Anda di halaman 1dari 30

MATEMATIKA KOMBINATORIK

RANGKUMAN

diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Matematika Kombinatorik

Dosen Pengampu :

A. A. Gde Somatanaya, Drs., M.Pd

M. Zulfikar Masyur, M.Pd

Disusun Oleh :

Juhan 162151051

Ridanti Dwi Ayunisa 162151085

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SILIWANGI

2019
BAB 1
KAIDAH PENCACAHAN

Terdapat dua kaidah pencacahan, yaitu kaidah penjumlahan dan kaidah perkalian.
1. Kaidah Penjumlahan
Kaidah penjumlahan menganut prinsip umum bahwa keseluruhan sama dengan jumlah
dari bagian-bagiannya. Secara umum, kaidah penjumlahan dijelaskan sebagai berikut.

Jika sebuah himpunan objek-objek S dipartisi menjadi himpunan bagian


S1, S2, ..., Sm, maka banyaknya objek di S akan sama dengan jumlah
banyaknya objek di S1, S2, ..., Sm.

Kidah penjumlahan dapat pula dinyatakan sebagai berikut.

Jika pekerjaan pertama dapat dilakukan dalam m cara dan pekerjaan kedua
dapat dilakukan dalam n cara, dan kedua pekerjaan tersebut tidak dapat
dilakukan secara simultan, maka untuk menyelesaikan kedua pekerjaan
tersebut dapat dilakukan dalam m + n cara.

Secara umum dirumuskan sebagai berikut.


Jika Ei (i = 1, 2, 3, ..., k) adalah k pekerjaan sedemikian sehingga tidak
pekerjaan-pekerjaan yang dapat dilakukan atau terjadi secara simultan dan jika
Ei dapat dilakukan dalam ni cara, maka untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
tersebut terdapat n1 + n2 + n3 + ... + nk.

Contoh 1
Untuk bepergian ke Cirebon dari Yogya dapat melalui jalur Purwokerto, jalur semarang,
atau melalui jalur Temanggung. Dengan menggunakan kaidah penjumlahan, dapat
ditentukan bahwa terdapat tiga cara bepergian dari Yogya ke Cirebon.
Contoh 2
Suatu perpustakaan memiliki koleksi 40 buku sosiologi dan 50 buku antropologi. Dengan
menggunakan kaidah penjumlahan dapat ditentukan banyaknya kemungkinan bagi siswa
dalam memilih sebuah buku dari kedua jenis buku tersebut tanpa memperhatikan jenis
buku, yaitu 40 + 50 = 90 cara.

2. Kaidah Perkalian
Untuk memahami kaidah perkalian, perhatikan ilustrasi sebagai berikut. Pak Budi
bermaksud membeli sepeda motor. Saat ini di pasaran terdapat 4 merek sepeda motor
yang terkenal, yakni Scorpio, Alfa, Mercury, dan Jossa. Tersedia 3 jenis kapasitas
silinder untuk masing-masing sepeda motor tersebut, yaitu 100 cc, 110 cc, dan 125 cc.
Masing-masing sepeda motor menyediakan 2 macam pilihan warna, yakni hitam dan
merah. Berapa macam pilihan yang dapat dipilih Pak Budi dalam membeli sepeda
motor? Untuk menggambarkan berbagai pilihan yang dapat dipilih Pak Budi,
perhatikan alur berpikir sebagai berikut.
Mula-mula Pak Budi menentukan merek sepeda motor yang akan ia beli, karena hal
ini akan mempengaruhi harga sepeda motor. Dalam hal ini Pak Budi dapat memilih
salah satu dari 4 merek sepeda motor yang tersedia. Jelasnya, Pak Budi mempunyai 4
pilihan. Setelah menentukan merek, Pak Budi harus menentukan kapasitas silinder,
karena hal inipun mempengaruhi harga sepeda motor. Dalam hal ini, pak Budi dapat
memilih 3 kapasitas silinder yang tersedia. Jelasnya Pak Budi mempunyai 3 macam
pilihan. Terakhir, Pak Budi harus memilih salah satu dari dua warna yang tersedia.
Jelasnya, Pak Budi mempunyai 2 pilihan.
Ketika Pak Budi memilih merek sepeda motor, pikirannya bercabang 4. Ketika
memili kapasitas silinder, pikiran Pak Budi bercabang 3, dan sewaktu harus memilih
warna, pikiran pak Budi bercabang 2. Jadi banyaknya semua pilihan adalah 4 x 3 x 2 =
24. Ketika Pak Budi menentukan banyaknya pilihan, sesungguhnya ia telah
menggunakan kaidah perkalian, yang secara umum dijelaskan sebagai berikut.

Jika kegiatan pertama dapat dikerjakan dengan 1 n cara yang berbeda,


kegiatan kedua dapat dilakukan dengan 2 n cara yang berbeda, kegiatan
ketiga dapat dikerjakan dengan 3 n cara yang berbeda, dan seterusnya....
kegiatan ke-k dapat dikerjakan dengan k n cara berbeda, maka banyaknya
cara untuk melakukan semua kegiatan tersebut secara berurutan adalah:
n x n x n x ... x nk
BAB 2
PERMUTASI DAN KOMBINASI
Permutasi
Definisi Permutasi adalah jumlah urutan berbeda dari pengaturan objek-objek. Ilustrasi :

Berapa jumlah urutan berbeda yang mungkin dibuat dari penempatan bola ke dalam kotak-
kotak tersebut?

Jumlah kemungkinan urutan berbeda dari penempatan bola ke dalam kotak adalah
(3)(2)(1) = 3! = 6.

Permutasi dari n unsur yang berbeda x1, x2, . . . , xn adalah pengurutan dari n unsur tersebut.
Teorema:
Terdapat n! permutasi dari n unsur yang berbeda.

Bukti:
Misalkan jumlah objek adalah n, maka

 urutan pertama dipilih dari n objek,

 urutan kedua dipilih dari n – 1 objek,

 urutan ketiga dipilih dari n – 2 objek,

 …

 urutan terakhir dipilih dari 1 objek yang tersisa.

Menurut kaidah perkalian, permutasi dari n objek adalah

n(n – 1) (n – 2) … (2)(1) = n!

Contoh : Berapa banyak “kata” yang terbentuk dari kata “HAPUS”?

Penyelesaian:

P(5, 5) = 5! = 120 buah kata

Permutasi r dari n elemen

Definisi. Permutasi r dari n elemen adalah jumlah kemungkinan urutan r buah elemen
yang dipilih dari n buah elemen, dengan r  n, yang dalam hal ini, pada setiap
kemungkinan urutan tidak ada elemen yang sama.

n!
P(n, r )  n(n  1)(n  2)...(n  (r  1)) =
(n  r )!

Bukti :

- Elemen pertama dapat ditentukan dengan n cara


- Elemen kedua dapat ditentukan dengan (n – 1) cara

- Elemen ke-r dapat ditentukan dengan (n – r +1) cara


Dengan menggunakan kaidah perkalian (product rule), terdapat
n(n – 1)(n – 2) … (n – r + 1) cara  Permutasi r dari n elemen.

n(n  1)( n  2) . . . 2.1


Sehingga : P(n, r) = n (n – 1) (n – 2) … (n – r +1) =
(n  r )( n  r  1) . . . 2.1

n!
=
(n  r )!
P(n, n) = n!

Contoh. Berapakah jumlah kemungkinan membentuk 3 angka dari 5 angka berikut: 1, 2,


3, 4 , 5, jika:

(a) tidak boleh ada pengulangan angka, dan


(b) boleh ada pengulangan angka.
Penyelesaian:

(a) Dengan kaidah perkalian: (5)(4)(3) = 120 buah


Dengan rumus permutasi P(5, 3) = 5!/(5 – 3)! = 120

(b) Tidak dapat diselesaikan dengan rumus permutasi.


Dengan kiadah perkalian: (5)(5)(5) = 53 = 125.

Kombinasi
Bentuk khusus dari permutasi adalah kombinasi. Jika pada permutasi urutan kemunculan
diperhitungkan, maka pada kombinasi, urutan kemunculan diabaikan. Sehingga
Kombinasi r obyek yang dipilih dari n obyek adalah susunan r obyek tanpa memperhatikan
urutan/posisi

n!
Crn 
r!(n  r )!
Misalkan: Kombinasi 3 dari 3 obyek A, B dan C adalah:

ABC = ACB = BAC = BCA = CAB = CBA ( Hanya terdapat 1 kombinasi)

Contoh :

Dari 40 nomor rekening akan diundi untuk memenangkan 3 hadiah yang sama. Berapa
banyaknya susunan pemenang yang mungkin terbentuk?

40! 40! 40  39  38  37!


C340    = 9880
3! (40  3)! 3! 37! 3! 37!

Jika anda hanya mempunyai 1 rekening, maka peluang anda menjadi salah satu pemenang
adalah: P(Menang) = 1
9880

Interpretasi Kombinasi

1. C(n, r) = banyaknya himpunan bagian yang terdiri dari r elemen yang dapat dibentuk
dari himpunan dengan n elemen.
Misalkan A = {1, 2, 3}
Jumlah Himpunan bagian dengan 2 elemen:

{1, 2} = {2, 1}

{1, 3} = {3, 1} 3 buah

{2, 3} = {3, 2}

 3 3! 3!
atau      3 buah
2  (3  2)!2! 1!2!

𝑛!
Fsfsfs 𝐶(𝑛, 𝑟) = 𝑟!(𝑛−𝑟!)

𝐶(𝑛 + 1, 𝑘) = 𝐶(𝑛, 𝑘 − 1) + 𝐶(𝑛, 𝑘)

Permutasi dan Kombinasi Bentuk Umum


Misalkan: ada n buah bola yang tidak seluruhnya berbeda warna (jadi, ada beberapa bola
yang warnanya sama - indistinguishable).

n1 bola diantaranya berwarna 1,

n2 bola diantaranya berwarna 2,

nk bola diantaranya berwarna k,

dan n1 + n2 + … + nk = n.

Berapa jumlah cara pengaturan n buah bola ke dalam kotak-kotak tersebut (tiap kotak
maks. 1 buah bola)?
Jika n buah bola itu kita anggap berbeda semuanya, maka jumlah cara pengaturan n
buah bola ke dalam n buah kotak adalah:

P(n, n) = n!.

Dari pengaturan n buah bola itu,

ada n1! cara memasukkan bola berwarna 1

ada n2! cara memasukkan bola berwarna 2


ada nk! cara memasukkan bola berwarna k

Permutasi n buah bola yang mana n1 diantaranya berwarna 1, n2 bola berwarna 2, …, nk


bola berwarna k adalah:

P(n, n) n!
P(n; n1 , n2 ,..., nk )  
n1! n2 !...nk ! n1! n2 !...nk !

Jumlah cara pengaturan seluruh bola kedalam kotak adalah:

C(n; n1, n2, …, nk) = C(n, n1) C(n – n1, n2) C(n – n1 – n2 , n3)

… C(n – n1 – n2 – … – nk-1, nk)

n! (n  n1 )! (n  n1  n2 )!
=
n1!(n  n1 )! n2 !( n  n1  n2 )! n3!(n  n1  n2  nk )!

(n  n1  n2  ...  nk 1 )!

nk !(n  n1  n2  ...  nk 1  nk )!

n!
=
n1! n2 ! n3!...nk

Kesimpulan:

n!
P(n; n1 , n2 ,..., nk )  C (n; n1 , n2 ,..., nk ) 
n1! n2 !...nk !

Contoh. Berapa banyak “kata” yang dapat dibentuk dengan menggunakan huruf-huruf dari
kata MISSISSIPPI?

Penyelesaian:

S = {M, I, S, S, I, S, S, I, P , P , I}

huruf M = 1 buah (n1)

huruf I = 4 buah (n2)

huruf S = 4 buah (n3)

huruf P = 2 buah (n4)

n = 1 + 4 + 4 + 2 = 11 buah = | S |

Cara 1: Jumlah string = P(11; 1, 4, 4, 2)


11!
=  34650 buah.
(1!)( 4!)( 4!)(2!)

Cara 2: Jumlah string = C(11, 1)C(10, 4)C(6, 4)C(2, 2)

11! 10! 6! 2!
= . . .
(1!)(10!) (4!)(6!) (4!)( 2!) (2!)(0!)

11!
= = 34650 buah
(1!)( 4!)( 4!)( 2!)

Koefisien Binomial

(x + y)0 = 1 1

(x + y)1 = x + y 1 1

(x + y)2 = x2 + 2xy + y2 1 2 1

(x + y)3 = x3 + 3x2y + 3xy2 + y3 1 3 3 1

(x + y)4 = x4 + 4x3y + 6x2y2 + 4xy3 + y4 1 4 6 4


1

(x + y)5 = x5 + 5x4y + 10x3y2 + 10x2y3 + 5xy4 + y5 1 5 10 10 5


1

(x + y)n = C(n, 0) xn + C(n, 1) xn-1 y1 + … + C(n, k) xn-k yk + … +


n
n
C(n, n) y =  C (n, k ) xn-k yk
k 0

Koefisien untuk xn-kyk adalah C(n, k). Bilangan C(n, k) disebut koefisien binomial.

Contoh. Jabarkan (3x - 2)3.

Penyelesaian:

Misalkan a = 3x dan b = -2,

(a + b)3 = C(3, 0) a3 + C(3, 1) a2b1 + C(3, 2) a1b2 + C(3, 3) b3

= 1 (3x)3 + 3 (3x)2 (-2) + 3 (3x) (-2)2 + 1 (-2)3

= 27 x3 – 54x2 + 36x – 8
Contoh. Tentukan suku keempat dari penjabaran perpangkatan (x - y)5.

Penyelesaian:

(x - y)5 = (x + (-y))5.

Suku keempat adalah: C(5, 3) x5-3 (-y)3 = -10x2y3.


n
Contoh. Buktikan bahwa  C (n, k )  2
k 0
n
.

Penyelesaian:

Dari persamaan (6.6), ambil x = y = 1, sehingga


n
 (x + y)n =  C (n, k ) xn-k yk
k 0

n n
 (1 + 1) = n
 C ( n, k ) 1
k 0
n-k k
1 =  C ( n, k )
k 0

n
 2n =  C ( n, k )
k 0
BAB 3
KOEFISIEN BINOMIAL DAN MULTINOMIAL

A. Teorema Binomial
Teorema Binomial merupakan teori untuk menurunkan rumus yang diperoleh dari
penjabaran (a + b)n dengan menggunakan kombinasi. Kata binomial berasal dari dua kata,
yakni bi = dua, dan nomial = unsur atau variabel. Dalam aljabar permulaan, Teorema Binomial
menjelaskan pengembangan aljabar pada suatu deret pangkat binomial.
Sebelum membahas teorema ini, perhatikan ilustrasi berikut ini. Dalam aljabar kita tahu
bahwa (a + b)3 = a3 + 3a2b + 3ab2 + b3. Bilangan 3 yang merupakan koefisien dari a2b muncul
dari pemilihan a dari 2 faktor dan b dari 1 faktor sisanya. Hal ini bisa dilakukan dalam C(3, 2)
atau C(3, 1) cara. Sehingga secara umum koefisien-koefisien tersebut bisa ditentukan
berdasarkan Teorema Binomial berikut ini.
 Teorema 4.1
Jika a dan b adalah bilangan real dan n adalah bilangan bulat positif, maka
𝑛
(a + b) 𝑛 = ∑ C(n, k) 𝑎n−k b𝑘
𝑘=0
Bukti.
𝑛 𝑛(𝑛 − 1) 𝑛−2 2 𝑛(𝑛 − 1)(𝑛 − 2) 𝑛−3 3 𝑛(𝑛 − 1) 2 𝑛−2 𝑛−1 𝑛
(a + b) = 𝑎𝑛 + 𝑛𝑎𝑛−1 𝑏 + 𝑎 𝑏 + 𝑎 𝑏 +⋯ 𝑎 𝑏 + 𝑛𝑎𝑏 + 𝑏
1.2 1.2.3 1.2
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛−1 𝑛
= 𝑎𝑛 + ( ) 𝑎𝑛−1 𝑏 + ( ) 𝑎𝑛−2 𝑏 2 + ( ) 𝑎𝑛−3 𝑏 3 + ⋯ + ( ) 𝑎2 𝑏 𝑛−2 + ( ) 𝑎𝑏 +𝑏
1 2 3 2 1
𝑛
= ∑ C(n, k) 𝑎n−k b𝑘
𝑘=0

Penjabaran dari (a + b)n merupakan perkalian (a + b) sebanyak n faktor, yaitu (a + b) n = (a +


b)(a + b)...(a + b)
Koefisien dari an−kbk dapat ditentukan dengan banyaknya cara pemilihan a dari n − k faktor
diantara n faktor yang ada atau pemilihan b dari k faktor diantara n faktor. Hal ini bisa
dilakukan dengan C(n, n − k) atau C(n, k) cara.
Penentuan koefisien ini berlaku untuk setiap k = 0, 1, ..., n. Sehingga (a + b) n = C(n, 0)an−0b0
+ C(n, 1)an−1b1 + ... + C(n, n)an−nbn = ∑𝑛𝑘=0 C(n, k)an−kbk ✷
Penjabaran (a + b)𝑛 diatas mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Terdapat (n+1) suku
2. Penjumlahan pangkat-pangkat dari a dan b dalam setiap sukunya sama dengan n
3. Pangkat a menurun dalam setiap suku demi suku dari n sampai 0; pangkat b naik dalam
suku demi suku dari 0 sampai n.
4. Koefisien dari suatu adalah (𝑛𝑘) dimana k adalah pangkat daris alah satu a atau b
5. Koefisien-koefisien dari suku-suku yang sama jauhnya dari yang terakhir adalah sama.
Contoh 1 :
Jabarkan atau ekspansikan (a + b) 4.
(a + b)4 = C(4, 0)a4−0b0 + C(4, 1)a4−1b1 + C(4, 2)a4−2b2 + C(4, 3)a4−3b3 + C(4, 4)a4−4b4
= a4 + 4a3b + 6a2b2 + 4ab3 + b4
Contoh 2 :
Tentukan koefisien dari a5b6 dalam penjabaran (a + b) 11.
11!
C(11, 6) = 5!.6!
11.10.9.8.7,6!
= 5.4.3.2.1!.6!
= 462
 Teorema 4.2
Untuk setiap bilangan bulat n > 0, berlaku
𝑛
∑ C(n, k) = 2n
𝑘=0
Bukti :
Teorema binomial menyatakan bahwa
𝑛
(a + b) 𝑛 = ∑ C(n, k) 𝑎n−k b𝑘
𝑘=0

Dengan menambil a = 1 dan b = 1, maka diperoleh


𝑛
2 𝑛 = (1 + 1)𝑛 = ∑ C(n, k) 1n−k 1𝑘
𝑘=0
𝑛
= ∑ C(n, k)
𝑘=0

 Teorema 4.3
k k+1 k+2 k+3 k+r k+r+1
( )+( )+( )+( ) + ⋯+ ( )=( )
0 1 2 3 r r

Bukti :
a. Misalkan p(r) adalah (k0) + (k+1
1
) + (k+2
2
) + (k+3
3
) + ⋯ + (k+r
r
) = (k+r+1
r
)
1. Ditunjukkan bahwa p(1) benar, yaitu :
k k+1 k+2
( )+( )=( )
0 1 1
1! (k + 1)! (k + 2)!
+ =
1! k! (k + 1)!
k! + (k + 1)! (k + 2)(k + 1)(k)!
=
k! (k + 1)(k)!
k! + (k + 1)(k)! (k + 2)(k + 1)(k)!
=
k! (k + 1)(k)!
(𝑘 + 1) = (𝑘 + 2)

2. Diasumsikan bahwa p(t) benar untuk suatu bilangan asli t, yaitu :


k k+1 k+2 k+3 k+t k+t+1
( )+( )+( )+( ) + ⋯+ ( )=( )
0 1 2 3 t t

3. Adib p(t+1), yaitu :


k k+1 k+2 k+3 k+t k+t+1 k+t+2
( )+( )+( )+( ) + ⋯+ ( )+( )=( )
0 1 2 3 t t+1 t+1
k+t+1 k+t+1 k+t+2
( )+( )=( )
t t+1 t+1
(k + t + 1)! (k + t + 1)! (k + t + 2)!
+ =
(k + 1)! t! k! (t + 1)! (k + 1)! (t + 1)!
(k + t + 1)! (k + t + 1)! (k + t + 2)!
+ =
(k + 1)k! t! k! (t + 1)t! (k + 1)k! (t + 1)t!
(k + t + 1)! (t + 1) + (k + t + 1)! (k + 1) (k + t + 2)!
=
(k + 1)k! (t + 1)t! (k + 1)k! (t + 1)t!
[(k + t + 1)!](t + 1) + (k + 1) (k + t + 2)!
=
(k + 1)k! (t + 1)t! (k + 1)k! (t + 1)t!
(k + t + 1)! (k + t + 2) (k + t + 2)(k + t + 1)!
=
(k + 1)k! (t + 1)t! (k + 1)k! (t + 1)t!

B. Teorema Multinomial
Teorema mulitinomial adalah teorema yang menjelaskan mengenai
pengembangan eksponen dari penjumlahan antara lebih dari dua peubah atau variabel.
 Teorema 4.4 (Koefisien-koefisien Multinomial)
Untuk bilangan positif n, t, koefisien 𝑥1𝑛1 𝑥2𝑛2 𝑥3𝑛3 … 𝑥𝑡𝑛𝑡 dalam ekspansi (𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 + ⋯ + 𝑥𝑡 )𝑛
𝑛!
adalah dengan nt adalah bilangan bulat 0≤ 𝑛𝑖 ≤ n, untuk semua 0≤ i ≤ t, dan 𝑛1 +
𝑛1 !𝑛2 !𝑛3 !…𝑛𝑡 !
𝑛2 + 𝑛3 + ⋯ + 𝑛𝑡
Bukti
Sebagaimana disajikan dalam teorema binomial, koefisien 𝑥1𝑛1 𝑥2𝑛2 𝑥3𝑛3 … 𝑥𝑡𝑛𝑡 adalah banyaknya
cara memilih x1 dari n1 dari n faktor, memilih x2 dari n2 dari n-n1 dari faktor tersisa, memilih
x3 dari n3 faktor dari n - n1 - n2 faktor tersisa, ..., dan xt dari nt dari faktor tersisa n-n1-n2-n3 .... –
nt-1. Jadi koefisien dimaksud adalah
C(n, n1) C(n – n1, n2) C(n – n1 – n2, n3) ... C(n – n1 – n2 – n3 - ... – nt-1, t)

Yang dapat disederhanakan menjadi

𝑛!
𝑛1 ! 𝑛2 ! 𝑛3 ! … 𝑛𝑡 !
Yang dapat pula dinyatakan dengan
𝑛
(𝑛 ) atau C(n, n1,n2, n3 ... nt)
1 ,𝑛2 ,𝑛3 ,…𝑛𝑡
BAB 4
RELASI REKURENSI
Sebuah relasi rekurensi linier berkoefisien konstan dari sebuah fungsi numerik a, secara umum
ditulis sebagai berikut
C0 an + C1 an-1 + C2 an-2 + … + Ck an-k = f(n)
dimana Ci , untuk i = 0,1,2,…,k adalah konstan dan f(n) adalah sebuah fungsi numerik dengan
variabel n.
Relasi rekurensi tersebut dikatakan relasi rekurensi linier berderajat k , jika C0 dan Ck
keduanya tidak bernilai 0 (nol).

Contoh 1
2 an + 2 an-1 = 3n adalah sebuah relasi rekurensi linier berderajat 1
tn = 7 tn-1 adalah sebuah relasi rekurensi linier berderajat 1
an – an-1 – an-2 = 0 adalah sebuah relasi rekurensi linier berderajat 2
bn-3 – 3bn = n+3 adalah sebuah relasi rekurensi linier berderajat 3

Untuk sebuah relasi rekurensi dengan koefisien konstan derajat k, jika diberikan k
buah harga aj yang berurutan am-k , am-k+1 , … , am-1 untuk suatu nilai m tertentu, maka
setiap nilai am yang lain dapat dicari dengan rumus
1
am =  ( C1 am-1 + C2 am-2 + … + Ck am-k - f(m) )
C0

dan selanjutnya, harga am+1 juga dapat dicari dengan cara


1
am+1 =  ( C1 am + C2 am-1 + … + Ck am-k+1 - f(m+1) )
C0

demikian pula untuk nilai am+2 , am+3 dan seterusnya. Di lain pihak, harga am-k-1 dapat pula
dihitung dengan
1
am-k-1 =  ( C1 am-1 + C2 am-2 + … + Ck-1 am-k - f(m-1) )
Ck

dan am-k-2 dapat dicari dengan


1
am-k-2 =  ( C1 am-2 + C2 am-3 + … + Ck-1 am-k-1 - f(m-2) ).
Ck

Harga am-k-3 dan seterusnya dapat dicari dengan cara yang sama. Jadi, untuk sebuah relasi
rekurensi linier berkoefisien konstan derajat k , bila harga k buah aj yang berurutan diketahui,
maka harga aj yang lainnya dapat ditentukan secara unik. Dengan kata lain, k buah harga aj
yang diberikan merupakan himpunan syarat batas (kondisi batas) yang harus dipenuhi oleh
relasi rekurensi tersebut untuk dpat memperoleh harga yang unik.
Solusi dari Relasi Rekurensi
Seperti telah disebutkan pada bagian sebelumnya, sebuah relasi rekurensi linier
berkoefisien konstan dapat dinyatakan dalam bentuk C0 an + C1 an-1 + … + Ck an-k = f(n). Bila
nilai f(n) = 0, maka diperoleh relasi rekurensi yang memenuhi
C0 an + C1 an-1 + C2 an-2 + … + Ck an-k = 0.
Relasi rekurensi demikian disebut dengan relasi rekurensi homogen dan solusi dari relasi
rekurensi homogen ini dinamakan solusi homogen atau jawab homogen.
Dalam usaha mencari solusi dari sebuah relasi rekurensi perlu dicari dua macam solusi,
yaitu :
1. Solusi homogen (jawab homogen) yang diperoleh dari relasi rekurensi linier dengan
mengambil harga f(n) = 0.
2. Solusi khusus/partikuler (jawab khusus) yang memenuhi relasi rekurensi sebenarnya.

Solusi total atau jawab keseluruhan dari sebuah relasi rekurensi adalah jumlah dari
solusi homogen dan solusi partikuler. Misalkan an(h) = (a0(h), a1(h), … ) adalah solusi homogen
yang diperoleh dan misalkan an(p) = (a0(p), a1(p), … ) adalah solusi partikuler yang diperoleh,
maka solusi total dari relasi rekurensi yang dimaksud adalah
an = a(h) + a(p)

Solusi Homogen dari Relasi Rekurensi


Solusi homogen dari sebuah relasi rekurensi linier dapat dicari dengan mengambil
harga f(n)=0. Solusi homogen dari sebuah persamaan diferensial linier dengan koefisien
konstan dinyatakan dalam bentuk An , dimana  adalah akar karakteristik dan A adalah
konstanta yang harganya akan ditentukan kemudian untuk memenuhi syarat batas yang
diberikan. Dengan substitusi bentuk An kepada an pada persamaan homogen C0 an + C1
an-1 + C2 an-2 + … + Ck an-k = 0 , maka diperoleh
C0 An + C1 An-1 + C2 An-2 + … + Ck An-k = 0.
Dengan penyederhanaan pada persamaan tersebut, maka diperoleh
C0 n + C1 n-1 + C2 n-2 + … + Ck n-k = 0
Persamaan ini merupakan persamaan karakteristik dari persamaan diferensial yang diberikan.
Jika, bila adalah akar karakteristik dari persamaan karakteristik ini, maka An akan memenuhi
persamaan homogen. Jadi, solusi homogen yang dicari akan berbentuk An.
Bila persamaan karakteristik memiliki sebanyak k akar karakteristik berbeda (1 
2  …  k) , maka solusi homogen dari relasi rekurensi yang dimaksud dinyatakan dalam
bentuk
an(h) = A1 1n + A2 2n + … + Ak kn

dimana i adalah akar karakteristik dari persamaan karakeristik yang diperoleh, sedangkan
Ai adalah konstanta yang akan dicari untuk memenuhi kondisi batas yang ditentukan.

Contoh 2
Tentukan solusi homogen dari relasi rekurensi bn + bn-1 – 6 bn-2 = 0 dengan
kondisi batas b0 = 0 , b1 = 1 .
Penyelesaian :
Relasi rekurensi tersebut adalah relasi rekurensi homogen, karena f(n)=0.
Persamaan karakteristik dari relasi rekurensi bn + bn-1 – 6 bn-2 = 0
adalah 2 +  - 6 = 0 atau ( + 3) (  - 2) = 0
hingga diperoleh akar-akar karakteristik 1 = -3 dan 2 = 2.
Oleh karena akar-akar karakteristiknya berbeda, maka solusi homogennya
berbentuk bn(h) = A1 1n + A2 2n  bn(h) = A1 (-3)n + A2 . 2n.
Dengan kondisi batas b0 = 0 dan b1 = 1 , maka
b0(h) = A1 (-3)0 + A2 . 20  0 = A1 + A2 .
b1(h) = A1 (-3)1 + A2 . 21  1 = -3 A1 + 2 A2 .
bila diselesaikan maka akan diperoleh harga A1 = (-1/5) dan A2 = 1/5 , sehingga
jawab homogen dari relasi rekurensi bn + bn-1 – 6 bn-2 = 0 adalah
1 1
bn(h) =  (-3)n + . 2n .
5 5

Jika akar karakteristik 1 dari persamaan karakteristik merupakan akar ganda yang
berulang sebanyak m kali, maka bentuk solusi homogen yang sesuai untuk akar ganda tersebut
adalah
(A1 . nm-1 + A2 . nm-2 + … + Am-2 n2 + Am-1 . m + Am ) 1n
dimana Ai adalah konstanta yang nantinya akan ditentukan untuk memenuhi kondisi batas
yang ditentukan.

Contoh 3
Tentukan solusi dari relasi rekurensi an + 4 an-1 + 4 an-2 = 2n .
Penyelesaian :
Relasi rekurensi homogen : an + 4 an-1 + 4 an-2 =0.
Persamaan karakteristiknya adalah 2 + 4  + 4 = 0
( + 2) (  + 2) = 0
hingga diperoleh akar-akar karakteristik 1 = 2 = -2 , m = 2,

Oleh karena akar-akar karakteristiknya ganda,


maka solusi homogennya berbentuk an(h) = (A1 nm-1 + A2 nm-2) 1n ,
an(h) = (A1 n + A2 ) (-2)n .

Contoh 4
Tentukan solusi homogen dari relasi rekurensi
4 an - 20 an-1 + 17 an-2 – 4 an-3 = 0.
Penyelesaian :
Persamaan karakteristiknya : 4 3 - 20 2 + 17  - 4 = 0
akar-akar karakteristiknya ½ , ½ dan 4
solusi homogennya berbentuk an(h) = (A1 n + A2 ) (½)n + A3 . 4n.

Solusi Khusus dari Relasi Rekurensi


Pada dasarnya tidak ada satu metode yang dapat menentukan solusi khusus dari sebuah
relasi rekurensi linier yang tidak homogen. Untuk menentukan solusi khusus dari sebuah relasi
rekurensi linier dengan f(n)  0, akan diberikan beberapa model solusi yang disesuaikan
dengan bentuk f(n). Model yang sering digunakan adalah model polinomial atau model
eksponensial.

1. Secara umum, jika f(n) berbentuk polinomial derajat t dalam n :


F1 nt + F2 nt-1 + … + Ft n + Ft+1 ,
maka bentuk dari solusi khusus yang sesuai adalah :
P1 nt + P2 nt-1 + … + Pt n + Pt+1
2. Jika f(n) berbentuk n dan  bukan akar karakteristik dari persamaan homogen, maka
jawab khusus berbentuk
P n

3. Jika f(n) berbentuk (F1.nt + F2.nt-1 +…+ Ft.n + Ft+1 ).n dan  bukan akar karakteristik dari
persamaan homogen, maka bentuk dari solusi khusus yang sesuai adalah :
(P1 nt + P2 nt-1 + … + Pt n + Pt+1 ) n

4. Jika f(n) berbentuk (F1.nt + F2.nt-1 +…+ Ft.n + Ft+1 ).n dan  akar karakteristik yang
berulang sebanyak (m-1) kali, maka bentuk dari solusi khusus yang sesuai adalah :

nm-1. (P1 nt + P2 nt-1 + … + Pt n + Pt+1 ) n


BAB 5
FUNGSI PEMBANGKIT

Fungsi pembangkit merupakan alat untuk menangani masalah-masalah pemilihan dan


penyusunan dengan pengulangan. Fungsi seperti ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah
yang tidak memperhatikan urutan. Satu hal yang menarik fungsi pembangkit juga dapat
digunakan untuk menyelesaikan relasi rekurensi.

7.1 Fungsi Pembangkit Biasa

Definisi 7.1

Deret kuasa didefinisikan sebagai deret tak hingga yang berbentuk


∑ 𝑎𝑘 𝑥 𝑘
𝑘=0

Deret tak hingga ini selalu konvergen untuk |𝑥| < 𝑅, untuk suatu bilangan positif R. R dalam
hal ini disebut radius konvergensi dari deret kuasa di atas.

Teorema 7.1

Jika f mempunyai perluasan deret kuasa di titik c, yaitu jika

𝑓(𝑥) = ∑∞ 𝑘
𝑘=0 𝑎𝑘 (𝑥 − 𝑐) , |𝑥 − 𝑐| < 𝑅, (1)
𝑓 𝑛 (𝑐)
Maka koefisiennya dapat dinyatakan dalam rumus 𝑎𝑛 = 𝑛!

Dengan mensubstitusikan kembali 𝑎𝑛 pada rumus deret di atas, jika 𝑓 mempunyai perluasan
deret kuasa di titik c, maka 𝑓(𝑥) dapat dinyatakan dalam bentuk
𝑓 𝑛 (𝑐)
𝑓(𝑥) = ∑∞
𝑘=0 (𝑥 − 𝑐)𝑛 (2)
𝑛!

𝑓 ′ (𝑐) 𝑓 ′′ (𝑐) 𝑓 ′′′ (𝑐)


𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑐) + (𝑥 − 𝑐) + (𝑥 − 𝑐)2 + (𝑥 − 𝑐)3 +…. (3)
1! 2! 3!

Definisi 7.2

Misalkan (𝑎𝑘 ) = 𝑎0 , 𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … , 𝑎𝑛 , … adalah sebuah barisan bilangan.


Fungsi Pembangkit Biasa (Ordinary generating function) dari barisan { { adalah deret
𝑎𝑖 𝑖 = 0
kuasa

𝑓(𝑥) = ∑∞ 𝑘 2 3
𝑘=0 𝑎𝑘 𝑥 = 𝑎0 + 𝑎1 𝑥 + 𝑎2 𝑥 + 𝑎 3 𝑥 … (4)

7.2 Menghitung Koefisien Pada Fungsi Pembangkit


Kita akan mengembangkan Teknik-teknik aljabar untuk menghitung koefisien fungsi
pembangkit. Teknik-teknik tersebut adalah dengan mereduksi fungsi pembangkit yang
diberikan menjadi fungsi pembangkit dengan tipe binomial atau hasil kali dari fungsi
pembangkit dengan tipe binomial. Berikut ini adalah semua identitas polinom dan ekspansi
polinom yang dipergunakan.
1−𝑥 𝑛+1
1. 1−𝑥 = 1 + 𝑥 + 𝑥 2 + 𝑥 3 + ⋯ + 𝑥 𝑛
Hal ini ditunjukkan dengan mengalikan kedua sisi dari persamaan dengan faktor (1-x). Sisi kiri
akan menghasilkan 1-xn+1, sedangkan sisi kanan merupakan penjumlahan dari 1 + 𝑥 + 𝑥 2 +
𝑥 3 + ⋯ + 𝑥 𝑛 dan -𝑥 − 𝑥 2 − ⋯ − 𝑥 𝑛 − 𝑥 𝑛+1. Jumlah dari kedua polinomial ini adalah 1-xn+1
1
2. 1−𝑥 = 1 + 𝑥 + 𝑥 2 + 𝑥 3 + ⋯ + 𝑥 𝑛 + ⋯
Hal ini dapat ditunjukkan dengan cara yang hampir sama dengan cara sebelumnya. Hanya saja
dalamhal ini harga n dibuat menuju tak berhingga. Dengan demikian setiap koefisien xk dimana
k>0 akan bernilai 0. Jadi dapat disimpulkan bahwa (1 + 𝑥)(1 + 𝑥 + 𝑥 2 + 𝑥 3 + ⋯
3. (1 + 𝑥)𝑛 = 1 + (𝑛1)𝑥 + (𝑛2)𝑥 2 + ⋯ (𝑛𝑟)𝑥 𝑟 + ⋯ + (𝑛𝑛)𝑥 𝑛 (teorema binomial)
4. (1 + 𝑥 𝑚 )𝑛 = 1 − (𝑛1)𝑥 𝑚 + (𝑛2)𝑥 2𝑚 + ⋯ + (−1)(𝑛𝑟)𝑥 𝑟𝑚 + ⋯ + (−1)𝑛 (𝑛𝑛)𝑥 𝑛𝑚
Hal ini merupakan perluasan dari bentuk binomial sebelumnya dimana harga x diganti dengan
bentuk (-xm), dan dengan menggunakan rumus expansi binomial diperoleh
𝑛 𝑛 𝑛
(1 + (𝑥 𝑚 ))𝑛 = 1 + ( ) (−𝑥 𝑚 ) + ( ) (−𝑥)𝑚 )2 + ⋯ + ( ) ((−𝑥 𝑚 ))𝑟 + ⋯
1 2 𝑟
𝑛 𝑚 𝑛
+ ( ) ((−𝑥 ))
𝑛
1
5. (1−𝑥)𝑛 = 1 + ( 1 )𝑥 + (2+𝑛−1
1+𝑛−1
2
)𝑥 2 + ⋯ + (𝑟+𝑛−1
𝑟
)𝑥 𝑟 + ⋯
6. 𝑏𝑖𝑙𝑎 ℎ(𝑥) = 𝑓(𝑥). 𝑔(𝑥), 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑛𝑖 𝑓(𝑥) = 𝑎0 + 𝑎1 𝑥 + 𝑎2 𝑥 2 + ⋯ 𝑑𝑎𝑛 𝑔(𝑥) = 𝑏0 +
𝑏1 𝑥 + 𝑏2 𝑥 2 + ⋯
𝑚𝑎𝑘𝑎 ℎ(𝑥) = 𝑎0 𝑏0 + (𝑎1 𝑏0 + 𝑎0 𝑏1 )𝑥 + (𝑎2 𝑏0 + 𝑎1 𝑏1 + 𝑎0 𝑏2 )𝑥 2 + ⋯
+ (𝑎𝑟 𝑏0 + ⋯ + 𝑎0 𝑏𝑟 )𝑥 𝑟 + ⋯
7. Koefisien 𝑥 𝑟 pada (1 + 𝑥 + 𝑥 2 +. . . )𝑛 adalah 𝐶(𝑟 + 𝑛 − 1, 𝑟) = (𝑟+𝑛−1
𝑟
)

7.3 Fungsi Pembangkit Eksponensial


𝑎
Suatu fungsi pembangkit eksponensial 𝐴̂(𝑋) Dari barisan {𝑎𝑛 } yaitu 𝐴̂(𝑋) = ∑𝑘≥0 𝑘!𝑘 𝑥 𝑘

𝑋
Misalkan fungsi pembangkit eksponensial dari 1,1,1, … adalah ∑𝑘≥0 𝑘!𝑘 = 𝑒 𝑥 . Ingat bahwa 𝑒 𝑥
1 1
merupakan fungsi pembangkit biasa dari barisan 1,1,2! , 3!, ….

Perkalian dari dua fungsi pembangkit eksponensial akan memberikan hasil menarik yang
𝑎
dikenal dengan konvolusi binomial. Misal 𝐴̂(𝑋) = ∑𝑘≥0 𝑘!𝑘 𝑥 𝑘 merupakan fungsi pembangkit
𝑏 𝐶
pertama, 𝐵̂ (𝑋) = ∑𝑘≥0 𝑘!𝑘 𝑥 𝑘 adalah fungsi pembangkit kedua, dan 𝐶̂ (𝑋) = ∑𝑘≥0 𝑘!𝑘 𝑥 𝑘
merupakan perkalian 𝐴̂(𝑋) dan 𝐵̂ (𝑋), sehingga 𝐶̂ (𝑋) = 𝐴̂(𝑋). 𝐵̂ (𝑋) dapat di uraikan sebagai
berikut:

𝐶𝑘 𝑛 𝑎𝑘 𝑏𝑛−𝑘
∑ 𝑥 =∑ 𝑥𝑘
𝑘! 𝑘! (𝑛 − 𝑘)!
𝑘≥0 𝑘>0

𝐶𝑛 𝑎𝑘 𝑏𝑛−𝑘
= ∑∞
𝑘>0
𝑛! 𝑘! (𝑛−𝑘)!
𝐶𝑛 𝑛!
= ∑∞
𝑘>0 𝑎𝑘 𝑏𝑛−𝑘
𝑛! 𝑘!(𝑛−𝑘)!

𝑛
𝑐𝑛 = ∑∞
𝑘>0(𝑘 )𝑎𝑘 𝑏𝑛−𝑘

7.4 Fungsi Pembangkit untuk Menyelesaikan Relasi Rekurensi

Pada bagian ini kita akan menyelesaikan relasi rekurensi menggunakan pendekatan fungsi
pembangkit. Hal ini dilakukan dengan mencari solusi dari suatu relasi rekurensi beserta kondisi
awalnya dengan menemukan formula eksplisit untuk suatu sekutu fungsi pembangkit.
Sebagian tahap pengerjaannya memerlukan Teknik kalkulus (khusus fraksi parsial) dan
beberapa fungsi pembangkit yang banyak digunakan.

Contoh Soal
1. Misalkan m adalah bilangan bulat positif, maka fungsi pembangkit fm(x) untuk barisan
koefisien binomial (𝑚 0
), (𝑚
1
), … (𝑚
𝑚
)adalah ..
Jawab:
𝑓𝑚 (𝑥) = (𝑚0
) + (𝑚
1
)𝑥 + (𝑚
2
)𝑥 2 + ⋯ (𝑚 𝑚
)𝑥 𝑚 , dan berdasarkan teorema binomial dapat ditulis
sebagai 𝑓𝑚 (𝑥) = (1 + 𝑥)𝑚
2. Pandang 4 buah kotak, masing-masing berisi 3 buah bola hijau, 3 bola putih, 3 bola
biru, dan 3 bole merah. Akan ditentukan fungsi pembangkir dari ar yang menyatakan
banyaknya cara untuk memilih r buah bola dari kotak tersebut.
Jawab:
Kita modelkan soal diatas dengan model sebagai berikut :
𝑒1 + 𝑒2 + 𝑒3 + 𝑒4 = 𝑟, 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑛𝑖 0 ≤ 𝑒1 , 𝑒2 , 𝑒3 , 𝑒4 ≥ 3
fungsi pembangkit dapat dibentuk dengan memperhatikan 4 buah faktor polinomial yang
masing-masing mempunyai tingkat antara 0 sampai dengan 3. Suku-sukudari faktor polinomial
yang akan membentuk fungsi pembangkit adalah
[𝑥 0 ] [𝑥 0 ] [𝑥 0 ] [𝑥 0 ]
[𝑥1 ] [𝑥1 ] [𝑥1 ] [𝑥1 ]
[𝑥 2 ] [𝑥 2 ] [𝑥 2 ] [𝑥 2 ]
[𝑥 3 ] [𝑥 3 ] [𝑥 3 ] [𝑥 3 ]
Dengan demikian jumlah perkalian keepat pangkat yang jumlahnya r merupakan jawaban
dari problema tsb. Jadi fungsi pembangkit yang dicari adalah (𝑥 0 + 𝑥1 + 𝑥 2 + 𝑥 3 )4 =
(1 + 𝑥1 + 𝑥 2 + 𝑥 3 )4
3. Tentukan fungsi pembangkit dari ar yang menyatakan jumlah cara untuk
mendistribusikan r buah bola yang sama ke dalam 5 buah kotak yang diberikan dengan
kedala sebagai berikut : kotak pertama dan kedua masing-masing hanya dapat diisi oleh
sejumlah genap bola dan maksimum akan berisi 10 bola saja, sedangkan kotak ketiga,
keempat dan kelima masing-masing hanya dapat diisi leh paling sedikit 3 bola dan
paling banyak 5 bola saja.
Jawab:
Dengan menggunakan persamaan dengan jawab bilangan bulat, maka dapat ditulis sebagai
berikut : cara jawab problema berikut dengan 𝑒1 + 𝑒2 + 𝑒3 + 𝑒4 + 𝑒5 = 𝑟,
𝑑𝑖𝑠𝑖𝑛𝑖 𝑒1 𝑑𝑎𝑛 𝑒2 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑖𝑙. 𝑔𝑒𝑛𝑎𝑝 𝑑𝑎𝑛 0 ≤ 𝑒1 , 𝑒2 ≤ 10 𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 3 ≤ 𝑒3 , 𝑒4 , 𝑒5 ≤ 5
Maka jelas bahwa fungsi pembangkit yang dicari akan berbentuk
𝑔(𝑥) = (1 + 𝑥 2 + 𝑥 4 + 𝑥 6 + 𝑥 8 +𝑥10 )2 × (𝑥 3 + 𝑥 4 + 𝑥 5 )4
4. Cari koefisien dari x16 pada ekspansi (𝑥 2 + 𝑥 3 + ⋯ )5
Jawab:
Secara umum tentukan koefien dari xx. Untuk menyelesaikan problema ini, keluarkan dulu
suku x2 dari faktor polinomial. Kemudia gunakan rumus kedia diatas
(𝑥 2 + 𝑥 3 + ⋯ )5 = [𝑥 2 (1 + 𝑥 + 𝑥 2 + ⋯ )]5
(𝑥 2 ) 1
. 5 = 𝑥10
(1 − 𝑥) (1 − 𝑥)5
Dengan demikian koefisien dari x16 pada fungsi pembangkit akan sama degnan koefisien dari
x16 pada fungsi yang terakhir diperoleh ini maka koefisien dari x16 sama dengan koefisien x6
dari bentuk (1 − 𝑥)5. Dan dari rumus kelima diatas diperoleh bahwa besarnya koefisien x6
ini adalah (6+5−1
6
).

Secara umum besarnya koefisien xx pada fungsi pembangkit yang diberikan adalah sama
dengan koefisien xx-10 dari fungsi x6 dari bentuk (1 − 𝑥)5 yang hasilnya adalah ((𝑝−10)+5−1
(𝑟−10)
).

5. Gunakan fungsi pembangkit biasa untuk menyelesaikan relasi rekurensi 𝑎𝑘 = 2𝑎𝑘−1 +


4𝑘−1 dengan 𝑎0 = 1, 𝑎1 = 3, 𝑑𝑎𝑛 𝑘 > 2!.
Jawab:
Relasi rekurensi pada soal tersebut merupakan relasi rekurensi linear non homogen berderajat
1. Missal 𝐴(𝑧) fungsi pembangkit biasa dari barisan {𝑎𝑘 }, maka sesuai definisi
∞ ∞

𝐴(𝑧) = ∑ 𝑎𝑘 𝑧 𝑘 = ∑ 𝑎𝑘−1 𝑧 𝑘−1


𝑘=2 𝑘=1
Diketahui 𝑘 ≥ 2 untuk relasi rekurensi 𝑎𝑘 = 2𝑎𝑘−1 + 4𝑘−1 . Kalikan kedua ruas relasi
rekurensi tersebut dengan 𝑧 𝑘 untuk 2 ≤ 𝑘 ≤ ∞.
∞ ∞

∑ 𝑎𝑘 𝑧 = ∑(2 𝑎𝑘−1 + 4𝑘−1 )𝑧 𝑘


𝑘

𝑘=2 𝑘=2
Atau
∑∞ 𝑘 ∞ 𝑘 ∞
𝑘=2 𝑎𝑘 𝑧 = 2 ∑𝑘=2 2 𝑎𝑘−1 𝑧 + ∑𝑘=2 4
𝑘−1 𝑘
𝑧 … (1)
Selanjutnya ketiga suku pada ruas kiri maupun ruas kanan pada persamaan (1) di atas dapat
diselesaikan dengan mencari solusi yang merupakan sekutu fungsi pembangkit yaitu
(1) ∑∞ 𝑘 ∞ 𝑘 0
𝑘=2 𝑎𝑘 𝑧 = ∑𝑘=0 𝑎𝑘 𝑧 − 𝑎0 𝑧 − 𝑎1 𝑧
1

= 𝐴(𝑧) − 1 − 3𝑧
(2) 2 ∑∞ 𝑘 ∞
𝑘=1 𝑎𝑘−1 𝑧 = 2𝑧 ∑𝑘=2 𝑎𝑘−1 𝑧
𝑘−1

= 2𝑧 (∑ 𝑎𝑘−1 𝑧 𝑘−1 − 𝑎0 )
𝑘=1
= 2𝑧(𝐴(𝑧) − 1)
= 2𝑧𝐴(𝑧) − 2
(3) ∑∞
𝑘=2 4 𝑧 = 𝑧 ∑∞
𝑘−1 𝑘
𝑘=2 4
𝑘−1 𝑘−1
𝑧
∞ 𝑘−1
= 𝑧 ∑𝑘=1(4𝑧) − 1)
∞ 𝑘
= 𝑧 ∑𝑘=0(4𝑧) − 1)
1
= 𝑧 (1−4𝑧 − 1)
𝑧
= 1−4𝑧 − 𝑧
Substitusi setiap hasil pada ketiga suku di atas pada persamaan (1) diperoleh
𝑧
𝐴(𝑧) − 3𝑧 = (2𝑧 𝐴(𝑧) − 2𝑧) + 1−4𝑧 − 𝑧

Atau
1−3𝑧
𝐴(𝑧) = (1−4𝑧)(1−2𝑧)

1
Dengan menggunakan Teknik fraksi parsial dan fungsi pembangkit 1−𝑎𝑧, maka
1−3𝑧
𝐴(𝑧) = (1−4𝑧)(1−2𝑧)
1 1
2 2
= +
(1−4𝑧) (1−2𝑧)

1 1 1
= 2 (1−4𝑧 + 1−2𝑧)
1
=∑∞ 𝑘 𝑘 𝑘
𝑘=0 2 (4 + 2 )𝑧

1
Jadi, solusi relasi rekurensi yang dimaksud adalah 𝑎𝑛 = (4𝑘 + 2𝑘 )
2
BAB 6
PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

A. Prinsip sangkar Merpati

Sebagai ilustrasi, kita misalkan terdapat 3 ekor burung merpati dan 2 sangkar
burung merpati. Terdapat beberapa kemungkinan bagaimana burung-burung itu
menempati sangkarnya. Berikut ini disajikan peristiwa bagaimana burung merpati
menempati sangkar-sangkar itu.

Dari keempat peristiwa yang terjadi pada ilustrasi di atas, tampak bahwa di setiap
peristiwa itu selalu ada satu sangkar burung atau lebih yang ditempati beberapa burung
merpati. Lebih tepatnya kita katakan “paling sedikit ada satu sangkar burung yang
ditempati oleh paling sedikit dua ekor burung merpati”.
Kita perhatikan bagaimana yang terjadi jika terdapat 4 burung merpati yang
menempati 3 sangkar burung. Peristiwa yang terjadi di antaranya dapat dilihat pada
gambar berikut. Pertama-tama kita perhatikan kemungkinan yang terjadi jika semua
sangkar terisi. Karena banyaknya merpati melebihi banyaknya sangkar, maka peristiwa
semua sangkar terisi ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Jika terdapat satu sangkar yang tidak terisi, maka kemungkinan yang dapat terjadi
adalah seperti di bawah ini :

Dari gambar-gambar di atas yang memperlihatkan berbagai situasi yang berlainan,


dapat disimpulkan bahwa manakala banyaknya burung melebihi banyaknya sangkar,
maka akan selalu “terdapat paling sedikit satu sangkar burung yang ditempati oleh paling
sedikit dua ekor burung merpati. Kita rumuskan hasil diskusi ini pada teorema berikut”.
1. Prinsip Sarang Merpati (Pigeonhole) Bentuk Pertama

“Jika (n + 1) atau lebih obyek ditempatkan ke dalam n kotak, maka terdapat paling
sedikit satu kotak yang memuat dua atau lebih obyek tersebut.”
Pembuktian: Missal Jika n merpati ditempatkan pada m rumah merpati, dimana n > m,
maka terdapat rumah merpati yang memuat paling sedikit dua merpati. Untuk membuktikan
pernyataan Prinsip Pigeonhole ini, kita gunakan kontradiksi. Misalkan kesimpulan dari
pernyataan tersebut salah, sehingga setiap rumah merpati memuat paling banyak satu
merpati. Karena ada m rumah merpati, maka paling banyak m merpati yang bisa dimuat.
Padahal ada n merpati yang tersedia dan n > m, sehingga kita dapatkan sebuah kontradiksi.

Contoh 1
Jika terdapat 11 pemain dalam sebuah tim sepakbola yang menang dengan angka 12-0, maka
haruslah terdapat paling sedikit satu pemain dalam tim yang membuat gol paling sedikit dua
kali.

Contoh 2
Jika anda menghadiri 6 kuliah dalam selang waktu Senin sampai Jumat, maka haruslah
terdapat paling sedikit satu hari ketika anda menghadiri paling sedikit dua kelas.
Contoh 3
Dari 27 orang mahasiswa, paling sedikit terdapat dua orang yang namanya diawali dengan
huruf yang sama, karena hanya ada 26 huruf dalam alfabet. Kita menganggap 27 huruf awal
dari nama-nama mahasiswa sebagai merpati dan 26 huruf alfabet sebagai sarang merpati.
Menurut prinsip pigeonhole, beberapa huruf awal alfabet dipasangkan dengan paling sedikit
dua huruf awal nama mahasiswa.

Contoh 4
Misalkan terdapat banyak bola merah, bola putih, dan bola biru di dalam sebuah kotak.
Berapa paling sedikit jumlah bola yang diambil dari kotak (tanpa melihat ke dalam kotak)
untuk menjamin bahwa sepasang bola yang berwarna sama terambil.
Penyelesaian
Jika setiap warna dianggap sebagai sarang merpati, maka n = 3. Karena itu, jika orang
mengambil paling sedikit n + 1 = 4 bola (merpati), maka dapat dipastikan sepasang bola
yang berwarna sama ikut terambil. Jika hanya diambil 3 buah, maka ada kemungkinan
ketiga bola itu berbeda warna satu sama lain. Jadi 4 buah bola adalah jumlah minimum yang
harus diambil dari dalam kotak untuk menjamin terambil sepasang bola yang berwarna
sama.

Contoh 5
Misalkan sebuah turnamen basket diikuti oleh n buah tim yang dalam hal ini setiap tim
bertanding dengan setiap tim lainnya dan setiap tim menang paling sedikit satu kali.
Tunjukkan bahwa paling sedikit ada 2 tim yang mempunyai jumlah kemenangan yang sama.
Penyelesaian
Jumlah kemenangan setiap tim paling sedikit 1 kali dan paling banyak n-1 kali. Angka n-1
berkorespondensi dengan n-1 buah sarang merpati untuk menampung n ekor merpati (tim
basket). Jadi, paling sedikit ada 2 tim basket yang mempunyai jumlah kemenangan sama.

Contoh 6
Dalam sekumpulan n orang di mana setiap orang minimal kenal dengan satu orang di
kelompok tersebut, terdapat dua orang yang memiliki banyaknya kenalan di kelompok
tersebut yang sama. (Contoh: ada dua orang yang sama-sama memiliki 20 kenalan dalam
kelompok tersebut)
Penyelesaian
Dalam kasus ini jelas bahwa banyaknya kenalan sebagai sarang merpati dan banyaknya
orang sebagai merpati.
Sekarang kita buktikan bahwa sarang lebih sedikit daripada merpatinya. Setiap orang
minimal kenal dengan satu orang, maka banyaknya kenalan yang mungkin adalah 1 kenalan,
2 kenalan, 3 kenalan, dan seterusnya sampai n-1 kenalan. Sehingga ada n-1 kemungkinan
banyaknya kenalan pada orang di dalam kelompok tersebut. Karena ada n orang, maka jelas
bahwa pasti terdapat dua orang yang memiliki banyak kenalan yang sama.

2. Prinsip Sarang Merpati yang Diperumum

Prinsip sangkar burung merpati menyatakan bahwa terdapat paling sedikit 2 obyek dalam
kotak yang sama jika terdapat obyek yang lebih banyak dari kotaknya. Misalnya, di antara
31 angka desimal, pasti terdapat paling sedikit 4 angka yang sama. Ini karena jika ke 31
angka tadi didistribusikan pada 10 kotak, satu kotak tentu akan memiliki lebih dari 3 obyek.
Secara umum situasi ini kita rumuskan sebagai berikut.
“Jika M obyek ditempatkan ke dalam n kotak, maka terdapat paling sedikit satu kotak
yang memuat sedikitnya [M/n] obyek.”

Contoh 1
Jika terdapat 20 sarang merpati dan 41 ekor merpati, maka terdapat satu buah sarang yang
berisi lebih dari 2 ekor merpati. Atau dengan menggunakan rumus diperoleh paling sedikit
[ 41 / 20 ] = 3
merpati yang menempati 1 sarang merpati.
Contoh 2
Di antara 50 orang mahasiswa, terdapat paling sedikit [ 50 / 12 ] = 5 orang yang lahir pada
bulan yang sama.

Contoh 3
Dalam matakuliah Matematika Diskrit diberikan tugas kelompok yang akan dibagi menjadi
enam kelompok. Jika terdapat 62 mahasiswa yang menempuh mata kuliah tersebut,
tunjukkan bahwa terdapat paling sedikit ada 11 mahasiswa yang menjadi anggota suatu
kelompok yang sama!
Penyelesaian
Kita asumsikan mahasiswa tersebut sebagai anggota dari himpunan daerah asal X dan
kelompoknya sebagai anggota daerah kawan Y . Karena |X| = 62, |Y | = 6 dan [62/6] = 11.
Maka dengan menggunakan Prinsip Generalized Pigeonhole, terdapat paling sedikit 11
anggota Xyang dipasangkan dengan suatu anggota Y yang sama. Dengan demikian terdapat
paling sedikit ada 11 mahasiswa yang menjadi anggota suatu kelompok yang sama.

3. Prinsip Sarang Merpati (Pigeonhole) Bentuk Kedua


“Jika f merupakan sebuah fungsi dari suatu himpunan terhingga X ke suatu himpunan
terhingga Y dan |X| > |Y |, maka f(x1) = f(x2) untuk beberapa x1, x2 anggota X, dimana x1
≠ x2.”
Pembuktian: Untuk membuktikan Prinsip Pigeonhole Bentuk Kedua ini kita bisa
mengasumsikan X sebagai himpunan merpati dan Y sebagai himpunan rumah merpati.
Selanjutkan kita memasangkan merpati x ke rumah merpati f(x). Karena jumlah merpati
lebih banyak dari rumahnya, maka terdapat paling sedikit dua merpati, x1, x2 anggota X
yang dipasangkan ke rumah merpati yang sama, yaitu f(x1) = f(x2) untuk beberapa x1,
x2 anggota X, dimana x1 ≠ x2.
Contoh
Dalam membuat kode matakuliah untuk matakuliah-matakuliah bidang studi informatika
adalah dengan cara menambahkan tiga angka pada huruf TIK. Terdapat 51 matakuliah yang
harus diberi kode dan tiga angka yang harus ditambahkan pada huruf TIK harus berkisar
antara 101 sampai dengan 200. Tunjukkan bahwa terdapat paling sedikit dua matakuliah
yang diberi kode dengan angka berurutan.
Penyelesaian
Misalkan angka-angka yang dipilih adalah
a1, a2 ,…, a51.
Jika angka-angka diatas digunakan bersama-sama dengan
a1 + 1, a2 + 1, …, a51 + 1
maka terdapat 102 nomor yang merentang antara 101 sampai dengan 201. Karena ada 100
nomor yang disediakan (yaitu 101 sampai dengan 200) dan ada 102 nomor yang akan
digunakan, maka menurut Prinsip Pigeonhole Bentuk Kedua terdapat paling sedikit dua
nomor yang sama. Nomor a1, a2, …, a51 dan a1 + 1, a2 + 1, …, a51 + 1 semuanya berbeda.
Sehingga kita mempunyai ai = aj + 1 Dengan demikian kode ai berurutan dengan kode aj .
BAB 7
PRINSIP INKLUSI DAN EKSLUSI

Prinsip Inklusi dan Eksklusi


Untuk mengetahui berapakah anggota elemen dari penggabungan atau irisan dari dua
himpunan atau lebih digunakan prinsip inklusi dan eksklusi.
Sebagai permisalan, apabila terdapat dua himpunan yang beririsan A dan B.
Kemudian kita ingin mencari kardinalitas gabungan dua himpunan tersebut atau │A∪B│.
Untuk mempermudah analisis digunakan diagram Venn sebagai berikut

Gambar 1

Dari gambar 1.1 terlihat bahwa daerah A∪B terdiri dari 3 daerah yaitu : A/B, A∩B,
dan B/A, dimana kardinalitasnya adalah :
│𝐴 ∪ 𝐵│ = │𝐴 − 𝐵│ + │𝐴 ∩ 𝐵│ + │𝐵 − 𝐴│
Selain itu diketahui bahwa :
│𝐴│ = │𝐴 − 𝐵│ + │𝐴 ∩ 𝐵│ dan
│𝐵│ = │𝐵 − 𝐴│ + │𝐴 ∩ 𝐵│ atau │𝐵 − 𝐴│ = │𝐵│ − │𝐴 ∩ 𝐵│
Sehingga :
│𝐴 ∪ 𝐵│ = │𝐴 − 𝐵│ + │𝐴 ∩ 𝐵│ + │𝐵 − 𝐴│
= │𝐴│ + │𝐵 − 𝐴│
= │𝐴│ + │𝐵│ − │𝐴 ∩ 𝐵│
Dan apabila A dan B tidak beririsan atau │A∩B│= 0
Maka
│𝐴 ∪ 𝐵│ = │𝐴│ + │𝐵│ − │𝐴 ∩ 𝐵│
│𝐴 ∪ 𝐵│ = │𝐴│ + │𝐵│ − 0 = │𝐴│ + │𝐵│
Dari hasil analisis ini dapat diturunkan lemma dan teorema sebagai berikut :
Lemma 1
Jika A dan B adalah himpunan berhingga yang tidak beririsan atau keduanya saling asing ,
maka 𝐴 ∪ 𝐵 adalah himpunan hingga juga, dan |𝐴 ∪ 𝐵| = |𝐴| + |𝐵|
Teorema 1
Jika A dan B adalah himpunan berhingga yang beririsan, maka 𝐴 ∪ 𝐵 adalah himpunan
hingga juga, dan
|𝐴 ∪ 𝐵| = |𝐴| + |𝐵| − |𝐴 ∩ 𝐵| atau
|𝐴 ∪ 𝐵| = |𝐴 − 𝐵| + |𝐵 − 𝐴| + |𝐴 ∩ 𝐵|

Perluasan Prinsip Inklusi-Eksklusi untuk tiga himpunan

Angka 1 merah menunjukkan daerah yang


terlibat ketika |A| dihitung,
angka 1 hijau menunjukkan daerah yang
terlibat ketika |B| dihitung,dan
angka 1 biru menunjukkan daerah yang
terlibat ketika |C| dihitung.
Terlihat bahwa daerah yang beririsan
dihitung berulang-ulang.

Gambar 2

|A∩ B| dikurangkan (dua 1 merah diambil),


|A ∩ C| dikurangkan (dua 1 biru diambil), dan
|B ∩C| dikurangkan (dua 1 hijau diambil)

Gambar 3
Terlihat bahwa penghitungan hampir benar, kecuali pada daerah di mana ketiga himpunan
sama-sama beririsan.
Maka perlu ditambahkan kembali |𝐴 ∩ 𝐵 ∩ 𝐶| jadi,
|𝐴 ∪ 𝐵 ∪ 𝐶| = |𝐴| + |𝐵| + |𝐶| − |𝐴 ∩ 𝐵| − |𝐴 ∩ 𝐶| − |𝐵 ∩ 𝐶| + |𝐴 ∩ 𝐵 ∩ 𝐶|

Teorema 2
Jika A, B dan C adalah himpunan berhinngga yang, maka 𝐴 ∪ 𝐵 ∪ 𝐶 adalah himpunan
hingga juga, dan |𝐴 ∪ 𝐵 ∪ 𝐶| = |𝐴| + |𝐵| + |𝐶| − |𝐴 ∩ 𝐵| − |𝐴 ∩ 𝐶| − |𝐵 ∩ 𝐶| + |𝐴 ∩ 𝐵 ∩
𝐶|

Teorema 3
Misalkan A1, A2, ..., An adalah himpunan berhingga. Maka A1 ∪ A2 ∪ ... ∪ An adalah
berhingga dan
| A1  A2    An |  | A |  | A  A
1i  n
i
1i  j  n
i j |

 | A  A  A
1i  j  k  n
i j k |    (1) n 1 | A1  A2   An |

Anda mungkin juga menyukai