Anda di halaman 1dari 4

Surah Hud ayat 117 dan Surah Al-Qashash ayat 59

Surah Hud ayat 117

‫صلِ ُحو َن‬


ْ ‫ك الْ ُقَرى بِظُْل ٍم َو َْأهلُ َها ُم‬
ِ ِ ُّ‫وما َكا َن رب‬
َ ‫ك لُي ْهل‬
َ َ ََ

Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedangkan
penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.

Munasabah ayat

Pada surah Hud di ayat sebelumnya dijelaskan bahwa kaum-kaum sebelumnya diantara
mereka tidak ada yang mempunyai keutamaan untuk melarang melakukan kerusakan di bumi
kecuali sebagian kecil diatara meraka yang telah diselamatkan oleh Allah dan orang-orang
dzalim tersebut lebih mementingkan kenikmatan syahwat dunia dan keindahannya serta lebih
sibuk memperebutkan kekuasaan.

Tafsir ayat

Pada ayat ini Allah SWT menjelaskan keadilan dan sunnah-Nya pada orang-orang yang
berbuat kebaikan. bahwa tidaklah diantara kehendak Allah SWT bahwa Dia membinasakan
penduduk suatu negeri sebagai bentuk kezdalimannya kepada mereka selama penduduknya
adalah umat yang berbuat kebaikan, karena Allah Mahasuci dari segala kedzaliman.

Kata maa kaana adalah istilah yang mengandung makna penekanan dan kesungguhan.
Kata ini juga bisa diterjemahkan dengan tidak wajar atau tidak sepatutnya. Dengan menyatakan
tidak pernah ada, tertutuplah sudah kemungkinan dapat terjadinya hal tersebut dalam keadaan
apa pun. dengan kata lain bahwa apa pun yang terjadi kezdaliman Allah SWT tidak akan pernah
ada. Di sinilah terletak penekanan dan kesungguhan yang terkandung dalam redaksi ini.1

Sebelumnya telah dikatakan bahwa Allah SWT tidak akan membinasakan suatu kaum
selama kaum tersebut adalah umat yang berbuat kebaikan. Hal ini menjadi indikasi bahwa
membinasakan orang yang baik termasuk kezdaliman. Ada yang mengatakan bahwa kata adz-
zdulmu adalah ays-syirku, maknanya adalah Allah tidak membinasakan suatu negeri dengan

1
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) Hal: 781
sebab kemusyrikan penduduknya selama mereka adalah orang yang baik dalam mu’amalah
dengan sesama, dalam urusan kemasyarakatan, saling menaati hak-hak diantara mereka.2

Kemudian di akhir ayat ini yaitu Mushlihun adalah bentuk jamak dari kata mushlih.
Seseorang dituntut untuk menjadi shalih yaitu memelihara nilai-nilai sehingga kondisinya tetap
bertahan sebagaimana adanya dengan demikian hal itu tetap berfungsi dengan baik dan
bermanfaat. Seorang yang shalih adalah orang yang menemukan sesuatu yang hilang atau kurang
berfungsi lalu melakukan perbaikan sehingga hal tersebut menyatu kembali. Dan pada tahap
selanjutnya yang lebih baik adalah menemukan sesuatu yang bermanfaat dan berfungsi dengan
baik lalu melakukan kegiatan yang melahirkan nilai tambah sehingga manfaatnya lebih tinggi
dari semula.3

Surah Al-Qashash Ayat 59

‫ث يِف ُِّأم َها َر ُسوال َيْتلُو َعلَْي ِه ْم آيَاتِنَا َو َما ُكنَّا ُم ْهلِ ِكي الْ ُقَرى ِإال َو َْأهلُ َها ظَالِ ُمو َن‬
َ ‫ك الْ ُقَرى َحىَّت َيْب َع‬
ِ
َ ‫ك ُم ْهل‬
َ ُّ‫َو َما َكا َن َرب‬

Dan tiadalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibu kota itu
seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula)
Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.

Munasabah ayat

Pada ayat sebelumnya dijelaskan tentang peringatan akan pembinasaan umat-umat


sebelumnya kepada penduduk Mekah supaya mereka yang beralasan tidak mau beriman kerena
takut hilang kenikmatannya itu mengetahui bahwa tidak adanya keimanan itulah yang
menyebabkan hilangnya kenkmatan. Banyak sekali Allah membinasakan penduduk kota yang
enggan beriman, kufur, melampaui batas, sombong, dan ingkar kepada nikmat-nikmat Allah dan
rezeki-rezekinya yang dicurahkan.

Tafsir Ayat

Dalam ayat ini Allah mengabarkan keadilannya dalam menurunkan hukum bahwa
bukanlah adat kebiasaan Tuhanmu dan sunnah-Nya adalah Dia membinasakan kota-kota dan
2
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, ( Beirut: Dar Al-Fikr, 1418 H), Hal: 426
3
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Hal: 781
desa-desa bersama penduduknya kecuali sampai Dia mengutus di pusat kota atau desa tersebut
seorang Rasul yang menjelaskan kepada mereka ayat-ayat yang menunjukkan adanya Allah,
keesaan-Nya, dan keberhakan-Nya untuk disembah, supaya tidak tersisa bagi mereka alasan
ketidaktahuan atau tidak mengetahui kebenaran. Setelah itu Allah membinasakan orang yang
pantas dibinasakan setelah tegaknya hujjah atas mereka. Allah tidak membinasakan penduduk
desa atau satupun dari makhluk-Nya kecuali mereka mendzalimi diri mereka dengan
mendustakan para Rasul dan mengingkari ayat-ayat.4

Jadi, manusia harus mengetahui sebab Rasul diutus dan mengamalkannya hingga azab
dan siksa tidak turun kepada mereka. Bila setelah diberi peringatan namun manusia tetap kafir
kepada-Nya maka turunnya azab merupakan keadilan Tuhan, karena hujjah telah ditegakkan dan
peringatan telah pula disampaikan.

Telah dikatakan bahwa tidak ada sangsi hukum kecuali setelah dinyatakan salah, dan
tidak ada kesalahan kecuali undang-undang telah ditulis. Undang-undang tertulis tidak akan
diakui kalau tidak disosialisasika. Maka dari itu Allah SWT tidak pernah sedikitpun melakukan
kedzaliman dengan membinasakan satu negeri, akan tetapi itu terjadi sebagai sangsi hukuman
atas apa yang mereka lakukan.5

Tasyabuh Ayat

Pada Surah Hud menggunakan redaksi liyuhlika yakni terdapat penekanan, maknanya
bahwa Allah SWT tidak akan melakukan kedzaliman baik masa lalu, masa sekarang, maupun
masa yang akan datang. Maka dari itu pada ayat ini terdapat puncak penafian terhadap
kedzaliman Allah SWT.

Sedangkan pada surah Al-Qashash menggunakan redaksi muhlika. Pada ayat ini tidak
menceritakan secara jelas mengenai kedhaliman Allah SWT yang dinafikan. Kerena di surah
Hud disebutkan secara jelas sebagaimana yang diisyaratkan pada akhir ayatnya bahwa Allah
SWT tidak akan membinasakan suatu kaum jika terdapat orang shalih didalamnya. Maka dari itu
pada surah-surah Al-Qashash ini cukup menggunakan ism fail karena tidak ada penekanan pada
kedzaliman Allah maka penafiannya pun tidak memerlukan penekanan sebagaimana makna ism

4
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, ( Beirut: Dar Al-Fikr, 1418 H), Hal: 408
5
Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsir Asy-Sya’rawi, ( Kairo: Akhbar Al-Yaum, 1961), Hal: 322
fail sendiri menunjukkan satu dari tiga masa yaitu masa lampau, masa sekarang, atau masa
depan.6

6
Mahmud bin Hamzah al-Kuramani, Asrar al-Tikrar fi al-Qur’an, ( tt: Dar Al-Fadhilah, tt), Hal: 147

Anda mungkin juga menyukai