Anda di halaman 1dari 13

PEMBUNUHAN (Al-Qatlu)

Q.S An-Nisa 92 dan Al-Maidah 32

Makalah Ini dipresentasekan untuk dalam seminar kelas mata kuliah Tafsir Ayat Ahkam

Semester VI Program Studi Akhwal Al-Syakhsiyyah, Fakultas Syariah Dan Hukum

Tahun Ajaran 2023-2024

Disusun oleh:
Zulfikar 20410179

Dosen pengampu:
Ekawati Hamzah S.Th.I, M.Pd.I,.

INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH SENGKANG

TAHUN AJARAN 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya sehingga kita bisa menjalankan aktifvitas dalam sehari-hari sebagaimana
mestinya. Shalawat serta salam tidak lupa kita panjatkan untuk junjungan nabi agung
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk
kita semua,yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariat
agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi
seluruh alam semesta.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan telah
berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun tugas makalah ini. Oleh sebab
itu, penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan nasehat yang baik demi
perbaikan tugas makalah ini kedepannya. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan,
semoga makalah ni dapat berguna dan bemanfaat untuk kita semua,aamiinn.

Sanrangeng 01 Jul. 23

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Pengertian Pembunuhan.......................................................................................................5
B. Dasar Hukum........................................................................................................................6
C. Macam-macam Pembunuhan................................................................................................8
D. Tafsir Qs. Al-Maidah 32 dan An-Nisa 92..........................................................................10
BAB III..........................................................................................................................................12
PENUTUP.....................................................................................................................................12
A. Kesimpulan.........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini berhak untuk mendapatkan kehidupan yang
aman, damai, bahagia, dan sejahtera. Hal tersebut menurut alQur’an yang merupakan kitab suci
umat Islam adalah hak sekaligus kewajiban asasi yang paling utama dalam Islam yaitu menjaga
dan memelihara keselamatan hidup setiap orang. Sesungguhnya hidup itu sendiri merupakan
rahmat dari Allah swt. maka tak seorangpun berhak untuk merampasnya kecuali berdasarkan
ketentuan dan ketetapan dari Allah SWT pula.
Pembunuhan atau prilaku membunuh itu sangat dilarang dalam Islam. Ini
merupakan kejahatan tingkat tinggi, apalagi kalau pembunuhan itu dilaksanakan dengan
sengaja. Biasanya efek pembunuhan itu berkepanjangan sehingga menimbulkan dendam
kusumat antara keluarga terbunuh terhadap keluarga atau pembunuh itu sendiri. Kondisi
dendam tersebut mengikut pengalaman berlaku baik untuk orang perorang maupun orang
banyak seperti efek dari sebuah peperangan yang meninggalkan kesan dalam waktu
berkepanjangan.1

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di rumuskan beberapa rumusan masalah


antara lain:
1. Apa yang dimaksud membunuh?
2. Dasar hukum pembunuhan?
3. Apa tafsir ayat tentang pembunuhan dalam QS An-Nisa 92 dan Al-Maidah 32?

1
https://aceh.tribunnews.com/2013/05/03/pembunuhan-dalam-perspektif-islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembunuhan

Pembunuhan (al-qatl). Salah satu tindak pidana menghilangkan nyawa seseorang dan
termasuk dosa besar. Dalam fikih, tindak pidana pembunuhan (al-qatl) disebut juga dengan
aljinayah ‘ala an-nafs al-insaniyyah (kejahatan terhadap jiwamanusia). Ulama fikih
mendefinisikan pembunuhan dengan “Perbuatan manusia yang berakibat hilangnya nyawa
seseorang.” Menurut Wahbah Zuhaili pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau
mencabut nyawa seseorang. Dari definisi tersebut dapat diambil inti bahwa pembunuhan adalah
perbuatan seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan hilangnya nyawa, baik dilakukan
dengan sengaja maupun tidak sengaja. Apabila dilihat dari segi hukumnya, pembunuhan dalam
Islam ada dua bentuk, yaitu pembunuhan yang diharamkan, seperti membunuh orang lain dengan
sengaja tanpa sebab; dan pembunuhan yang dibolehkan, seperti membunuh orang yang murtad
jika ia tidak mau tobat atau membunuh musuh dalam peperangan.2

B. Dasar Hukum

Dasar Keharaman Membunuh, banyak sekali ayat al-Qur’an dan sunnah


Rasulullah saw. yang menyatakan keharaman membunuh tanpa suatu sebab yang
dihalalkan syara’. Di antara ayat-ayat tersebut adalah:

1. Qs An-Nisa 4.92

‫َوَما َكا َن لِ ُمْؤ ِم ٍن اَ ْن يَّ ْقتُ َل ُمْؤ ِمنًا اِاَّل َخطَـًٔا ۚ َوَم ْن َقتَ َل ُمْؤ ِمنًا َخطَـًٔا َفتَ ْح ِرْيُر َرَقبَ ٍة‬
ٓ
‫ص َّد ُق ْوا ۗ فَاِ ْن َكا َن ِم ْن َق ْوٍم َع ُد ٍّو لَّ ُك ْم َوُه َو‬ َّ َّ‫ُّمْؤ ِمنَ ٍة َّوِديَةٌ ُّم َسلَّ َمةٌ اِ ٰلى اَ ْهلِهٖٓ آِاَّل اَ ْن ي‬

2
Yusuf, Imaning (2013). "Pembunuhan dalam Perspektif Hukum Islam" (PDF). Nurani. 13 (2): 1–12.
ٌ َ‫ُمْؤ ِم ٌن َفتَ ْح ِرْيُر َرَقبَ ٍة ُّمْؤ ِمنَ ٍة ۗ َواِ ْن َكا َن ِم ْن َق ْو ۢ ٍم َبْينَ ُك ْم َوَبْيَن ُه ْم ِّمْيث‬
ٌ‫اق فَ ِديَةٌ ُّم َسلَّ َمة‬

‫ۖ ِن َت ْوبَةً ِّم َن‬ ‫ع‬ِ


‫ب‬ ‫ا‬ ‫ت‬ ‫ت‬‫م‬ ِ
‫ن‬ ‫ي‬
‫ر‬ ‫ه‬ ‫ش‬ ‫ام‬‫ي‬ ِ
‫ص‬ ‫ف‬ ‫د‬ ِ ‫مَّل‬ ‫ن‬‫م‬‫ف‬ ۚ ٍ
‫ة‬ ‫ن‬ ِ
‫م‬ ‫م‬ ٍ
‫ة‬ ‫ب‬‫ق‬‫ر‬ ‫ر‬ ‫ي‬
‫ر‬ِ ‫و‬
‫حَت‬ ‫ه‬
ٖ ِ
‫ل‬ ‫ه‬‫ا‬ ‫ى‬ٓ‫اِ ٰل‬
ُّ
‫َ ْ َ ْ ْ ُ َََ ْؤ َ َ َ ْ ْ جَي ْ َ َ ُ َ ْ َْ ََُ َنْي‬
‫ال ٰلّ ِه ۗ َوَكا َن ال ٰلّهُ َعلِْي ًما َح ِكْي ًما‬

Terjemahnya: Tidak patut bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin,


kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Siapa yang membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin dan (membayar)
tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga
terbunuh) membebaskan pembayaran. Jika dia (terbunuh) dari kaum yang memusuhimu,
padahal dia orang beriman, (hendaklah pembunuh) memerdekakan hamba sahaya
mukmin. Jika dia (terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara
mereka dengan kamu, (hendaklah pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan
kepada keluarganya serta memerdekakan hamba sahaya mukmin. Siapa yang tidak
mendapatkan (hamba sahaya) hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai
(ketetapan) cara bertobat dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

2. Qs Al-Maidah 5.32

ٍ ‫ك ۛ َكتَْبنَا َع ٰلى بَيِن ْٓي اِ ْسَراِۤءيْل اَنَّهٗ َم ْن َقتَل َن ْف ًس ۢا بِغَرْيِ َن ْف‬


‫س اَْو‬ َ
ِ‫ِمن اَج ِل ٰذل‬
ْ ْ
َ َ
‫َّاس‬
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ح‬‫ا‬
َ ‫ٓا‬
َ ‫مَّن‬
َ ‫ا‬‫ك‬َ ‫ف‬
َ ‫ا‬ ‫اه‬‫ي‬ ‫ح‬‫ا‬
َ ‫ن‬ ‫م‬‫و‬ ۗ ‫ض فَ َكاَمَّنَا َقتل النَّاس مَجِ يع‬
‫ا‬ ِ ‫ر‬ َ ‫اْل‬ ‫ا‬ ‫ىِف‬ ٍ ‫فَس‬
‫اد‬
َ َْ َ َْ ْ ََ ً ْ َ َ َ ْ َ
ِ ِ ِ ‫ِ يعا ۗولَقد جاۤء ْتهم رسلُنا بِالْبِّين‬
‫ض‬ َ ‫ٰت مُثَّ ا َّن َكثِْيًرا ِّمْن ُه ْم َب ْع َد ٰذل‬
ِ ‫ك ىِف ااْل َْر‬ َ َ ُ ُ ْ ُ َ َ ْ َ َ ً ْ ‫مَج‬
‫لَ ُم ْس ِرُف ْو َن‬
Terjemahnya: Oleh karena itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil
bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu)
telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka
seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. 3 Sebaliknya, siapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara
kehidupan semua manusia. Sungguh, rasul-rasul Kami benar-benar telah datang
kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Kemudian,
sesungguhnya banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.

3. ”Pembunuhan terhadap seorang mukmin menurut Allah membandingi pemusnahan


dunia” (HR. Ibnu Majah dari Al Barra).
4. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud ra., katanya, Rasulullah saw., bersabda,
“Setiap kali ada pembunuhan secara zalim, putra Nabi Adam yang pertama itu akan
mendapat bagian darahnya, (mendapat dosa) karena dialah orang yang pertama
melakukan pembunuhan.” (Muttafaq 'Alaih).

C. Macam-macam Pembunuhan

Jumhur ulama fikih, termasuk ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali,
membagi tindak pidana pembunuhan tersebut kepada tiga macam sebagai berikut:
1. Pembunuhan sengaja yaitu, suatu pembunuhan yang disengaja, dibarengi dengan rasa
permusuhan, dengan menggunakan alat yang biasanya dapat menghilangkan nyawa,
baik secara langsung maupun tidak, seperti menggunakan senjata, kayu atau batu
besar, atau melukai seseorang yang berakibat pada kematian. Dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa pembunuhan yang
dilakukan oleh para muslim yang saling membunuh dengan senjata akan

3
Maksudnya, membunuh seorang manusia sama dengan menghalalkan pembunuhan terhadap seluruh manusia. Sebaliknya, menjaga kehormatan

seorang manusia sama dengan menjaga kehormatan seluruh manusia.


memasukkan keduanya ke dalam neraka. Ini berlaku kepada yang membunuh dan
yang terbunuh. Hal in terjadi karena yang membunuh telah membunuh, sedangkan
yang terbunuh memiliki niat membunuh.4
2. Pembunuhan semi sengaja, yaitu suatu pembunuhan yang dibarengi dengan rasa
permusuhan, tetapi dengan menggunakan alat yang biasanya tidak mematikan, seperti
memukul atau melempar seseorang dengan batu kecil, atau dengan tongkat atau kayu
kecil.
3. Pembunuhan tersalah, yaitu suatu pembunuhan yang terjadi bukan dengan disengaja,
seperti seseorang yang terjatuh dari tempat tidur dan menimpa orang yang tidur di
lantai sehingga ia mati, atau seseorang melempar buah di atas pohon, ternyata batu
lemparan itu meleset dan mengenai seseorang yang mengakibatkannya tewas.
Dalam menetapkan perbuatan mana yang termasuk unsur kesengajaan dalam
membunuh. Terdapat perbedaan pendapat ulama fikih. Menurut ulama Mazahab Hanafi
suatu pembunuhan dikatakn dilakukan dengan sengaja apabila alat yang digunakan untuk
membunuh itu adalah alat yang dapat melukai dan memang digunakan untuk menghabisi
nyawa seseorang, seperti senjata (pistol, senapan, dan lain-lain), pisau, pedang, parang,
panah, api, kaca, dan alat-alat tajam lainnya. Menurut ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab
Hanbali alat yang digunakan dalam pembunuhan sengaja itu adalah lat-alat yang biasanya
dapat menghabisi nyawa seseorang, sekalipun tidak melukai seseorang dan sekalipun alat
itu memang bukan digunakan untuk membunuh. Menurut ulama Mazhab Maliki, suatu
pembunuhan dikatakan sengaja apabila perbuatan dilakukan dengan rasa permusuhan dan
mengakibatkan seseorang terbunuh, baik alatnya tajam, biasanya digunakan untuk
membunuh atau tidak, melukai atau tidak. Bahkan apabila seseorang menendang orang
lain dan mengenai jantungnya, lalu wafat, maka perbuatan ini dinamakan pembunuhan
sengaja.
Dasar perbedaan pendapat ulama Mazhab Maliki dengan ulama fikih lainnya
adalah karena ulama Mazhab Maliki tidak mengakui adanya pembunuhan semi sengaja,
karena menurut mereka pembunuhan yang terdapat dalam alQur’an dan diancam dengan
hukuman hanya dua, yaitu pembunuhan sengaja dan pembunuhan tersalah (QS. 4: 92-93).
Oleh karena itu, untuk membedakan pembunuhan sengaja dengan tersalah, menurut

4
Jauzi, Ibnul (2020). 70 Dosa Besar yang Dianggap Biasa [Tadzkirah Ulil Bashair]. Jakarta Selatan: Pustaka Azzam.
mereka, cukup dilihat dari unsure permusuhan, kesengajaan, dan akibatnya, tanpa melihat
kepada alat yang digunakan. Akan tetapi, ulama fikih yang lain, di samping melihat
kepada rasa permusuhan, kesengajaan, dan akibatnya, juga melihat kepada alat yang
digunakan. Alasan mereka adalah persoalan sengaja atau tidak adalah persoalan
tersembunyi dalam hati, dan hanya akan dapat dilihat dari cara dan alat yang digunakan,
dan adanya pengakuan dari pelaku. Sumber perbedaan pendapat ulama Mazhab Hanafi di
satu pihak dengan ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali di pihak lain dalam
menetapkan pembunuhan sengaja adalah bahwa ulama Mazhab Hanafi berpendapat
bahwa pembunuhan sengaja itu adalah suatu pembunuhan yang dikenakan hukuman
qisas, sehingga untuk membuktikannya tidak boleh ada keraguan, baik dari segi
niat/tujuan maupun dari segi alat yang digunakan. Alat yang digunakan itu, menurut
mereka, haruslah alat yang memang disediakan/digunakan untuk menghilangkan nyawa.

D. Tafsir Qs. Al-Maidah 32 dan An-Nisa 92

1. Qs. Al-Maidah 32
“Karena anak Adam pernah membunuh saudaranya secara aniaya dan permusuhan.”

{َ‫} َك َتبْنَا عَىَل بَيِن رْس َ اِئيل‬


‫ِإ‬

(maka) Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil. (Al-Maidah: 32)
Yakni Kami syariatkan kepada mereka dan Kami berlakukan terhadap mereka,

{‫}َأن َّ ُه َم ْن قَتَ َل ن َ ْف ًسا ِب َغرْي ِ ن َ ْف ٍس َأ ْو فَ َسا ٍد يِف األ ْر ِض فََأَكن َّ َما قَتَ َل النَّ َاس مَج ِ ي ًعا َو َم ْن َأ ْح َياهَا فََأَكن َّ َما َأ ْح َيا النَّ َاس مَج ِ ي ًعا‬
Artinya: bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan
dia telah membunuh manusia seluruhnya Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya (Al-Maidah: 32).
Yakni barang siapa yang membunuh seorang manusia tanpa sebab —seperti qisas atau membuat
kerusakan di muka bumi, dan ia menghalalkan membunuh jiwa tanpa sebab dan tanpa dosa—
maka seakan-akan ia membunuh manusia seluruhnya, karena menurut Allah tidak ada bedanya
antara satu jiwa dengan jiwa yang lainnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, yakni mengharamkan membunuhnya dan meyakini keharaman tersebut, berarti
selamatlah seluruh manusia darinya berdasarkan pertimbangan ini.

َ ُ‫}مُث َّ َّن َك ِث ًريا ِمهْن ُ ْم ب َ ْعدَ َذكِل َ يِف األ ْر ِض لَ ُمرْس ِف‬
{‫ون‬
‫ِإ‬

kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam
berbuat kerusakan di muka bumi. (Al-Maidah: 32)
Ini suatu kecaman terhadap mereka dan sebagai hinaan kepada mereka (kaum Bani Israil)
karena mereka melakukan pelbagai hal yang diharamkan, sesudah mereka mengetahui
keharamannya. Seperti yang telah dilakukan oleh Bani Quraizah dan Bani Nadir serta orang-
orang Yahudi lainnya, seperti Bani Qainuqa' yang ada di sekitar Madinah. Dahulu di masa
Jahiliah apabila terjadi peperangan, mereka ada yang berpihak kepada kabilah Aus, ada pula yang
berpihak kepada kabilah Khazraj. Kemudian apabila perang berhenti, mereka menebus para
tawanan perang dan membayar diat orang-orang yang telah mereka bunuh.
2. Qs. An-Nisa 92.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman bahwa seorang mukmin tidak boleh membunuh
saudaranya yang mukmin dengan alasan apa pun.
Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda:

‫ َوالتَّا ِركُ دِل ِ ي ِن ِه‬، ‫ َوالث َّ ِي ّ ُب َّالزايِن‬،‫ النَّ ْف ُس اِب لنَّ ْف ِس‬:‫ول اهَّلل ِ اَّل ْحدَ ى ثَاَل ٍث‬
ُ ‫ َوَأيِّن َر ُس‬، ُ ‫اَل حَي ِ ُّل َد ُم ا ْم ِرٍئ ُم ْسمِل ٍ ي َْشهَدُ َأ ْن اَل هَل َ اَّل اهَّلل‬
‫ِإ ِإِب‬ ‫ِإ ِإ‬
‫الْ ُم َف ِار ُق ِللْ َج َماعَ ِة‬

Artinya: Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali karena salah satu dari tiga
perkara, yaitu membunuh jiwa balasannya dibunuh lagi, duda yang berzina, orang yang
meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

ِ ‫َو َم ْن قَتَ َل مُْؤ ِمن ًا خ ََطًأ فَتَ ْح ِر ُير َرقَ َب ٍة مُْؤ ِمنَ ٍة َو ِدي َ ٌة ُم َسل َّ َم ٌة ىل َأ ْههِل‬
‫ِإ‬
Artinya: dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu). (An-Nisa: 92)
Kedua sanksi tersebut wajib dalam kasus pembunuhan tidak sengaja, yang salah
satunya ialah membayar kifarat untuk menghapus dosa besar yang dilakukannya,
sekalipun hal tersebut ia lakukan secara tidak sengaja. Di antara syarat kifarat ini ialah
memerdekakan seorang budak yang mukmin, tidak cukup bila yang dimerdekakannya itu
adalah budak yang kafir.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi, Ibrahim An-Nakha'i, Al-
Hasan Al-Basri, bahwa mereka mengatakan, "Tidak mencukupi sebagai kifarat
memerdekakan budak yang masih kecil, mengingat anak yang masih kecil masih belum
menjadi pelaku iman."
Diriwayatkan melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah yang
mengatakan bahwa di dalam mushaf sahabat Ubay ibnu Ka'b terdapat keterangan, "Maka
hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman," dalam kifarat ini
masih belum mencukupi bila yang dimerdekakannya adalah budak yang masih kecil.
Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan, "Jika si budak yang masih
kecil itu dilahirkan dari kedua orang tua yang kedua-duanya muslim, sudah mencukupi
untuk kifarat. Tetapi jika bukan dilahirkan dari kedua orang tua yang muslim, hukumnya
tidak mencukupi."
Pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama mengatakan, "Manakala budak yang
dimerdekakan adalah orang muslim, maka sah dimerdekakan sebagai kifarat, tanpa
meman dang apakah ia masih kecil atau sudah dewasa."
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam syariat Islam hukuman yang dijatuhkan terhadap setiap orang yang
menghilangkan nyawa orang lain akan dijatuhi hukuman yang sama menurut apa sudah ia
lakukan yaitu hukuman kisas atau hukuman diat sebagai hukuman pengganti. Dan
terhalangnya mendapatkan warisan bila ia seorang ahli waris sebagai hukuman tambahan.
Pembunuhan (al-qatl). Salah satu tindak pidana menghilangkan nyawa seseorang
dan termasuk dosa besar. Dalam fikih, tindak pidana pembunuhan (al-qatl) disebut juga
dengan aljinayah ‘ala an-nafs al-insaniyyah (kejahatan terhadap jiwa manusia).
Ulama fikih mendefinisikan pembunuhan dengan “Perbuatan manusia yang
berakibat hilangnya nyawa seseorang.” Menurut Wahbah Zuhaili pembunuhan adalah
perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa seseorang. Dari definisi tersebut
dapat diambil intisari bahwa pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain
yang mengakibatkan hilangnya nyawa, baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak
sengaja.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya

Tafsir Ibnu Katsir Qs. An-Nisa 4.92 dan Al-Maidah 5.32

PDF Pembunuhan Perspektif Hukum Islam.

Al-jazairi, Abdurrahman. Fiqh Al Mazahib Al Ak Ba’ah, Al Maktabah At-Tijariyah. Mesir.

As-Shau’any. Subulus salam,

M Audah, Abdul Kadir. Tafsir al-Jinai al-Islami Muqoran alQonun al-Wahd’i. 1963.

Rusyd, Ibnu. Bidayah al-Mujtahid, Mustafa al-Babi al-Halabi wa auladuhu.

Mesir1379 H / 1960 M

Anda mungkin juga menyukai