Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
Inkar sunnah juga sering diartikan sebagai rasa tidak percaya nya
terhadap suatu sunnah yang diriwayatkan oleh para Hurairah dan perawinya.
Namun ada juga yang menyebut ingkar sunnah itu bukan lah suatu rasa
penolakan total dan sepenuhnya terhadap sunnah tapi lebih diarahkan pada
rasa menimbang-nimbang akan makna dari suatu sunnah yang terdapat dalam
kitab Al-Quran dan hadits-hadits Nabi.

Menurut Muhammad Ali, inkar sunnah adalah suatu paham yang


menyatakan bahwa suatu kumpulan sunnah yang terdapat dalam suatu hadits
tidak selalu harus di ingkari dan tidak di percayai oleh para perawi dan yang
mendengarkan suatu sunnah nya. Namun dapat juga diartikan sebagai rasa
berhati-hati apakah sunnah tersebut diturunkan nya secara mutawattir atau
tidak, dan apakah sunnah tersebut benar-benar asli dari perawinya.

Suatu sunnah dapat dipercaya oleh para pembaca dan pendengarnya


jika suatu sunnah tersebut diturunkan berdasarkan dalil-dalil yang ada dan
berlandaskan pada suatu akidah sunnah tersebut tanpa mengingkari
ketidakbenaran pada suatu hadits dan sunnah nya. Hadits serta sunnah yang
baik itu jika suatu sunnah dan hadits diturunkan secara berangsur-angsur
melalui Nabi Muhammad atau melalui ahli-ahli sunnah dan diturunkan secara
mutawattir dan disempurnakan dengan cara semestinya.

1.2 Rumusan Masalah 1

1. Apa pengertian dari inkar sunnah

2. Apa saja macam-macam inkar sunnah?

3. Apa saja gejala-gejala timbulnya inkar sunnah?

4. Bagaimana sejarah munculnya inkar sunnah?


2

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian dari inkar sunnah.

2. Untuk mengetahui macam-macam Inkar Sunnah

3. Untuk mengetahui gejala-gejala timbulnya Inkar Sunnah

4. Untuk mengetahui sejarah munculnya Inkar Sunnah


3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ing


kar Sunnah
Menurut bahasa kata “Inkar Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “Inkar”
dan yang ‫ا رًا‬..‫ ُر إِ ْن َك‬.‫ اَ ْن َك َر یُ ْن ِك‬Sunnah”. Kata “Inkar” berasal dari kata bahasa Arab
mempunyai beberapa arti di antaranya: tidak mengakui dantidak menerima baik di
lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu (antonim kata al-‘irfan, dan
menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati).1

Al-Askari membedakan antara makna al-Inkar dan al-Juhdu. Kata al-Inkar


terhadap sesuatu yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan, sedangkan al-
Juhdu terhadap sesuatu yang nampak. Dan disertai dengan pengetahuan. Dengan
demikian bisa jadi orang yang mengingkari Sunnah sebagai hujjah dikalangan
orang yang tidak banyak pengetahuannya tentang ‘ulumul hadits. Dari beberapa
arti kata “inkar” tersebut dapat disimpulkan bahwa inkar secara etimologis
diartikan menolak, tidak mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir
maupun batin atau lisan dan hati yang di latar belakangi oleh faktor
ketidaktahuannya atau faktor lain, misalnya karena gengsi, kesombongan,
keyakinan dan lain-lain.2

Sedangkan secara terminologi, ada beberapa definisi Inkar Sunnah yng


sifatnya masih sederhana pembatasannya diantaranya sebagai berikut.

Pertama, Inkar Sunnah merupakan paham yang timbul dalam masyarakat


islam yang menolak Sunnah atau hadits sebagai sumber ajaran agama Islam.
kedua setelah al- Qur’an. Kedua, Inkar Sunnah adalah suatu faham yang timbul
pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari
Sunnah sahih baik Sunnah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan para

1
Abdul Majid, Ulumul Hadis. (Jakarta: Amzah, 2013), hlm 31

2
Ibid., hlm 31-32
3
4

‘ulama, baik secara totalitas mutawatir maupun ahad atau sebagian saja, tanpa ada
alasan yang dapat diterima.3

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa Inkar Sunnah (hadits) adalah
sekelompok umat Islam yang tidak mengakui atau menolak Sunnah (hadits)
sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Orang yang menolak keberadaan Sunnah
(hadits) sebagai salah satu sumber ajaran Islam disebut munkir al-Sunnah.
Kelompok Ingkar Sunnah merupakan lawan atau kebalikan dari kelompok besar
(mayoritas) umat Islam yang mengakui Sunnah sebagai salah satu sumber ajaran
Islam.

2.2 Macam-macam Inkar Sunnah


Ada tiga jenis kelompok Inkar Sunnah, yaitu:
1. Kelompok yang menolak hadis-hadis Rasulullah SAW secara keseluruhan.
2. Kelompok yang menolak hadis-hadis yang tidak disebukan dalam Al-
Qur'an secara tersirat maupun tersurat.
3. Kelompok yang hanya menerima hadis-hadis mutawatir (diriwayatkan
oleh banyak orang pada setiap jenjang dan periodenya) dan menolak
hadis-hadis Ahad (tidak mencapai derajat hadis mutawatir) walaupun
shahih.4
Kelompok pertama dan kedua sangat berbahaya, karena merobohkan
paradigma sunnah secara keseluruhan, karena mereka tidak mengkin
mampu memahami perintah sholat, zakat, haji dan lain-lain sebagaimana
yang disebutkan dalam Al-qur’an secara global, namun harus memahami
penjelasannya secara terperinci sebagaimana yang dijelaskan sunnah. Jika
demikian yang terjadi adalah pemaknaan Al-Qur’an secara lughawidan
terjadi minimalisasi makna shalat, zakat, haji, dan lain-lain. Seandinya
mereka melaksanakan sholat dua rakaat dalam sehari semalam dengan
alasan tidak ada kewajiban yang lebih dari itu dalam Al-Qur’an boleh-

3
Ibid., hlm 32-35

4
Mahrus, Ulumul hadis, (Jember: IAIN Jember,2013), hlm 59
5

boleh saja dan gugurlah semua pelaksanaan shalat, zakat, haji sebagaimana
yang diajarkan Nabi dalam sunnahnya.
Demikian juga kelompok ketiga yang hanya menerima hadits
mutawatir. Semua kelompok diatas ingin merobohkan Islam dengan
menolak penjelas Al-Qur’an, yaitu sunnah dan memisahkan antara
penjelas dan yaang dijelaskan. Dengan demikian, mereka sangat mudah
mendistorsi dan mempermainkan makna Al-Qur’an.
2.3 Gejala-Gejala Inkar As-Sunnah
Gejala-gejala inkar as-sunnah masih merpakan sikap-sikap indivual,
bukan merupakan sikap kelompok, meskipun jumlah mereka dikemudian hari
semakin bertambah. Suatu hal yang patut di catat, bahwa gejala-gejala itu
tidak terdapat di negeri-negeri Islam secara keseluruhan, melainkan secara
umum terdapat di Irak. Sementara menjelang akhir abad ke II H muncul pula
kelompok-kelompok yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber syariat
Islam, disamping ada pula yang menolak sunnah yang bukan mutawatir saja.5

2.4 Sejarah Inkar Sunnah

Sejarah perkembangan ingkar as-sunnah hanya terjadi dua masa, yaitu:

A. Inkar As-Sunah Klasik

Inkar as-Sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i (w.


204 H) yang menolak kehujahan sunnah dan menolak sunnah sebagai
sumber hukum islam. Imam Asy-Syafi’i yang dikenal sebagai Nashir As-
Sunnah (Pembea Sunnah) pernah didatangi oleh seseorang yang disebut
sebagai ahli tentang mazhab teman-temannya yang menolak seluruh
sunnah, baik mutawatir maupun ahad. Ia datang untuk berdiskusi dan
berdebat dengan Asy-Syafi’i dengan jawaban yang argumentatif, Ilmiah,
dan Rasional sehingga akhirnya ia mengakui dan menerima sunnah Nabi. 6

5
Ibid., hlm 64

6
Abdul Majid, Ulumul Hadis. (Jakarta: Amzah, 2013), hlm 34
6

Menurut keterangan Muhammad Abu Zahra, Abdurrahman bin


Mahdi (salah seorang pembela Asy-Syafi’i dan hidup semasanya) orang
tersebut dari kalangan ekstremis kaum khawarij dan zindiq dengan alasan
sebagian golongan khawarij tidak mengakui hukum rajam bagi pezina
muhsham (telah nikah) karena tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.

Ingkar As-Sunnah klasik dibagi menjadi empat bagian :


a. Khawarij dan Sunnah
Secara bahasa kata khawarij merupakan bentuk jamak dari kata
kharij yang berartii “sesuatu yang keluar”. Secara menurut
pengertian termenologis khawarij adalah sekelompok atau golongan
yang keluar dan tidak loyal kepada pemimpin yang sah. Dan yang
dimaksud khawarij disini adalah golongan tertentu yang memisahkan
diri dari kepemimpinannya yaitu kepemimpinan Ali bin Abu Thallib
r.a. Apakah khawarij menolak sunnah ? ada sebuah sumber yang
menuturkan bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat
sebelum kejadian fitnah (perang saudara antara Ali bin bu Thalib r.a.
dan Mu’awiyah r.a) diterima oleh kelompok khawaij. Dengan alasan
bahwa sebelum kejadian itu para sahabat dinilai sebagai orang-orang
yang adil (muslim yang sudah akil-baligh, tidak suka berbuat
maksiat, dan selalu menjaga martabatnya). Namun, sesudah kejadian
fitnah tersebut, kelompok khawarij menilai mayoritas sahabat Nabi
SAW sudah keluar dari Islam. Akibatnya, hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh para sahabat sesudah kejadian itu ditolak
kelompok khawarij.
Dalam kitab-kitab produk kelompok Ibadiyah terdapat
keterangan bahwa mereka menerima hadis nabawi. Mereka juga
meriwayatkan hadis-hadis yang berasal dari Ali bin Abu Thallib,
Aisyah istri Nabi SAW, dan lain-lain. Karena itu, tidak tepat jika
dikatakan bahwa semua golongan Khawarij menolak hadis.
7

b. Syi’ah dan sunnah


Kata Syi’ah berarti “para pengikut atau para pendukung”.
Menurut pengertian terminologis syi’ah adalah golongan yang
menganggap Ali bin Abu Thallib r.a. lebih utama dari para khalifah
sebelumnya (Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman) dan berpendapat
bahwa keluarga Nabi SAW lebih berhak menjadi khalifah daripada
yang lain.
Golongn syi’ah ini terdiri dari berbagai kelompok dan tiap-tiap
kelompok menilai kelompok lain sudah keluar dari islam. Sementara
kelompok yang masih eksis hingga sekarang adalah kelompok Itsna
‘asyariyah. Kelompok ini menerima hadis nabawi sebagai salah satu
sumber syariat Islam. Hanya saja ada perbedaan mendasar antara
kelompok syi’ah ini dengan golongan Ahl As-Sunnah (golongn
mayoritas umat islam), yaitu dalam hal penetapan hadis.
Golongan syi’ah menganggap bahwa sepeninggal Nabi SAW
mayoritas para sahabat sudah Murtad (keluar dari islam), kecuali
beberapa orang saja yang menurut mereka masih tetap muslim.
Karena itu golongan syi’ah menolak hadis-hadis yang diriwayatkan
oleh mayoritas para sahabat tersebut. Syi’ah hanya menerima hadis-
hadis yang diriwayatkan oleh Ahl Al-Bait saja.

c. Muktazilah dan sunnah


Secara bahasa dari kata mu’tazilah dalah “sesuatu yang
mengasingkan diri”, sementara yang dimaksud disini adalah
golongan yang mengasingkan diri dari mayoritas umat islam karena
mereka berpendapat bahwa seorang muslim yang fasig (berbuat
maksiat) tidak dapat disebut mukmin atau kafir. Adapun golongan
Ahl As-Sunnah berpendapat bahwa orang musllim yang berbuat
maksiat tetap sebagai mukmin, meskipun ia berdosa. Pendapat
Mu’tazillah ini muncul pada masa Al-Hasan Al-Bashri, dan
dipelopori oleh washilbin ‘Ata.
8

Ada juga pendapat yang menuturkan bahwa golongan ini


dsebut mu’tazilah karena ketika washil bin ata dengan berguru
kepada Al-Hasan Al-Basri di masjid Basrah, ada seseorang yang
bertanya tentang status orang muslim yang berbuat maksiat.
Sebelum Al-Hasan Al-Basri menjawab pertanyaan itu, Washil bin
‘Ata berkata, “Menurut saya, orang tersebut berada ditempat antara
dua tempat (manzilah baina manjilatain), bukan mukmin dan bukan
kafir.” Washil kemudian berdiri dan meninggalkan pengajian Al-
Hasan Al-Basri. Ia pergi menuju suatu tiang didalam tersebut dan
menerangkan pendapatnya kepada orang-orang yang mengikutinya.
Melihat kejadian itu, Al-Hasan Al-Basri berkomentar, “I’tazala
‘anna Washil” (Telah memisahkan diri dari kita). Akhirnya,
kelompok Washil ini disebut Mu’tazilah.
Apakah Mu’tazilah menolak sunnah ? Syeikh Muhammad Al-
Khudhari Beik berpendapat bahwa Mu’tazilah menolak sunnah.
Pendapat ini berdasarkan adanya diskusi ntara Imam Asy-Syafi’i dan
kelompok yang mengingkari sunnah. Sementara kelompok atau
aliran yang ada pada waktu itu di bashrah Irak adalah Mu’tazilah.

d. Pembela Sunnah
Iman As-Syafi’i telah memainkan perannya dalam
menundukkan kelompok pengingkar sunnah. Seperti telah
disebutkan dalam kitabnya Al-Umm, beliau menuturkan
perdebatannya dengan orang yang menolak hadis. Setelah melalui
perdebatan yang panjang, rasional, dan ilmiah, pengingkar sunnah
tersebut akhirnya tunduk dan menyatakan menerima hadis. Oleh
karena itu, Imam As-Syafi’i kemudian diberi julukan sebagai Nashir
As-Sunnah (pembela sunnah).
Ada beberap hal yang harus dicatat tentang inkar As-Sunnah
Klasik. Yaitu bahwa inkar as-sunnah klasik kebanyakan masih
merupakan pendapat perseorangan dan hal itu muncul akibat
9

ketidaktahuan mereka tentang fungsi dan kedudukan sunnah dalam


Islam.7

B. Inkar As-Sunnah Masa Kini/Modern


Sejak abad ke-3 sampai abad ke-14 H, tidak ada catatan sejarah yang
menunjukkan bahwa dikalangan umat islam terdapat pemikiran-pemikiran
untuk menolak sunnah sebagai salah satu sumber syariat Islam, baik secara
perseorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk menolak sunnah yang
muncul pada abad I H sudah lenyap ditelan masa akhir abad III H.
Pada abad ke-14 H pemikiran seperti itu muncul kembali ke
permukaan, dan kali ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari
inkar as-sunnah klasik. Muhammad Mustafa Azami menuturkan bahwa
inkar as-sunnah modern lahir di kairo mesir pada masa Syeikh Muhammad
Abduh (1266-1323 H/1849-1905 M). Dengan kata lain Syeikh
Muhammad Abduh adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan
inkar as-sunnah pada masa modern.
Apabila inkar as-sunnah klasik masih banyak bersifat perorangan
dan tidak menanamkan dirinya sebagai mujtahid aatau pembaharu, inkar
as-sunnah modern banyak yang bersifat kelompok yang terorganisasi, Dan
tokoh-tokohnya banyak yang mengklaim dirinya sebagai mujtahid dan
pembaharu.

Apabila para pengingkar sunnah pada masa klasik mencabut


pendapatnya setelah mereka menyadari kekeliruannya, para pengingkar
sunnah pada masa modern banyak yang bertahan pada pendiriannya,
meskipun kepada mereka telah diterangkan urgensi sunnah dalam islam.8

BAB III
7
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis(Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm 208-2015

8
Ibid., hlm 215-216
10

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Jadi, pengertian as-sunnah itu ialah sebuah sikap penolakan terhadap


sunnah rasul baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat
metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Penyebut inkar as-sunnah tidak
semata-mata berarti penolakan total terhadap sunnah. Ada tiga jenis kelompok
inkar as-sunnah.
Pertama, kelompok yang menolak hadis-hadis Rasulullah SAW.
Kedua, kelompok yang menolak hadis-hadis yang tak disebutkan
dalam al-Qur'an secara tersurat ataupun tersirat.
Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadis-hadis ahad walaupun
shahih.
Inkar al-sunnah klasik dibagi menjadi 4 :
a. Khawarij dan sunnah
b. Syi'ah dan sunnah
c. Muktazilah dan sunnah
d. Pembela sunnah
Inkar al-sunnah modern yaitu sejak abad ke-3 sampai abad ke-11,
tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa dikalangan umat islam
terdapat pemikiran-pemikiran untuk menolak sunnah sebagai salah satu
sumber syariat Islam, baik secara perseorangan maupun kelompok. Pemikiran
untuk menolak sunnah yang muncul pada abad I H sudah lenyap ditelan masa
pada akhir abad III H.
Argumentasi inkar as-sunnah ada tiga yaitu :
1. Agama bersifat konkrit dan pasti
2. Al-Qur'an sudah lengkap
3. Al-Qur'an tidak memerlukan penjelas
Gejala-gejala inkar as-sunnah masih merupakan sikap-sikap
individual, bukan merupakan sikap kelompok, meskipun jumlah mereka
dikemudian hari semakin bertambah.

DAFTAR PUSTAKA
10
11

Mahrus. 2016. Ulumul Hadis. Jember: IAIN Jember.


Majid, Abdul. 2013. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.
Solahudin, M. Agus. 2015. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai