Anda di halaman 1dari 27

Oleh:

Khoirun Nidhom, Lc.,M.A


Pengertian Ziyadah
Ziyadah disini dimaksudkan : Hurufnya tetap ditulis
dalam rasm, tetapi dalam pengucapan tidak terbaca,
baik dalam keadaan waqaf maupun washal.
Huruf-huruf yang ditambahkan dalam dalam
penulisan mushaf ada 3: Alif, Wawu dan Ya’, baik
ditambahkan ditengah maupun diakhir kata.
Bentuk-Bentuk Kaidah al-Ziyadah
a. Kaidah Pertama
ٌ‫ ال شائد فً انقسآ‬
Artinya: “Tidak ada (ziyadah) tambahan dalam al-Qur’an”
Maksud dari kaidah ini adalah pada dasarnya tidak
ada ziyadah dalam al-Qur’an karena al-Qur’an itu sendiri
disucikan dari segala bentuk kesia-siaan atau penambahan-
penambahan yang tidak memiliki faedah. Kaidah ini
mencakup dua hal:
1. Sesuatu yang tidak memiliki makna atau makna yang
tidak dibutuhkan. Bentuk al-ziyadah ini tidak mungkin
terdapat dalam al-Qur’an karena dianggap sia-sia dan dapat
merusak kemukjizatannya.[
2. Lafaz atau huruf yang tidak merusak makna aslinya jika
dibuang, akan tetapi penambahannya berimplikasi pada
penambahan maknanya.
Oleh karena itu, al-Zarkasyi menjelaskan bahwa
ungkapan ulama “Huruf atau lafaz ini zaidah” bertujuan
bahwa huruf atau lafaz tersebut jika dibuang tidak akan
merusak makna aslinya, akan tetapi ziyadah tersebut bukan
berarti tidak memiliki faedah.
Salah satu contoh tentang penerapan kaidah tersebut
adalah ayat 159 dari Q.S. Ali ‘Imran (3): . ‫فبًا زحًت يٍ هللا نُت نهى‬
Huruf ‫يا‬tidak dapat dikatakan zaidah (tidak memiliki makna)
sama sekali karena pada dasarnya ‫يا‬tersebut berfaedah al-
taukid (penguat/penegas) terhadap kasih sayang dari Allah
kepada rasul-Nya, bahkan huruf ‫يا‬tersebut berfungsi juga
sebagai penegas terhadap makna al-hasr (peringkasan).
Oleh karena itu, Ibn Taimiyah berpendapat bahwa
penambahan huruf atau lafaz bertujuan untuk penambahan
makna, sedangkan kekuatan lafaz karena kekuatan makna.
 b. Kaidah Kedua
)ًُ‫ شَادة انًبًُ تدل عهً شَادة انًعًُ (قىة انهفظ نقىة انًع‬
Artinya: “Penambahan bina’ (model) menunjukkan adanya
penambahan makna (Kekuatan lafaz karena kuatnya makna)“
Yang dimaksud dengan kaidah ini adalah setiap kali
ada penambahan huruf atau penambahan wazan (timbangan
lafaz) atau penambahan tasydid pasti berdampak pada
penambahan makna atau penegasannya.
Di antara contoh penambahan wazan adalah ًٍ‫انسح‬
lebih balig (kuat) dari pada wazan ‫انسحُى‬di mana
kata ًٍ‫انسح‬diarahkan pada kasih sayang Allah di dunia yang
mencakup semua makhluk-Nya, baik mukmin maupun kafir,
sedangkan ‫ انسحُى‬dikhususkan pada hamba-hamba-Nya di
akhirat saja. Begitu juga wazan ‫انسحُى‬lebih kuat maknanya dari
pada wazan ‫انساحى‬karena ‫انسحُى‬menunjukkan makna yang
berulangkali atau menjadi sifat,sedangkan ‫انساحى‬menunjukkan
makna kasih sayang yang terjadi satu kali saja.
c. Kaidah Ketiga
‫ َحصم بًجًىع انًتسادفٍُ يعًُ ال َىجد عُد اَفسادهًا‬
Artinya: “Penggabungan dua kata yang serupa maknanya akan
menghasilkan makna yang tidak ditemukan ketika lafaz tersebut
terpisah/tersendiri”
Penggunaan dua lafaz yang pada dasarnya mempunyai makna
yang sama (mutaradif) memberikan faedah tersendiri dibanding jika
lafaz tersebut sendiri-sendiri. Faedah yang dapat dihasilkan adalah
faedah al-taukid (penguat/penegas) dengan dasar bahwa penambahan
huruf saja dapat memberikan makna tambahan, apatah lagi penambahan
lafaz.
Di antara contohnya adalah pengulangan lafaz ‫َداء‬setelah lafaz ‫دعاء‬dalam
QS. al-Baqarah (2): 171:
.‫ ويثم انرٍَ كفسوا كًثم انرٌ َُعق بًا ال َسًع إال دعاء وَداء‬
Pengulangan lafaz ‫ َداء‬tersebut menguatkan makna yang tidak
terdapat pada lafaz ‫َداء‬. Kedua lafaz tersebut bermakna pemanggilan.
akan tetapi pemanggilan tersebut bisa dengan jarak jauh dan dekat,
orang tertentu dan umum, memenuhi panggilan dengan perbuatan dan
dengan suara. Namun dengan penggabungan kedua kata tersebut, maka
makna-makna tersebut tercakup di dalam keduanya yang tidak
didapatkan ketika sendiri-sendiri.
d. Kaidah Keempat
‫ كم حسف شَد فً كالو انعسب (نهتأكُد) فهى قائى يقاو إعادة انجًهت يسة أخسي‬
Artinya: “Setiap huruf yang ditambahkan dalam kalimat Arab-
karena penegasan- maka statusnya sama dengan pengulangan
kalimat tersebut”
Kaidah tersebut hampir sama dengan kaidah nomor dua
yang mengatakan bahwa penambahan bina’ akan berdampak pada
penambahan makna. Namun, kaidah kedua tersebut lebih
mengarah pada penambahan atau perubahan bina’, sedangkan
kaidah keempat ini mengarah pada penambahan huruf, fi’il dan
isim, namun penambahan fi’il jarang terjadi atau sedikit sedangkan
penambahan isim lebih jarang lagi.
Di antara contoh penambahan huruf adalah penambahan
huruf ‫يا‬dalam ayat . ‫فبًا َقضهى يُثاقهى‬Huruf ‫يا‬tersebut berfungsi untuk
memperkuat kata .‫َقضهى‬Oleh karena itu, Imam Sibawaih
mengatakan bahwa yang dimaksud za>idah adalah tidak
beramalnya huruf ‫يا‬tersebut, bukan berarti hurufnya tidak
memiliki faedah. Sedangkan salah satu contoh penambahan fi’il
adalah penambahan lafaz ٌ‫كا‬dalam QS. Maryam: 29 ٍ‫قانىا كُف َكهى ي‬
‫كاٌ فٍ انًهد صبُا‬ditambahkan untuk memperkuat fi’il al-madi ‫قانىا‬
Jenis-jenis Ziyadah
Pertama: Penambahan Alif
Alif ditambahkan ditengah-tengah kalimat, spt: ‫ مائتني‬,‫مائة‬.
Semua mushaf telah sepakat menambahkan huruf alif pada kata
‫ أو ألاذبـحنو‬pada QS. An-Naml:21.
Tetapi berbeda dalam tidak atau menambahkan alif di tempat-
tempat sebagai berikut:
(‫( )إلىل هللا حتشرون‬Ali Imron: 158)
(‫( )وألوضعوا خللكم‬At-Taubah:47)
(‫( )إلىل اجلحيم‬Ash-Shaffat: 68)
Dan penambahan alif setelah “syin” pada firman Allah: ‫َوََل تَـ ُقولَ َّن‬
‫اى ٍء‬‫ش‬
ْ َ
ِ‫(ل‬Al-Kahfi:23), dan juga pada kata “‫(”وِجاىء‬Az-Zumar:69)/(Al-
َ َ ِ
ِ ِ
Fajr: 23), dan juga pada kata “‫اَّلل إنَّوُ ََل يَايْئـَـس‬
َّ ‫” َوََل تَايْـئـَ ُسوا م ْن َرْو ِح‬
ُ
(Yusuf:87), “‫( ”أفلم يايئس‬Ar-Ra’du:31).
Dan terjadi perbedaan penulisan mushaf-mushaf pada
kata “ ‫ فلما استيئسوا‬dan ‫( ” حىت إذا استيئس الرسل‬Yusuf:80 dan 110).
Para penulis mushaf menambahkan alif setelah
wawu yang terletak diakhir kata baik berupa lam fi’il atau
dhomir jama’, atau sebagai tanda I’rob, atau sebagai badal
dari hamzah kecuali contoh-contoh berikut:
1. Penambahan alif setelah wawu jama’ yang muttasil
dengan fi’il “‫ فاسعوا‬,‫ وَل تفسدوا‬,‫”ءامنوا‬hal tersebut kecuali 6
fi’il, yaitu: “‫ تبوءو‬,‫ سعو‬,‫ وعتو‬,‫ فاءو‬,‫ جاءو‬,‫”وباءو‬maka ditulis tanpa
alif.
2. Penambahan alif setelah wawu yang terletak sebagai lam
fi’il, spt: “‫ندعوا‬َ ‫ لن‬,‫ فال يربوا‬,‫ ”أشكوا‬dan alif dibuang pada kata
“‫يعفو َعْنـ ُه ْم‬
َ ‫”أن‬.
3. Penambahan alif setelah wawu sebagai tanda I’rob pada
jama’ muzakkar Salim yang diidhofahkan, spt: “ ,‫مرسلوا الناقة‬
‫”كاشفوا العذاب‬.
4. Penambahan alif setelah wawu sebagai badal/pengganti
dari hamzah diakhir kata. Spt: “ ,‫ نشؤا‬,‫ العلمؤا‬,‫ شركؤا‬,‫ البلؤا‬,‫جزؤا‬
‫ يبدؤا‬,‫ نبؤا‬,‫ يعبؤا‬,‫ دعؤا‬,‫”شفعؤا‬.
-Adapun untuk kata-kata berikut ini: “ ,‫ الرسوَل‬,‫ الظنونا‬,‫لكنا‬
‫ قواريرا‬,‫”السبيال‬, bukan seperti penambahan alif diatas karena
mayoritas Ulama Qiraat menetapkan alif pada kata-kata
tersebut dalam keadaan washal dan waqaf atau keadaan
waqaf saja, padahal menurut qaidah rasm, suatu huruf itu
dihukumi sebagai ziyadah jika tidak ada penggantinya
dalam ucapan dan bacaan.
2. Penambahan ya’
Ya’ ditambahkan dalam penulisan di beberapa kata,
diantaranya:
a. penambahan ya’ ditengah-tengah kata, atau hamzah
berharokat fathah yang jatuh setelah huruf berharokat
kasroh, dibeberapa tempat berikut ini:
)ٔ44:‫ات أ َْو قُتِ َل (آل عمران‬ َ ‫ين َم‬ ْ
َِ‫أَف‬
‫إ‬
)34 :‫اخللِ ُدو َن (األنبياء‬ َّ ‫أَفَِإ ْن ِم‬
ْ ‫ت فَـ ُه ُم‬
ٍ ‫السماء بـنـيـناىا بِأَي ـ ـ‬
)47:‫ـيد (الذاريات‬ ْ َ َ ْ ََ َ َ َّ ‫َو‬
)4:‫بِأَي ـ ـ ـ ـ ـ ــيِّ ُك ُم الْ َم ْفتُو ُن (القلم‬
b. setelah hamzah berharokat kasroh diakhir kata,
seperti:
)34:‫ني (األنعام‬ِ‫ِمن نَـبِإي الْمرسل‬
َ َ ُْ َ ْ
Disebagian riwayat disebutkan juga ziyadah ya’ pada kata:
)67:‫لِ ُك ِّل نَـبٍَإ ُم ْستَـ َقٌّر (األنعام‬
Para Ulama menggariskan juga penambahan ya’ pada
kata-kata berikut jika diakhiri dengan hamzah yang
berharokat kasroh yang sebelumnya berupa alif, yang
seharusnya tidak ditulis untuk hamzah, tetapi para
penulis wahyu menulis dengan ya’:
)ٔ5:‫من تلقاءى نفسي (يونس‬
)9ٓ :‫وإيتاءى ذى القرىب (النحل‬
)ٔ3ٓ :‫ومن ءاناءى اليل (طو‬
)5ٔ:‫من وراءى حجاب (الشورى‬
Ada beberapa perbedaan mushaf tentang ziyadah ya’
pada kata “‫( ”بلقاءى رهبم‬Ar-Rum:8), dan “‫( ”ولقاءى األخرة‬Ar-
Rum:16).
3. Penambahan wawu
Para penulis wahyu menambahkan wawu di beberapa
kata, khususnya setelah hamzah yang berharokat
dhommah. Mereka menambahkan wawu pada kata-kata
berikut:
‫ وأولئكم جعلنا‬,‫ أولئك على ىدى‬,‫ أوَلء حتبوهنم‬,‫ أوَلء‬,‫ أولت‬,‫ يأوىل‬,‫أولوا‬
Dan juga ditambahkan wawu untuk mushaf penduduk
Madinah dan Iraq pada:
‫ سأوريكم ءاييت‬,‫سأوريكم دار الفسقني‬
Dan terdapat perbedaan dalam penambahan wawu pada
kata “‫( ”وألصلبنكم‬Thaha:71), (Asy-Syu’aro’: 49), ditulis
dengan wawu (‫ )وألوصلبنكم‬dan tanpa wawu. Tetapi
mereka tidak ada perbedaan dalam membuang wawu
pada kata “‫”مث ألصلبنكم‬
Kaidah Badal
Badal yaitu:
1. Penggantian huruf ke huruf lain yang terdapat didalam
mushaf.
2. Penulisan suara tidak sesuai dengan tanda/huruf penulisan
yang telah ditetapkan dalam tulisan arab.
Huruf-huruf yang menjadi badal dalam penulisan
arab terdapat pada alif yang ditulis dengan wawu, alif yang
ditulis dengan ya’, dan juga badal pada ta’ ta’nits pada isim
yang ditulis dengan ha’ dan ta’.
Contoh badal penulisan sin dengan shad seperti pada kata
“‫ صساط‬,‫ بصطت‬,‫”َبصظ‬. Dan juga penulisan tanwin dengan nun
seperti “ٍَ‫”وكأ‬, penulisan nun mati dengan alif pada kata “ً‫”إذا‬,
“ً‫”لنسفعا‬.
Pertama: Penulisan alif dengan wawu
Penulisan yang disepakati semua mushaf tentang
penulisan alif dengan wawu pada kata “‫ احليوة‬,‫ الزكوة‬,‫”الصلوة‬
selama tidak di idhofahkan ke dhomir. Jika di mudhofkan
ke dhomir maka pendapat yang utama ditulis dengan alif.
Menetapkan alif dalam rasm dan membuang alif terdapat
perbedaan diantara Ulama’, yang masyhur dengan
menetapkan alif. Seperti kata: ‫ حياتكم‬,‫ صالتى‬dll.
Dan jika kata-kata tersebut (‫ حيوة‬,‫ زكوة‬,‫ )صلوة‬berupa
isim nakiroh maka terdapat dua pendapat, yang masyhur
tetap ditulis dengan wawu.
Untuk kata “‫ ”الربوا‬jika berupa nakiroh yang masyhur
ditulis dengan alif, seperti: “ً‫”من ربا‬.
2. Penulisan alif dengan ya’
Jika ada alif mutathorrifah (Alif yang berada pada
akhir kata), maka asalnya adalah ditulis dengan alif. Dan
semua mushaf tidak ada perbedaan tentang penulisan
tersebut dalam isim dan fiil pada 3 huruf, dan asal alif pada
kata tersebut adalah wawu, seperti: ,‫ بدا‬,‫ دعا‬,‫ عفا‬,‫ سُا‬,‫ شفا‬,‫انصفا‬
‫عال‬.
Ada beberapa pengecualian pada 11 kata, maka ditulis
dengan ya’ yaitu: ,‫ طحىها‬,‫ تهىها‬,‫ وضحىها‬,‫ ضحها‬,‫ دحىها‬,ً‫ شك‬,ً‫ضح‬
ً‫ وانُم إذا سج‬,ً‫وانضح‬.
Tidak ada perbedaan dalam beberapa mushaf tentang
penulisan alif dengan ya’ disemua tempat jika alif sebagai
lam kalimat, dalam keadaan apapun, bertemu dengan
dhomir atau tidak, bertemu dengan huruf berharokat atau
huruf sukun, seperti: ‫ أتى‬ ‫أتىكم‬, ‫ كساىل‬,‫غزى‬ ًّ ,‫ موسى‬dll
Dikecualikan jika berupa asal muttorid dan tujuh
huruf, maka semua mushaf sepakat menulis dengan alif.
Asal Muttorid adalah: Semua tempat jika alif ditulis
dengan ya’ maka akan berkumpul dua ya’, seperti ,‫ العليا‬,‫الدنيا‬
‫ احلوايا‬,‫ الرءيا‬dll.
Untuk tujuh huruf yang ditulis dengan alif, walau
seharusnya ditulis ya’, karena asalnya ya’, seperti: ,‫عصاين‬
‫ طغا‬,‫ سيماىم‬,‫ أقصا‬,‫ توَله‬,‫األقصا‬.
Dikecualikan lafaz ‫ رءاه‬,‫ رءا‬maka ditulis dengan alif
kecuali dua tempat dalam Surat An-Najm: ‫ نقد زأي‬,‫ زأي‬maka
ditulis dengan ya’ beserta alif.
Untuk lafaz ‫ ندي‬sebagian ditulis dengan ya’ seperti
‫ندي‬, dan sebagian lagi dengan alif seperti ‫لدا الباب‬.
Dan juga untuk lafaz ‫ وسقيىها‬sebagian ditulis dengan
dua ya’, sebagian lagi dengan ya’ dan alif setelahnya,
sebagian lagi dengan satu ya’ dan membuang alif.
Dan tidak ada perbedaan lafaz ‫ كلتا‬dan ‫ تًتا‬ditulis
dengan alif.
3. Penulisan ha’ ta’nits dengan ta’
Para Ulama rasm memperhatikan meringkas beberapa
tempat dimana ha’ ta’nist pada isim ditulis dengan ta’. Dan
Ulama’ Arab juga berbeda pendapat dalam menentukan
batasan mana yang menjadi asal/pokok apakah ta’ atau
ha’? Imam Sibaweh dan jamaah Ulama’ nahwu
mengatakan bahwa ta’ adalah asal/pokok. Imam Tsa’lab
dan lainya mengatakan bahwa ha’ merupakan asal/pokok.
Dan ketika isim ditulis dengan ha’ maka Ulama rasm
memperhatikan pengelompokan kalimat-kalimat yang
ditulis dengan ta’ karena lebih sedikit, yaitu:
a. Seperti kata ‫زحًت‬
Kata ‫ زحًت‬didalam mushaf dimakrifatkan dengan ‫ال‬, atau
dimudhofkan ke isim dhohir, atau tidak di mudhofkan
dengan jumlah semua ada 79 tempat. Ada 7 tempat ta’
ditulis dengan mabsuth sebagai berikut:
Semua kalimat tersebut di mudhofkan ke isim
dhohir, dan yang tidak di idhofahkan semua ditulis dengan
ha’.
Dan tidak semua yang di idhofahkan ke isim dhohir
ditulis dengan ta’, ada 3 tempat yang ditulis dengan ha’,
yaitu:

b. Kata ‫َعًت‬
Ada 34 tempat ditulis dengan ha’, kecuali 11 tempat ditulis
dengan ta’ spt di Surat Al-Baqoroh: 231: ‫واذكروا نعمت هللا عليكم‬
c. Kata ‫ايسأة‬
Ada 11 tempat, ditulis dengan ta’ ada 7 tempat dan
kesemuanya di idhofahkan spt: ‫إذ قالت امرأت عمرن‬
d. Kata ‫سُت‬
Ada 13 tempat dimudhofkan ke isim dhohir, ditulis dengan
ta’ ada 5 tempat, seperti: ‫فقد مضت سنت األولني‬
e. Kata ‫نعُت‬
Ada 13 tempat, 7 dimudhofkan dan 3 dimakrifatkan
dengan ‫ال‬. Dan 3 berupa isim nakiroh tanpa mudhof.
Ditulis dengan ta’ ada 2 tempat,
yaitu: ‫ واخلمسة أن لعنت هللا عليو‬,‫فنجعل لعنت هللا على الكذبني‬.
‫معصية ‪f. Kata‬‬
‫‪Ditulis dengan ta’ ada 2 tempat:‬‬
‫ويتنجون باإلمث والعدون ومعصيت الرسول‬
‫فال تتنجوا باإلمث والعدون ومعصيت الرسول‬
‫كلمة ‪g. Kata‬‬
‫‪Ada 26 tempat ditulis dengan ha’ kecuali 4 tempat ditulis‬‬
‫‪dengan ta’, seperti:‬‬
‫وتـمت كلمت ربك احلسٌت‬
‫إن الذين حقت عليهم كلمت ربك‬
‫حقت كلمت ربك على الذين كفروا‬
Ada beberapa kalimat yang ditulis dengan ta’, dibaca
dengan mufrod dan jama’.
Jika dibaca jama’ maka ditulis dengan ta’.
Dan jika dibaca mufrod maka ditulis dengan ta’ sebagai
badal dari ha’.
Seperti : ‫فهم على بينت منو‬
Imam Nafi’, Amir, Syu’bah dari Ashim, dan Kisa’i dengan
alif sebagai jama’ (‫(على بينت‬. Dan lainnya dibaca mufrod
tanpa alif.
‫‪SEKIAN‬‬
‫وهللا أعهى‬

Anda mungkin juga menyukai