Anda di halaman 1dari 18

A.

Amr
1. Pengertian amr
Amr merupakan lawan dari nahy. Secara bahasa, amr berarti suruhan atau perintah.
Sayyid ahmad al-hasyimi mendefinisakan amar sebagai berikut : amar adalah mengharapkan
tercapainya perbuatan dari mukhattab (orang kedua) yang datang dari pihak atasan. 1Menurut
istilah ahli ushul amar berarti :
“Suatu lafaz atau kata yang menunjukkan permintaan melakukan
perbuatan dari yang berkedudukan lebih tinggi kepada yang berkedudukan
lebih rendah.”
Sayyid Ahmad Al-Hasyimi mendefenisikan amr sebagai berikut, Amr
adalah mengharapkan tercapainya perbuatan dari mukhathab (orang kedua)
yang datang dari pihak atasan. Menurut khalid abdurrahman, amar ialah kata yang
menunjukkan permintaan melakukan apa yang diperintahkan, dari arah yang lebih tinggi
kepada yang lebih rendah. Yang dimaksud yang lebih tinggi kedudukannya
dalam al-Qur'an adalah Allah SWT sebagai pemberi perintah,sedangkan yang
lebih rendah kedudukannya adalah makhluk Allah sebagai pelaksana perintah.2
Sebagian mereka mendefinisikan : menuntut memperbuat sesuatu
dengan ucapan dari rang yang lebih tinggi kedudukannya. Sebagain lagi mendefinisikan :
maksud wajhi isti'ala tidak dikaitkan dengan suatu tempat, mereka berbeda pendapat
sebagaimana mereka berbeda pendapat dalam syarat syarat makna tinggi. 3Artinya orang
yang memerintah lebih tinggi martabatnya dari orang yang diperintah.
Hakikatnya amar itu adalah dari yang berkedudukan lebih tinggi kepada
yang berkedudukan lebih rendah. Apabila tuntutan atau permintaan itu berasal

1
Muhammad Chirzin ,Permata Al-Qur'an.( Yogyakarta : Qirtas, 2003) ,105.
2
Ibid, hlm.105.
3
Kholid Ustman Al-Sabt, Qowaid Al-Tafsir Jilid 2,( Dar Ibnu Affan), Mesir.
478.
dari yang berkedudukan lebih rendah kepada orang yang lebih tinggi dengan cara merendah
dan memohon syafa’at tidaklah dikatakan dengan amr.4 Dalam rumusan yang ringkas,amar
didefinisikan sebagai:"menuntut perbuatan dari yang atas kepada yang bawah.5

2. Bentuk bentuk amr


a. Menggunakan fiil amr, seperti firman Allah SWT

‫ص ُد ٰقَتِ ِه َّن نِ ْحلَةً ۚ فَِإن ِط ْب َن لَ ُك ْم َعن َش ْى ٍء ِّم ْنهُ َن ْف ًسا فَ ُكلُوهُ َهنِ ٓئًٔـا َّم ِر ٓ ًٔئـا‬
َ ‫ٓاء‬
َ ‫ِّس‬
۟
َ ‫َو َءاتُو ا ٱلن‬
“berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan . kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin
itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya.” (QS. 4.4)
kata aatuu dan akala merupakan fiil amr yang berasal dari fiil madhi
ataa dan akala.

b. menggunakan fiil mudhari' dengan didahului lamul amr seperti firman Allah SWT

َ ِ‫وف َو َي ْن َه ْو َن َع ِن ال ُْم ْن َك ِر ۚ َوأُو ٰلَئ‬


‫ك ُه ُم ال ُْم ْفلِ ُحو َن‬ ِ ‫ولْت ُكن ِم ْن ُكم أ َُّمةٌ ي ْدعُو َن إِلَى الْ َخي ِر ويأْمرو َن بِالْمعر‬
ُْ َ ُُ َ َ ْ َ ْ ْ ََ
“dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS. 3:104)
Lafaz "waltakun" adalah fiil mudhari yang sudah dimasuki oleh waw athaf dan lam
amr. Sebelum dimasuki oleh lam amr fiil muhdhari' itu berbunyi takuunu, tetapi karena lam

4
Wahbah Zuhayli, Ushulul Fiqh Islamy, Juzu’ I (Damaskus: Dar Al-Fikr,
1987) 218-219
5
Miftah Faridl Dan Agus Shihabuddin,Al-Qur'an Sumber Hukum Islam
Yang Perrtama.Cet.1(Bandung,Penerbit Pustaka,1989 M).196
amr itu menjazam kan fiilmuhdari,maka ia dijazmkan. Dan di sini tanda jamznya adalah
sukun.6

c. Bentuk isim fiil amr, contoh :

‫ض َّل إِ َذا ْاهتَ َد ْيتُ ْم ۚ إِلَى اللَّ ِه َم ْر ِجعُ ُك ْم َج ِميعًا َفُينَبِّئُ ُك ْم‬ ُ َ‫آمنُ وا َعلَْي ُك ْم أَْن ُف َس ُك ْم ۖ اَل ي‬
َ ‫ض ُّر ُك ْم َم ْن‬ ِ َّ
َ ‫ين‬
َ ‫يَا أ َُّي َه ا الذ‬
‫بِ َما ُك ْنتُ ْم َت ْع َملُو َن‬
“ Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan
memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. hanya kepada Allah
kamu kembali semuanya, Maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS.5:105)

d. Masdar pengganti fiil, seperti :

‫يل اَل َت ْعبُ ُدو َن إِاَّل ٱللَّهَ َوبِٱل َْٰولِ َديْ ِن إِ ْح َس انًا َو ِذى ٱلْ ُق ْربَ ٰى َوٱلْيَ ٰتَ َم ٰى َوٱل َْم َٰس ِكي ِن‬ ِ ٰٓ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َوإ ْذ أَ َخ ْذنَا م ٰيثَ َق بَن ٓى إ ْس َرء‬

ُ ‫ٱلز َك ٰوةَ ثُ َّم َت َولَّْيتُ ْم إِاَّل قَلِياًل ِّمن ُك ْم َوأَنتُم ُّم ْع ِر‬
‫ضو َن‬ َّ ‫ٱلصلَ ٰوةَ َو َءاتُو ۟ا‬
َّ ‫يمو ۟ا‬ ِ ِ ‫َوقُولُو ۟ا لِلن‬
ُ ‫َّاس ُح ْسنًا َوأَق‬
“dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu
menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-
anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS. 2:83).
Lafaz ihsanan adalah masdar dari lafaz ahsana, dan merupakan pengganti dari fiil amr
ahsin.7

6
Mukhtar yahya dan fatchurrahman.dasar-dasar pembinaan hukum fiqh
islam.(Bandung: Al-Ma'rif, 1993).192.
7
Miftah Faridl Dan Agus Shihabuddin,Al-Qur'an Sumber Hukum Islam Yang
Perrtama.Cet.1(Bandung,Penerbit Pustaka,1989 M),198
e. Kalimat berita yang mengandung arti perintah atau permintaan,
contoh :
ٍ ‫ات يتربَّصن بِأَْن ُف ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ ُقر‬
‫وء‬ ُ َ ْ َ َ َ ُ ‫َوال ُْمطَلَّ َق‬
“wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.”
(QS.2:228)
f. Kalimat yang mengandung kata amar, fardhu, kutiba (ditetapkan),'ala yang berarti
perintah sebagai berikut.

ِ ‫َى أ َْهلِ َها َوإِذَا َح َك ْمتُ ْم َب ْي َن الن‬


‫َّاس أَ ْن تَ ْح ُك ُموا بِال َْع ْد ِل ۚ إِ َّن اللَّهَ نِِع َّما‬ ٰ ‫ات إِل‬ِ َ‫إِ َّن اللَّهَ يأْمر ُكم أَ ْن ُت َؤدُّوا اأْل َمان‬
َ ْ ُُ َ
‫ص ًيرا‬ِ ‫ي ِعظُ ُكم بِ ِه ۗ إِ َّن اللَّهَ َكا َن س ِميعا ب‬
َ ً َ ْ َ
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”
(QS.4:58)

ً ‫ج ۗ َو َك ا َن اللَّهُ غَ ُف‬
‫ورا‬ َ ‫ت أَيْ َم ا ُن ُه ْم لِ َك ْياَل يَ ُك و َن َعلَْي‬
ٌ ‫ك َح َر‬ ْ ‫اج ِه ْم َو َم ا َملَ َك‬ َ ْ ْ ‫قَ ْد َعلِ ْمنَا َما َف َر‬
ِ ‫ض نَا َعلَْي ِهم فِي أَ ْزو‬

‫يما‬ ِ
ً ‫َرح‬
“Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang
isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan
bagimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.33:50)
‫ين ِم ْن َق ْبلِ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم َتَّت ُقو َن‬ ِ َّ
َ ‫ب َعلَى الذ‬
ِ
َ ‫ام َك َما ُكت‬
ُ َ‫الصي‬
ِّ ‫ب َعلَْي ُك ُم‬ ِ
َ ‫آمنُوا ُكت‬
َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa,” (QS.2:183).

3. Gubahan kata (uslub) al-qur'an dalam menyatakan perintah (amar)


a. Bentuk perintah secara jelas dengan menggunakan lafazh amara :

ِ ‫َى أ َْهلِ َها َوإِذَا َح َك ْمتُ ْم َب ْي َن الن‬


‫َّاس أَ ْن تَ ْح ُك ُموا بِال َْع ْد ِل‬ ِ َ‫إِ َّن اللَّهَ يأْمر ُكم أَ ْن ُت َؤدُّوا اأْل َمان‬
ٰ ‫ات إِل‬ َ ْ ُُ َ
" Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara"(QS.4:58)

b. Menerangkan bahwa perbuatan itu telah ditulis atas orang-orang yang


mukallaf.

‫ام‬ ِ ِ َّ
ُ َ‫الصي‬
ِّ ‫ب َعلَْي ُك ُم‬
َ ‫آمنُوا ُكت‬
َ ‫ين‬
َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa.” (QS.2:183)"
c. Menerangkan bahwa perbuatan itu telah ditetapkan bagi manusia

ۚ ‫اع إِل َْي ِه َس بِياًل‬ ْ ‫ت َم ِن‬


َ َ‫ٱس تَط‬ َ ِ ‫يم ۖ َو َمن َد َخلَهُۥ َكا َن َء ِامنًا ۗ َولِلَّ ِه َعلَى ٱلن‬
ِ ‫َّاس ِح ُّج ٱلْب ْي‬ ِ ِ ‫ت َّم َق‬ ٌ ۢ َ‫فِ ِيه َء ٰاي‬
ُ ٌ َ‫ت َبِّي ٰن‬
َ ‫ام إ ْب َٰره‬
ِ ِ
َ ‫َو َمن َك َف َر فَِإ َّن ٱللَّهَ غَن ٌّى َع ِن ٱل َْٰعلَم‬
‫ين‬
“mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang
sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.”(QS. 3.97)
d. Menerangkan bahwa mukallaf dituntut untuk mengerjakannya
ٍ ‫ات يتربَّصن بِأَْن ُف ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ ُقر‬
‫وء‬ ُ َ ْ َ َ َ ُ ‫َوال ُْمطَلَّ َق‬
"wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'" (Qs.
2:228)
e. Menerangkan bahwa mukallaf yang lain dituntut mengerjakan :

‫َو َمن َد َخلَهُۥ َكا َن َء ِامنًا‬


“Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia;” (Qs.3:97)
f. Menerangkan bahwa perbuatan itu baik :

‫ح ل َُه ْم َخ ْي ٌر‬ ْ ِ‫ك َع ِن الْيَتَ َام ٰى ۖ قُ ْل إ‬


ٌ ‫صاَل‬ َ َ‫َويَ ْسأَلُون‬
"dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: Mengurus urusan mereka
secara patut adalah baik,” (QS.2:220)

4. Kaidah-kaidah amr
Kholid Ustman Al-Sabt merumuskan kaidah-kaidah amar tersebut dalam beberapa
kaidah, yaitu:
a. amar (perintah) itu menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan kepada selain
wajib kecuali dengan qarinah-qarinah tertentu.
Maksud dari kaidah ini, apabila dalam nash al-Qur’an terdapat lafazh
amr atau kaimat berbentuk berita yang mengandung pengertian perintah, maka perintah
tersebut memberi pengertian wajib, atau mengharuskan. Yaitu menuntut secara tegas dank
eras dari objek untuk melakukan perintah itu.8 Dalil bahwa sebuah perintah itu wajib (jika
tidak ada qarinah) adalah Firman Allah:

‫ْخَي َرةُ ِم ْن أ َْم ِر ِه ْم‬ َ َ‫َو َما َكا َن لِ ُم ْؤ ِم ٍن َواَل ُم ْؤ ِمنَ ٍة إِذَا ق‬
ِ ‫ضى اللَّهُ ورسولُهُ أَمرا أَ ْن ي ُكو َن لَهم ال‬
ُُ َ ًْ ُ َ َ
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka”. (QS. Al-
Ahzab: 36)

8
Miftah Faridi Dan Agus Syihabuddin, Al-Qur’an Sumber Hukum Islam Yang Pertama, Cet. I. 200
Ijma’ sahabat, bahwa dalam melaksanakan perintah Allah manusia tidak perlu
melakukanpembahasan terlebih dahulu mengenai perintah tersebut. Dalam kajian kebahasaan
ahlu lughoh: ahlu al-lughat menyatakan bahwa jika seorang tuan menyuruh budaknya untuk
melakukan sesuatu kemudian si budak tersebut tidak melaksanakannya, maka ia akan
mendapatkan siksaan dari tuannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa lafazh amr itu diciptakan untuk memberi
pengertian wajib, selama lafazh amar itu tetap dalam kemutlaqannya ia selalu menunjukkan
kepada arti yang haqiqi,yakni wajib yang memang diciptakan untuknya dan tidak akan
dialihkan kepada arti lain, jika tidak ada qarinah yang mengalihkannya.9

b. Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya


Ulama berpendapat amr (perintah) terhadap sesuatu maka menjadi nahy
(larangan) untuk lawan dari sesuatu yang diperintahkan tersebut. Maksudnya
apabila seseorang diperintahkan untuk beriman kepada Allah maka larangan
untuk kafir.10
c. Perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah tertentu
yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera dilaksanakan.
Apabila syari’ (Allah) telah memberikan perintah, maka bagi yang
diperintahkan hendaklah melakukannya segera atau langsung, kecuali apabila
ada indikasi atau karenah lain yang membolehkan untuk mentakhirkan atau
menunda untuk melakukannya.11
9
Mukhtar Yahya dan fatchurrahman.dasar-dasar pembinaan hukum fiqh
islam. (Bandung: Al-Ma'rif, 1993),195.

10
Wahbah Zuhayli, Ushulul Fiqh Islamy, Juzu’ III (Damaskus: Dar Al-Fikr,
1987) ,228.
11
Khalid Bin ‘Utsman As-Sabt, Qawaidu At-Tafsir, Juzu’ II, (Dar Ibnu
‘Affan) 483
Contoh amar yang harus segera dilaksanakan karena tidak adanya
qarinah:

‫اع إِل َْي ِه َسبِياًل‬ ْ ‫ت َم ِن‬


َ َ‫ٱستَط‬ َ ِ ‫َولِلَّ ِه َعلَى ٱلن‬
ِ ‫َّاس ِح ُّج ٱلْب ْي‬

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali Imran: 97)

d. Jika amar bergandengan dengan syarat atau sifat, maka amar tersebut menuntut adanya
pengulangan.
Amr yang dikaitkan dengan syarat dan sifat menghendaki lawan bicara
berulang-ulang untuk melakukan syarat dan sifat tersebut.

e. amr atau perintah yang datang setelah dilarang hukumnya dikembalikan kepada kondisi
sebelum dilarang
Apabila lafazh amr datang setelah adanya larangan menurut ahli ilmu
faedahnya adalah kembali kepada hukum sebelum terjadinya larangan. 12 Apabila sebelum
larangan tersebut hukumnya adalah mubah maka perintah setelah larangan itu hukunya
memfaedahkan kepada ibahah.
Contoh :

‫ادوا‬ ْ َ‫َوإِذَا َحلَلْتُ ْم ف‬


ُ َ‫اصط‬
“dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu.” (Qs.
Almaidah : 2)
yang datang setelah adanya larangan berburu, dalam firmanNya .

‫الص ْي َد َوأَْنتُ ْم ُح ُر ٌم‬


َّ ‫آمنُوا اَل َت ْقُتلُوا‬ ِ َّ
َ ‫ين‬
َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu
sedang ihram…..” (QS:Al-maidah : 95)

12
Khalid Bin ‘Utsman As-Sabt, Qawaidu At-Tafsir. 487
Bukanlah merupakan perintah wajib, tetapi hanya merupakan kebolehan belaka.
f. perintah terhadap persoalan yang dibolehkan maka hukumnya ibahah atau boleh

5. Amr yang keluar dari makna asal menjadi makna lain karena konteks kalimat
Amr pada asalnya bermakna perintah. Namun karena situasi dan kondisi.
Susunan kalimat, atau mutakallim dan mukhatab , amr terkadang tidak lagi bermakna
perintah. Inilah yang dimaksud dengan amr yang keluar dari makna asalnya menjadi makna
lain yang diakibatkan oleh situasi, struktur, konteks kalimat, dan indikasi lainnya. Makna-
makna lain yang dimaksud antara lain13:
a. Doa ( ‫ ) انذعاء‬seperti:
Uslub Perintah “dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”. Uslub perintah tersebut
dapat dijumpai pada QS. Al-Baqarah: 250, 286; QS. Ali Imran: 147.
ِ ِ
َ ‫ص ْرنَا َعلَى الْ َق ْوم الْ َكاف ِر‬
‫ين‬ ُ ْ‫فَان‬
Gaya bahasa perintahnya adalah (dan tolonglah kami terhadap orangorang
kafir). Gaya bahasa perintah tersebut dengan menggunakan bentuk kata kerja perintah atau
fi’il amr. Penuturnya adalah kaum Muslimin, sedangkan lawan tuturnya adalah Allah SWT,
tema yang menjadi pembicaraan adalah perintah kaum Muslimin kepada Allah SWT untuk
memberi pertolongan kepada mereka. Gaya bahasa perintah tersebut tidak dimaksudkan
sebagai perintah yang sebenarnya, mengingat yang dinamakan perintah adalah apabila
datangnya dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya ke yang lebih rendah. Dalam perintah
(dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir) tersebut, dimaksudkan untuk doa
(permohonan), yaitu permohonan seorang hamba kepada Tuhannya, agar Allah berkenan
member pertolongan kepada kaum muslimin.14
13
Ahmad Syatibi,Balaghah II (Ilmu Ma'ani) Pengantar Memahami Makna Al-
Qur'an (Jakarta : Tarjamah Center,2013),86

14
Mardjoko Idris, Uslub Al-Amr Dalam Al-Quran:Dirasah Ikhshaiyyah,
Journal
b. Irsyad ( ‫ ) االرشاد‬memberi petunjuk seperti:
Secara harfiah al-irsyad berarti memberi petunjuk, member nasehat, atau memberi
saran. Maksudnya adalah bahwa bentuk amr yang terdapat di dalam kalam yang ada tidak
dimksudkan sebagai perintah, tetapi cenderung sebagai saran yang diungkapkan mutakallim
dan kepada mukhatab
Contoh :

ٌ ۢ ِ‫َج ٍل ُّم َس ًّمى فَٱ ْكتُبُوهُ ۚ َولْيَ ْكتُب َّب ْينَ ُك ْم َكات‬
‫ب بِٱل َْع ْد ِل‬ ِ َّ ٓ ٰ
َ ‫ين َء َامنُ ٓوا إِذَا تَ َدايَنتُم بِ َديْ ٍن إِلَ ٰ ٓى أ‬
۟
َ ‫َيأ َُّي َها ٱلذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar.” Al-Baqarah: 282
Segi makna ayat tersebut diatas memberi pengertian bahwa "kegiatan
mencatat perihal utang piutang" adalah "dianjurkan", tetapi hukumnya tidak sampai kepada
"wajib", dikarenakan terkadang urusan utang piutang dapt juga terselenggara dengan baik
meskipun tanpa kegiatan.15
c. Bermakna setara ( ‫ ) نإلنت اًش‬Bermakna seperti:
Al-iltimas artinya kata-kata,ungkapan, kalam yang ditujukan kepada mukhathab
yang setara atau sederajat. Ketika ungkapan yang dipergunakan itu berbrntuk amr, maka amr
tersebut tidak dikatakan sebagai perintah, tetapi disebut dengan iltimas yaitu amr yang
disampaikan kepada mukhatab yang kedudukannya setara dengan mutakallimin.16

‫صبِ ُرو ۟ا َس َوٓاءٌ َعلَْي ُك ْم ۖ إِنَّ َما تُ ْج َز ْو َن َما ُكنتُ ْم َت ْع َملُو َن‬
ْ َ‫ٱصبِ ُر ٓو ۟ا أ َْو اَل ت‬
ْ َ‫ٱصلَ ْو َها ف‬
ْ
“Masukklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); Maka baik kamu bersabar atau
tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.” QS.
At-Thur: 16
d. Tahdid ( ‫ ) انتعجب‬mengancam seperti:

15
Ahmad Syatibi,Balaghah II (Ilmu Ma'ani) Pengantar Memahami Makna Al-
Qur'an (Jakarta : Tarjamah Center,2013),88
16
Syatibi,Balaghah II.89
at-tahdid artinya ''mengancam" atau menakut-nakutkan.17contoh:

‫ضلُّو ۟ا فَاَل يَ ْستَ ِطيعُو َن َسبِياًل‬


َ َ‫ال ف‬ َ ‫ض َربُو ۟ا ل‬
َ َ‫َك ٱأْل َْمث‬ َ ‫ف‬
َ ‫نظُْر َك ْي‬
“lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena
itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar).” QS. Al-Isra:
48

6. Perbedaan Pandangan Para Ulama


Para ulama ushul fiqh bersepakat bahwa pengunaan uangkapan al-amr
bagi suatu makna di luar makna at-talab,al-ta-tahdid,dan al-ibahah merupaka suatu makna
di luar makna majaz. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat mengenai dilalat al-amr
terhadap makna at-talab, at-tahdid,dan al-ibahah.menurut kesepakatan sunni, ungkapan al-
amr pada hakikatnya bermakna tuntutan, sedang penggunaannya bagi makna al-tahdid dan
alibahah merupakan suatu majaz. Menurut kesepakatan para ulama syiah, ungkapan al-amr
pada hakikatnya bermakna tuntutan, sedang penggunaannya bagi makna al-tahdid dan al-
ibahah merupakan suatu majaz.
Kalangan ulama sunni kemudian berpendapat mengenai apakah ungkapan al-amr
yang pada hakikatnya bermakna tuntutan (li al-talab) itu menunjukkan implikasi hukum al-
wujub ataukah bukan. Menurut mayoritas ulam,ungkapan al-amr yang pada hakikatnya
bermakna tuntutan itu secara otomatis menunjukkan implikasi hukum al-wujub. Inilah yang
merupakan implikasi hukum yang hakiki dari ungkapan al-amr. Implikasi hukum lain hanya
dimungkinkan apabila terdapat qarinah.
Menurut kalangan ulama hanafiyah, ungkapan al-amr pada hakikatnya
bermakna tuntutan tidak secara otomatis menunjukkan implikasi hukum, baik al-wujub
maupun al-nadb, tetapi dilihat qarinah-nya terlebih dahulu.dalam pada itu kalangan ulama

17
Ahmad Syatibi,Balaghah II (Ilmu Ma'ani) Pengantar Memahami Makna Al-
Qur'an (Jakarta : Tarjamah Center,2013),89
zahriyyah berpandangan bahwa implikasi hukum selain al-wujub dari ungkapan al-amr
hanya dimungkinkan apabila terdapat nash syara' lain atau ijma', bukan qarinah.18

B. Nahi
1. Pengertian Nahy
Secara harfiah nahy berarti "larangan". 19 Dalam istilah ushul fiqh, nahi
bermakna "suatu lafazh yang digunakan oleh yang lebih tinggi kedudukannya untuk
menuntut kepada yang lebih rendah derajatnya agar meninggalkan suatu perbuatan.20
Dalam balaghah definisi nahi adalah menuntut berhenti melakukan suatu perbuatan oleh
pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah. Muhammad Cirzin mengutip khalid
Abdurrahman mengartikan nahi sebagai perkataan yang menunjukkan permintaan berhenti
dari suatu perbuatan, dari orang yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.
Sedangkan menurut Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, nahi adalah tuntutan mencegah
berbuat yang datang dari atasan. Ash.Shafahsi mengatakan bahwa sesungguhnya keharusan
larangan adalah meninggalkan yang dilarang sesegera mungkin, dan hal tersebut merupakan
suatu yang terlarang.21

2. Redaksi kalimat nahi


1) Fiil nahi, bentuk nahi hanya satu, yaitu fiil mudhari' yang didahului oleh huruf la yang
disebut la nahi, la nahi adalah yang atinya jangan, seperti

18
Asmawi,Perbandingan Ushul Fiqh (Jakarta:Amzah,2011),223.
19
Ahmad Syatibi,Balaghah II (Ilmu Ma'ani) Pengantar Memahami Makna Al-
Qur'an (Jakarta : Tarjamah Center,2013) 102.
20
Muhammad Chirzin ,Permata Al-Qur'an.( Yogyakarta : Qirtas,2003),207.
21
Ibid, hlm.111
firman Allah ;

‫َواَل َت ْقُتلُوا أ َْواَل َد ُك ْم َخ ْشيَةَ إِ ْماَل ٍق ۖ نَ ْح ُن َن ْر ُز ُق ُه ْم َوإِيَّا ُك ْم ۚإِ َّن َق ْتلَ ُه ْم َكا َن ِخطْئًا َكبِ ًيرا‬

‫اء َسبِياًل‬ ِ
َ ‫الزنَ ۖا إِنَّهُ َكا َن فَاح َشةً َو َس‬
ِّ ‫َواَل َت ْق َربُوا‬

ْ ‫ْح ِّق ۗ َو َم ْن قُتِ َل َمظْلُومًا َف َق ْد َج َعلْنَ ا لَِولِيِّ ِه ُس ْلطَانًا فَاَل يُ ْس ِر‬


‫ف فِي‬ ِ ‫الن ْف‬
َ ‫س الَّتي َح َّر َم اللَّهُ إِاَّل بِ ال‬
َ َّ ‫َواَل َت ْقُتلُ وا‬
‫ورا‬
ً ‫ص‬ُ ‫الْ َق ْت ِل ۖإِنَّهُ َكا َن َم ْن‬

‫َّى َي ْبلُ َغ أَ ُشدَّهُ ۚ َوأ َْوفُوا بِال َْع ْه ِد ۖ إِ َّن ال َْع ْه َد َكا َن َم ْسئُواًل‬ ِ
ْ ‫ال الْيَتِ ِيم إِاَّل بِالَّتِي ه َي أ‬
ٰ ‫َح َس ُن َحت‬ َ ‫َواَل َت ْق َربُوا َم‬

“31.Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang
akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka
adalah suatu dosa yang besar.
32. Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
33. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan Barangsiapa dibunuh secara zalim,
Maka Sesungguhnya Kami telah member kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah
ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang
mendapat pertolongan.
34. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik
(bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya. (QS. 17:31-34)

2) Menggunakan lafal utruk, da' (tinggalkanlah),naha,harrama,


‫َوا ْت ُر ِك الْبَ ْح َر َر ْه ًوا ۖ إَِّن ُه ْم ُج ْن ٌد ُمغْ َرقُو َن‬

“dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara
yang akan ditenggelamkan".(QS.44:24)

‫اه ْم َوَت َو َّك ْل َعلَى اللَّ ِه ۚ َو َك َف ٰى بِاللَّ ِه َوكِياًل‬ ِِ ِ ِ


ُ َ‫ع أَذ‬
ْ ‫ين َو َد‬ َ ‫َواَل تُط ِع الْ َكاف ِر‬
َ ‫ين َوال ُْمنَافق‬

“dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang- orang munafik itu,
janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. dan
cukuplah Allah sebagai Pelindung.” (QS.33;48).
ِ ‫ول فَ ُخ ُذوهُ َو َما َن َها ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنَت ُهوا ۚ َو َّات ُقوا اللَّهَ ۖ إِ َّن اللَّهَ َش ِدي ُد ال ِْع َق‬
‫اب‬ ُ ‫الر ُس‬
َّ ‫َو َما آتَا ُك ُم‬
“apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya.” (QS.59:7)
ِ ِ ِ
ْ ‫ْح ِّق َوأَ ْن تُ ْش ِر ُكوا بِاللَّه َم ا ل‬
‫َم‬ َ ‫ش َم ا ظَ َه َر م ْن َه ا َو َم ا بَطَ َن َواإْلِ ثْ َم َوالَْب ْغ َي بِغَْي ِر ال‬
َ ‫قُ ْل إِنَّ َم ا َح َّر َم َربِّ َي الْ َف َواح‬

‫ُيَن ِّز ْل بِ ِه ُس ْلطَانًا َوأَ ْن َت ُقولُوا َعلَى اللَّ ِه َما اَل َت ْعلَ ُمو َن‬
33. Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak
ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang
benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak
menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa
yang tidak kamu ketahui.” (QS.7: 33).

3. Kaidah – kaidah nahi


Menurut Khalid bin utsman As-sabt ada beberapa kaidah tentang annahyu
diantaranya :
a. Nahi menghendaki atau menunjukkan haram, segera untuk dilarangnya,
kecuali ada qarinah-qarinah tertentu.
Lafazh nahi menghendaki tuntutan larangan secara kekal(dawam) dan spontan
(fauran). Sebab yang di tuntut itu (larangan) tidak dapat terwujud apabila tuntutan larangan
itu bersifat kekal. Maksudnya bahwa setiap kali jiwa seorang mukallaf mendorongnya untuk
melakukan yang terlarang, maka setiap kali itu pula nahi menuntut dia untuk
meninggalkannya. Karena itu, pengulangan larangan termasuk kaidah yang penitng agar
tuntutan dari nahi dapat terwujud.
Demikian juga dengan tuntutan terhadap spontinitas dalam mentaati larangan. Sebab
larangan atas suatu perbuatan adalah berarti mengharamkan perbuatan itu, lantaran ada
bahayanya. Karenanya, larangan itu mesti menuntut
spotanitas. Melakukan ketataan atas suatu larangan secara spontan dan berkesinambungan
adalah temasuk hal-hal yang dituntut oleh nahi.
Contohnya :

‫َواَل َت ْقُتلُوا أ َْواَل َد ُك ْم ِم ْن إِ ْماَل ٍق‬


“dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut Kemiskinan.” (QS.Al-
An'am : 151)

b. Jika Allah melarang sesuatu, maka Ia melarang sebagiannya juga. Dan jika
Allah memerintahkan sesuatu, maka Ia memerintahkan secara keseluruhannya
Contoh :

“diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging


hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.”

c. Maksud insya'i menggunakan bentuk khabar lebih jelas penyampaiannya dari


pada menggunakan sighat insyai itu sendiri).
“dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu
menyembah selain Allah,”
d. nahy menghendaki fasad
Rasulullah saw bersabda ”setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka ia
tertolak”. Dengan demikian segala perkara yang dilarang berarti tidak diperintahkan, dan
setiap yang tidak diprintahkan berarti tertolak, dan tertolak berarti batal. {tidak sah.
Fasad}hukumnya.
contohnya :

“dan janganlah kamu mendekati zina;”.(QS:Al-isra': 32).

4. Ragam makna nahi


Nahi pada asalnya adalah larangan. Namun karena situasi dan kondisi,
karena susunan kalimat,serta karena mutakallimin dan mukhatab, nahi tidak lagi bermakna
larangan, tetapi telah keluar dari makna aslinya. Inilah yang dimaksud dengan kelaurnya nahi
dari arti sebenarnya menjadi arti lain karena situasi atau susunan kalimat.22
Antaranya :
1) Doa
"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah.”
2) Al-irsyad
“janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu
akan menyusahkan kamu.”
3) Bayanul 'aqibah ,menerangkan akibat ;
“janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidupdisisi Tuhannya dengan mendapat rezki.”
4) At-tay'iys . membuat putus asa :
“Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.”
22
Ahmad Syatibi,Balaghah II (Ilmu Ma'ani) Pengantar Memahami Makna Al-
Qur'an (Jakarta : Tarjamah Center,2013) 105.
5) al-i'tinas, memberikan ketenangan hati :
"Janganlah kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya Kami akan menyelamatkan
kamu dan pengikut-pengikutmu.”
Larangan dalam al-qur'an mengandung makna dan tujuan yang antara lain sebagai berikut.23
a. Larangan menunjukkan haram,seperti firman Allah, “dan janganlah kamu
mendekati zina;” (QS.17:32)
b. Larangan yang menunjukkan makna makruh, seperti dalam sabda Nabi Saw,. Yang
artinya: “janganlah kamu salat di kandang unta.” (HR.tirmidzi) .
c. Larangan yang mengandung perintah melakukan yang sebaiknya, seperti dalam
firman Allah (QS.3:13),
“13. Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu
(bertempur). segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang
dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka.
Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orangorang yang mempunyai mata hati.”

5. Perbedaan Pandangan Ulama


Dalam soal larangan para ahli ushul berselisih paham. Ada yang
mengatakan larangan itu untuk mengharamkan. Ada yang mengatakan untuk
memakruhkan.24 Para ulama sepakat bahwa penggunaan ungkapan al-nahyu bagi makna di
luar makna at-tahrim dan al-karahah merupakan gaya bahasa al-majaz,dan
karenanya ia membutuhkan qarinah yang menghendaki makna tersebut.
Para ulama juga sepakat bahwa penggunaan ungkapan al-nahyu bagi makna
tuntutan meninggalkan suatu perbuatan, merupaka gaya bahasa al-haqiqah, dan karenanya ia
tidak membutuhkan qarinah sama sekali. Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah
ungkapan al-nahyu mengandung makna hakiki berupa makna al-tahrim ataukah makna al-
karahah ataukah keduanya.25
23
Muhammad Chirzin ,Permata Al-Qur'an.( Yogyakarta : Qirtas,2003),111
24
Hasbi As-siddieqy,pengantar hukum islam (jakarta; bulan bintang, 1978). Hlm.71
25
Mustafa Said Al-Khin, Atsar Al-Ikhtilaf Fi Al-Qawaid Al-Ushuliyyah Ala
Mayoritas ulama berpandangan bahwa ungkapan an-nahyu
mengandung makna hakiki berupa makna at-tahrim, dan tidak mengandung
makna lain kecuali apabila ada qarinah. Segolongan ulama lain berpendapat
bahwa ungkapan ungkapan nahyu mengandung makna hakiki berupa makna -
at-tahrim dan karahah sekaligus,baik dalam arti lafziy maupun ma'nawiy.
Segolongan ulama lain berpandangan btawaqquf yakni bahwa ungkapan ialnahyu
mengandung makna hakiki menurut qarinah yang ada. jadi selama
belum ditemukan qarinah, dilalat al-nahyu itu masih mujmal.26

Ikhtilaf Al-Fuqaha, (Beirut : Mu'assasah Al-Risalah, 1982)333-334


26
Asmawi,Perbandingan Ushul Fiqh (Jakarta:Amzah,2011),231.

Anda mungkin juga menyukai