Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HADIS SEBAGAI SUMBER KEDUA AJARAN ISLAM, DALIL


KEHUJJAHAN HADIS dan FUNGSINYA TERHADAP AL-QUR’AN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadis

Dosen Pengampu Bpk Andi Lukmanul Qosim, LC., M.Pd.I.

Disusunoleh:

1. Qhun Krisna Wijaya (33030180010)

2. Ika Dewi Latifatul Isyaroh (33030180115)

3. Prio Salman Rusdi (33030180145)

HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH SYAR`IYYAH)

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA

2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah dzat yang menguasai seluruh alam, rasa syukur
selalu kami panjatkan kepada-Nya. Yang selalu memberikan rahmatnya dan
hidayah-Nya kepada seluruh alam, serta yang membukakan tabir keluasan
ilmu, dan menyalaknapi intelektualitas sehingga kita semua bisa terlepas dari
belenggu kebodohan. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada sang
revolusioner Nabi Muhammad SAW., para keluarganya, sahabat-sahabatnya
yang telah menuntun umat manusia menemukan jalan menuju kebenaran.
Tugas ini kami susun dan kami buat sebagai salah satu syarat
penugasan Ilmu Negara Fakultas Syari’ah jurusan Hukum Tata Negara Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Penyusun sangat menyadari sepenuhnya,
bahwa penyusunan makalah tidak akan sukses tanpa adanya kontribusi,
motivasi, kerjasama, dorongan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bpk. Andi Lukmanul Qosim, LC., M.Pd.I. selaku dosen Ulumul Hadis
2. Rekan-rekan semua yang turut dalam membantu penyusunan tugas
akhir ini hingga selesai.
3. Keluarga dirumah yang senantiasa mendoakan dan mensuport segala
tugas dan aktifitas kami dalam kuliah di Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga ini.
Akhirnya atas segala kekurangan dari Makalah ini, sangat diharapkan
kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pembaca demi
sempurnanya Makalah ini. Semoga ini dapat memberikan kontribusi positif
serta bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salatiga, 26 Februari 2019

Penuyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

Latar Belakang Masalah.........................................................................1

Rumusan Masalah..................................................................................2

Tujuan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

Pemahaman Hadis........................................................................................3

Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam.......................................4

Fungsi Terhadap Al-Qur’an .........................................................................6

Dalil Kehujjahan Hadis ...............................................................................9

BAB III PENUTUP..............................................................................................12

Kesimpulan................................................................................................12

Saran...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah kitab suci kita umat Islam dan menjadi sumber ajaran
Islam yang pertama dan utama yang harus kita imani dan aplikasikan dalam
kehidupan kita agar kita memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat. Akan
tetapi di dalam Al-Qur’an sendiri masih bersifat secara umum atau global
masih membutuhkan penjelasan lagi. Selanjutnya, Hadis dalam hukum Islam
dianggap sebagai mashdarun tsanin (sumber kedua) setelah Al-Quran. Hadis
berfungsi sebagai penjelas dan penyempurna ajaran-ajaran Islam yang
disebutkan secara global dalam Al-Quran. Bisa dikatakan bahwa kebutuhan Al-
Quran terhadap hadis sebenarnya jauh lebih besar ketimbang kebutuhan Hadis
terhadap Al-Quran.

Sebagai seorang Muslim tidak dibenarkan untuk mengambil salah satu


dan membuang yang lainnya karena keduanya dapat di ibaratkan sebagai dua
sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Sama dengan halnya Al-Qur’an dan
Hadis keduanya tidak dapat di pisahkan. Untuk mengeluarkan sebuah hukum
Islam, pertama kali para Mujtahid harus menelitinya di dalam Al-Quran.
Kemudian setelah itu, baru mencari bandingan dan penjelasannya di dalam
Hadis-hadis Nabi SAW., karena pada dasarnya tidak satupun ayat yang ada
dalam Al-Quran kecuali dijelaskan oleh Hadis-hadis Nabi SAW.

Dengan demikian kita memahami Hadis sebagai sumber ajaran Islam


yang kedua, memiliki fungsi tersendiri terhadap Al-Qur’an dan mempunyai
sebuah alasan-alasan (Kehujjahan) yang dapat dijadikan sebagai sumber
hukum Islam.

Dari sinilah makalah ini kami susun dengan harapan agar kita semua
semakin lebih mengenali pemahaman kita tentang Hadis dan semakin
memperkaya ilmu pengetahuan kita khususnya tentang Hadis Sebagai Sumber

1
Kedua Ajaran Islam, Dalil Kehujjahan Hadis dan Fungsinya Terhadap Al-
Qur’an.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemahaman dari Hadis?

2. Kedudukan Hadis dalam sumber Hukum Islam?

3. Apa fungsi sebuah Hadis terhadap Al-Qur’an?

4. Apa saja dalil-dalil kehujahan Hadis?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Hadis

2. Untuk mengetahui Kedudukan Hadis dalam sumber Hukum Islam

3. Untuk mengetahui fungsi sebuah Hadis terhadap Al-Qur’an

4. Untuk mengetahui dalil-dalil kehujahan Hadis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemahaman Hadis

Hadis menurut etimologi berarti baru, lawan dari kata lama. Berbicara
mengenai pemahaman tentang Hadis tentunya kita tidak dapat terlepaskan dari
sejarahnya Hadis itu sendiri. Dapat dilihat ketika Nabi Muhammad SAW.,
mendekati batas akhir hayatnya, mayarakat arab telah menjelma menjadi umat
yang terkondisikan dengan baik di atas norma-norma Islam. Dalam keadaan
demikian, beliau merasa telah berhasil merampungkan misi kerasulannya yang
sudah diembannya sejak pertama kali menerima wahyu. Dalam mejalankan
misinya itu, seluruh perilaku dan kondisi yang hadir pada diri Nabi
Muhammad SAW., dipersepsikan sebagai sistem etika universal yang menjadi
sumber hukum yang kedua setelah Al- Qur’an. Sebab sistem etika tersebut
tidak lepas dari kerangka etika Al-Qur’an. Pernyataan ini didukung oleh salah
satu riwayat yang disampaikan oleh ‘Aisyah bahwa prilaku (akhlak)
muhammad adalah Al-Qur’an.1

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa keberadaan Hadis (sunnah)


Nabi Muhammad SAW., sangat penting dan mendasar karena kedudukannya
sebagi sumber hukum sama dengan Al-Qur’an. Namun jika kita lihat secara
hirarki maka sumber hukum yang pertama adalah Al-Qur’an, sedangkan Hadis
menempati posisi yang kedua. Keduanya menjadi satu-kesatuan yang saling
berkesinambungan.

Dalam sejarah perkembangannya, Hadis telah menjadi referensi bagi


seluruh bentuk tata kehidupan bagi masyarakat generasi awal. Karena Hadis
berkedudukan sebagai referensi sedemikian rupa, maka Hadis pernah
dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu, baik internal maupun
eksternal komunitas muslim untuk kepentingan yang tidak proporsional,
1
Tasbih, Kedudukan Dan Fungsi Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam, Al-Fikr, Volume 14,
Nomor 3 (2010), Hlm. 01.

3
bahkan tidak benar. Untuk tujuan demikian, Hadis diproyeksikan sebagai alat
legitimasi bagi kepentingan individual maupun komunal yang pada ujung-
ujungnya melahirkan hadis maudlu’ (palsu).2

Hadis yang dipercayai sampai pada bentuknya yang sekarang ini


perkembangannya melewati periode yang berbrda-beda beraneka ragam.Jika
ditelusuri perkembangannya dalam tiap-tiap periode beserta segala macam
aspeknya dapat dibagikan menjadi,penulisan hadis,pembukuan hadis secara
menyeluruh dan pembukuan hadus yang shahih saja.3

B. Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam

Sebagaimana Al-Qur’an, Hadis juga merupakan sumber Hukum Islam.


Derajatnya menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini merupakan
ketentuan Allah swt. Sebagaimana firman-Nya :

ْ‫سووهل فتهخهذووهه توتماَ نتهههكوم تعونهه تفاَونتتههووا‬


‫توتمآَ تءاْهتهكهم اْلرر ه‬
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr : 7)

Ditinjau dari segi fungsinya, Hadis mempunyai hubungan yang sangat


kuat dan erat sekali dengan Al-Qur’an. Kedudukan Hadis dalam Islam sebagai
sumber hukum. Para ulama juga telah berkonsensus dalam Hukum Islam
adalah Al-Qur’an dan Hadis. Dari segi urutan tingkatan dasar Islam ini, Hadis
menjadi dasar Hukum Isalam kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini dapat
dimaklumi karena beberapa alasan sebagai berikut:4

1. Fungsi Hadis sebagai penjelasan Al-Qur’an

2
Tasbih, Kedudukan Dan Fungsi Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam, Al-Fikr, Volume 14,
Nomor 3 (2010), Hlm. 02.
3
Muhammad Alawi Al-Maliki,Ilmu Ushul Hadis (Yogyakarta : April 2005, terjemah Al-
Manhalu Al-Lathiifu Fi Ushuuli Al-Hadisi Al-Syariifi Pustaka Pelajar). Hlm.13-22
4
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta : Desember 2007, Cet. Ke 2 Amzah). Hlm. 25-26

4
Hadis berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan terhadap Al-Qur’an.
Tentunya pihak penjelas diberikan peringkat kedua setelah pihak yang
dijelaskan. Teks Al-Qur’an sebagai pokok asal, sedangkan Hadis
sebagiai penjelas atau tafsir yang dibangun karenanya. Dengan
demikian, segala uraian dalam Hadis berasal dari Al-Qur’an.
Sebagaimana firman Allah swt dalam surah Al-An’am (6) : ayat 38.

Tidak ada sesuatau yang kamu tinggalkan dalam a-lkitab.

Keterangan Al-Qur’an sangat sempurna tidak meninggalkan sesuatu,


tetapi penjelasannya secara global maka perlu di terangkan secara rinci
dari Hadis.

2. Mayoritas Hadis relatif kebenarannya

Hadis sebagai sumber Hukum Islam kedua, yaitu setelah Al-Qur’an


selalu berintegrasi dengan Al-Qur’an. Beragama tidak mungkin bisa
sempurna tanpa Hadis, sebagai mana syari’ah tidak mungkin sempurna
tanpa didasarkan kepada Hadis. Para sahabat menerima langsung
penjelasan Nabi tentang Syari’ah yang terkandung dalam Al-Qur’an,
baik dengan perkataan, perbuatan, dan keteapan beliau yang di sebut
dengan Hadis. Demikian juga umat Islam setelahnya, tidak mungkin
dapat memahami hakekat Al-Qur’an, kecuali harus kembali kepada
Hadis. Oleh karena itu, umat islam dahulu dan sekarang sepakat bahwa
Hadis Rasulullah perkataan, perbuatan dan pengakuannya sebagai salah
satu sumber Hukum Islam dan seseorang tidak bisa melepaskan Hadis
untuk mengetahui halal dan haram.

Selain dari yang diatas adapun kedudukan Hadis sebagai sumber


Hukum Islam yang kedua, menurut keputusan para ulama (Ijma’) ialah umat
Islam telah seapakat menjadikan hadis sebagai salah satu dasar hukum
beramal, karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah. Penerimaan
mereka terhadap hadis sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an,
sebab keduanya dijadikan sebagai sumber Hukum Islam. Kesepakatan tersebut

5
umat muslim mempercayai, menerima dan mengamalkan segala ketentuan
yang terkandung di dalam hadis sejak Rasullah masih hidup. Sepeninggalan
Rasullah semenjak masa Khulafa’ Al-Rasyidin hingga masa-masa selanjutnya
tidak ada yang mengingkarinya. Banyak diantara meraka yang tidak hanya
memahami dan mengamalkan isi kandunganya, akan tetapi meraka menghafal,
memelihara dan menyebarluaskan kepada generasi-genarasi selanjutnya.5

C. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an

Fungsi Hadis secara umum terhadap Al-Qur’an ialah sebagai bayan


yaitu menjelaskan makna kandungan Al-Qur’an yang sangat dalam dan global,
bayan sendiri terbagi menjadi empat yaitu bayan taqrir, bayan tafsir, bayan
naskhi dan bayan tasyri’i. adapun penjelasannya sebagai berikut:6

1. Bayan taqrir

Yaitu posisi hadis sebagai penguat (taqrir) atau memperkuat keterangan Al-
Qur’an (ta’kid). Seperti yang dijelaskan pada hadis berikut :

‫سلرتم بهننتي‬ ‫صتلىَ اه تعلتوينه تو ت‬ ‫سووهل ان ت‬ ‫ضتي اه تعونههتماَ تقاَتل تر ه‬ ‫تعون اْوبننىَ هعتمتر تر ن‬
‫سووهل ان تواْنتقاَنم‬ ‫شتهاَتدنة اْتون تل اْنلتهت اْنتلل اه تواْتتن همتحرمدداْ تر ه‬ ‫سلتهم تعتلىَ تخوم س‬
‫س ت‬ ‫اْ و نل و‬
‫ضاَتن‬
‫صوونم ترتم ت‬ ‫صلتنة توناْيِتتاَنء اْلرزتكاَنة تواْولتح ن‬
‫ج تو ت‬ ‫اْل ت‬

Dari Ibn Umar ra.: Rasulullah SAW bersabda: Islam didirikan atas
lima perkara: menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
bahwa Muhammad adlah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, puasa, haji dan puasa ramadhan.

5
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: Juni 2001,Cet.Ke 6 PT.Raja Grafindo Persada). Hlm.
55-56
6
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta : Desember 2007, Cet. Ke 2 Amzah). Hlm. 11-22

6
Hadis di atas memperkuat keterangan perintah untuk melaksanakan shalat,
zakat, dan puasa dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2): ayat 83 dan 183
serta perintah untuk menunaikan ibadah haji pada Surah Ali Imran (3): ayat
97.

2. Bayan tafsir

Yaitu hadis sebagai penjelas (tafsir) terhadap Al-Qur’an dan fungsi ini lah
yang terbanyak. Ada 3 macam yaitu :

a. Tafshil Al Mujmal

Yaitu Hadis yang memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat


Al-Qur’an. Seperti dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan Bukhari
misalnya:

َ‫صللى‬
‫صللوواْتكتماَ تراْتويِهتموو ننىَ اْه ت‬
‫ت‬
Shalatlah sebagaimana engkau melihat shalatku. (H.R. Muslim)

b. Takhshish Al-Amm

Yaitu Hadis yang mengkhususkan ayat-ayat Al-Qur’an yang umum.


Seperti yang terkandung dalam surat An-Nisa’ : 14

‫ظ اْوله نت ت‬
‫شيتوينن‬ ‫صويهكهم اه نفىَ أتوولتند هكوم نللرذتكنرنم و‬
‫شهل تح ل‬ ‫يِهوو ن‬
Allah mensyari’atkan bagimu tentang (bagian pusaka untuk) anak-
anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sam dengan bagian dua
anak perempuan.

c. Taqyid Al-Muthlaq

Yaitu Hadis yang membatasi kemutlakan Al-Qur’an. Misalnya firman


Allah dalam Q.S Al-Maidah : 38

َ‫طهعتواْ أتويِنديِتههتما‬
‫ساَاْنرقتةه فاَ ت وق ت‬
‫ق تواْل ر‬
‫ساَنر ه‬
‫تواْاْل ر‬

7
Pencuri lelaki dan perempuan, potonglah tangan-tangan mereka.

Sedangkan dalam sabda Nabi berbunyi sebgai berikut:

‫أتي بساَ ر ق فقطع يِد ه من مفضل اْ لكف‬


Rasulullah SAW didatangi seorang yang membawa pencuri, maka
beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.

3. Bayan naskhi

Yaitu Hadis menghapus hukum yang diterangkan dalam Al-Qur’an. Para


ulama mengartikan bayan an-nasakhi ini melalui pendekatan bahasa,
sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam men-takrif-
kannya. Hal ini terjadi pada kalangan ulama mutaakhirin dengan ulama
mutaqadimin. Menurut ulama mutaqadimin, yang disebut bayan naskhi ini
adalah dalil syara’ ( yang dapat menghapus ketentuan yang telah ada),
karena datangnya kemudian.

Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap Hadis-hadis yang
mutawatir dan masyur, sedangkan terhadap Hadis ahad dia menolaknya.
Seperti kewajiban wasiat yang diterangkan dalam surah Al-Baqarah (2):
ayat 180.

Diwajibkan atas kamu, apabila diantara kamu kedatangan (tanda-


tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat
untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara maruf, (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

Ayat tersebut dinasakh dengan hadis nabi:

Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang


mempunyai hak dan tidak ada wasiat itu wajib bagi waris. (HR.
An-Nasa’i)

4. Bayan tasyri’i

8
Yaitu Hadis menciptakan hukum syari’at yang belum di jelaskan dalam Al-
Qur’an. Para ulama berbeda pendapat tentang fungsi Hadis sebagai dalil
pada sesuatu hal yang tidak dijelaskan pada Al-Qur’an. Misalnya,
keharaman jual beli dengan berbagai cabangnya menerangkan yang tersirat
dalam Surah An-Nisa’(4): ayat 29 .

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. (QS. An-
Nisa’(4): ayat 29)

D. Dalil Kehujjahan Hadis

Ada beberapa dalil yang menunjukkan atas kejujahan Hadis dijadikan


sebagai sumber Hukum Islam. Sebagai berikut:7

1. Dalil Al-Qur’an

Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kepada


Rasulullah SAW untuk mengikuti sunnahnya atau Hadisnya. Perintah
patuh kepada Rasulullah SAW berarti sebagi perintah sebagi hujjah,
antar lain sebagai berikut:

a. Konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya,


sebagaimana firman Allah dalam surah Ali-Imran (3): ayat 179.

Karena itu berimanlah kepada allah dan rosul-rosulnya;dan


jika kamu beriman dan bertaqwa maka bagimu pahala yang
besar.

Beriman kepada Rasulullah berarti taat kepada apa yang di


sampaikan kepada umatnya, baik Al-Qur’an maupun Hadis yang
dibawanya.

7
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta : Desember 2007, Cet. Ke 2 Amzah). Hlm. 27-30

9
b. Perintah beriman kepada Rasulullah SAW di barengakan beriman
kepada Allah SWT, sebagai mana dalam surah An-Nisa’ (4) : ayat
136

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada


Allah dan Rasullnya dan kepada kitab yang Allah turunkan
kepadanya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.

c. Kewajiban taat kepada Rasulullah SAW karena menyambut


perintah Allah, sebagimana dalam surah An-Nisa’ (4): ayat 64.

Dan kami tidak mengutus seorang Rasul melaikan untuk ditaati


denmgan seizin Allah.

d. Perintah taat kepada Rasulullah SAW bersama perintah taat kepada


Allah, sebagaimana dalam surah Ali-Imron (30) : ayat 32

Katakanlah: taatilah Allah dan rasulnya ; jika kamu berpaling,


maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.

e. Perintah taat kepada Rasulullah SAW , secara khusus sebagaimana


dalam surah Al-Haysr (59) : ayat 7.

Apa yang diberikan kepadamu maka terimaklah. Dan apa yang


dilarang baginya maka tinggalkan lah.

Diantara ayat tersebut menjelaskan perintah iman dan taat kepada


Rasulullah SAW setelah perintah taat kepada Allah, menujukkkan
bahwa taat kepada Allah berarti melaksanakan perintah-perintah Al-
Qur’an dan menjauhkan larangannya. Sedangkan taat kepada
Rasulullah SAW berarti taat kepada perintah dan menjahui
larangannya yang di sebut dalam Hadis dan Al-Qur’an. Perintah
kembali kepada Allah berarti kemabali kepada Al-Qur’an,
sedangkan kembali kepada Rasulullah SAW kembali kepada Hadis,
baik setelah masih hidup maupun setelah wafatnya.

10
2. Dalil Hadis

Hadis yang dijadikan sebagai dalil kehujahan Hadis banyak sekali, di


antaranya sebagaimana sabda Nabi:

‫سنرنتي‬ ‫سوكتهوم بننهتماَ نكتتاَ ت‬


‫ب ان تو ه‬ ‫ت فنويهكوم أتومترويِنن لتون تت ن‬
‫ضللوواْ تماَتتتم ر‬ ‫تتتروك ه‬
Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama
berpegang teguh pada keduanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku.

Orang yang tidak berpegang teguh pada pedoman Al-Qur’an dan Hadis
berarti sesat. Kehujahan Hadis sebagai konsekuensi ke ma’shuman Nabi
dari sifat bohong dari segala apa yang beliau sampaikan baik berupa
perkataan,perbuatan dan keteteapannya. Kebenaran Al-Qur’an sebagai
mu’jizat disampaikan oleh Hadis. Demikian juga pemahaman Al-Qur’an
juga dijelaskan oleh Hadis dalam praktek kehidupan beliau.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadis menurut etimologi berarti baru, lawan dari kata lama. Sedangkan
dalam sejarah perkembangannya Hadis merupakan seluruh perilaku dan
kondisi yang hadir pada diri Nabi Muhammad SAW., dipersepsikan sebagai
sistem etika universal yang menjadi sumber hukum yang kedua setelah Al-
Qur’an. Sebab sistem etika tersebut tidak lepas dari kerangka etika Al-Qur’an.

Sebagaimana Al-Qur’an, Hadis juga merupakan sumber Hukum Islam.


Derajatnya menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Dari segi urutan
tingkatan dasar Islam, Hadis menjadi dasar Hukum Isalam kedua setelah Al-
Qur’an. Hal ini dapat dimaklumi karena beberapa alasan yaitu, Fungsi Hadis
sebagai penjelasan Al-Qur’an dan Mayoritas Hadis relatif kebenarannya.

Fungsi Hadis secara umum terhadap Al-Qur’an ialah sebagai bayan


yaitu menjelaskan makna kandungan Al-Qur’an yang sangat dalam dan global,
bayan sendiri terbagi menjadi empat yaitu bayan taqrir, bayan tafsir, bayan
naskhi dan bayan tasyri’i.

Beberapa dalil yang menunjukkan atas kejujahan Hadis dijadikan


sebagai sumber Hukum Islam yaitu, Dalil Al-Qur’an dan Dalil Hadis.

B. Saran

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang


menjadi bahasan dalam makalah ini, kami berharap dari pembahasan kami
dapat menjadi sedikit media pembelajaran mengenai Hadis Sebagai Sumber
Kedua Ajaran Islam, Dalil Kehujjahan Hadis dan Fungsinya Terhadap Al-
Qur’an yang tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya
pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya

12
dengan makalah ini. Penyusun banyak berharap kepada para pembaca yang
budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun para pembaca khusus pada penyusun.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maliki, Muhammad Alawi. 2005. Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta : terjemah


Al-Manhalu Al-Lathiifu Fi Ushuuli Al-Hadisi Al-Syariifi Pustaka
Pelajar

Khon, Abdul Majid. 2007. Ulumul Hadis, Jakarta : Cet. Ke 2 Amzah

Suparta, Munzier. 2001. Ilmu Hadis, Jakarta: Cet.Ke 6 PT.Raja Grafindo


Persada

Tasbih, 2010. Kedudukan Dan Fungsi Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam,
Al-Fikr, Volume 14, Nomor 3.

14

Anda mungkin juga menyukai