Anda di halaman 1dari 6

A.

DINASTI SAFAWIYAH
Dinasti yang berkuasa di Iran selama sekitar tiga abad, sampai
1149 H/ 1737 M, ini dinisbahkan kepada Syaikh Shafiyuddin Ishaq (650 –
735 H/ 1252 - 1344 M). Anak keturunan Musa al-Kazhim Imam ke-7
kaum Syi’ah, ini pertama-tama menimba ilmu di kota kelahiran
kelahirannya. Selepas itu, dia melanjutkan kelana ilmiahnya ke Shiraz dan
Jilan. Di kota terakhir itu dia mendapat bimbingan dari seorang Sufi
bernama Syaikh Zahid selama sekitar 25 tahun. Selepas sang guru
berpulang, Shafiyuddin Ishaq kemudian mendirikan Tarekat shafawiyyah
di kota kelahirannya. Selepas dia berpulang pada 735 H/1344 M,
kedudukannya sebagai tokoh tarekat tersebut digantikan putranya Musa
Shadruddin. Putranya itulah yang kali pertama membentuk pasukan elite
yang disebut qizilbash, yang berarti ‘pasukan berambut merah’.
Pada 907 H/ 150 M salah seorang anak keturunan sang Sufi,
bernama Isma’il Ibn Syaikh Haidar – dengan dukungan pasukan qizilbash
dan bantuan suku-suku Turkoman dari Anatolia – berhasil naik ke pentas
kekuasaan di Tabriz, Persia, yang kemudian menjadi pusat pemerintahan
dinasti ini. Isma’il, setelah menjadi orang nomor satu, menabalkan diri
sebagai Syah Iran.
Selepas naik ke pentas politik Iran kala itu, dinasti ini segera
mengumumkan aliran Syi’ah sebagai ideologi negara. Segera pula dinasti
ini, selepas berhasil melakukan konsolidasi, mengepakkan sayapnya ke
berbagai kawasan, terutama ke kawasan Transoxiana. Upaya ini diadang
lawan kuatnya, Dinasti Utsmaniyyah. Bahkan, pada 920 H/ 1514 M,
dinasti terakhir tersebut berhasil meluluhlantahkan pasukan elite Dinasti
shafawiyyah, qizilbash, dalam pertempuran menentukan di Chaldiran
suatu kawasan di ujung utara Iran, di dekat Tabriz yang menjadi pembatas
dengan Turki. Perang yang terjadi antara pasukan Sultan Salim I dari
Dinasti Utsmaniyyah di Turki melawan pasukan Syah Isma’il dari Dinasti
Shafawiyyah ini berlangsung tidak seimbang. Hal itu karena pasukan
Turki bersenjatakan meriam, sedangkan pasukan Persia hanya
bersenjatakan pedang dan tombak. Akibatnya, pasukan Persia mengalami
kekalahan. Bahkan Syah Isma’il hampir berhasil ditangkap. Akibat perang
itu Dinasti Shafawiyyah kehilangan kekuasaannya atas kawasan
Azerbaijan dan Kurdistan.
Setelah Isma’il berpulang pada 931 H/ 1524 M, dinasti ini berada
di bawah kendali sederet penguasa dan mulai melemah setelah ‘Abbas II
diangkat. Hal itu terjadi akibat para penguasa yang lemah, campur tangan
harem di bidang politik, perebutan kekuatan dalam kalangan qizilbash
(kelompok militan dalam kalangan Dinasti Shafawiyyah), pengelolaan
negara yang buruk, pajak yang berat, penurunan bidang perdagangan, dan
kekacauan dalam organisasi militer. Di sisi lain, dinasti ini berhasil
mengantarkan Iran memasuki masa keemasan dalam bidang peradaban,
terutama di bidang arsitektur dan seni. Tidak aneh jika pada masa
pemerintahan dinasti ini lahir sederet budayawan dan seniman tenar. Dan,
pada masa pemerintahan dinasti ini pula, khususnya pada masa
pemerintahan 'Abbas II, para pengrajin Iran terkenal piawai dalam
memproduksi sutra, brokat, karpet, porselen, dan barang-barang yang
dibuat dari metal. ( Usmani, 2015: 329 – 330 ).
1. Sejarah Berdirinya Dinasti Safawiyah
Nama Safawiyah, diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (1252
- 1334 M) dan nama Safawi itu harus dipertahankan sampai tarekat ini
menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan setelah
gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan. Safi Al-Din mendirikan tarekat
Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang
wafat tahun 1301 M. pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran
agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi
orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut
"ahli-ahli bid'ah". Tarekat yang dipimpin Safi Al-Din ini semakin penting,
terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf
murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar
pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri di luar
Ardabil Safi Al-Din menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-
muridnya. Wakil itu diberi gelar "khalifah"226 Suatu ajaran agama yang
dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan keinginan di
kalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa. Karena itu, lama kelamaan
murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur,
fanatik dalam kepercayaan, dan menentang setiap orang yang bermazhab
selain Syi'ah. Kecenderungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud
kontretnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti
Safawi memperluas geraknya dengan menambahkan kegiatan politik pada
kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara
Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku
bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut, Juneid
kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat itu baru ia mendapat
perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK-Koyunlu (domba putih), juga
satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu
menguasai sebagian besar Persia.
Selama dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. la malah
dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik
dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang
saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M, Juneid mencoba
merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut
Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan.
Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Ketika itu anak Juneid,
Haidar, masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu,
kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara
resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin
erat setelah Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan. Dari
perkawinan ini lahirlah Ismail yang di kemudian hari menjadi pendiri
kerajaan Safawi di Persia. ( Aziz dan Fatimah, 2018: 111 – 112 ).
2. Kerajaan Safawi di Persia
Kerajaan Safawi didirikan oleh Syah Ismail Safawi. Dinasti Safawi
di Persia berdiri sejak tahun (1502-1722 M). Dinasti Safawi merupakan
Kerajaan Islam yang cukup besar. Awalnya Kerajaan Safawi berasal dari
sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan.
Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama Safawi
itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan
nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan
kerajaan, yakni Kerajaan Safawi. Shafi Ad-Din merupakan keturunan dari
Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazhim gurunya bernama Syaikh
Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216–1301). Shafi ad-Din mendirikan tarekat
safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang
wafat pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang
ajaran agama. Tarekat safawiyah diambil dari nama pendirinya, Safi Ad-
Din dan nama syafawi terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi
gerakan politik. Nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil
mendirikan kerajaan.
Masa pemerintahan Abbas 1 merupakan puncak kejayaan Kerajaan
Safawi. Secara politik, ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam
negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali
wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-
raja sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan Abbas 1 berhasil membuat
Kerajaan Safawi menjadi kuat. Setelah itu Abbas 1 mulai Sejarah
Perkembangan Islam pada Abad Pertengahan memusatkan perhatiannya
keluar dengan berusaha merebut kembali wilayah kekuasaannya yang
hilang.
3. Masa Kejayaan Kerajaan Safawi
Kemajuan peradaban Dinasti Safawi meliputi berbagai bidang, tidak hanya
terbatas di bidang politik saja. Bidang-bidang tersebut antara lain: bidang
keagamaan, arsitektur, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kesenian. Berikut
akan diuraikan satu persatu.
1) Bidang arsitektur
Dinasti Safawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan
menjadi kota yang sangat indah. Di kota ini berdiri bangunan-bangunan
besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah
sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas zende rud, dan istana chihil sutun.
2) Bidang keagamaan
Dalam bidang keagamaan, pada masa Abbas ditanamkan sikap toleransi
terhadap politik keagamaan atau lapang dada yang amat besar. Paham
syi'ah tidak lagi menjadi paksaan bahkan orang sunni dapat hidup bebas
mengerjakan ibadahnya.
3) Bidang ekonomi
Pada massa Abbas 1, Dinasti Safawi ternyata telah memacu perkembangan
perekonomian Safawi, terlebih setelah Kepulauan Hurmuz dikuasai dan
Pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Bandar Abbas
merupakan salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa
diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis. Bandar tersebut
sepenuhnya telah menjadi milik Kerajaan Safawi. Di samping sektor
perdagangan, Kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di sektor
pertanian terutama di daerah bulan sabit subur.
4) Bidang kesenian
Dalam bidang kesenian, kemajuan tampak begitu jelas dengan gaya
arsitektur bangunannya, seperti terlihat pada Masjid Syah yang dibangun
tahun 1603 M dan pembangunan Alun-Alun Naghshi Jahan di Isfahan.
Unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, kerajinan
karpet, permadani, pakaian.
5) Bidang ilmu pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Kerajaan Safawi tidak lepas
dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum syi'ah tidak boleh taqlid dan
pintu ijtihad selamanya terbuka. Beberapa ilmuwan yang selalu hadir di
majelis istana, yaitu: Baha Al-Din Al-Syaerazi seorang filosof dan
Muhammad Bagir Ibn Muhammad Damad, seorang filosof ahli sejarah,
seorang teolog yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan
lebah.
4. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi mengalami kemunduran sepeninggal Abbas I. Kerajaan
Safawi sepeninggal Abbas I, berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu
Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-
1694 M), Bab 1 Masa Tiga Kerajaan Besar pada Abad Pertengahan (1500
- 1800 M) 11Husein (1694- 1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan
Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan
Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru
memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada
kehancuran. Banyak faktor yang menyebabkan kemunduran dan
kehancuran Kerajaan Safawi, di antaranya
sebagai berikut.
1) Sering terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di
kalangan keluarga istana.
2) Terjadinya konflik yang berkepanjangan dengan Kerajaan Ustmani.
3) Terjadinya dekadensi moral yang melanda sebagian pemimpin Kerajaan
Safawi, yang berperan juga mempercepat proses kehancuran kerajaan ini.
(Supatmi dan Maharani, 2017: 7 – 13 ).

Anda mungkin juga menyukai