Anda di halaman 1dari 7

NA’AT DAN MAN’UT

PENGERTIAN, CONTOH, HURUF, PEMBAGIAN, dan JENIS

A. Pengertian Na’at dan Man’ut


1. Na’at (bisa juga disebut kata sifat) ialah sesuatu yang disebutkan setelah isim (kata
benda) untuk menjelaskan gambaran keadaan atau keadaan yang berhubungan
dengan isim tersebut.
2. Adapun Man’ut adalah isim yang disifati.

Contoh dalam bahasa Indonesia :


“Seorang siswa yang rajin telah datang”
 Kata Seorang siswa adalah Man’ut atau yang disifati.
 Sedangkan kata yang rajin adalah kata sifatnya atau Na’at
.
Mari langsung kita liat contohnya dalam bahasa Arab:

“Seorang siswa yang rajin telah datang”

 Kata adalah merupakan Man’ut (yang disifati),

 sedangkan adalah Na’at nya atau yang menyifati.

B. Hukum Na’at dan Man’ut


Dalam bahasa Arab semua tata bahasa ada aturannya, begitu juga dengan
pembahasan na’at dan man’ut yang kita bahas di atas. Keduanya adalah sama seperti kembaran
atau sepasang kata yang harus sama dalam empat hal, yaitu:

1. Status i’rabnya.
Misalnya:

“saya melihat seorang pemimpin yang adil itu”


 Antara Na’at dan Man’ut sama-sama manshub (dibaca nashob dengan tanda nashob
fathah).

“saya pergi ke masjid yang besar itu”


 Keduanya juga sama-sama majrur (dibaca her dengan tanda jer kasroh, karena ada
huruf jer sebelumnya)
2. Gendernya (mudzakkar-mu’annats atau laki-laki-perempuan).
Misalnya :

“seorang siswa yang rajin itu telah hadir”

 Kata adalah mudzakkar (isim yang menunjukan arti laki laki) begitu juga
dengan Na’at nya keduanya sama-sama mudzakkar

‘seorang siswi yang rajin itu telah hadir’


 Antara Na’at dan Man’ut di atas juga sama-sama mu’annats (isim yang menunjukan
arti perempuan).
3. ‘Adadnya (jumlahnya) baik isim mufrad (satu), isim mutsanna (dua)
dan jamak (plural/banyak).
Contohnya :

 sama-sama mufrad (berarti satu)

 sama-sama bentuk dua (mutsanna) yaitu ‘dua siswa yang rajin’

 sama-sama berbentuk jamak. Yaitu ‘para siswa yang rajin’.


4. Makrifat dan nakirahnya (Umum dan Khusus), Misalnya :

 ‘seseorang siswa yang rajin telah tiba’


sama-sama nakirah (ditandai dengan dibaca tanwin) maka keduanya menunjukan arti
yang masih umum.

 ‘siswa yang rajin itu sudah datang’


sama-sama makrifah (menunjukan arti khusus)

C. Bentuk Na’at
Selain itu na’at ditinjau dari bentuknya juga terbagi menjadi tiga, yaitu na’at mufrad
(berbentuk satu), jumlah (berbentuk kalimat) dan syibh al-jumlah (berbentuk menyerupai
kalimat).
 Contoh dari na’at mufrad yaitu:

(singa adalah hewan yang buas).

Kata adalah Na’at mufrad karena hanya terdiri dari satu kata saja.
 Adapun syarat na’at jumlah dan syibhul-jumlah adalah man’utnya (yang disifatinya)
harus berupa nakirah (isim yang menunjukan arti umum).
Contohnya:

‘singa adalah hewan yang bersifat buas‘


Kata adalah Na’at yang berupa fi’il mudhore (fi’il yang menunjukan arti
sedang atau akan), yang otomatis dia adalah sebuah kalimat karena fi’il didalamnya
sudah ada kata kerja (predikat) dan juga subjek.

‘Qoiro adalah sebuah kota yang jalanannya luas‘


Contoh kedua di atas sudah cukup jelas, karena yang digaris bawahi di atas adalah
Na’at jumlah (Na’at yang berupa kalimat).
 Adapun contoh dari na’at syibhul-jumlah adalah:

‘saya melihat seorang balita ketika ia sedang menangis‘

Kata adalah merupakan Syibhul-jumlah atau yang menyerupai kalimat,


karena ia sebenarnya adalah rangkaian kata penjelas yang tidak memiliki susunan
predikat dan subjek yang tidak utuh.
Contoh lain juga terdapat pada kalimat berikut :

1. (nakirah)

2. (makrifah)
Perbedaannya adalah:
 Kalimat yang pertama memiliki arti “guru yang bergembira telah datang” dan
kalimat kedua berarti “guru itu datang dengan gembira”.

 Kalimat yang pertama, pada kalimat (yafrah) menjadi na’at atau sifat
seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya, karena diawali dengan kata-kata
yang nakirah (bermakna umum) yaitu .

 Sedangkan yafrah pada kalimat terakhir menjadi khal atau menerangkan


tentang keadaan guru tersebut ketika datang. karena diawali dengan kata-kata

yang makrifah (bermakna khusus) yaitu (tanda makrifatnya adalah


terdapat Alif dan lam di awal kata).

D. Contoh Na’at Man’ut


1. Menurut bahasa Na’at adalah menerangkan suatu sifat.
2. Sedangkan menurut istilah Na’at adalah isim tabi’yang menerangkan sifat dari lafadz
yang diikutinya.
contohnya:
“Budi anak yang rajin”
Kata rajin pada contoh ini dinamakan Na’at sedangkan Budi dinamakan man’ut.
Contoh:

Artinya Laki-Laki yang baik itu telah datang.

 : adalah fiil madhi yang bertemu dengan dhomir rofa’ hukumnya


adalah mabni sukun.

 : adalah Fa’il, I’robnya adalah marfu’ dengan dhammah. Dan juga


sebagai Man’ut.

 : adalah na’at I’robnya adalah marfu’ dengan dhammah karna


mengikuti man’ut.
Na’at mengikuti man’ut dalam beberapa hal:
1. Dalam hal I’rob (berubahnya akhir kalimah karna berbeda bedanya amil yang masuk)
Yaitu I’rob Rofa’ irob Nasob dan irob Jar

a) Rofa’:

 : adalah fiil madi mabniyun alal fathi.

 : adalah man’ut dirofa’ karna menjadi fail tandanya adalah dhommah.

 : adalah na’at dirofa’ karna mengikuti man’ut

b) Nasob :

 : adalah fiil madi mabni sukun karna bertemu dengan domir rofa.

 : adalah man’ut dinasob karna menjadi maf;ul bih tandanya adalah fatha

 : adalah na’at dinasob karna mengikuti man’ut.

c) Jar :
 : adalah fiil madi .

 : adalah man’ut dijar karna kemasukan huruf jar yaitu ‘ala;

 : adalah na’at dijar karna mengikuti man’ut.


2. Dalam Mufrod, Tasniah dan Jama’.

 Mufrad : ‘Guru baru didalam kelas’

 Mutsanna : ‘Ini dua murid baru’

 Jama’ : ‘Mereka murid-murid baru’


3. Didalam muzdakar dan muannas.
4. Didalam ma’rifat dan nakiroh.
HaHuwa: Idhafah (Mudhaf dan Mudhaf Ilaih)
Pengertian, Pembagian, Makna dan Contohnya

Idhafah bisa disamakan dengan konsep frasa atau kata majemuk dalam bahasa Indonesia.
Namun, tentunya konsep ini tidak sama persis.
A. Pengertian Idhafah

Artinya:
“Idhafah adalah penyandaran yang membatasi di antara dua kata yang mana kata kedua wajib jar
selamanya.”
Bisa juga didefinisikan:

Artinya:
“Mengumpulkan isim dengan isim yang lain dengan tujuan mengkhususkan atau
mendefinitifkan.”
Dari kedua definisi idhafah dapat disimpulkan bahwa idhafah adalah kumpulan dua isim
atau lebih dengan tujuan mengkhususkan makna. Kata yang pertama disebut mudhaf dan kata
yang kedua disebut mudhaf ilaih. Mudhaf ilaih selalu ber’irab jar. Sedangkan ‘irab mudhaf
tergantung kedudukannya dalam kalimat.

Contoh mudhaf dan mudhaf ilah:

Kata disebut dengan mudhaf dan kata dan disebut dengan mudhaf ilaih.
Syarat mudhaf:
• Tidak ada alif lam.
Adapun alasan tidak boleh ada alif lam karena akan dianggap seperti na’at man’ut.
• Membuang tanwin
Mudhaf tidak boleh ada alif lam dan tanwin. Alasan mengapa mudhaf tidak boleh ada
tanwin karena tanwin itu menunjukkan nakirah sedangkan mudhaf adalah ma’rifah.

Contoh kata dan apabila dimudhafkan menjadi:


• Membuang nun
Wajib membuang nun pada akhir isim mutsanna, jamak mudzakkar salim dan mulhaq-
mulhaqnya ketika diidhafahkan.

Contoh: Asalnya :
B. Pembagian idhafah
Idhafah terbagi menjadi dua macam, yakni idhafah mahdhah dan idhafah ghair mahdhah.
Idhafah mahdhah disebut juga idhafah ma’nawi dan idhafah ghair mahdhah disebut dengan
idhafah lafdzi.
1. Idhafah mahdhah/ma’nawiyah
Idhafah mahdhah atau disebut juga idhafah ma’nawi dan idhafah haqiqi adalah apabila:
a. Idhafah yang menyisipkan makna huruf jar yang tiga:

• Makna dari
Apabila mudhaf merupakan bagian atau jenis dari mudhaf ilaih.

Contoh :
• Makna milik/untuk (‫) ِل‬
Apabila mudhaf merupakan sesuatu yang dikuasai oleh mudhaf ilaih atau yang
diperuntukan untuk mudhaf ilaih.

Contoh :
• Makna di (‫)فِ ْي‬
Apabila mudhaf berada di tempat atau waktu mudhaf ilaih.

Contoh :
b. Idhafah mashdar terhadap ma’mulnya.

c. Isim fa’il terhadap maf’ulnya.

2. Idhafah ghair mahdhah/lafdziyah


Idhafah lafzhiyyah atau ghair mahdhah adalah apabila mudhafnya terdiri dari sifat dan
mudhaf ilaihnya merupakan ma’mul dari sifat tersebut. Yang dimaksud sifat adalah isim
fa’il, isim maf’ul atau shifat musyabbahah. Sedangkan ma’mulnya adalah:
a. Fa’il
Apabila sifatnya terdiri dari sifat musyabbahah. Contoh:

b. Naibul fa’il
Apabila sifatnya terdiri dari isim maf’ul. Contoh:
c. Maf’ul
Apabila sifatnya terdiri dari isim fa’il. Contoh :

C. Makna Idhafah
Adapun perbedaannya dalam hal makna dari idhafah mahdhah dan ghair mahdhah adalah:
• Tahshish (mengkhususkan)
Makna pada idhafah ma’nawiyah apabila mudhaf ilaihnya terdiri dari isim nakirah.

Contoh :
• Ta’rif (menjelaskan)
Makna pada idhafah ma’nawiyah apabila mudhaf ilaihnya terdiri dari isim ma’rifah.

Contoh :
• Takhfif (meringankan bacaan).
Tujuan idhafah lafzhiyah adalah bukan untuk takhshish ataupun ta’rif, melainkan
berfungsi sebagai takhfif (meringankan bacaan). Sehingga disebut dengan ghairu
mahdhah (tidak wajib).

Contoh :
Lebih ringan bacaannya dari pada:

Tambahan:
1. Untuk idhafah ma’nawiyah, mudhofnya tidak boleh diberi (‫ )ال‬secara mutlak.
2. Untuk idhafah lafdziyah, mudhafnya boleh diberi (‫ )ال‬dengan syarat, yaitu :

• Mudhaf ilaihnya harus diberi (‫)ال‬. Contoh :


• Mudhaf ilaihnya harus disandarkan kepada isim yg diberi (‫)ال‬.

Contoh :

• Mudhafnya harus ditasniyahkan. Contoh :

• Mudhafnya harus dijamakkan. Contoh :


• Mudhaf ilaihnya tidak boleh berupa sifat karena apabila ia berupa sifat, maka
menjadi na’at man’ut.

Anda mungkin juga menyukai