Karena itu ulama bertanggung jawab dan berkewajiban untuk memperkenalkan Al-
Qur’an dan menyuguhkan pesan-pesan yang tersimpan di balik setiap untaian mutiara kata
sejalan dengan perkembangan masyarakat, sehingga Al-Qur’an benar-benar berfungsi sesuai
menurut semestinya. Untuk menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an tersebut, ulama menempuh
berbagai cara dan beberapa metode dan corak penyajiannya. Melihat kepada metode yang
digunakan ulama dalam menafsirkan Al-Qur’an, ada dalam bentuk ijmali atau mengungkap
makna Al-Qur’an secara global saja, ada yang menafsirkan secara rinci dan runtut, dan ada juga
yang menafsirkan berdasarkan topik tertentu, dan bahkan ada yang membandingkan pendapat
ulama tentang pemahaman ayat yang sama, membandingkan antara ayat yang mirip atau ayat
dengan Hadis. Begitu juga corak yang digunakan mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an,
mufassir menyampaikan pesan Al-Qur’an itu sesuai dengan kapasitas ilmu yang mereka miliki.
Maka muncullah buku- buku tafsir dengan berbagai corak sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan bidang ilmu yang mereka tekuni. Contohnya adalah tafsir ayat ahkam, tafsir al-
adabi al-ijtima’i, tafsir isyari, tafsir kauni, dan lain-lain.
Salah satu metode pendekatan yang sangat signifikan adalah dengan menggunakan
pendekatan linguistik atau yang lebih dikenal dengan istilah tafsir lughawi. Tafsir lughawi sangat
diperlukan dalam memahami Al-Qur’an, karena Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab yang
penuh dengan sastra, balaghah, fashahah, bayan, tamsil dan retorika, dan Al-Qur’an juga
diturunkan pada masa kejayaan syair dan linguistik. Bahkan pada awal Islam, sebagian orang
masuk Islam hanya karena kekaguman linguistik dan kefashihan Al-Qur’an.
PEMBAHASAN
Al-Qur’an dengan bahasa arabnya yang indah dan kandungan setiap katanya yang luas
dan universal, menuntut untuk dikaji dan ditelaah melalui pendekatan linguistik. Namun sebelum
mengkaji lebih jauh tentang tafsir lughawi, penulis akan memaparkan terlebih dahulu apa
sebenarnya tafsir lughawi itu dan bagaimana sejarah perkembangannya.
1. Pengertian Tafsir Lughowi
Tafsir lughawi terdiri dua kata yaitu tafsir dan lughawi. Tafsir yang akar katanya berasal
dari, فسرbermakna keterangan atau penjelasan.1 Kemudian lafal tersebut diikutkan wazan فعل
yang berarti menjelaskan atau menampakkan sesuatu. Dengan demikian, tafsir adalah membuka
dan menjelaskan pemahaman kata-kata dalam al-Qur’an. Sedangkan lughowi berasal dari akar
kata لغيyang berarti gemar atau menetapi sesuatu.2 Manusia yang gemar dan menetapi atau
menekuni kata-kata yang digunakannya, maka kata-kata itu disebut lughah. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan lughowi adalah kata-kata yang digunakan, baik secara lisan maupun
tulisan.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud dengan
tafsir lughowi adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna al-Qur’an dengan
menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan. atau lebih simpelnya tafsir lughowi adalah
menjelaskan al-Qur’an al-karim melalui interpretasi semiotik dan semantik yang meliputi
etimologis, morfologis, leksikal, gramatikal dan retorikal.3
Oleh karena itu, seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan bahasa
harus mengetahui bahasa yang digunakan al-Qur’an yaitu bahasa arab dengan segala seluk-
beluknya, baik yang terkait dengan nahwu, balaghah dan sastranya. Dengan mengetahui bahasa
al-Qur’an, seorang mufassir akan mudah untuk melacak dan mengetahui makna dan susunan
kalimat-kalimat al-Qur’an sehingga akan mampu mengungkap makna di balik kalimat tersebut.
Bahkan Ahmad Syurbasyi menempatkan ilmu bahasa dan yang terkait (nahwu, sharaf, etimologi,
balaghah dan qira’at) sebagai syarat utama bagi seorang mufassir. 4 Di sinilah, urgensi bahasa
akan sangat tampak dalam penafsirkan al-Qur’an.
Umat Islam sejak Rasulullah Saw hingga sekarang, berusaha sekuat tenaga mencurahkan
kemampuannya untuk memahami dan menafsirkan al-Qur’an. Orang pertama yang memahami
dan menafsirkan al-Qur’an adalah Rasulullah Saw,5 di samping karena ada perintah Allah untuk
menjelaskan wahyu tersebut, kapasitas Rasulullah juga sebagai pembawa dan penyampai wahyu.
Penafsiran Rasulullah tentu tidak mencakup seluruh ayat-ayat al-Qur’an akan tetapi hanya
berkisar pada apa yang tidak dimengerti atau kurang jelas kepada para sahabatnya atau ayat-ayat
1
Abu al-Husain Ahmad bin Faris, Maqayis al-Lughah, (Bairut: Dar al-Fikr) Jilid 4 Hal. 504
2
Abu al-Husain Ahmad bin Faris, Maqayis al-Lughah, (Bairut: Dar al-Fikr) Jilid 5 Hal. 225
3
Abd Muin Salim, Metodologi Tafsir, Sebuah Rekonstruksi Epistimologis, (Orasi Pengukuah Guru Besar
dalam Rapat Senat Luar Biasa IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1999) Hal. 34
4
Ahmad Syurbasyi, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. I,
1999) Hal. 31
5
Musthafa al-Shawi al-Juwaini, Manahij fi al-Tafsir, (Iskandariyah: Mansya’ah al-Ma’arif) Hal. 15
yang dipertanyakan oleh mereka atau dianggap penting untuk dijelaskan. 6 Dan salah satu cara
Rasulullah menjelaskan dan menafsirkan al-Qur’an adalah melalui pendekatan bahasa dengan
mencarikan makna muradif (sinonim)nya atau menjelaskan makna kosa kata dalam ayat-ayat al-
Qur’an.
Penafsiran Abdullah bin Abbas yang cenderung menjadikan syair sebagai salah satu
sumber penafsirannya merupakan cikal bakal munculnya madrasah lughah. Hal itu terjadi ketika
menjadi pengajar dan pembimbing di madrasah tafsir di Makkah yaitu pada abad pertama
Hijriyah dan diteruskan oleh para murid-muridnya seperti Said bin Jabir, Mujahid bin Jabar,
Ikrimah, Thawus bin Kaisan dan Atha’ bin Abi Rabah hingga abad ke-2 Hijriyah.8
Pada abad ke-3 Hijiriyah, munculah tiga madrasah.9 Yaitu, Madrasah al-Lughah yang
diprakarsai oleh Abu Zakariya al-Farra’ (w. 207 H) yang menafsirkan al-Qur’an melalui
pendekatan bahasa dengan kitabnya “Ma’an al-Qur’an”, Abu Ubaidah (lahir 110 H) dengan
tafsrinya “Majaz al-Qur’an” dan Abu Ishaq al-Zajjaj (w. 311 H) dengan kitabnya “Ma’an al-
Qur’an”, kemudian Madrasah al-‘Aqliyah yang dipelopori Imam al-jahizh dan Madrasah al-
Tafsir bi al-Ma’tsur oleh Ibn Jarir al-Thabary (w. 224–310 H). Tafsir al-Thabari juga dikenal
sebagai tafsir yang mencoba memadukan elemen riwayat dan bahasa. Sejak itulah, penafsiran
melalui pendekatan bahasa berkembang dan senantiasa digunakan dan dibutuhkan hingga
dewasa ini.
Sebelum menjelaskan jenis-jenis dan metode tafsir lughawi, perlu diketahui bahwa tafsir
lughawi dengan berbagai macam penyajian dan pembahasannya tidak akan keluar dari dua
kelompok besar yaitu:
6
Muhammad Husain al-Dzahaby, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Mush’ab Ibn Umar al-Islamiyah, 2004) Hal.
38-43.
7
Musa’id Muslim Abdullah Ali Ja’far, Atsar al-Tathawwur al-Fikriy fi al-Tafsir, (Bairut: Muassasah al-
Risalah, 1984) Hal. 383.
8
Musa’id Muslim Abdullah Ali Ja’far, Atsar al-Tathawwur al-Fikriy fi al-Tafsir. Op.Cit. Hal. 38
9
Muhammad Husain al-Dzahaby, al-Tafsir wa al-Mufassirun. (Mush’ab Ibn Umar al-Islamiyah, 2004) Hal.
77-93
Tafsir lughawi yang murni atau lebih banyak membahas hal-hal yang terkait dengan
aspek bahasa saja, seperti tafsir Ma’an al-Qur’an karya al-Farra’, Tafsir al-Jalalain karya
al-Suyuthi dan al-Mahally. Dll.
Tafsir lughawi yang pembahasannya campur-baur dengan pembahasan lain seperti
hukum, theology dan sejenisnya, seperti Tafsir al-Thabary li Ibn Jarir al-Thabary,
Mafatih al-Ghaib li al-Fakhruddin al-Razy, dan sebagian besar tafsir dari awal hingga
sekarang, termasuk Tafsir al-Mishbah yang disusun oleh Quraish Shihab.
Tafsir lughawi dalam perkembangannya, juga memiliki beberapa macam bentuk dan
jenis. Ada yang khusus membahas aspek nahwu, munasabah dan balaghah saja dan ada pula
yang membahas linguistik dengan mengkalaborasikan bersama corak-corak yang lain.
Untuk lebih jelasnya tentang jenis dan macam-macam tafsir lughawi, akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Tafsir nahwu atau i’rab al-Qur’an yaitu tafsir yang hanya pokus membahas i’rab
(kedudukan) setiap lafal al-Qur’an, seperti kitab al-Tibyan fi I’rab al-Qur’an karya
Abdullah bin Husain al-‘Akbary (w. 616 H)
2. Tafsir Sharaf atau morpologi (semiotik, dan semantic) 10 yaitu tafsir lughawi yang fokus
membahas aspek makna kata, isytiqaq dan korelasi antar kata seperti Tafsir al-Qur’an
Karim karya Quraish Shihab, Konsep Kufr dalam al-Qur’an karya Harifuddin Cawidu.
3. Tafsir Munasabah yaitu tafsir lughawi yang lebih menekankan pada aspek korelasi
antarayat atau surah, seperti Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar karya
Burhanuddin al-Buqa’y (w. 885), Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razy (w. 606),
Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab, dll.
4. Tafsir al-amtsal (alegori) yaitu tafsir yang cenderung mengekspos perumpamaan-
perumpamaan dan majaz dalam al-Qur’an seperti kitab al-Amtsal min al-Kitab wa al-
Sunnah karya Abdullah Muhammad bin Ali al-Hakim al-Turmudzi (w. 585 H), Amtsal
al-Qur’an karya al-Mawardi (w. 450 H), Majaz al-Qur’an karya Izzuddin Abd Salam (w.
660 H)
5. Tafsir Balaghah yang meliputi tiga aspek yaitu:
1. Tafsir Ma’an al-Qur’an yaitu tafsir yang khusus mengkaji makna-makna kosa
kata al-Qur’an atau terkdang disebut ensiklopedi praktis seperti kitab Ma’an al-
Qur’an karya Abd Rahim Fu’dah.
2. Tafsir Bayan al-Qur’an yaitu tafsir yang mengedapankan penjelasan lafal dari
akar kata kemudian dikaitkan antara satu makna dengan makna yang lain seperti
kitab Tafsir al-Bayani al-Qur’an karya Aisyah Abd Rahman bint al-Syathi’.
10
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi. (Jakarta Selatan: Teraju,
Cet, I, 2003) Hal. 211
3. Tafsir badi’ al-Qur’an yaitu tafsir yang cenderung mengkaji al-Qur’an dari aspek
keindahan susunan dan gaya bahasanya, seperti Badi’ al-Qur’an karya Ibn Abi al-
Ishba’ al-Mishry (w. 654 H)
1. Tafsir Qir’ah yaitu tafsir yang membahas macam-macam Qira’ah seperti kitab Tahbir al-
Taisir fi Qir’aat al-Aimmah al-‘Asyrah karya Muhammad bin Muhammad al-Jazry (w.
843 H).
2. Tafsir klasifikasi bahasa yaitu tafsir yang mengkaji lafal-lafal yang murni bahasa arab
dan yang tidak seperti kitab al-Muhadzzab fi Waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’arrab karya
Jalaluddin al-Suyuthi.
3. Dan tafsir-tafsir lughawi yang lain semisal tafsir Fawatih al-Hijaiyyah dll.
Analisis Penafsiran dan pemikiran terhadap al-Qur’an tidak akan bisa dilakukan tanpa
bahasa karena bahasalah yang mengantarkan dan menghubungkan antara kandungan makna lafal
dengan lafal yang lain. Tanpa bahasa, analisis pemikiran tidak akan berarti apa-apa. 11 Oleh
karena itu, peran dan pengaruh dari tafsr lughawi tentu akan mencakup sekian banyak aspek atau
corak penafsiran. Di antaranya:
1. Aspek hukum (fiqh) seperti ketika menafsirkan kalimat وأرجلكمdalam masalah wudhu’
surah al-Maidah ayat 6, jika dibaca manshub (harokat fathah) maka yang wajib dilakukan
pada kaki ketika berwudhu’ adalah membasuh bukan mengusap, tetapi jika majrur
(harokat kasrah) maka yang wajib hanya mengusap. 12 Dan masih banyak contoh-contoh
yang lain.
2. Aspek theology seperti pada saat menafsirkan تعين111اك نس111د وإي111اك نعب111 إيdengan
didahulukannya lafal اك11 إيdari lafal نعبد, berarti dalam beribadah tidak boleh terjadi
kesyirikan karena lafal tersebut bermakna hashar (terbatas, khusus).
3. Aspek filsafat misalnya ketika menafsirkan lafal شياطين الجنdalam surah al-An’am ayat
112 dengan melakukan pendekatan makna akar kata dari kata ( شطنjauh) dan ( جننyang
tersembunyi) maka sekelompok filosof menafsirkan lafal tersebut dengan “Nafsu yang
jauh berpisah lagi jelek yang berlindung dari panca indra”.13
11
Abd Azhim bin Ibrahim al-Muth’iny, Khashaish al-Ta’bir al-Qur’any, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1992)
Hal. 49
12
Abu Abdillah al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Bairut Lebanon: Dar al-Kutub al-Araby, Cet.
V, 2003) Jilid. 6 Hal.90
13
al-Tafsir wa al-Mufassirun, Op.Cit. Jilid 2 Hal.143.
4. Aspek sufistik semisal ketika Ibnu Araby mengatakan bahwa lafal عند ربهmenjadi zharaf
dari lafal ومن يعظمdalam surah al-Hajj ayat 30, sehingga maksud ayat ini bisa mengarah
kepada ajaran tasawwuf yaitu “Barang siapa yang mengagungkan kemulyaan Allah di
sisi Tuhannya pada suatu tempat, maka hendaklah dia cari pada tempat yang lain yang
ada di sisi Tuhanmu.
5. Aspek ilmy (saintifik) yaitu ketika menafsirkan lafal سلطانdalam surah ar-Rohman ayat
33, sebagian pakar mengatakan bahwa seseorang mampu mencapai luar angkasa dengan
سلطان. Begitu juga saat menafsirkan surah al-Furqan ayat 53 yang menunjukkan adanya
pemisah antara air tawar dan asin melalui pendekatan bahasa. 14 Dan aspek-aspek lain
yang belum sempet penulis tela’ah lebih jauh.
Tafsir al-Qur’an melalui pendeketan bahasa tentu tidak akan lepas dari nilai positif atau
negatif. Di antara nilai positifnya adalah:
Namun demikian, sebagai salah satu metode penafsiran yang bersifat ijtihadi, tafsir
lughawi juga memiliki beberapa nilai negatif, antara lain:
1. Terjebak dalam tafsir harfiyah yang bertele-tele sehingga terkadang melupakan makna
dan tujuan utama al-Qur’an.
14
Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an, (Bandung: Mizan Pustaka, Cet. XVI, 2006) Hal. 175-180.
15
Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, Op.Cit. Hal. Kata
pengantar.
16
Hasan Hanafi, Metode Tafsir dan Kemaslahatan Umat, Alih Bahasa Yudian Wahyudi, (Yogyakarta:
Nawesea Press, 2007) Hal.18
2. Mengabaikan realitas sosial dan asbab al-Nuzul serta nasikh mansukh sehingga akan
mengantarkan kepada kehampaan ruang dan waktu yang akibatnya pengabaian ayat
Makkiyah dan Madaniyah
3. Menjadikan bahasa sebagai objek dan tujuan dengan melupakan manusia sebagai
objeknya.
4. Peniruan lafzhiah (kata), otoritas historis yang berseberangan dan keragaman pendapat
pakar bahasa arab akan menguras pikiran sehingga melupakan tujuan utama tafsir yaitu
pemahaman al-Quran.17
PENUTUP
Kesimpulan
1. Tafsir lughawi adalah tafsir yang menjelaskan al-Qur’an melalui interpretasi semiotik,
semantik dan semua hal yang terkait dengan linguistik. Keberadaan tafsir lughawi sudah
ada sejak masa Rasulullah, sahabat, khususnya Abdullah bin Abbas, tabi’in dan terus
berlanjut dari generasi ke generasi hingga sekarang.
2. Jenis-jenis tafsir lughawi antara lain tafsir nahwu atau i’rab al-Qur’an, sharaf atau
morpologi, munasabah, al-amtsal (alegori), balaghah (ma’any, bayan dan badi’), qir’ah,
klasifikasi bahasa, dll. Sedangkan metode yang digunakan dalam penyajiannya hanya
terpokus pada dua metode yaitu tahlily dan maudhu’i. Untuk pembahasannya, tafsir
lughawi menggunakan empat metodologi yaitu tahlily, ijmaly, muqaran dan maudhu’i.
3. Peran dan pengaruh tafsir lughawi meliputi berbagai aspek, antara lain aspek hukum
(fiqh), theology, filsafat, sufistik dan ilmy (saintifik). Disamping itu, tafsir lughawi
memiliki beberapa keistimewaan di antaranya linguistik sebagai pengantar dalam
memahami al-Qur’an, mengungkap berbagai konsep seperti etika, seni dan imajinasi al-
Qur’an, dll. Akan tetapi tafsir lughawi juga tidak lepas dari limitasi antara lain terjebak
dalam tafsir harfiyah yang bertele-tele, mengabaikan realitas sosial dan asbab al-nuzul
serta nasikh-mansukh, dll.
DAFTAR PUSTAKA
17
Metode Tafsir dan Kemaslahatan Umat, Op.Cit. Hal.20-22.
Ali Ja’far, Musa’id Muslim. Atsar al-Tathawwur al-Fikriy fi al-Tafsir. Bairut: Muassasah al-
Risalah, 1984.
Shihab, Quraish. Mukjizat al-Qur’an. Bandung: Mizan Pustaka, Cet. XVI, 2006.
Faris, Ahmad bin, Abu al-Husain. Maqayis al-Lughah. Bairut: Dar al-Fikr.
Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi. Jakarta Selatan:
Teraju, Cet, I, 2003.
Hanafi, Hasan. Metode Tafsir dan Kemaslahatan Umat. Alih Bahasa Yudian Wahyudi.
Yogyakarta: Nawesea Press, 2007.
al-Muth’iny, Ibrahim, Abd Azhim bin. Khashaish al-Ta’bir al-Qur’any. Kairo: Maktabah
Wahbah, 1992.
al-Qurthubi, Abu Abdillah. al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Bairut Lebanon: Dar al-Kutub al-
Araby, Cet. V, 2003.
Saleh, Ahmad Syukri. Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur
Rahman. Jakarta: Sulthan Thaha Press, Cet. I, 2007.
Salim, Abd Muin. Metodologi Tafsir, Sebuah Rekonstruksi Epistimologis. Orasi Pengukuah Guru
Besar dalam Rapat Senat Luar Biasa IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1999.
Syurbasyi, Ahmad. Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an al-Karim. Jakarta: Kalam Mulia,
Cet. I, 1999.