Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam matematika diskrit ada pembahasan kombinatorika. Kombinatorika merupakan
cabang matematika mengenai objek khusus. Aspek kombinatorika meliputi menghitung objek
yang memenuhi kriteria tertentu, beberapa yang termasuk dalam pembahasan kombinatorika
yaitu, koefisien binomial dan prinsip inkluisi.
Koefisien binomial merupakan bilangan-bilangan yang muncul dari hasil penjabaran
penjumlahan dua peubah yang dipangkatkan. Dalam aljabar elementer, teorema binomial
adalah teorema yang menjelaskan mengenai pengembangan eksponen dari penjumlahan
antara dua variabel.
Prinsip Inkluisi dan Ekskluisi merupakan perluasan ide dalam Diagram Venn beserta
operasi irisan dan gabungan, namun dalam pembahasan kali ini konsep tersebut diperluas, dan
diperkaya dengan ilustrasi penerapan yang bervariasi dalam matematika kombinatorika.
Penggunaan dua buah himpunan menghasilkan sebuah himpunan baru yang elemen nya
berasal dari himpunan A dan himpunan B. Himpunan A dan himpunan B mungkin saja
memiliki elemen sama, dan hal tersebut dapat ditemukan dalam himpunan A gabungan
himpunan B. Setiap kasus dalam kehidupan sehari-hari juga dapat dikaitkan dalam
pembahasan kombinatorika tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasar pada latar belakang di atas, pokok-pokok masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Prinsip Inklusi Eksklusi ?


2. Bagaimana Koefisien Binomial?

1.3 Tujuan Penulisan


Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini dimaksudkan untuk
menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

1. Menjelaskan Prinsip Inklusi Eksklusi


2. Menjelaskan Koefisien Binomial

1.4 Manfaat Penulisan

6
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini sebagai berikut :

3. Dapat Mengetahui Prinsip Inklusi Eksklusi


4. Dapat Mengetahui Koefisien Binomial

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Inklusi Eksklusi

Dalam teori himpunan, kita sering kali hendak menghitung jumlah anggota – anggota
himpunan yang berelasi (tidak saling asing). Suatu cara yang sering dipakai untuk menghitung
adalah aturan inklusi – eksklusi (kadang – kadang disebut metode Sieve).

Kasus khusus aturan inklusi eksklusi yang sering dijumpai adalah jika n = 2 atau n= 3.

Untuk n = 2, maka menggunakan prinsip inklusi – ekslusi sebagai berikut :

|A∪ B∨¿| A|+|B|−¿ A ∩ B∨¿

Untuk n= 3, maka menggunakan prinsip inklusi – eksklusi sebagai berikut :

| A ∪ B∪ C|=|A|+|B|+ ¿C∨−¿ A ∩ B∨¿ - | A ∩C|−|B ∩C|+¿ A ∩B ∩C∨¿

Contoh Soal 1

Untuk n = 2

Dalam sebuah kelas terdapat 25 Mahasiswa yang menyukai matematika diskrit, 13


mahasiswa tersebut menyukai aljabar linear dan 8 orang diantranya matematika diskrit dan
aljabar linear . Berapa mahasiswa yang terdapat dalam kelas tersebut?

Penyelesaian

Misalkan :

A = Himpunan mahasiswa yang menyikai matematika diskrit

B = Himpunan mahasiswa yang menyukai aljabar liner

| A ∩ B|=¿ Himpunan mahasiswa yang menyukai matematika diskrit dan alajabar linear.
Dari permisalan diatas, kita akan menggunakan prinsip inklusi eksklusi dimana n = 2

|A∪ B∨¿| A|+|B|−¿ A ∩ B∨¿

= 25 + 13 – 8

=30

Contoh soal 2

Sekarang kita akan melihat contoh penggunaan prinsip inklusi – eksklusi untuk
menghitung kombinatorial. Seperti kita ketahui informasi terkecil yang dapat di simpan dalam

8
memory komputer adalah byte. Setiap byte disusun oleh 8-bit. Berapa banyak jumlah byte
yang dimulai dengan ‘11’ atau berakhir dengan ‘11’?

Penyelesaian

Misalkan :

A= himpunan byte yang dimulai dengan ‘11’

B= himpunan byte yang diakhiri dengan ‘11’

| A ∩ B∨¿= himpunan byte yang dimulai dengan ‘11’ dan himpunan byte yang diakhiri
dengan ‘11’, maka

|A∪ B∨¿ = himpunan byte yang dimulai dengan ‘11’ atau himpunan byte yang diakhiri
dengan ‘11’.

Jumlah byte yang dimulai dengan ‘11’ adalah 2 6 = 64 buah, karena 2 posisi pertama sudah
diisi dengan ‘11’, sehingga kita cukup mengisi 6 posisi bit sisanya.

Jadi |A| = 64

Dengan cara yang sama, jumlah byte yang diakhiri dengan ‘11’ adalah 2 6 = 64 buah. Jadi |B| =
64 buah.

Jumlah byte yang berawal dan berakhir dengan ‘11’ adalah 2 4 = 16 buah, karena 2 posisi
pertama dan 2 posisi terakhir sudah diisi dengan ‘11’, sehingga kita tinggal mengisi 4 posisi
bit di tengah saja. Jadi , | A ∩ B∨¿= 16.

Dengan menggunakan prinsip inklusi – eksklusi, maka jumlah byte yang dimulai dengan ‘11’
atau berakhir dengan ‘11’ adalah sebanyak

|A∪ B∨¿ = |A| + |B| + |C| - | A ∩ B∨¿

= 26 + 26 – 24

= 64 + 64 – 16

= 112 buah1.

Contoh soal 3

Untuk n = 3

Dalam sebuah Universitas didapatkan informasi tentang jumlah mahasiswa yang


mengambil mata kuliah sebagai berikut.

260 mahasiswa mengambil mata kuliah statistk, 208 mahasiswa mengambil mata kuliah
matematika, dan 160 mengambil mata kuliah computer.

1
Rinaldi Munir, Matematika Diskrit, (Bandung : informatika Bandung, 2018), 70.

9
76 mahasiswa mengambil statistic dan matematika, 48 mahasiswa mengambil statistic dan
computer, dan 62 mengambil matematika dan computer

Ada 30 mahasiswa yang mengambil ketiga mata kuliah tersebut.

a. Berapa jumlah seluruh mahasiswa di universitas tersebut?


b. Berapa mahasiswa yang mengambil statistic dan matematika, tetapi tidak mengambil
mata kuliah computer?
c. Berapa mahasiswa yang mengambil mata kuliah statistic, tetapi tidak mengambil
matematika ataupun computer?

Penyelesaian

T = { Mahasiswa yang mengambil mata kuliah statistic}

M = { Mahasiswa yang mengambil mata kuliah matematika}

K = { Mahasiswa yang mengambil mata kuliah komputer}

Menurut data yang ada :

|T| = 260 ; |M| = 208 ; |K| = 160

|T∩ M ∨¿ 76 ;|T∩ K ∨¿ 48 ; |M ∩ K ∨¿ 62

|T∩ M ∩ K∨¿ 30

T M

a. Jumlah seluruh mahasiswa di universitas tersebut :


Kita memakai prinsip inklusi – eksklusi dimana n = 3

|T ∪ M ∪ K|=|T|+| M|+ ¿ K∨−¿ T ∩ M ∨¿ - |T ∩ K|−|M ∩ K|+¿ T ∩ M ∩ K ∨¿

= 260 + 208 + 160 – 76 – 48 – 62 + 30

= 472 orang

10
b. |T ∩ M ∩¬ K| = |T ∩ M | - |T ∩ M ∩ K|
= 76 – 30
= 46
c. |T ∩ ¬ M ∩¬ K| = |T | - |T ∩ M ∩¬ K| - |T ∩ ¬ M ∩ K|−|T ∩ M ∩ K|
|T ∩ ¬ M ∩¬ K| = 46 (dari soal b)
|T ∩ ¬ M ∩ K|=|T ∩ K|−|T ∩ M ∩ K|−¿
¿ 48−30
¿ 18
maka|T ∩¬ M ∩¬ K| = 260 – 46 -18 -30 ¿ 166

2.2 Koefisien Binomial

2.2.1 Identitas Binomial

Beberapa identitas yang berhubungan dengan kombinasi dan permutasi adalah sebagai
berikut:

a. Sifat simetri (nr )=(n−rn )


Bukti: lihat pada Contoh 7.12
Kenyataan akan sifat simetri tersebut mudah dilihat karena jika kita memilih r
objek di antara n objek yang ada, maka akan tersisa (n-r) objek. Kasus itu akan
sama dengan kasus jika kita mengambil (n-r) objek.

b. Identitas Newton (nr )( rk)=( nk)(n−k


r −k )
untuk bilangan bulat n ≥ r ≥ k ≥ 0

n
r
k

Gambar 1.1

Dalam identitas Newton, himpunan mula-mula (sebut himpunan A) yang


terdiri dari n objek diambil r objek di antarannya. Dari r objek yang terambil
tersebut selanjutnya diambil lagi k objek.
Secara formal, identitas Newton dapat dibuktikan sebagai berikut :
n n−k = n! ( n−k ) !
( )( )
k r −k k ! ( n−k ) ! ( ( n−k )−( r −k ) ) !

11
n! 1
¿
k ! ( r−k ) ! ( n−r ) !
n! r ! 1
¿
k r ! ( r−k ) ! ( n−r ) !
n! r!
¿
k ! ( n−r ) ! k ! ( r−k ) !

= (nr )( rk) ,terbukti


Bebrapa kasus khusus dari identitas Newton adalah sebagai berikut :

 Untuk k = 1, identitas Newton menjadi:


n
(nr ) r=n(n−1
k −1 ) atau ( n )= ( n−1) , jika r ≠ 0
r r r−1
 Untuk r = r + 1 dan k = 1 didapatkan :
( n−1 ) ! n!
(r +1n ) ( r+ 1 )=n( n−1r ) =n =
r ! ( n−1−r ) ! r ! ( n−1−r ) !
n!
= ( n−r )=( n) (n−r )
r ! ( n−r ) ! r
n = n−r n
Di dapatkan : (
r +1 ) r +1 ( r )
Persamaan-persamaan diatas memberikan rumus untuk menghitung

(n−1
k−1 ) dan ( n ) dari ( n )
r +1 r
n! n ( n−1 ) ! ( n−1 ) !
c. P(n,r) = = =
( n−r ) ! ( n−r ) ! ( ( n−1 ) −( r−1 ) ) !
= n P(n-1,r-1)

2.2.2 Segitiga Pascal

Segitiga pascal ialah segitiga yang dibentuk oleh bilangan-bilangan yang bersesuaian
dengan koefisien-koefisien pangkat bulat non negatif dari suatu suu dua (a + b). Perhatikan
bahwa:

(a+ b)0=1 =1

(a+ b)1=a+b = 1 a+1 b

12
(a+ b)1=a2 +2 ab+b 2 = 1 a2 +2 ab+1 b2

(a+ b)3=a3 +3 a 2 b+ 3 a b2 +b3 = 1 a3 +3 a2 b+3 a b 2+1 b3

= C 30 a 3+ C31 a2 b+C 32 a b 2+ C33 b3

............... dan seterusnya......

(a+ b)n=C n0 a n+ Cn1 an−1 b+C n2 an−2 b 2+ Cn3 an−3 b3 +…+ Cnn bn

Koefisien-koefisien pangkat bulat non negatifdari (a+ b)n seperti C n0 , C n1 , C n2 ,… dan

seterusnya hingga C nn untuk n=0, n=1, n=2, ... dan seterusnya itulah yang kemudian
membentuk pola bilangan yang terkenal dengan nama segitiga Pascal. Dengan
memperhatikan nilai koefisiennya saja untuk pangkat bulat non negatif dari nol hingga lima
akan diperoleh segitiga pascal seperti yang ditunjukkan berikut 2

1 C 00

1 1 C 10 C 11

1 2 1 C 20 C 21 C 22

1 3 3 1 C 30 C 31 C 32 C 33

1 4 6 4 1 C 40 C 41 C 42 C 43 C 44

1 5 10 10 5 1 C 50 C 51 C 52 C 53 C 54 C 55

Dengan adanya kesesuaian itu maka perhitungan-perhitungan kombinasi yang hanya


melibatkan bilangan-bilangan kecil langsung dapat dilakukan berdasarkan kesesuaiannya
dengan bilangan yang ada pada segitiga pascal

2.2.3 Teorema Binominal dan Multinominal

1. Teorema Binominal

2
https://www.academia.edu/13413158/Modul_matematika_diskrit

13
Dalam aljabar, penjumlahan dua buah suku seperti x + y disebut Binominal.
Teorema binominal adalah rumus penjabaran (x+y)n (n bilangan bulat tak negatif).
Untuk n yang kecil, penjabaran (x+y)n dapat dilakukan dengan mudah dan sering
kita jumpai.

Untuk n=0, (x+y)0 =1


Untuk n=1, (x+y)1 = x+y
Untuk n=2, (x+y)2 = x2 + 2 xy + y2
Untuk n=3, (x+y)3 = x3 + 3 x2y + 3xy2 + y3
Untuk n=4, (x+y)4 = x4 + 4 x2y + 6 x2y2 + 4xy3 + y4

Akan tetapi, bagaimana cara kita menghitung (x+y)2 misalnya? Waktu pasti
akan terkuras habis jika dijabarkan suku demi suku seperti yang biasanya dilakukan
pada n yang kecil. Teorema binominal dapat dipakai untuk menyelesaikannya dengan
cepat dan mudah.

Jika diperhatikan, koefisien-koefisien (x+y)n sama dengan apa yang kita lihat
pada tabel segitiga sabar. Untuk n = 4 misalnya, koefisienya berturut-turut adalah
1,4,6,4,1, yang semuanya sama dengan nilai segitiga pascal untuk n= 4. Kenyataannya
memang demikian. Koefisien-koefisien (x+y)n merupakan suatu kombinasi seperti
yang dinyatakan dalam teorema binominal berikut.

Teorema Binominal

Misalnya x dan y adalah bilangan-bilangan riil dan n adalah bilangan bulat tak negatif,
maka

n
( x +a ) =∑ n x n−k y k
n
()
k=0 k

n-1
= n x + n x y+ n x y +…+ n xy + n y
n-1 n-2 2
() ()
0 1 2 () n-1 ( ) ()
n

Bukti

Teorema binomial akan dibuktikan dengan induksi matematika.

Basis: Akan dibuktikan bahwa teorema benar untuk n=0, yaitu

14
0
bahwa (x+y) = 0 x0
()
0

Ruas kiri: (x+y)0= 1 (berapapun harga x dan y)

0
Ruas kanan: 0 x =1.1= 1
()
0

0
Terlihat bahwa (x+y) = 0 x 0
()
0

Induksi: Misalkan teorema benar untuk n=k. Jadi,

k-1
(x+y) = k x + k x y+ k x y +…+ k xy + k yk
k k-1 k-2 2
k
0 () ()
1 2 k-1 () ( ) ()
k

Akan dibuktikan bahwa teorema juga benar untuk n=k+1, yaitu bahwa:

k
(x+y) = k+ 1 x + k+1 x y+ k+2 x y +…+ k+1 xy + k+1 y
k+1 k k-1 2 k +1
k+1
0 ( )1 2 ( ) k ( ) k+1 ( ) ( )
(x+y)k+1= (x+y)k(x+y)

Dengan menggunakan kebenaran hipotesis (x+y)k, maka didapat

k x k + k x k-1 y+ …+ k y k
={( ) ( )
0 1 k () }
(x+y)

k x k + k x k-1 y+ …+ k y k x +¿
={( ) ( )
0 1 k () }
k x k + k x k-1 y+ …+ k y k y
{( ) ( )
0 1 k () }
k x k+1 + k x k y+ …+ k xy k +¿
={( )
0 1 () k () }
k x k y+ k xk-1 y 2 + …+ k y k +1
{( ) ( )
0 1 k () }
=(0k) x + {(1k) +(k0)} x y+ {(2k ) +(k1 )} x
k+1 k k-1
y2 + k + k
{( ) ( )}
k k −1
x y k + k y +1
()
k

15
Menurut identitas pascal, ( kr) +(r−1
k = k+1
) (r )sehingga
k
(x+y)k+1= k x + k+1 x y+ k+1 x y +…+ k+1 xy + k y
k+1 k k-1 2 k +1

0 () 1 2 ( ) k ( )
k ( ) ()
Akan tetapi (0k)=1= (k+1
0 )
k
dan ( ) =1= (
k
k+1
k+1 )
sehingga

k
(x+y)k+1= k+ 1 x + k+1 x y+ k+1 x y +…+ k+1 xy + k y
k+1 k k-1 2 k +1

0 ( ) 1 2( ) k ( )
k ( ) ()
Terbukti bahwa teorema juga benar untuk n=k+1 sehingga terbukti bahwa

n-1
(x+y)k= n x + n x y+ n x y +…+ n xy + n y
n-1 n-2 2

0 () ()
1 2 n-1 () ( ) ()
n

Benar untuk semua bilangan bulattidak negatif n.

Contoh 1:

Uraikan ekspresi berikut menggunakan teorema binomial:

a. (2x+5y)3
b. (x-4y)4

Penyelesaian:

a. (2x+5y)3= (30 )(2 x) + (31) (2 x) (5y)+ ( 32) (2 x )(5 y) + ( 33) (5 y)


3 3 2 3

=(1.23) x 3 +(3. 23 .5 ¿ x 2 y+ ( 3.2. 52 ) x y 2 +53 y 3


=8 x 3+ 60 x2 y +150 x y 2 +125 y3
b. (x-4y)4 ={x+(-4y)}-4

=( 40) x + (14) x (-4y )+ ( 42)


4 3
x 2 (-4 y)2 + 4 x (-4 y) 3 + 4 (-4 y) 4
()
3 4 ()
= x 4 + ( 4(-4) ) x3 y+ ( 6 (-4)2 ) x 2 y 2 +( 4(-4 ) 3 ) x y3 +(-4 ) 4 y 4
= x 4 -16 x 3 y+ 96 x 2 y 2 -256 xy 3 +256 y 4

16
Teorema Multinomial
Multinomial merupakan perluasan dari binomial. Multinomial adalah jumlahan t buah
suku berbeda, yaitu x1+x2+...+xt. binomial adalah kasus khusus dari multinomial, yaitu
untuk t=2.
Teorema multinomial adalah rumus penjabaran (x1+x2+...+xt)n. Secara formal, teorema
multinomial adalah sebagai berikut:
Teorema multinomial

Misalkan x1,x2,...,xt adalah bilangan-bilangan riil dan n adalah bilangan bulat positif.

Dengan demikian,

n!
(x1+x2+...+xt)n=∑ x q1 x q2 ... xtqt
8 q 1 ! q 2 ! … qt ! 1 2

Penjumlahan dilakukan terhadap semua q1,q2,...,qt dengan q1+q2+...+qt = n

Banyaknya suku pada (x1+x2+...+xt )n adalah (n+nt −1)


Contoh :

Hitunglah koefisien dari :

a. x12 x3 x43 x54 dalam ekspresi (x1+x2+x3+x4+x5)10


b. x3 y3 z2 dalam ekspresi (2x-3y+5z)8

ada berapa banyak suku dalam ekspresi-ekspresi tersebut?

Penyelesaian:

10!
a. Koefisien x12 x3 x43 x54 adalah = 12600
2! 0 ! 1 ! 3 ! 4 !

Banyak suku = (10+5−1


10 )
= 1001

b. Misal xt=2x; x2=-3y; dan x3=5z,


Maka (2x-3y+5z)8= (x1+x2+x3)8

17
8!
Koefisien x13 x23 x32 adalah = 560 sehingga koefisien x3 y3 z2 adalah (2)3 (-
3! 3 ! 2 !
3)3 (5)2.560 =-3.024.000

Banyak suku = (8+ 3−1


8 )
= 45

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Suatu cara yang sering dipakai untuk menghitung adalah aturan inklusi – eksklusi
(kadang – kadang disebut metode Sieve).

Kasus khusus aturan inklusi eksklusi yang sering dijumpai adalah jika n = 2 atau n= 3.

Untuk n = 2, maka menggunakan prinsip inklusi – ekslusi sebagai berikut :

|A∪ B∨¿| A|+|B|−¿ A ∩ B∨¿

Untuk n= 3, maka menggunakan prinsip inklusi – eksklusi sebagai berikut :

| A ∪ B∪ C|=|A|+|B|+ ¿C∨−¿ A ∩ B∨¿ - | A ∩C|−|B ∩C|+¿ A ∩B ∩C∨¿

 Beberapa identitas yang berhubungan dengan kombinasi dan permutasi adalah

a. Sifat simetri (nr )=(n−rn )


Kenyataan akan sifat simetri tersebut mudah dilihat karena jika kita memilih r
objek di antara n objek yang ada, maka akan tersisa (n-r) objek.

b. Identitas Newton (nr )( rk)=( nk)(n−k


r −k )
untuk bilangan bulat n ≥ r ≥ k ≥ 0

18
 Segitiga pascal ialah segitiga yang dibentuk oleh bilangan-bilangan yang bersesuaian
dengan koefisien-koefisien pangkat bulat non negatif dari suatu suu dua (a + b)
 Teorema Binominal
Misalnya x dan y adalah bilangan-bilangan riil dan n adalah bilangan bulat tak negatif,
maka
n
( x +a ) =∑ n x n−k y k
n
()
k=0 k

n-1
= n x + n x y+ n x y +…+ n xy + n y
n-1 n-2 2
() ()
0 1 2 () n-1 ( ) ()
n

 Teorema Multinomial
Multinomial merupakan perluasan dari binomial. Multinomial adalah jumlahan t buah
suku berbeda, yaitu x1+x2+...+xt. binomial adalah kasus khusus dari multinomial, yaitu
untuk t=2.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/13413158/Modul_matematika_diskrit
https://www.academia.edu/9726501/Prinsip_Sarang_Merpati

Munir, Rinaldi. 2018. Matematika Diskrit. Bandung : informatika Bandung

Siang, Jong jek. 2018. Matematika Diskrit dan Aplikasinya pada Ilmu Komputer. Bandung :
Cv Andi Offset

19

Anda mungkin juga menyukai