Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Al muhkam wa al mutasyabih di latar belakangi oleh adanya perbedaan
pendapat ulama tentang adanya hubungan suatu ayat atau surat yang lain.
Sementara yang lain mengatakan bahwa didalam Al-Qur’an ada ayat atau surat
yang tidak berhubungan, di sebabkan pendapat ini, maka suatu ilmu yang
mempelajari ayat atau surat Al-Qur’an cukup penting kedudukannya.
Sebagaimana telah kita maklumi, bahwa al-qur’an diturunkan dengan bahasa
Arab. Karena itu, untuk memahami hukum-hukum yang di kandung nash-nash al-
qur’an diperlukan antara lain pemahaman dalam hal segi kebahasaan dalam hal ini
adalah bahasa Arab.
Para ulama yang ahli dalam bidang ushul fiqh, telah mengadakan penelitian
secara sesama terhadap nash-nash al-Qur’an, lalu hasil penelitian itu di tuangkan
dalam kaidah-kaidah yang menjadi pegangan umat islam guna memahami
kandungan al-Qur’an dengan benar.
Kaidah-kaidah iu membantu umat dalam memahami nash-nash yang Nampak
samar, menafsirkan yang global, menakwil nash dan lainnya yang bertalian dengan
pengambilan hokum dari nashnya.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Al muhkam wa al mutasyabih ?
2. Apa yang dimaksud dengan Fawatih Al-Suwar ?
3. Bagaimana sikap ulama’ terhadap ayat Al muhkam wa al mutasyabih ?
4. Apa hikmah adanya Ayat-ayat Al muhkam wa al mutasyabih ?

1
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2009, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor:Lintera Antar Nusa, hal 34.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Al muhkam wa al mutasyabih
1. Pengertian Al muhkam wa al mutasyabih
Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan Al muhkam dan Al Mutasyabih
dalam buku studi Ilmu-Ilmu Qur’an, bahwa menurut bahasa Al muhkam berasal
dari kata ‫ حكمت الد ابة واحكمت‬yang artinya “saya menahan binatang itu”, juga bisa
diartikan,”saya memasang ‘hikmah’ pada binatang itu”. Hikmah dalam
ungkapan ini berarti kendali.Al muhkam berarti (sesuatu) yang dikokohkan,
jadi kalam Al muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Al
Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari 2 (dua)
hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain, karena adanya kemiripan diantara
keduanya secara konkrit maupun abstrak. Jadi, tasyabuh Al-Kalam adalah
kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagainya membetulkan sebagian
yang lain.2
Sedangkan menurut terminologi (istilah), Al muhkam dan Al
Mutasyabih diungkapkan para ulama, seperti berikut ini :
a) Ayat-ayat Al muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan
gamblang, baik melalui takwil ataupun tidak. Sedangkan ayat-ayat Al
Mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah,
seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya dajjal, dan huruf-huruf
muqatha’ah. (Kelompok Ahlussunnah)

2
Hadi, Abd. 2010, Pengantar Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Surabaya:Graha Pustaa Islamic
Media, hal 198.

2
b) Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa ayat-ayat Al muhkam adalah ayat yang
harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat Al Mutasyabih adalah
ayat yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
c) Mayoritas Ulama Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas
mengatakan, lafadz Al muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan
melainkan hanya satu arah/segi saja. Sedangkan lafadz yang mutasyabbih
adalah lafadz yang bisa ditakwilkan dalam beberapa arah/segi, karena
masih sama (semakna-red).3
Dari pengertian-pengertian ulama diatas, sudah dapat disimpulkan
bahwa inti pengertian dari ayat-ayat
Adapun pengertian Al Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang
secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa
kepada kesamaran antara dua hal. Tasyabaha, Isytabaha sama dengan Asybaha
(mirip, serupa, sama) satu dengan yang lain sehingga menjadi kabur, tercampur.
Sedangkan secara terminoligi Al Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas
maksudnya (ambigu) , dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau
maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya
Allah yang mengetahuinya. Contoh: Surat Thoha ayat 5, yang Artinya: (Allah)
Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arasy’.
Imam Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an
menyatakan bahwa sebab adanya tasyabuh (kesamaran) dalam Alquran itu pada
garis besarnya ada 3 hal, sebagai berikut:
a) Kesamaran dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, sebagai
berikut:
1) Kesamaran dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang
gharib (asing), atau yang musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
2) Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas.

3
Ibid., hal. 102.

3
b) Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT,
sifat-sifat hari kiamat, sorga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu
tidak terjangkau oleh pikiran manusia.
c) Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek,
sebagai berikut:
1) Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus.
Contohnya, ayat 5 surah At-Taubah:
):‫فا قتلوا المشر كين حيث وجد تموهم (التو بة‬
Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun kalian
temukan mereka itu”. Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh
masih samar.
2) Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan
kewajiban agama atau kesunahannya. Contohnya, ayat 14 surah Thoha:
):‫واقم الصلوة لذ كر ى (طه‬
Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (Allah)”.
Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara salat agar
dapat mengingatkan kepada Allah SWT.
3) Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu
perbuatan. Contohnya, dalam ayat 102 surat Ali Imran:
):‫يايها الذين امنوا اتقوا هللا حق تقاته (ال عمران‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah
sebenar-benar taqwa kepada-Nya”.Dalam ayat ini terjadi kesamaran,
sampai kapan batas taqwa yang benar-benar itu.
4) Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah,
dalam ayat 189 surah Al-Baqarah:
):‫وليس البر بآن تآتوا البيو ت من ظهور ها (البقة‬

4
Atinya: “ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah, juga
samar”. Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga
samar. 4
2. Macam-macam Ayat Al Mutasyabihat
a. Ayat-ayat Al Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat
manusia, kecuali oleh Allah SWT. Contohnya, seperti Dhat Allah SWT.
Hakikat sifat-sifatnya, waktu datangnya hari kiamat, dan sebainya.
b. Ayat-ayat Al Mutasyabihat yang adapat diketahui oleh semua orang dengan
jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contohnya, seperti
merinci yang mujmal, menentukan yang mushtarak, mengqayyid-kan yang
mutlak, menertibkan yang kurang tertib dan sebagainya.
c. Ayat-ayat Al Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh pakar ilmu
sains. Bukan oleh semua orang, apalagi orang awam. Hal-hal ini termasuk
urusan-urusan yang hanya diketahui oleh allah SWT. Dan orang-orang yang
rasikh (mendalam) ilmu pengetahuanya.5

B. Sikap Ulama’ Terhadap Ayat Al muhkam wa al mutasyabih


Dalam hal ini Para Ulama sependapat tentang ayat Al muhkam namun
sebaliknya para ulama berbeda pendapat tentang ayat Al Mutasyabih dikarenakan
waqaf pada ayat : ‫ والراسخون في العلم‬apakah kedudukan lafal ini sebagai mubtada’
yang khobarnya adalah ‫ يقولون‬dengan wawu sebagai huruf ististna’ dan waqaf
dilakukan pada lafal ‫ وما يعلم تأويله إال هللا‬ataukah ma’tuf sedangkan lafal ‫يقولون‬
menjadi hal dan waqafnya pada lafal ‫والراسخون في العلم‬.
Pendapat ini berlandasan keterangan yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas
bahawa ia membaca ;

4
Djalal, Abdul, 2008, Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu, hal 56-57.
5
Ibid., hal. 150.

5
‫وما يعلم تأويله إال هللا والراسخون في العلم يقولون امنا به‬
Dan dengan qiroah ibnu mas’ud
‫وإن تأويله إال عند هللا والراسخون في العلم يقولون أمنا به‬
Pendapat yang kedua menyatkan wawu sebagai huruf ‘athaf pendapat ini
dipelopori oleh para mujahid yang mengartikan ta’wil sebagai tafsier, sebagaimana
dikemukakan pendapat ini juga dipilih oleh imam An-Nawawi. Dalam syarh
muslim-nya ia menegaskan inilah pendapat yang shohih karena tidak mungkin
Allah menyeru hamba-hamba-nya dengan sesuatu yangtidak dapat diketahui
maksudnya oleh mereka.6

C. Fawatih As-Suwar
Istilah Fawatih as-Suwar terdiri dari dua kata yaitu fawatih dan as-suwar.
Fawatih merupakan jamak dari fatihah yang berarti pembuka. Sedangkan as-suwar
adalah jamak dari surah, yang berarti surah, dan as-suwar bermakna surah-surah.
Dengan demikian, istilah fawatih as-suwa6r secara harfiah berarti “pembuka surah-
surah”. Berdasarkan makna harfiah tersebut, maka secara istilah fawatih as-suwar
berarti suatu ilmu yang mengkaji tentang bentuk-bentuk huruf, kata, atau kalimat
permulaan surah-surah al-Qur’an.
Dari segi makna bahasa, fawatih as-suwar berarti pembukaan-pembukaan
surah karena posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks setiap surah. Bila
sebuah surah dimulai oleh huruf-huruf hijaiyah, huruf itu biasa dinamakan ahraf
muqatta’ah (huruf-huruf yang terpisah) karena posisi huruf tersebut cenderung
“menyendiri”, tidak bergabung untuk membentuk sebuah kalimat secara
kebahasaan. Namun, segi pembacaannya tidak berbeda dari lafaz yang diucapkan
pada huruf hijaiyah.
Fawatih as-suwar adalah kalimat-kalimat yang dipakai untuk pembukaan
surah-surah, ia merupakan bagian dari ayat Al Mutasyabihat. Karena ia bersifat

6
Dr. H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil.I.Dkk. Studi Al-Qur’an, hal. 360.

6
mujmal, mu’awwal, dan musykil. Jadi dapat disimpulkan bahwa fawatih as-suwar
adalah pembuka-pembuka surah yang mengawali sebuah surah dalam al-Qur’an.
Secara etimologi, fawatih al-suwar adalah ungkapan bahasa arab yang
terdiri dari kata dua kata, yakni fawatih dan al-suwar. Fawatih merupakan bentuk
jamak dari kata fatih’yang artinya pembuka. Adapun al-suwar merupakan bentuk
jamak artinya pembuka. Adapun al-suwar merupakan bentuk jamak dari kata surah,
yang artinya surat dalam al-quran.Gabungan dari kedua kata tersebut memiliki arti
pembuka-pembuka surat (al-quran).
Berdasarkan pengertian secara etimologi di atas maka dapat di pahami bahwa
yang di maksud dengan fawatih al-suwar adalah kalimat atau sekumpulan kata-kata
maupun huruff-huruf yang menempati posisi pembuka surat-surat yang ada dalam
al-quran. Apabila seorang membaca salah satu surat dalam al-quran, maka kalimat
yang pertama kali dibacanya dalam surat tersebut adalah fawatih al-Suwar
(pembuka surat).7

D. Hikmah Keberadaan Ayat-Ayat Al muhkam wa al mutasyabih dalam Al-


Quran
1. Hikmah Ayat-Ayat Al muhkam
a. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa
Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat Al muhkam yang sudah jelas
arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b. Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga
memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar
mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.

7
Anwar, Rosihon. 2004, Ulumul Qur'an . Bandung: Pustaka Media, hal. 12-13.

7
c. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan
isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui,
gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.
d. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi
ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat
menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu penafsiran atau
penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.8
2. Hikmah Ayat-Ayat Al Mutasyabihat
a. Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Ayat-ayat Al Mutasyabih
merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah, karena
kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-
ayat Al Mutasyabih itu.
b. Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih.
Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab
sebagai cercaan terhadap orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat Al
Mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang
mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa
nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat Al Mutasyabih sehingga mereka
berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan
akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni.
c. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha
dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal
tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan
ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

8
Hermawan, Acep, 2011. 'Ulumul Quran: Ilmu Untuk Memahami Wahyu , Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, hal. 208.

8
d. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan
balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu
bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
e. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang
bermacam-macam.9

9
Zenrif, MF. 2008. Sintesis Paradigma Studi Al-Quran , Malang: UIN Malang Perss, hal. 65.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam makalah ini penulis membahas tentang apa yang dimaksud dengan Al
muhkam dan Al Mutasyabih berikut dengan fawatih as-suawar yang terdapat dalam
Al-qur’an, berikut kesimpulan dari makalah yang sudah kami tulis.
Ayat Al muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi
dan tidak menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Yang termasuk dalam kategori
ayat-ayat Al muhkam itu nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud dengan
terang dan tegas) dan zhahir (makna lahir). Sengakan Ayat Al Mutasyabih adalah
keserupaan dan kesamaan lafal dan makna yang biasanya membawa kepada kesamaran
antara dua hal. sehingga menjadi kabur, tercampur. Secara terminoligi Al Mutasyabih
berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya (ambigu) , dan mempunyai banyak
kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan
keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya
Fawatih as-suwar adalah pembukaan-pembukaan surah, karena posisinya
yang mengawali perjalanan teks-teks setiap surah. Sedangkan menurut istilah yang di
maksud dengan fawatih al-suwar adalah kalimat atau sekumpulan kata-kata maupun
huruf-huruf yang menempati posisi pembuka surat-surat yang ada dalam al-quran.

B. Saran
Dalam memahami ayat-ayat Al muhkamat dan Al Mutasyabihat tentunya akan
menemui perbedaan antara ulamak satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita sebagi
mahasiswa tidak sepantasnya saling salah menyalahkan pendapat satu dengan yang
lainnya. Karena setiap pendapat yang dikeluarkan oleh para ulamak tentunya semuanya
memiliki dasar. Kita harus lebih bijak dalam mengatasi perbedaan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2009, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor:Lintera Antar Nusa

Hadi, Abd. 2010, Pengantar Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Surabaya:Graha Pustaa Islamic
Media

Djalal, Abdul, 2008, Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu

Al-Qattan, Manna 'Khalil. 2009, Studi Ilmu-Ilmu Qur'an , Bogor: Lintera Antar Nusa

Anwar, Rosihon. 2004, Ulumul Qur'an . Bandung: Pustaka Media

Hermawan, Acep, 2011. 'Ulumul Quran: Ilmu Untuk Memahami Wahyu , Bandung:
PT Remaja Rosdakarya

Zenrif, MF. 2008. Sintesis Paradigma Studi Al-Quran , Malang: UIN Malang Perss

11

Anda mungkin juga menyukai