Disusun Oleh:
Silmi Muftia (21211796)
Sulha Khoridatun Nafisah (21211812)
Sintya Sri Kurnia (21211799)
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………...2
A. Latar Belakang……………………………………………………….2
B. Rumusan Masalah……………………………………………………2
C. Tujuan………………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………3
A. Definisi Muthlaq dan Muqayyad……………………………………..3
B. Penjelasan Muthlaq dan Muqoyyad Beserta Contoh-Contohnya di
dalam Al-Qur’an …………………………………………………….4
BAB III PENUTUP…………………………………………………………8
A. Kesimpulan…………………………………………………………..8
B. Saran…………………………………………………………………8
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nash yang menjadi dalil hukum Islam baik Al-Qur’an sebagai sumber
hukum pertama maupun sunnah. Nabi SAW sebagai sumber kedua adalah
berbahasa Arab. Untuk memahaminya dengan baik membutuhkan
kemampuan memahami bahasa dan ilmu bahasa Arab dengan baik pula.
Sebagai hukum-hukum syar’i kadang disebutkan secara mutlak untuk individu
yang luas tanpa terikat dengan suatu sifat atau pun syarat. Terkadang juga
mencakup individu tersebut serta melebihi hakikatnya yang mencakup
jenisnya, seperti sifat atau syarat, kadang dengan memakai lafal muthlaq
(umum) dan kadang dengan lafal mengikat, yang termasuk kefasihan bahasa
Arab. Istilah ini dikenal dalam kitab Allah sebagai Muthlaq dan Muqoyyad-
nya Al-Qur’an.
Nash itu ada dua macam, yaitu yang berbentuk bahasa (lafdziyah) dan
yang tidak berbentuk bahasa (lafadz) adalah Al-Qur’an dan Assunnah dan
yang bukan berbentuk bahasa seperti istihsan, dan sebagainya. Untuk
membetulkan keadaan mengenai itu ada empat segi yang harus diperhatikan
salah satu di antaranya apakah lafadz itu Muthlaq dan Muqayyad yang perlu
dipermasalahkan adalah: Pertama, apa pengertian Muthlaq dan Muqayyad.
Kedua, hukum-hukum apa yang berkaitan dengan Muthlaq dan Muqayyad
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Muthlaq dan Muqayyad ?
2. Bagaimana penjelasan dari Muthlaq dan Muqayyad ?
3. Apa saja contoh Muthlaq dan Muqayyad ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui serta memahami Muthlaq dan Muqayyad,
serta memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Ulumul
Qur’an III.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dengan bebasnya. Derivasinya: Athlaqtuhu ithlaqan 'Saya bebaskan ia
tanpa ikatan apa pun. Al-thalq yaitu sesuatu yang bebas sebebas
bebasnya seakan-akan tidak punya ikatan apa pun. Al-thâliq ada lah
unta yang dibiarkan lepas merumput ke mana pun. Berdasarkan
analisis di atas, al-muthlaq adalah sesuatu yang lepas tanpa ikatan.4
Kaidahnya bahwa jika Allah Swt menghukumi sesuatu dengan
suatu sifat atau syarat dan datang hukum yang lain secara muthlaq
(tidak ada sifat dan syaratnya), maka perlu ditinjau sebagai berikut:
1. Jika hukum itu tidak memiliki dasar yang dijadikan sebagai
rujukan kecuali hukum yang muqayyad itu, maka wajiblah
mengikat hukum itu dengan yang muqayyad.
2. Jika ada hukum dasar yang lainnya maka mengembalikannya
kepada salah satunya tidak lebih baik daripada yang lainnya.
4
Salman Harun, Kaidah Tafsir, Qaf Media: Jakarta Selatan, Hlm. 676
4
“Wahai orang-orang yang beriman, persaksian di antara kamu,
apabila telah datang kepada salah seorang (di antara) kamu (tanda-
tanda) kematian, sedangkan dia akan berwasiat, adalah dua orang
yang adil di antara kamu...." (QS. al-Ma'idah: 106).
Syarat adil itu juga dimutlakkan dalam persaksian jual beli dan
yang ainnya. Allah Ta'ala berfirman:
واشهدوا إذا تبايعتم
“Ambillah saksi apabila kamu berjual beli...." (QS. al-Baqarah: 282).
5
itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya." (QS.al-Baqarah:
217).
Dan pemutlakannya pada firman Allah Ta'ala:
6
muqayyad nya. Jika hukum dari sesuatu itu bermacam-macam dan
didiamkan pada beberapa di antaranya, maka tidak ada yang
mengharuskan adanya analogi kepada salah satunya. Contohnya,
perintah untuk membasuh empat anggota tubuh dalam wudhu,
sedangkan dalam tayamum hanya disebutkan dua anggota tubuh.
Maka tidak boleh dianalogikan, lalu mengusap kepala serta dua kaki
dengan debu juga.
Demikian juga dalam hal memerdekakan budak, puasa, dan
memberikan makanan dalam kafarat zhihar. Dalam kafarat
pembunuhan, hanya disebutkan dua saja, yaitu memerdekakan budak
dan berpuasa. Sementara, pemberian makanan tidak disebutkan. Maka
tidak boleh dilakukan analogi dengan mengganti puasa dengan
pemberian makanan.5
5
Imam Jalaludin al-Suyuthi, Al-Itqan Fi ’Ulumil Qur’an 3., DIVA Press Yogyakarta, Hlm.
263
6
Salman Harun, Kaidah Tafsir, Qaf Media: Jakarta Selatan, Hlm. 681
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini
di masa yang akan datang.
8
DAFTAR PUSTAKA
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir., Lentera Hati: Tangerang.
Salman Harun, Kaidah Tafsir, Qaf Media: Jakarta Selatan.
Imam Jalaludin al-Suyuthi, Al-Itqan Fi ’Ulumil Qur’an 3., DIVA Press Yogyakarta.