Anda di halaman 1dari 20

Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

MODUL STUDI DAN UJIAN


KOMPREHENSIF
AL-ISLAM DAN
KEMUHAMMADIYAHAN (AIK)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALOPO

Disusun Oleh :
Tim Dosen AIK Universitas Muhammadiyah Palopo

TAHUN 2023

1|P ag e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

MATERI I
KETAUHIDAN

Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu
(dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu
menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru
menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).

Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna
ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia,
bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain,
namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

Pembagian Tauhid

Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu
hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid
Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.

Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam


kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa
Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan
mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu
meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi
dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang
mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al
Qur’an:

ُّ َ ‫َلِل اله ّذي‬


‫َالنو َر‬ ّ ‫ل الظلُمَا‬
ُّ ‫ت و‬ َ ‫َاْلَرْضَ َو‬
َ ‫ج َع‬ ْ ‫تو‬ ‫ه‬
ّ ‫السمَاوَا‬ َ َ ‫خل‬
‫ق‬ ّ ‫م ُد ّ ه‬
ْ ‫ح‬ ْ
َ ‫ال‬

“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan
terang” (QS. Al An’am: 1)

2|P ag e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin,
maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada
Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:

ُ‫ن ه‬
‫َللا‬ ‫م لَي َُقولُ ه‬
ْ ‫خلَ َق ُه‬ ْ ‫سأَ ْلت َُه‬
ْ ‫مم‬
َ ‫َن‬ ْ ‫وَلَ ّئ‬
َ ‫ن‬

“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah
menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)

ُ‫ن ه‬
‫َللا‬ ‫م َر لَيَ ُقولُ ه‬ ْ ‫مسَ و‬
َ ‫َال َق‬ ‫ه‬
ْ ‫الش‬ ‫خ َر‬ َ ‫َاْلَرْضَ و‬
‫َس ه‬ ْ ‫تو‬ ‫ه‬
ّ ‫السمَا َوا‬ َ َ ‫خل‬
‫ق‬ ْ ‫سأَ ْلت َُه‬
ْ ‫مم‬
َ ‫َن‬ ْ ‫وَلَ ّئ‬
َ ‫ن‬

“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah
menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan
menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)

Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian,
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.

Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan.
Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir
jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)

Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah
sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka
berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin?
Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid
uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang
zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:

ُ ‫س َت ّع‬
‫ين‬ َ ‫ك نَ ْع ُب ُد وَإّيها‬
ْ َ‫ك ن‬ َ ‫إّيها‬

3|P ag e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan” (Al Fatihah: 5)

Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila
melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa,
cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya
meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan
orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa,
beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran
para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:

ُ ِّ ‫وَلَ َق ْد بَ َع ْثنَا في ُك‬


ُ ‫ج َتنّ ُبوا الطه‬
َ ‫اغ‬
‫وت‬ َ ‫اع ُب ُدوا ه‬
ْ ‫َللا وَا‬ ْ ‫ن‬ّ َ‫وًل أ‬
‫َس ا‬ ٍ ‫ل أ هم‬
ُ ‫ةر‬ ّ ّ

“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan:
‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)

Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling
ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan
diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah
agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan”
(Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).

Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat
menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki
perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk
ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak
bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??

Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam
penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al
Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah

4|P ag e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan
menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan
tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

‫سنَى َفا ْد ُعو ُه بّهَا‬ ُ ‫ال‬


ْ ‫ح‬ ْ َ‫اْل‬
ْ ‫سمَا ُء‬ ْ ‫ََلِل‬
ّ ‫و ّه‬

“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut
nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)

Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari
makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya
‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.

Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana


sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada
di mana-mana.

Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak
serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat
wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk
wajah Allah, dan lain-lain.

Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.

Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah
berfirman yang artinya:

‫صي ُر‬ ْ ‫ع‬


ّ َ‫الب‬ ُ ‫مي‬ ‫ه‬
ّ ‫الس‬ ُ ‫ي ٌء َو‬
‫ه َو‬ ْ ‫ش‬
َ ‫ه‬ ّ ‫لَ ْيسَ َك‬
ّ ّ‫م ْثل‬

“Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha
Melihat” (QS. Asy Syura: 11)

Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan
maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy

5|P ag e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman ini
tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar
hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas
dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan
Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami
oleh hamba-Nya.

Pentingnya mempelajari tauhid

Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid,
bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh
ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja
begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain
seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia
tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-
hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar
dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi
setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang
paling mulia dan paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui,
dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala,
tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil
Iman, 4)

6|P ag e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

MATERI I
IBADAH : PENGERTIAN, MACAM DAN KELUASAN CAKUPANNYA
A. Definisi Ibadah Ibadah
Secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara’, ibadah
mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah.
Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para rasulNya.
Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecin-taan) yang paling tinggi. Ibadah ialah sebutan
yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala , baik berupa
ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling
lengkap.
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut)
adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji dan jihad
adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam
ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan. Ibadah inilah yang menjadi tujuan
penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫الر َّزا ُق ذُو ْالقُ َّوةِ ْال َمتِي ُن‬ ْ ‫مِن ِر ْزق َو َما أ ُ ِريد ُ أ َ ْن ي‬
َّ ‫﴾ ِإ َّن‬٥٧﴿ ‫ُط ِع ُمو ِن‬
َّ ‫َّللاَ ه َُو‬ ْ ‫﴾ َما أ ُ ِريد ُ ِم ْن ُه ْم‬٥٦﴿ ‫ُون‬
ِ ‫س ِإ ََّّل ِل َي ْعبُد‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل ْن‬

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku
tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka
memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh. [Adz-Dazariyat/51 : 56-58]
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah
agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dan Allah Mahakaya,
tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena
ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembahNya sesuai dengan aturan
syari’atNya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang
menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkanNya maka ia adalah mubtadi’

7|P ag e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

(pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari’atNya, maka dia adalah
mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).
B. Macam-Macam Ibadah Dan Keluasan Cakupannya
Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua macam ketaatan yang nampak pada
lisan, anggota badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil dan membaca Al-
Qur’an ; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma’ruf nahi mungkar, berbuat baik kepada
kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil . Begitu pula cinta kepada Allah dan RasulNya,
khasyyatullah (takut kepada Allah), inabah (kembali) kepadaNya, ikhlas kepadaNya, sabar
terhadap hukumNya, ridha dengan qadha’Nya, tawakkal, mengharap nikmatNya dan takut dari
siksaNya. Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika diniatkan qurbah
(mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah.
Bahkan adat kebiasaan (yang mubah) pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal
untuk taat kepadaNya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan
sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai
ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada
syi’ar-syi’ar yang biasa dikenal. PAHAM-PAHAM YANG SALAH TENTANG
PEMBATASAN IBADAH Ibadah adalah perkara tauqifiyah . Artinya tidak ada suatu bentuk
ibadah pun yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apa yang tidak
disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak), sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam :
َ ‫َم ْن أ َ ْحدَثَ فِى أ َ ْم ِرنَا َهذَا َما لَي‬
ٌّ ‫ْس ِم ْنه ُ فَ ُه َو َرد‬
Barangsiapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak [HR al-
Bukhari dan Muslim]
Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya, sebab
amal tersebut adalah maksiat, bukan ta’at. Kemudian manhaj yang benar dalam pelaksanaan
ibadah yang disyari’atkan adalah sikap pertengahan. Antara meremehkan dan malas dengan
sikap ekstrim serta melampaui batas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada NabiNya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
َ ‫فَا ْست َ ِق ْم َك َما أُم ِْرتَ َو َم ْن ت‬
‫َاب َم َعكَ َو ََّل ت َْطغ َْوا‬
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga)
orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.[Hud/11 : 112]

8|P ag e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

Ayat al-Qur’an ini adalah garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam
pelaksanaan ibadah. Yaitu dengan beristiqamah dalam melaksanakan ibadah pada jalan tengah,
tidak kurang atau lebih, sesuai dengan petunjuk syari’at (sebagaimana yang diperintahkan
padamu). Kemudian Dia menegaskan lagi dengan firmanNya: “Dan janganlah kamu melampaui
batas.” Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan
kehendak serta mengada-ada. Ia lebih dikenal dengan ghuluw. Ketika Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa tiga orang dari sahabatnya melakukan ghuluw dalam
ibadah, di mana seorang dari mereka berkata, “Saya puasa terus dan tidak berbuka”, dan yang
kedua berkata, “Saya shalat terus dan tidak tidur”, lalu yang ketiga berkata, “Saya tidak menikahi
wanita”. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫ع ْن سُنَّت ِْي فَلَي‬
‫ْس مِ نِِّ ْي‬ َ ‫ فَ َم ْن َرغ‬،‫سا َء‬
َ ‫ِب‬ َ ِِّ‫ج الن‬ َ ُ ‫ َوأ‬،‫ص ْو ُم َوأ ُ ْفطِ ُر‬
ُ ‫ َوأَت َزَ َّو‬،ُ ‫ص ِلِّي َوأ َ ْرقُد‬ ُ َ ‫لَ ِكنِِّ ْي أ‬
Adapun saya, maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan tidur, dan saya menikahi
perempuan. Maka barangsiapa tidak menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau
golongan)-ku. [HR al-Bukhari dan Muslim]
Ada Dua Golongan Yang Saling Bertentangan Dalam Soal Ibadah. Golongan Pertama.
Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya. Mereka meniadakan
berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang terbatas pada syi’ar-syi’ar
tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan di masjid-masjid saja. Tidak ada ibadah di rumah, di
kantor, di toko, di bidang sosial, politik, juga tidak dalam peradilan kasus sengketa dan dalam
perkara-perkara kehidupan lainnya. Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus
dipergunakan dalam shalat fardhu lima waktu. Akan tetapi ibadah mencakup seluruh aspek
kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid. Golongan Kedua. Yang bersikap
berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai pada batas ekstrim; yang sunnah mereka angkat
sampai menjadi wajib, sebagaimana yang mubah mereka angkat menjadi haram.
Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi manhaj mereka, serta
menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya. Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seburuk-buruk perkara adalah yang bid’ah.
PILAR-PILAR UBUDIYAH YANG BENAR Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga
pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut) dan raja’ (harapan). Rasa cinta harus dibarengi
dengan sikap rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’ . Dalam setiap

9|P ag e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang sifat
hamba-hambaNya yang mukmin:
ُ‫يُحِ بُّ ُه ْم َويُحِ بُّونَه‬
Dia mencintai mereka dan mereka mencintaiNya [Al-Ma’idah/5: 54]
َ َ ‫َوالَّذِينَ آ َمنُوا أ‬
ِ‫شدُّ ُحبًّا ِ َّّلِل‬
Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah [Al-Baqarah/2: 165] Dia
Subhanahu wa Ta’ala berfirman menyifati para rasul dan nabiNya. ‫ت‬ ِ ‫ارعُونَ فِي ْال َخ ْي َرا‬
ِ ‫س‬َ ُ‫ِإنَّ ُه ْم كَانُوا ي‬
َ‫غبًا َو َر َهبًا ۖ َوكَانُوا َلنَا خَا ِشعِين‬ ُ ْ‫َو َيد‬
َ ‫عونَنَا َر‬
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan
mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami [Al-Anbiya/21: 90] Sebagian salaf
berkata: “Siapa yang menyembah Allah dengan rasa hubb (cinta) saja maka ia zindiq[1]. Siapa
yang menyembahNya dengan raja’ (harapan) saja maka ia adalah murji’[2]. Dan siapa yang
menyembahNya hanya dengan khauf (takut) saja, maka ia adalah haruriy[3]. Siapa yang
menyembahNya dengan hubb, khauf dan raja’ maka ia adalah mukmin muwahhid.”
Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Risalah Ubudiyah. Beliau
juga berkata: “Dien Allah adalah menyembahNya, ta’at dan tunduk kepadaNya. Asal makna
ibadah adalah adzdzull (hina). Dikatakan ” ” jika jalan itu dihinakan dan diinjak-injak oleh kaki
manusia. Akan tetapi ibadah yang diperintahkan mengandung makna dzull dan hubb. Yakni
mengandung makna dzull yang paling dalam dengan hubb yang paling tinggi kepadanya. Siapa
yang tunduk kepada seseorang dengan perasaan benci kepadanya, maka ia bukanlah menghamba
(menyembah) kepadanya. Dan jika ia menyukai sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, maka ia
pun tidak menghamba (menyembah) kepadanya. Sebagaimana seorang ayah mencintai anak atau
rekannya. Karena itu tidak cukup salah satu dari keduanya dalam beribadah kepada Allah, tetapi
hendaknya Allah lebih dicintainya dari segala sesuatu dan Allah lebih diagungkan dari segala
sesuatu.
Tidak ada yang berhak mendapat mahabbah (cinta) dan khudhu’ (ketundukan) yang
sempurna selain Allah[4]. Inilah pilar-pilar kehambaan yang merupakan poros segala amal
ibadah. Ibnu Qayyim berkata dalam Nuniyah-nya: “Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang
dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan penyembahNya. Dua hal ini adalah ibarat dua kutub. Di
atas keduanyalah orbit ibadah beredar. Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu berdiri tegak.

10 | P a g e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

Sumbunya adalah perintah, perintah rasulNya. Bukan hawa nafsu dan syetan.” Ibnu Qayyim
menyerupakan beredarnya ibadah di atas rasa cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan
bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan syari’atnya, bukan
berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah ibadah. Apa yang
disyari’atkan baginda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam itulah yang memutar orbit ibadah. Ia
tidak diputar oleh bid’ah, nafsu dan khurafat.
SYARAT DITERIMANYA IBADAH Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus
benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan ada syarat. Ikhlas karena Allah semata, bebas
dari syirik besar dan kecil. Sesuai dengan tuntunan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam Syarat
pertama adalah konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illa-llah, karena ia mengharuskan ikhlas
beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari syirik kepadaNya. Sedangkan syarat kedua adalah
konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya ta’at kepada
Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ‫علَ ْي ِه ْم َو ََّل هُ ْم يَحْزَ نُون‬ ٌ ‫ّلِل َوه َُو ُم ْح ِس ٌن فَلَهُ أَج ُْرهُ ِع ْندَ َربِِّ ِه َو ََّل خ َْو‬
َ ‫ف‬ ِ َّ ِ ُ ‫بَلَ ٰى َم ْن أ َ ْسلَ َم َو ْج َهه‬
(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat
kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.. [Al-Baqarah/2: 112] Aslama wajhahu (menyerahkan diri)
artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahuwa muhsin (berbuat kebajikan) artinya
mengikuti RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Syaikhul Islam mengatakan: “Inti agama ada
dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan kita tidak menyembah kecuali
dengan apa yang Dia syariatkan, tidak dengan bid’ah.” Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
‫صا ِل ًحا َو ََّل يُ ْش ِر ْك ِب ِع َبادَ ِة َر ِِّب ِه أ َ َحدًا‬ َ ‫فَ َم ْن َكانَ َي ْر ُجو ِلقَا َء َر ِِّب ِه فَ ْل َي ْع َم ْل‬
َ ‫ع َم ًًل‬
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya.[Al-Kahfi/18 : 110] Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat
syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah. Pada yang pertama, kita tidak
menyembah kecuali kepadaNya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad adalah utusanNya
yang menyampaikan ajaranNya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya
serta menta’ati perintahnya.

11 | P a g e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

MATERI III
Akhlak Dalam Islam : Pengertian, Golongan dan Keutamaannya

Kata akhlak sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai muslim kita
mengetahui bahwa akhlak adalah salah satu hal yang harus diperhatikan terutama dalam
kehidupan bermasyarakat. Seorang muslim senantiasa dianjurkan untuk memiliki akhlak yang
baik dan menjauhi akhlak yang buruk. Sedemikian pentingnya akhlak dalam islam disebutkan
juga dalam hadits bahwa Rasulullah SAW diutus kepada kaumnya dan seluruh umat didunia
adalah untuk memperbaiki akhlak manusia dimana saat itu akhlak masyarakat terutama
masyarakat jahiliyah masih jauh dari perilaku akhlak yang terpuji (baca sejarah islam di Arab
Saudi dan sejarah agama islam) .

Mereka tak segan mengubur anak perempuannya dan memperlakukan orang lain
terutama wanita dan budak dengan cara yang tidak baik (baca wanita dalam islam dan
emansipasi wanita dalam islam) . Untuk mengetahui lebih jelas perihal akhlak dalam islam, ada
baiknya kita simak pembahasan mengenai akhlak berikut ini.

Definisi Akhlak

Disebutkan bahwa akhlak adalah buah dari keimanan dan keistiqomahan seseorang dalam
menjalankan ibadah baca istiqomah dalam islam dan cara agar tetap istiqomah dijalan Allah).
Akhlak yang kita ketahui tersebut memiliki pengertian baik secara bahasa maupun secara istilah.
Selain itu ada beberapa ulama yang juga menjabarkan pengertian akhlak sebagaimana ibnu
Miskawaih menyebutkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa atau sifat seseorang yang medorong
melakukan sesuatu tanpa perlu mempertimbangkannya terlebih dahulu.

 Secara bahasa

Kata akhlak secara bahasa verasal dari bahasa Arab “Al Khulk” yang diartikan sebagai perangai,
tabiat. Budi pekerti, dan sifat seseorang. Jadi akhlak seseorang diartikan sebagai budi pekerti
yang dimiliki oleh seseorang terkait dengan sifat-sifat yang ada pada dirinya. (baca istri-istri nabi
muhammad dan sifatnya)

 Secara istilah

12 | P a g e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

Kata akhlak menurut istilah khususnya dalam islam diartikan sebagai sifat atau perangai
seseorang yang telah melekat dan biasanya akan tercermin dari perilaku orang tersebut.
Seseorang yang mmeiliki sifat baik biasanya akan memiliki perangai atau akhlak yang baik juga
dan sebaliknya seseorang yang memiliki perangai yang tidak baik cenderung memiliki akhlak
yang tercela. Kata akhlak disebutkan dalam firman Allah pada ayat berikut ini

‫صة ِذ ْك َرى الد َِّار‬ ْ َ‫إِنَّا أ َ ْخل‬


َ ‫صنَاهُ ْم بِخَا ِل‬

Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka)


akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.(QS Shad : 46)

Golongan Akhlak

Akhlak sendiri dibedakan menjadi dua golongan yakni akhlak terpuji atau akhlakul karimah dan
akhlak tercela atau akhlakuk mazmumah.

 Akhlak Terpuji

Diantara beberapa akhlak terpuji yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim adalah
kesopanan, sabar, jujur, derwaman, rendah hati, tutur kata yang lembut dan santun, gigih, rela
berkorban, adil, bijaksana,tawakal dan lain sebagainya. Seseorang yang mmeiliki akhlak terpuji
biasanya akan selalu menjaga sikap dan tutur katanya kepada orang lain dan merasa bahwa
dirinya diawasi oleh Allah SWT. (baca cara meningkatkan akhlak terpuji)

 Akhlak tercela

Akhlak tercela adalah akhlak yang harus dijauhi oleh muslim karena dapat mendatangkan
mudharat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Contoh akhlak tercela diantaranya
adalah dusta (baca bahaya berbohong dan hukumnya dalam islam), iri, dengki, ujub, fitnah,
sombong, bakhil, tamak, takabur, hasad, aniaya, ghibah, riya dan sebagainya. Akhlak yang
tercela sangat dibenci oleh Allah SWt dan tidak jarang orang yang memilikinya juga tidak
disukai oleh masyarakat. (baca juga penyakit hati menurut islam).

13 | P a g e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

Keutamaan Akhlak Dalam Islam

Telah disebutkan sebelumnya pengertian tentang akhlak dan sebagai umat muslim kita tahu
bahwa akhlak memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama islam. Beberapa keutamaan
mmeiliki akhlak yang terpuji antara lain

 Berat timbangannya diakhirat

Seseorang yang memiliki akhlak terpuji disebutkan dalam hadits bahwa ia akan memiliki
timbangan yang berat kelak dihari akhir atau kiamat dimana semua amal manusia akan
ditimbang, sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut

Tidak ada sesuatu yang diletakkan pada timbangan hari kiamat yang lebih berat daripada
akhlak yang mulia, dan sesungguhnya orang yang berakhlak mulia bisa mencapai derajat orang
yang berpuasa dan shalat.(HR. Tirmidzi)

Dicintai Rasul SAW

Rasul SAW diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia didunia. Dan tentu
saja Rasul SAW sendiri mencintai manusia yang mmeiliki akhlak yang baik. Dari Jabir RA;
Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya yang paling aku cintai dari kalian dan yang paling dekat tempatnya dariku di
hari kiamat adalah yang paling mulia akhlaknya, dan yang paling aku benci dari kalian dan yan
paling jauh tempatnya dariku di hari kiamat adalah yang banyak bicara, angkuh dalam
berbicara, dan sombong. [Sunan Tirmidzi: Sahih]

 Memiliki kedudukan yang tinggi

Dalam suatu hadits disebutkan bahwa seseorang yang memiliki akhlak dan budi pekerti yang
mulia memiliki kedudukan yang tinggi diakhirat kelak. Rasul SAW bersabda

“Tidak ada kemelaratan yang lebih parah dari kebodohan dan tidak ada harta (kekayaan) yang
lebih bermanfaat dari kesempurnaan akal. Tidak ada kesendirian yang lebih terisolir dari ujub

14 | P a g e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

(rasa angkuh) dan tidak ada tolong-menolong yang lebih kokoh dari musyawarah. Tidak ada
kesempurnaan akal melebihi perencanaan (yang baik dan matang) dan tidak ada kedudukan
yang lebih tinggi dari akhlak yang luhur. Tidak ada wara’ yang lebih baik dari menjaga diri
(memelihara harga dan kehormatan diri), dan tidak ada ibadah yang lebih mengesankan dari
tafakur (berpikir), serta tidak ada iman yang lebih sempurna dari sifat malu dan sabar. (HR.
Ibnu Majah dan Ath-Thabrani)

 Dijamin rumah disurga

Memiliki akhlak yang mulia sangat penting bagi seorang muslim dan keutamaan memiliki
akhlak mulia sangatlah besar. Dalamsebuah hadits disebutkan bahwa Rasul menjamin seseorang
sebuah rumah disurga apabila ia memiliki akhlak yang mulia. Dari Abu Umamah ra; Rasulullah
SAW bersabda:

Saya menjamin sebuah rumah tepi surga bagi orang meninggalkan debat sekalipun ia benar, dan sebuah
rumah di tengah surga bagi orang yang tidak berbohong sekalipun hanya bergurau, dan rumah di atas
surga bagi orang yang mulia akhlaknya. [HR Abu Daud ]

15 | P a g e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

MATERI IV
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah Dalam Kehidupan Pribadi

Muhammadiyah senantiasa mengajak warganya untuk selalu taat kepada kaidah dan nilai-nilai
Islam. Oleh karena itu, menjadi perlu bagi muhammadiyah mengatur kehidupan warganya dalam
menjalankan kehidupan pribadi.

1. Dalam Aqidah

 Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip hidup dan kesadaran imani berupa
tauhid kepada Allah Subhanahu Wata'ala yang benar, ikhlas, dan penuh ketundukkan
sehingga terpancar sebagai lbad ar-rahman24 yang menjalani kehidupan dengan benar-
benar menjadi mukmin, muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna.
 Setiap warga Muhammadiyah wajib menjadikan iman dan tauhid sebagai sumber seluruh
kegiatan hidup, tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid itu, dan tetap
menjauhi serta menolak syirk, takhayul, bid'ah, dan khurafat yang menodai iman dan
tauhid kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

2. Dalam Akhlaq

 Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam


mempraktikkan akhlaq mulia, sehingga menjadi uswah hasanah yang diteladani oleh
sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
 Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus
senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas dalam wujud amalamal shalih dan ihsan,
serta menjauhkan diri dari perilaku riya’, sombong, ishraf, fasad, fahsya, dan
kemunkaran.
 Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq al-
karimah) sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan diri dari akhlaq yang tercela
(akhlaq al-madzmumah) yang membuat dibenci dan dijauhi sesama.
 Setiap warga Muhammadiyah di mana pun bekerja dan menunaikan tugas maupun dalam
kehidupan sehari-hari harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan korupsi dan

16 | P a g e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

kolusi serta praktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-hak publik dan membawa
kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.

3. Dalam Ibadah

 Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa membersihkan jiwa/hati ke arah


terbentuknya pribadi yang mutaqqin dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan diri
dari jiwa/nafsu yang buruk, sehingga terpancar kepribadian yang shalih yang
menghadirkan kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
 Setiap warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah mahdhah dengan sebaik-baiknya dan
menghidup suburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai dengan tuntunan Rasulullah
serta menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu yang luas, dan amal shalih yang tulus
sehingga tercermin dalam kepribadian dan tingkah laku yang terpuji.

4. Dalam Mu’amalah Duniawiyah

 Setiap warga Muhammadiyah harus selalu menyadari dirinya sebagai abdi dan khalifah
di muka bumi, sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara aktif dan
positif serta tidak menjauhkan diri dari pergumulan kehidupan dengan landasan iman,
Islam, dan ihsan dalam arti berakhlaq karimah.
 Setiap warga Muhammadiyah senantiasa berpikir secara burhani, bayani, dan irfani yang
mencerminkan cara berpikir yang Islami yang dapat membuahkan karya-karya pemikiran
maupun amaliah yang mencerminkan keterpaduan antara orientasi habluminallah dan
habluminannas serta maslahat bagi kehidupan umat manusia.
 Setiap warga Muhammadiyah harus mempunyai etos kerja Islami, seperti: kerja keras,
disiplin, tidak menyia-nyiakan waktu, berusaha secara maksimal/optimal untuk mencapai
suatu tujuan

17 | P a g e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

MATERI V
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH

PENGERTIAN

Kepribadian Muhammadiyaha ialah sebuah rumusan yang menguraikan tentang jati diri apa dan
siapa Muhammadiyah.

LATAR BELAKANG

Dirumuskannya Kepribadian Muhammadiyah dilatar belakangi oleh kebutuhan persyarikatan


akan adanya rumusan yang dapat dijadikan pedoman bagi persyarikatan Muhammadiyah. Pada
saat itu KH. Faqih Usman memberikan rangsangan gagasan kepada Muhammadiyah akan
pentingnya jatidiri Muhammadiyah melalui ceramah, disampaikan pada saat pelatihan/ kursus
yang diselenggarakan PP Muhammadiyah pada tahun 1381 H bertepatan dengan 1961 M yang
diikuti oleh wakil dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah se-Indonesia. Adapun ceremah tersebut
berjudul tentang “apakah Muhammadiyah itu?”.

Menilik judul ceramah yang disampaikan oleh KH. Faqih Usman tersebut tentang apakah
Muhammadiyah itu?, bermaksud untuk memberikan pemahaman mendalam tentang
Muhammadiyah kepada kader Muhammadiyah. Mengetahui dan memahami Muhammadiyah
bukan hanya sebatas kulitnya saja, tetapi Mengetahui dan memahami Muhammadiyah harus
sampai ke akar-akarnya. Dalam susunan kalimat tanya kata “apakah” merupakan pertanyaan
dasar/awal dalam menggali sebuah informasi.

Gagasan KH. Faqih Usman tersebut direspon oleh PP Muhammadiyah yang pada saat itu
dipimpin oleh KH. M. Yunus Anies, dengan membentuk tim perumus dan penyempurna.
Adapun personil tim perumus dan penyempurna Kepribadian Muhammadiyah sebagai berikut:

1. Faqih Usman
2. Farid Ma’ruf
3. Djarnawi Hadikusumo
4. Djindar Tamimy
5. Dr. KH. Hamka
6. Mohammad Wardan Diponingrat
7. KH. M. Saleh Ibrahim

Setelah menyelesaikan rumusannya, tim tersebut menyerahkan hasilnya kepada PP


Muhammadiyah dan dibahas pada sidang tanwir muhammadiyah pada tanggal 25-28 Agustus
1962, para peserta sidang tanwir menerima rumusan tersebut untuk disahkan pada Muktamar.
Akhirnya pada Muktamar ke 35 di jakarta rumusan kepribadian Muhammadiyah resmi di sahkan
pada tanggal 29 April 1963 dan dapat dijadikan sebagai pedoman dan pegangan bagi seluruh
warga persyarikatan. Pada Muktamar ke 35 juga terpilih ketua PP Muhammadiyah bart
menggantikan HM Yunus Anies yaitu KH. Ahmad Badawi periode 1963 – 1968.

18 | P a g e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

FUNGSI

Fungsi kepribadian Muhammadiyah berfungsi sebagai landasan, pedoman dan pegangan setiap
gerak Muhammadiyah menuju cita-cita terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

HAKIKAT

Hakikat kepribadian Muhammadiyah ialah wajah dan wijhah-nya persyarikatan Muhammadiyah.


Wajah tersebut mencerminkan tiga predikat yang kuat sebagai jatidirinya secara utuh. Tiga
predikat yang dimaksud adalah:

1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam


2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
3. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid

MATAN / ISI KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH

Apakah Muhammadiyah itu?

Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah
Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan
dan masyarakat . Dakwah dan Amar Ma’ruf nahi Munkar pada bidang pertama terbagi kepada
dua golongan: Kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan
kepada ajaran Islam yang asli dan murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat
seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.

Adapun da’wah Islam dan Amar Ma’ruf nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat,
bersifat kebaikan dan bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar
taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata.

Dengan melaksanakan dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar dengan caranya masing-
masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah
“Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.

Dasar dan amal usaha muhammadiyah

Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas-merata,
Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang
tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu:

1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-
satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.

19 | P a g e
Lembaga al-Islam & Kemuhammadiyahan

4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban
sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba’ kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.
6. Melancarkan amal usaha dan perjuangannya dengan ketertiban organisasi.

Pedoman amal usaha dan perjuangan muhammadiyah

Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara
perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya, harus berpedoman: “Berpegang
teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan
dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah”.

sifat Muhammadiyah

Menilik: (a) Apakah Muhammadiyah itu, (b) Dasar amal usaha Muhammadiyah dan (c)
Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah memiliki dan
wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang terjalin di bawah ini:

1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.


2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
3. Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara
yang sah.
6. Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai
dengan ajaran Islam.
8. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan
mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan
membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah
SWT.
10. Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.

Ringkasan Kepribadian Muhammadiyah


Muhammadiyah itu gerakan islam, gerakan Islam yang dimaksud Muhammadiyah ialah dakwah
islam, amar ma’ruf nahi munkar. Dakwah Islam Muhammadiyah ditujukan kepada dua bidang:
 Bidang pertama perorangan,
 Bidang kedua
Bidang pertama dibagi menjadi dua golongan:
 orang yang sudah Islam dakwahnya bersifat pembaharuan (tajdid)
 orang yang belum Islam dakwahnya bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk islam
Bidang kedua, kelompok/masyarakat, bersifat kebaikan dan bimbingan serta peringatan.

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai