Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian belajar secara umum dapat diartikan sebagai proses suatu hal yang
tidak diketahui menjadi tahu dari pengalaman-pengalaman yang diperoleh
dilingkungan sekitarnya. Belajar merupakan proses dalam pendidikan yang penting
dalam kehidupan. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk
mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru.
Seorang guru harus mengenal kiat dan strategi “membelajarkan“ siswa
sehingga tujuan yang diharapkan tercapai. Pemahaman konseptual mengajar dapat
membantu siswa memahami konsep-konsep utama dalam pembelajaran. Selain
mengeksplorasi banyak aspek pemikiran kita juga berlatih bagaimana guru dapat
membimbing siswa untuk terlibat dalam proses-proses kognitif kompleks lainnya:
memahami konsep, memecahkan masalah, dan mentransfer apa yang dipelajari
untuk pengaturan lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian konsep ?
2. Apakah pengertian berpikir, berpikir kritis, berpikir kreatif?
3. Apakah jenis-jenis pemikiran ?
4. Apakah transfer dalam pembelajaran ?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami arti dari konsep.
2. Mengetahui dan memahami arti dari berpikir, berpikir kritis, berpikir kreatif.
3. Mengetahui dan memahami jenis-jenis pemikiran.
4. Mengetahui dan memahami arti transfer dalam pembelajaran

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemahaman Konseptual
Pemahaman konseptual merupakan aspek penting dari pembelajaran. Tujuan
penting pengajaran adalah membantu siswa memahami konsep-konsep utama
dalam subjek daripada hanya menghapal fakta terisolasi. Dalam banyak kasus,
pemahaman konseptual ditingkatkan saat guru mengeksplorasi topik secara
mendalam dan memberikan yang tepat, adalah contoh menarik dari konsep. Konsep
adalah poin penting dalam pemikiran.
Konsep adalah kategori yang mengelompokkan objek-objek, peristiwa dan
karakteristik berdasarkan properti umum. Konsep membantu untuk
menyederhanakan, meringkas, dan mengatur informasi. Konsep adalah kategori
yang mengelompokkan objek, kejadian, dan karakteristik berdasarkan bentuk-
bentuk yang sama. Konsep adalah elemen kognisi yang membantu kita untuk
menyederhanakan dan merangkum informasi. Konsep membantu siswa memahami
dunia dan juga membantu proses mengingat, sehingga lebih efisien. Saat siswa
mengelompokkan objek-objek untuk membentuk konsep, mereka dapat mengingat
konsep kemudian mengambil karakteristik konsep tersebut.1
Guru dapat membimbing murid untuk mengenali dan membentuk konsep yang
efektif dalam beberapa cara sebagai berikut :
1. Mempelajari ciri-ciri dari konsep. Aspek penting dari sebuah konsep adalah
mempelajari ciri-ciri, atribut atau karakteristik dari konsep tersebut merupakan
elemen-elemen penentu sebuah konsep
2. Mendefinisikan konsep dengan jelas dan memberikan contoh secara hati-hati

1
Baer, J. 1993. Creativity and Divergent Thinking: A Task Specific Approach. London:
Lawrence Erlbaum Associates Publisher, hal. 98.

2
3. Peta konsep. Merupakan gambaran visual mengenai hubungan dan hierarki
organisasi sebuah konsep.
4. Pengujian hipotesis, yaitu asumsi dan prediksi spesifik yang dapat diuji guna
menentukan keakurasian konsep.
5. Pencocokan prototipe. Individu memutuskan apakah suatu benda termasuk
dalam suatu kategori atau tidak, dengan membandingkannya dengan benda
yang paling khas dengan kategori tersebut.2

B. Berpikir
Berpikir adalah memanipulasi dan mengubah informasi dalam memori seperti
membentuk konsep, alasan, berpikir kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif,
dan memecahkan masalah. Penalaran (reasoning) adalah pemikiran logis yang
menggunakan logika induksi dan deduksi untuk menghasilkan kesimpulan.
Penalaran induktif adalah penalaran dari hal-hal spesifik ke hal-hal yang
bersifat umum, yakni mengambil kesimpulan (membentuk konsep) tentang semua
anggta kategori berdasarkan observasi dari beberapa anggota. Penalaran induktif
adalah dasar untuk analogi. Analogi adalah hubungan (korespondensi) kemiripan
dalam beberapa hal diantara hal-hal yang berbeda. Analogi dapat dipakai untuk
meningkatkan pemahaman atas konsep bru dengan membandingkannya dengan
konsep yang sudah dipelajari.
Sebaliknya, penalaran deduktif adalah penalaran dari yang bersifat umum ke
spesifik. Misalnya saat anda memecahkan teka-teki, ketika mempelajari aturan
umum dan kemudian memahami bagaimana aturan itu berlaku dalam beberapa
situasi tetapi tidak untuk situasi yang lain, maka yang digunakan adalah penalaran
deduktif.3

2
Siswono, T. Y. E. (2005). Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui
pengajuan masalah. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains (JMPS). 10 (1): 1-9.
3
Hadis, Abdul. 2006. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, hal. 142.

3
C. Berpikir Kritis
Pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif, dan melibatkan
evaluasi bukti. Salah satu cara yang mendorong murid untuk berpikir kritis adalah
dengan memberikan mereka topik atau artikel kontroversial yang menghadirkan
dua sisi permasalahan untuk didiskusikan. Pemikiran kritis siswa dapat
ditingkatkan ketika siswa menemui argumen dan perdebatan yang berada dalam
konflik , yang dapat memotivasi mereka untuk menyelidiki sebuah topik lebih
mendalam dan berusaha untuk memecahkan sebuah masalah. Berpikir kritis adalah
berpikir reflektif, produktif, dan mengevaluasi bukti. Banyak dari pertanyaan
“Refleksi” yang muncul pada setiap bagian buku ini agar berpikir kritis.4
Kesadaran menurut Ellen Langer, kesadaran penting untuk berpikir kritis.
Kesadaran berarti menjadi waspada, hadir secara mental, dan kognitif fleksibel saat
melalui kegiatan dan tugas hidup sehari-hari. Siswa yang sadar akan
mempertahankan kesadaran aktif pada keadaan hidup mereka. Siswa dengan
kesadaran ialah siswa yang menciptakan ide-ide baru, terbuka terhadap informasi
baru, dan sadar lebih dari satu perpektif. Sebaliknya, siswa ceroboh akan
terperangkap dalam ide-ide lama, terlibat dalam perilaku otomatis, dan beroperasi
dari perspektif tunggal. Siswa yang ceroboh juga akan menerima hal yang pernah
dibaca atau didengar tanpa mempertanyakan keakuratan informasi.
Selain itu, siswa yang ceroboh akan terjebak dalam pola pikir yang kaku, tidak
memperhitungkan kemungkinan variasi dalam konteks dan perspektif. Beberapa
cara guru agar membentuk pemikiran kritis dalam rencana pelajaran secara sadar :
1. Menanyakan tidak hanya apa yang terjadi, tetapi juga “bagaimana” dan “
mengapa”.
2. Periksalah yang seharusnya “fakta” untuk menentukan apakah ada bukti untuk
mendukung mereka.
3. Berdebat dengan cara masuk akal dari pada melalui emosi.

4
Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika, hal. 96.

4
4. Mengakui bahwa kadang-kadang terdapat lebih satu jawaban atau penjelasan
yang baik.
5. Bandingkan berbagai jawaban atas pertanyaan atau putuskan jawaban yang
benar-benar terbaik.
6. Mengevaluasi dan mungkin mampertahankan apa yang orang lain katakan dari
pada segera menerimanya sebagai kebenaran.5
Ajukan pertanyaan dan berspekulasi melalui apa yang sudah Anda ketahui
untuk menciptakan ide-ide dan informasi baru. Jacqueline dan Martin Brooks
mengeluh bahwa hanya sedikit sekolah yang benar-benar mengajar siswa untuk
berpikir secara kritis. Dalam pandangan mereka, sekolah menghabiskan terlalu
banyak waktu untuk membuat siswa agar memberikan jawaban yang benar dengan
cara meniru daripada mendorong siswa untuk memperluas pemikiran mereka
dengan membuat ide-ide baru dan memikirkan kembali kesimpulan sebelumnya.
Berpikir Kritis Pada Masa Remaja, masa remaja merupakan masa transisi yang
penting dalam perkembangan berpikir kritis. Beberapa perubahan kognitif terjadi
selama masa remaja yang memungkinkan peningkatan berpikir kritis, termasuk
yang berikut:
1. Peningkatan kecepatan, otomatisasi, dan kapasitas pengolahan informasi, yang
membebaskan sumber daya kognitif untuk tujuan lain.
2. Pengetahuan lainnya dalam berbagai domain.
3. Kemampuan meningkat untuk membentuk kombinasi pengetahuan baru.
4. Rentang yang lebih besar dan penggunaan strategi atau prosedur lebih spontan
seperti perencanaan, mempertimbangkan alternatif, dan pemantauan kognitif.6
Sayangnya, jika dasar yang kuat dari keterampilan dasar ( seperti membaca dan
keterampilan matematika) tidak dikembangkan sejak masa kanak-kanak,

5
Jamal Subardi, Orientasi Baru Psikologi Pembelajaran anak. Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2006, hal. 198.
6
Uno, Hamzah B., Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2006, hal. 213.

5
keterampilan berpikir kritis tidak mungkin berkembang pada masa remaja. Bagi
remaja yang tidak memiliki keterampilan dasar, potensi keuntungan dalam
pemikiran remaja adalah tidak mungkin.
Berpikir kirtis dan teknologi secara meningkat, jumlah aplikasi teknologi yang
tersedia untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. David Jonassen
berpendapat bahwa salah satu penggunaan terbaik dari teknologi dalam pendidikan,
melibatkan aplikasi computer agar siswa berpikir kritis mengenal isi bacaan yang
dipelajari. Ia menyebutkan bahwa aplikasi seperti “alat pikiran”, dan melihatnya
sebagai alat konstruktif yang disimpulkan oleh siswa terkait pengetahuan dan
penalaran tentang isi pelajaran. Jonassen membedakan beberapa kategori alat
pemikiran, termasuk alat-alat semantik organisasi, alat pemodelan dinamis, alat
interpretasi informasi, serta percakapan dan alat-alat kolaborasi.
Alat organisasi semantik seperti pusat data dan alat pemetaan konsep,
membantu siswa mengatur, menganalisis, dan memvisualisasi informasi yang
dipelajari. Sebagai contoh, siswa yang mempelajari iklim dapat bertanya pada pusat
data global dan kidspiration adalah alat pemetaan konsep untuk siswa tingkat 12
yang relatif murah dan mudah digunakan.
Alat pemodelan dinamis membantu siswa mengeksplorasi hubungan antara
konsep-konsep. Hal tersebut termasuk spreadsheet, sistem pakar, system alat
pemodelan , microworld. Pengambilan keputusan adalah pemikiran dimana
individu mengevaluasi berbagai pilihan dan memutuskan pilihan dari sekian
banyak pilihan tersebut. Dalam penalaran deduktif, orang menggunakan kaidah
yagn jelas untuk mengambil kesimpulan. Sebaliknya saat kita membuat keputusan,
kaidahnya jarang yang jelas dan kita mungkin hanya punya pengetahuan terbatas
tentang konsekuensi dari keputusan itu. Selain itu, informasi penting mungkin tidak
tersedia dan kita mungkin tidak bisa mempercayai semua informasi yang kita
punya.
Bias kelemahan dalam pengambilan keputusan, sebjek berakibat lain dari
penelitian pengambilan keputusan adalah bias dan cacat heuritis. ( aturan prakis )

6
yang mempengaruhi kualitas keputusan. Kelemahan umum melibatkan bias
konfirmasi, ketekunan kepercayaan , bias terlalu percaya diri, bias masa lalu, dan
bias ketersediaan , perwakilan heuritis.
Bias konfirmasi salah satu bias prasangka adalah bias konfirmasi , cenderung
mencari dan menggunakan informasi yang mendukung ide-ide anda bukan
membantahnya.
Bias kepercayaan terkait erat dengan prasangka konfirmasi , ketekunan
kepercayaan adalah kecenderungan berpegangan pada keyakinan dalam
menghadapi bukti yang bertentangan.
Bias terlalu percaya diri adalah kecenderungan dalam memiliki kepercayaan
diri yang berlebihan dalam penilaian dan keputusan dari pada yang seharusnya,
berdasarkan probabilitas atau pengalaman masa lalu.
Bias masa lalu, orang tidak percaya diri tentang hal yang diperkirakan akan
terjadi pada masa depan ( bias terlalu percaya ), tetapi juga cenderung diprediksi
melebih lebihkan kinerja masa lalu mereka. Bias masa lalu adalah kecenderungan
untuk melaporkan secara salah, setelah fakta, bahwa anda secara akurat
memprediksi kejadian.
Pengambilan keputusan pada masa remaja masa remaja adalah masa
peningkatan pengambilan keputusan-siapa teman yang dipilih, siapa yang menjadi
teman kencan, menentukan akan melakukan hubungan seks atau tidak . kebanyakan
orang membuat keputusan lebih baik saat mereka tenang dari pada dalam keadaan
emosional,terutama pada remaja, dengan demikian remaja dapat membuat
keputusan yang bijaksana saat tenang. Dapat membuat keputusan tidak bijaksana
saat emosional.

D. Berpikir Kreatif
Kreatifitas merupakan kemampuan untuk berpikir mengenai sesuatu, dalam
cara yang baru dan tidak biasa serta memikirkan solusi-solusi unik terhadap
masalah. J.P.Guilford membedakan antara pemikiran konvergen , yang

7
menghasilkan satu jawaban yang benar dan merupakan karakteristik dari jenis
pemikiran yang dibutuhkan saat ujian konvensional dan pemikiran divergen, yang
menghasilkan banyak jawaban atas pertanyaan yang sama dan yang lebih
merupakan kreatifitas.
Satu tujuan pengajaran yang penting adalah mendorong anak menjadi lebih
kreatif. Strategi yang dapat menginspirasi kreatifitas anak-anak, antara lain
mendorong pemikiran kreatif pada tingkat kelompok dan individual, memberi
murid lingkungan yang merangsang kreativitas, tidak mengendalikan murid secara
berlebihan, mendorong motivasi internal, mengembangkan pemikiran yang
fleksibel dan suka bermain-main, serta memperkenalkan murid pada orang-orang
kreatif.
Langkah langkah dalam proses kreatif, proses kraetif sering digambarkan
sebagai urutan 5 langkah :
1. Persiapan. Siswa tenggelam dalam isu masalah yang membuat mereka tertarik
dan rasa ingin tau muncul.
2. Inkubasi. Siswa mengolah ide mereka di kepala , titik dimana mereka
cenderung membuat beberapa koneksi yang tidak biasa dalam pemikiran
mereka.
3. Wawasan. Siswa mengalami momen “ AHA! “ saat semua potongan teta-teki
terlihat cocok satu sama lain.
4. Evaluasi. Sekarang siswa harus memutuskan tentang suatu ide yang berharga
dan layak dikejar. Mereka harus berpikir “ apakah ide baru, atau sedah jelas? “
5. Elaborasi. Langkah terakhir sering meliputi rentan waktu terpanjang dan
melibatkan pekerjaan yang paling sulit.7

7
Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan…, hal. 87.

8
E. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah mencari atau menemukan cara yang tepat untuk
mencapai suatu tujuan. Contohnya, penugasan oleh guru kepada muridnya untuk
membuat makalah tentang kondisi pendidikan anak jalanan.
1. Langkah-langkah pemecahan masalah.
Beberapa usaha dilakukan untuk menerapkan langkah-langkah yang dilalui
individu dalam menemukan pemecahan masalah yang efektif sebagai berikut:8
a. Temukan dan Susun Masalahnya. Sebelum Anda dapat memecahkan suatu
masalah, Anda harus mengenali bahwa masalah tersebut ada.
b. Kembangkan Strategi Pemecahan Masalah yang Baik. Beberapa strategi
yang baik adalah penetapan subtujuan, menggunakan logaritma dan
mengandalkan heuristis. Menentukan subtujuan merupakan proses untuk
menetapkan tujuan lanjutan yang lebih kecil yang menetapkan murid dalam
posisi yang lebih baik untuk mencapai tujuan atau pemecahan akhir.
Logaritma adalah strategi yang menjamin sebuah solusi terhadap suatu
masalah. Sedangkan heuritis adalah strategi atau aturan umum yang dapat
memberikan solusi pada suatu masalah tapi tidak menjamin
keberhasilannya
c. Mengevaluasi Solusi-solusi. Kita berfikir bahwa kita telah memecahkan
suatu maslah, kita tidak tahu apakah solusi kita efektif atau tidak , kecuali
kalau kita mengavaluasinya
d. Setiap Saat Memikirkan Kembali serta Mendefinisikan Kembali Masalah
dan Solusi. Secara kontinu memikirkan dan mendefinisikan kembali
masalah dan solusinya. Orang yang ahli dalam pemecahan masalah akan

8
Ibid., hal. 39-40.

9
termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya di masa lalu dan memberikan
kontribusi orisinil. 9
2. Hambatan dalam memecahkan masalah.
Beberapa hambatan umum dalam memecahkan masalah yaitu sebagai
berikut:
a. Fiksasi merupakan penggunaan sebuah strategi terdahulu dan kegagalan
untuk memandang suatu masalah dari perspektif yang baru dan segar.
Termasuk di dalamnya mental set.
b. Kurangnya motifasi dan kegigihan. Hal yang terpenting bagi para murid
adalah untuk termotivasi secara internal, guna menangani masalah dan
gigih dalam menemukan suatu pemecahan.
c. Kurangnya kontrol emosi. Emosi dapat memfasilitasi atau membatasi suatu
masalah. Individu yang kompeten dalam memecahkan masalah biasanya
tidak takut membuat kesalahan.10
3. Perubahan pengembangan.
Satu cara untuk mempelajari perubahan dari segi perkembangan dalam
pemecahan masalah disebut dengan aturan pendekatan penilaian yang berfokus
pada peningkatan kemampuan anak untuk secara aktiv menggunakan aturan-
aturan dalam pemecahan masalah seiring bertambahnya usia. Semakin
bertambah usia sorang anak, maka pemikiran mereka dalam memcahkan
masalah akan semakin baik pula.
Ada dua metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kelas untuk
melatih siswa dalam memecahkan masalah, yaitu :

9
Santrock, John W. 2014. Psikologi…, hal. 229.
10
Siu, P.K. 1986. Kognitif Kompleks Dalam Pembelajaran. Journal of Educational
Psychology, 78, 417- 423.

10
a. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menekankan
pemecahan masalah-masalah autentik seperti yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran dimana murid-
murid bekerja secara nyata mengkaji masalah-masalah yang berarti dan
menciptakan produk yang nyata.11

F. Transfer
Transfer terjadi ketika seseorang menerapkan pengalaman dan pengetahuan
sebelumnya, pada pembellajaran atau pemecahan masalah dalam situasi baru.
Ada beberapa jenis transfer, antara lain;
1. Transfer dekat. Transfer pembelajaran ke sebuah situasi yang serupa
pembelajaran awal.
2. Transfer jauh. Transfer pembelajaran ke situasi yang berbeda jauh dari
pembelajaran awal.
3. Transfer low-road. Transfer pembelajaran ke situasi lain secara otomatis
dan seringkali secara tidak sadar.
4. Transfer high-road. Transfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi lain
yang dilakukan secara sadar dan disertai usaha.
5. Transfer forward-reaching. Transfer pembelajaran yang melibatkan
pemikiran mengenai bagaimana menerapkan apa yang telah dipelajari
kesituasi baru di masa depan
6. Transfer backward-reaching. Transfer pembelajaran dengan melihat situasi
sebelumnya mengenai informasi yang akan membantu memecahkan
maslah sebuah konteks baru.12

11
Baer, J. 1993. Creativity and Divergent…, hal. 98.
12
Sitepu, M.A. (2005). Memilih Buku Pelajaran. Jurnal Pendidikan Penabur. 04. pp. 113-126.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemahaman terhadap konsep merupakan aspek penting dalam kehidupan
manusia. Oleh karena itu, pemahaman konsep harus diajarkan oleh guru kepada
siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian siswa dapat
mendefinisikan obyek yang ada dalam kehidupan sehari-hari dengan pemahaman
konsep yang dibangunnya sendiri. Siswa diharapkan tidak hanya dapat
menghafalkan sesuatu obyek berdasarkan pengetahuan yang sudah terpola, tetapi
siswa juga mampu mendeskripsikan obyek dengan penalarannya sendiri.
Hal yang sangat diharapkan dari efek perlakuan tersebut adalah siswa dapat
memecahkan masalahnya sendiri dengan lebih baik. Kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah menjadi ukuran keberhasilan seorang guru dalam
mengajarkan pemahaman konsep dan proses berpikir yang baik. Selain itu, hal yang
tidak kalah penting dalam pemahaman konsep adalah bagaimana guru dapat
membantu siswa untuk mentransferkan konsep yang dimilikinya. Transfer dalam
pemahaman konseptual dapat diartikan sebagai, kemampuan sorang siswa dalam
mengaktualisasikan konsep yang dimiliki kedalam situasi yang baru dan nyata. Dan
pada titik ini, ketika siswa mampu mentransferkan konsep yang dimilikinya, maka
itu merupakan ukuran keberhasilan guru dalam membangun pemahaman konsep
kepada siswa.
Antara pemahaman konseptual, proses berpikir, pemecahan masalah, dan
transfer merupakan empat tahapan dalam proses kognitif kompleks yang saling
berhubungan satu sama lain. Tidak dibenarkan jika salah satu tahapan dari proses
kognitif kompleks dilewatkan begitu saja. Semua harus diajarkan secara kompleks
agar siswa dapat dapat lebih baik dalam memecahkan masalahnya sendiri.

12
DAFTAR PUSTAKA

Baer, J. 1993. Creativity and Divergent Thinking: A Task Specific Approach. London:
Lawrence Erlbaum Associates Publisher.

Hadis, Abdul. 2006. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika.

Siswono. 2005. Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui


pengajuan masalah. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains (JMPS). 10 (1):
1-9.

Sitepu, 2005. Memilih Buku Pelajaran. Jurnal Pendidikan Penabur. 04. pp. 113-126.

Siu. 1986. Kognitif Kompleks Dalam Pembelajaran. Journal of Educational


Psychology, 78, 417- 423.

Subardi , Jamal. 2006. Orientasi Baru Psikologi Pembelajaran Anak. Jakarta: PT. Bumi
Aksara,

Uno, Hamzah B. 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.

13

Anda mungkin juga menyukai