Anda di halaman 1dari 13

A.

PENDAHULUAN

Dipembahasan ini akan dibahas mengenai Tauhid dan Urgensinya bagi Kehidupan

Muslim

. Dari pembahasan ini diharapkan memiliki pemahaman tentang hal-hal berikut:

1. Pengertian Tauhid,

2. Makna laa ilaaha illa-Allah dan konsekuensinya dalam kehidupan,

3. Tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan

4. Jaminan Allah bagi orang yang bertauhid mutlak

B. Pengertian Tauhid

Secara bahasa, tauhid berasal dari kata dasar yang maknanya sesuatu itu satu (esa).

Sedangkan secara syar’i tauhid bermakna mengesakan Allah dalam ibadah, bersamaan dengan

keyakinan keesaanNya dalam dzat, sifat dan perbuatan-perbuatanNya.

1. Pembagian Tauhid

Tauhid menurut ulama dibagi menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan

tauhid asma wa sifat¹.

a. Tauhid Rububiyah

Artinya kita meyakini keesaan Allah dalam hal penciptaan, pemilik, pengatur, pemberi

rizeki dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Keyakinan seperti iini juga diyakini oleh

kaum musyrikin Makkah sebagai firman Allah:

4
‫اءْ ِمنَْ يَر ُزقُكُمْ َمنْ قُ ْل‬
ِ ‫س َم‬ ِ ‫سم َْع يَم ِلكُْ أ َ َّمنْ َواْلَر‬
َّ ‫ضْ ال‬ َّ ‫ارْ ال‬
َ ‫ص‬َ ‫ج َو َمنْ َواْلَب‬
ُْ ‫ت ِمنَْ ال َح َّيْ يُخ ِر‬
ِْ ِِّ‫ج ال َمي‬
ُْ ‫َويُخ ِر‬

ِِّْ ‫اْلَمر يُ َدبِِّ ُْر َو َمنْ ال َح‬


َْ‫ي ِمنَْ ال َميِِّت‬

Artinya : “Katakanlah: siapa yang member rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah

yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan pengelihatan dan mengeluarkan yang hidup dari

yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala

urusan ? Maka mereka (musyrikin Makkah) menjawab : “Allah”. Maka katakanlah (hai

Muhammad) “mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya”. (QS. Yunus:31).

Ayat diatas senada dengan ayat dalam surat Al-Mu’minun: 84-89, Az-Zumar:38, Az-

Zukhruf: 87 terkait orang-orang musyrik Makkah yang meyakini tauhid rububiyah, namun

mereka tetap diklasifikasikan sebagai kaum musyrikin oleh Allah dan Rasul-Nya.

Hal itu karena hati manusia telah difitrahkan untuk mengakui rububiyyah Allah SWT,

sehingga orang yang meyakininya belum menjadi ahli tauhid sebelum dia beriman kepada tauhid

yang kedua. Hal ini menegaskan bahwa seseorang tidak dikatakan beriman dengan hanya

meyakini tauhid rububiyah.

b. Tauhid Uluhiyah

Artinya kita meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat yang berhak disembah

(diibadahi). Ibadah di sini adalah istilah yang meliputi segala apa yang Allah cintai dan ridhai

baik berupa ucapan serta amalan-amalan yang lahir maupun yang batin.

Tauhid uluhiyyah merupakan implementasi dari kalimat tauhid “laa ilaaha illa-Allah”.

Makna kalimat ini adalah tidak ada sesembahan yang hak untuk disembah melainkan Allah.

Kalimat tauhid ini mengandung dua unsur yaitu unsur penolakan segala bentuk sesembahan

5
selain Allah serta menetapkan segala bentuk ibadah ditunjukan hanya kepada Allah semata.

Tauhid inilah yang merupakan inti dari pengutusan para rasul seperti yang termasuk dalam

firman Allah:

Artinya : “Dan tidaklah kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami

wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka

sembahlah Aku olehmu sekalian”. (QS. Al-Anbiya’: 25).

c. Tauhid Asma wa Sifat

(meng Makna -esakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya) ialah meyakini

secara mantab bahwa Allah menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat

kekurangan, dan bahwa Dia berbeda dengan seluruh makhluk-Nya.

Caranya adalah dengan menetapkan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah yang

Dia sandangkan untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah dengan tidak melakukan tahrif

(pengubahan) lafazh atau maknanya, tidak ta’thil (pengabaian) yakni menyangkal seluruh atau

sebagaian nama dari sifat itu, tidak takyif (pengadaptasian) dengan menentukan esensi dan

kondisinya, dan tidak tasybih (penyerupaan) dengan sifat-sifat makhluk.

Dari definisi diatas jelaslah bahwa tauhid asma wa sifat berdiri di atas tiga asas. Barang

siapa menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang meng-esakan Allah dalam hal

nama sifat-Nya. Ketiga asas itu adalah:³

a. meyakini bahwa Allah SWT maha suci dari kemiripan dengan makhluk dan

darisegala kekurangan.

6
b. Mengimani seluruh nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-

Sunnah tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa mengubah atau

mengabaikannya

c. Menutup keinginan untuk mengetahui kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu.

Adapun asas yang pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan

mahluk dalam sifat-sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah SWT:Artinya : “Dan tidak ada

seorang pun yang setara dengan-Nya”. (QS. Al-Ikhlash: 4)

Al-Qurthubi, saat menafsirkan firman Allah, “Tidak ada yang sama dengan-Nya sesuatu

apa pun,”mengatakan, “Yang harus diyakini dalam bab ini adalah bahwa Allah SWT, dalam hal

keagungan, kebesaran, kekuasaan, dan keindahan nama serta ketinggian sifat-Nya, tidak satupun

dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya dan tidak pula dapat diserupai dengan makhluk-Nya.

Dan sifat yang oleh syariat disandangkan kepada Pencipta dengan kepada makhluk, pada

hakikatnya esensinya berbeda meskipun lafazhnya sama. Sebab, sifat Allah Yang tidak

Berpemulaan (qadim) pasti berbeda dengan sifat makhluk-Nya.

C. Makna Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah

Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah mengandung dua makna, yaitu makna penolakan segala

bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan

yang benar hanyalah Dia semata. Berkaitan dengan kalimatini Allah SWT berfirman :

‫ّللاُ إِ َّْل إِ َٰلَهَْ َْل أَنَّ ْهُ فَاعلَ ْم‬


َّْ

Artinya :"Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar selain

Allah". (Qs. Muhammad : 19)

7
Berdasarkan ayat di atas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib hukumnya dan

mesti didahulukan dari pada rukun-rukun Islam yang lain. Rasulullah SAW juga menegaskan

:"Barang siapa yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah dengan ikhlas maka akan masuk ke

datang surga."(HR. Ahmacl). Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah memahami,

mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya.

Rasulullah sendiri mengajak paman beliau Abu Thalib menjelang detik-detik

kematiannya dengan ajakan :"Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaaha illa-Allah, sebuah kalimat

yang aku akan jadikan ia sebagai nutfah di hadapan Allah". Akan tetapi, Abu Thalib enggan

untuk mengucapkan dan meninggal datam keadaan musyrik.

Selama 13 tahun di Makkah. Nabi Muhammad SAW mengaiak orang-orang dengan

perkataan beliau :"Katakan laa ilaaha illa-Allah”.Kemudian orang-orang kafir menjawab

:"Beribadah kepada sesembahan yang satu. Tidak pernah kami dengar dari orang tua kami".

Orang Quraisy di zaman Rasulullah sangat paham makna kalimat tersebut, dan barang siapa

yang mengucapkannya tidak akan menyeru/berdoa kepada selain Allah.

1) Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah

Bersaksi dengan laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat.Tanpa syarat-syarat itu kesaksian

tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengikrarkannya. Secara singkat tujuh syarat itu ialah :

● ilmu (mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)

● Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan)

●Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan)

●Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)

8
●Ikhlash, yang menafikan syirik

●Shidq (jujur), yang menafikan kidzb (dusta)

●Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :

a. Syarat pertama :'llmu (Mengetahui)

Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa

yang ditetapkan serta menafikan ketidaktahuannya tentang hal tersebut.

‫شفَاع َْةَ دُونِ ِْه ِمنْ يَدعُونَْ الَّذِينَْ يَم ِلكُْ ول‬ ِْ ِّ ‫يَعلَ ُمونَْ َو ُهمْ ِبال َح‬
َّ ‫ق ش َِه َْد َمنْ إِل ال‬

Artinya :"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi

syafaat ; akan tetapi (orang yang dapat nemberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak

(tauhid) dan mereka meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf : 86)

Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illa Allah dan memahami dengan

hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti

apa maknanya, maka persaksiaan itu tidak sah dan tidak berguna.

b. Syarat kedua: Yaqin (yakin)

Orang yang mengingkarkannya harus meyakini kandungan kalimat laa ilaaha illa-Allah

itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Allah SWT berfirman:

‫اّللِ آ َمنُوا الَّذِينَْ ال ُمؤ ِمنُونَْ ِإنَّ َما‬ ُ ‫س ِبي ِْل فِي َوأَنفُس ِِهمْ ِبأَم َوا ِل ِه ْم َو َجا َهدُوا يَرتَابُوا لَمْ ث ُ َّمْ َو َْر‬
َّْ ‫سو ِل ِهْ ِب‬ َّْ َْ‫ُه ُْم أُو َٰلَئِك‬
َ ِ‫ّْۚللا‬

َْ‫صا ِدقُون‬
َّ ‫ال‬

9
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang beriman kepada Allah

dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu", (Qs. Al-Hujurat : 15)

Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad Saw besabda:”Siapa yang

engkau temui di balik tembok (kebun) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah

dengan hati yang menyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) surga” (HR. Al-

Bukhari). Maka siapa yang tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk surga.

c. Syarat ketiga: Qabul (Menerima)

Menerima kandungan dan konsekuensi dari laa ilaaha illa-Allah, menyembah Allah

semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa yang mengucapkannya, tetapi tidak

menerima dan mentaati, maka ia germasuk orang-orang yang difirmankan Allah:

َّْ َْ‫َمجنُونْ ِلشَا ِعرْ آ ِل َهتِنَا لَت َ ِاركُو أَئِنَّا َويَقُولُونَْ يَستَكبِ ُرون‬
ْ‫ّللاُ إِ َّْل إِلَ ْهَ َْل لَ ُهمْ قِي َْل إِذَا كَانُوا إِنَّ ُهم‬

Artinya : “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illa-

Allah”(Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan

mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembah-sembahan kami

karena seorang penyair gila?”.(QS. Ash-Shafat: 35-36)

d. Syarat keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh)

Allah SWT berfirman:

َ ‫ّللاِ و ِإلى ۗ ال ُوثقى بِالعُروةِ استمسك فق ِد ُمحسِن و ُهو‬


۞ ‫ّللاِ ِإلى وجههُ يُس ِلم ومن‬ ِ ‫اْل ُ ُم‬
َ ُ‫ور عاقِبة‬

Artinya : “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang

berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh”.(QS.

Luqman : 22)
10
e. Syarat kelima: Shidq (Jujur)

Yaitu mengucapakan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga membenarkannya.

Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan

pendusta. Allah SWT berfirman:

ْ ‫للَ ۝يُ َٰخ ِدعُونَْ بِ ُمؤ ِمنِينَْ َو َما ُهمْ َوِْبٱل َيو ِْمٱ َْٰل ِخ ِْر َٰأ َمنَّاِْبٱ‬
ِ َّ‫للِ يَّقُو ُلْ َمنْ ٱلن‬
َْ‫اسْ َو ِمن‬ ْ ‫ِإآل َو َما َيخ َدعُونَْ َٰأ َمنُوا َْوٱلَّذِينَْ ٱ‬

َ ُ‫عذَابْ َْوڶَْ ُهمْ ْۖ َم َرضًا ٱڶڶ ْهُ فَ َزا َد ُه ُْم َّم َرضْ ْقُْڶُو ِب ِهمْ ۝فِى َو َما َيشعُ ُرونَْ أَنف‬
ْ‫س ُهم‬ َْ ْ‫َيك ِذبُونَْ َكنُوْ ِب َما ْأ َِْڶيم‬

Artinya : “Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah dan Hari

kemudian”. Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak

menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri

sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya;

dan bagi mereka siska yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.(QS. Al-Baqarah: 8-10)

f. Syarat keenam : Ikhlas

Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syrik, dengan jalan tidak

mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadis Rasulullah

dikatakan:”Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha

illa-Allah karena mengiginkan ridha Allah”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

g. Syarat ketujuh : Mahabbah (Kecintaan)

Maksudnya mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai orang-orang yang

mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman:

ْ ‫ُونْ ِمنْ يَت َّ ِخ ْذُ َم‬


ِ َّ‫ن الن‬
َْ‫اسْ َو ِمن‬ َّْ ‫ب يُ ِحبُّونَ ُهمْ أَندَادًا‬
ِ ‫ّللاِ د‬ ِِّْ ‫ّْۖللاِ َك ُح‬ َ َ ‫ّْۗللِ ُحبًّا أ‬
َّْ َْ‫ش ُّْد آ َمنُوا َْوالَّذِين‬ َّْ ِ ْ‫الَّذِينَْ يَ َرى َولَو‬

َْ َ‫ّللِ القُ َّو ْةَ أَنَّْ العَذ‬


‫اب يَ َرونَْ ِإذْ َظلَ ُموا‬ َّْ ِ ‫ّللاَ َوأَنَّْ َج ِميعًا‬
َّْ ‫شدِي ُْد‬ ِْ ‫الْعَذَا‬
َ ‫ب‬
11
Artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tanding-tandingan selain

Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang

beriman sangat cinta kepada Allah”.(QS. Al-Baqarah: 165)

Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih sedangkan ahli syrik

mencintai Allah dan mencintai yang lain. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa

ilaaha illa-Allah.

2). Konsekuensi Laa Ilaahaa-ilallah

Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang dipertuhankan

sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan beribadah kepada Allah semata tanpa

unsur kesyirikan sedikit pun, sebagai keharusan dari penetapan ilaa-Allah.

Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehungga mereka

menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa makhluk, kuburan, pepohonan,

bebatuan serta para thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang tersebut mengamalkan apa yang

diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

D. Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek kehidupan

Tauhid dalam pandangan islam merupakan akar yang melandasi setiap aktivitas manusia.

Kekokohan dan tegaknya tauhid mencerminkan luasnya pandangan, timbulnya semangat

beramal dan lahirnya sikap optimistik. Sehingga tauhid dapat digambarkan sebagai sumber

segala perbuatan (amal shalih) manusia.

Sebetulnya formulasi tauhid terletak pada realitas sosial. Adapun bentuknya, tauhid

menjadi titik sentral dalam melandasi dan mendasari aktivitas. Tauhid harus diterjemahkan ke

12
dalam realitas historis-empiris. Tauhid harusnya dapat menjawab semua problematika kehidupan

modernitas, dan merupakan senjata pamungkas yang mampu memberikan alternatif yang lebih

anggun dan segar.

Tujuan tauhid adalah memanusiakan manusia. Itu sebabnya, dehumanisasi merupakan

tantangan tauhid yang harus dikembalikan kepada tujuan tauhid, yaitu memberikan perubahan

terhadap masyarakat. Perubahan itu didasarkan pada cita-cita profetik yang diderivasikan dari

misi historis sebagaimana tertera dalam firman Allah:

‫اس أُخ ِرجت أ ُ َمة خير ُكنتُم‬ ِ ‫اّلل وتُؤ ِمنُون ال ُمنك ِر ع ِن وتنهون بِالمع ُر‬
ِ َ‫وف تأ ُم ُرون ِللن‬ ِ َ ِ‫ب‬

Artinya :“Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan

kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah”.(QS. Ali’Imran: 110).

Kuntowijoyo memberikan tiga muatan dalam ayat di atas sebagai karakteristik ilmu sosial

profetik, yakni kandungan nilai humanisasi, liberasi dan transendensi. Tujuannya supaya

diarahkan untuk merekayasa masyarakat menuju cita-cita sosial-etiknya di masa depan.

E. Jaminan Allah Bagi Ahli Tauhid

Tidak diragukan lagi bawa tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam.

Oleh karena itu, bagi siapa yang mampu merealisasikan tauhid dengan benar akan mendapat

beberapa keistimewaan. Bagi orang-orang yang termasuk ahli tauhid, Allah janjikan banyak

sekali kebahagian,baik di dunia, lebih-lebih di akhirat. Itu semua hanya khusus diberikan bagi

ahli tauhid.

1. Ahli Tauhid Mendapatkan Keamanan dan Petunjuk

13
Seorang yang bertauhid dengan benar akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk. Allah

SWT menegaskan dalam firman-Nya :

‫سوا ولم آمنُوا الَذِين‬ ُ ‫ُمهتد ُون وهُم اْلمنُ ل ُه ُم أُولئِك ِب‬
ُ ِ‫ظلم ِإيمان ُهم يلب‬

Artinya : “ Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan iman meraka

dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapa keamanan dan mereka itu adalah –

orang-orang yang mendapatkan petunjuk’. (QS. Al-An’am: 82).

Kezhaliman meliputi tiga perkara, yaitu kezhaliman terhadap hak Allah yaitu dengan

berbuat syirik, kezhaliman seseorang terhadap dirinya sendiri yaitu dengan berbuat maksiat, dan

kezhaliman seseorang terhadap orang lain yaitu dengan menganiaya orang lain.

Kezhaliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Kesyirikan disebut

kezhaliman karna menunjukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya. Ini merupakan

kezhaliman yang paling zhalim. Hal ini karena pelaku syirik menunjukan ibadah kepada yang

tidak berhak menerimanya, mereka menyamakan Al-Khaliq (Sang Pencipta) dengan makhluk,

menyamakan yang lemah dengan Maha Perkasa.

Yang dimaksud dengan kezhaliman dalam ayat di atas adalah syirik, sebagaimana

dijelaskan oleh Rasulallah SAW ketika menafsirkan ayat ini. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu

mengatakan, “ Ketika ayat ini turun,terasa beratlah di hati para sahabat, mereka mengatakan

siapakah di antara kita yang tidak pernah menzhalimi dri sendiri (berbuat maksiat), maka

rasulallah SAW bersabda : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia

memberi pelajaran kepadanya: “ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,

Sesungguhnya , mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.(QS.

Lukman : 13)”

14
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan keimanan mereka dengan

kezhaliman (kesyirikan). Mereka aka

F. PENUTUP

Setiap muslim hendak meyakini bahwa tauhid adalah dasart Islam yang paling agung dan

istimewa. Jika tauhid yang murni terealisasikan dalam hidup seseorang, baik pribadi maupun

jama’ah, akan memetik buah yang amat manis. Di antara buah yang didapat adalah

memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada selain Allah, baik benda-benda

atau makhluk lainnya, juka akan memebentuk keperibadian yang kokoh.

Karena itu, siapa pun yang mampu mengamalkan nilai-nilai ketauhidan dengan benar dalam

segala aktivitasnya, niscaya mendapat ketauhidan dengan benar dalam segala aktivitasnya,

niscaya mendapat banyak keistimewaan. Allah SWT menjanjikan bagi para ahli Tauhid aneka

kebahagiaan, baik di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz.Abdul,Pelajaran Tauhid Untuk Pemula, Terj. Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Jakarta:

Yayasan Al-sofwa, 2000

15
16

Anda mungkin juga menyukai