnya melainkan hanya software yang terdapat
dalam hp.
c. Terdapat sifat malas terhadap diri individu untuk mengkaji hadits
lebih dalam.
d. Masih banyak kajian hadits yang belum seluruhnya ada, hanya
sebagian saja yang bisa di dapatkan oleh tekhnologi.
Dalam kegiatan digitalisasi hadist ini, umat muslim telah dapat
menciptakan beberapa aplikasi yang memuat hadist-hadist Nabi, yaitu:
1. Al- Maktabah Syamilah
2. Al- Maktabah al-Waqfiyah
3. Mausu'ah al-Hadist asy-Syarifah (Ensiklopedi Hadist Syarif)
4. Mausu'ah Ruwah al-Hadist (Ensiklopedi perawi Hadist Syarif jilid
2)
5. Maktabah al-Bani
6. Pustaka Islam Digital (PID)

9
KESIMPULAN

Rasulullah SAW pernah melarang penulisan hadist karena khawatir


akan tercampur dengan al-Qur'an. Rasulullah SAW bersabda yang
diriwayatkan oleh Abu Sa'id al-Khudzri yang berbunyi:
‫التكتبوا عنى ومن كتب عنى غير القرآن فليمحه‬
"janganlah kalian menulis dariku (selain al-Qur'an), dan barang siapa
menulis dariku selain al-Qur'an maka hapuslah".
Namun dilain kesempatan Rasulullah beberapa kali menyuruh shabat
untuk menuliskan hadist, di antaranya adalah riwayat dari Abu Hurairah
pada saat Nabi menaklukkan Mekkah,beliau berdiri dan berkhutbah. Maka
berdirilah seorang laki-laki dari Yaman bernama Abu Syah dan bertanya:
“Tuliskanlah aku!” maka Rasulullah bersabda:
ُ ‫ ا ُ ْكتُب ُْوا لَه‬: ‫أ ُ ْكتُب ُْوا أِلبأى شَاةٍ َوفأي أر َوايَ ٍة‬
"Tuliskanlah untuk Abi Syah (HR. Al-Bukhari dan Abu Dawud). Dalam
riwayat Imam Ahmad : Tuliskanlah ia".
Setelah perluasan peta dakwah islam para ulama berpencar ke berbagai
wilayah yang menyebabkan seseorang harus melakukan perjalanan ke
berbagai wilayah untuk mempelajari agama islam, terutama al-Qur'an dan
hadist. Diantara para ahli hadist di berbagai wilayah islam antara lain:
1. Madinah
Kalangan sahabat: 'Aisyah, Abu Hurairah, Ibn 'Umar, Abu Sa'id al-
Khudzri dll.
Kalangan tabi'in : Sa'id ibn Musayyab, 'Urwah ibn Zubayr, Nafi' Maula
ibn 'Umar dll.
2. Makkah
Kalangan sahabat: Ibn Abbas, 'Abd Allah ibn Sa'id, dll.
Kalangan tabi'in : Mujahid ibn Jabr, Ikrimah mawla Ibn 'Abbas, 'Atha'
ibn Abi Rabah, dll.
3. Kufah

10
Kalangan sahabat: 'Abd Allah ibn Mas'ud, Sa'ad ibn Abi Waqash,
Salman al-Farisi, dll.
Kalangn tabi'in : Masruq ibn al-Ajda', Syuraikh ibn al-Haris, dll.
4. Basrah
Kalangan sahabat: 'Uthbah ibn Ghazwan, 'Imron ibn Husain, dll.
Kalangan tabi'in : Hasan al-Basri, Abu al-'Aliyah, dll.
5. Syam
Kalangan sahabat: Mu'adz ibn Jabal, Abu al-Darda', 'Ubbah ibn Shamit,
dll.
Kalangan tabi'in : Abu Idris, Qabishah ibn Zuaib, Makhul ibn Abi
Muslim, dll.
6. Mesir
Kalangan sahabat: 'Abd Allah ibn Amr ibn Ash, Uqbah ibn Amir, dll.
Kalangan tabi'in : Yazid ibn Abi Hubaib, Abu Basrah al-Ghifari, dll.
Program pembukuan hadist pertama kali dilakukan pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin 'Abd al-Aziz. Faktor pendorong
program ini adalah karena hilangnya penghalang bagi penulisan dan
pembukuan hadist, yaitu kekhawatiran tercampurnya hadist dengan al-
Qur'an. Selain itu, program ini muncul dikarenakan kekhatariwan akan
hilangnya hadist bersamaan dengan wafatnya para sahabat dan semakin
banyaknya ahli bid'ah yang memalsukan hadist.
Semakin berkembangnya teknologi, sangat membantu umat islam
untuk mempelajari hadist. Salah satu caranya adalah dengan
mendigitalisasi hadist. Karena dengan digitalisasi hadist orang-orang
dapat lebih mudah mengakses hadist dan bisa membawanya kemana-
mana.

11
12
DAFTAR PUSTAKA

Studi Hadist, Surabaya: UIN Sunan Ampel Prees, cet-8, 2018.

Rasul Ja'farian, Penulisan dan Penghimpunan Hadist, Surabaya: PENERBIT


LENTERA, 1992.

https://lockheartangel13.blogspot.com/2017/10/digitalisasi-hadits.html

13

Anda mungkin juga menyukai