Dosen Pengampu
Prof. Dra. Hj. Nina Nurmila, M.A., Ph.D.
1
Kelompok 6
Gymnastiar
Putri Zahra Abdining Rahsa
Misfahul Sulisul M. Ghania Salsabila
Deliano Jati 1182060002
Faridloh 1192060044 1192060042
1192060076
1192060056
Muradif dan Nasakh dan
'Aam dan Khash Manthuq dan
Mansukh
serta Takhshish Musytarak Mafhum
7
1 3 5
2 4 6
3
'Am
Khash
Takhshish
4
'Am
Secara bahasa al-‘âmm berarti “Ketercakupan sesuatu karena berbilang baik, sesuatu itu
lafaz atau yang lainnya”.
Secara istilah, Abû Zahrah mendefinisikan al- ‘âmm sebagai “suatu lafaz yang mencakup
keseluruhan makna yang dikandungnya melalui satu ketetapan bahasa”.
Makna ‘amm meliputi dan mencakup semua kesatuan yang tidak terbatas tanpa terkecuali.
Lafadz-lafadz Al ‘am
6
'Am
Lafadz ‘am apabila dilihat dari segi penggunaannya dapat dikategorikan menjadi tiga
macam, yaitu:
Sedangkan menurut Ulama’ Ushul Fiqh adalah Lafadz yang diwadla’kan untuk menunjukkan
kepada orang yang tertentu.
8
Khash
Ketentuan lafaz khâsh dalam garis besarnya, yaitu:
Lafadz tersebut
menyebutkan tentang Lafadz tersebut menyebutkan Lafadz tersebut dibatasi
nama seseorang, jenis, jumlah atau bilangan tertentu dengan suatu sifat tertentu
golongan, atau nama dalam satu kalimat. atau diidhafahkan.
sesuatu.
9
Takhshish
Takhsis secara etimologi adalah menentukan atau mengkhususkan. sedangkan secara
terminology adalah memperpendek makna atau hukumnya lafaz/’aam pada sebagian
satuanya.
Fungsi takhsis adalah menentukan makna lafaz/’aam ditetapkan menjadi hukum. Juga
perlu jadi catatan, untuk lafaz\ yang ditakhsis (dikhususkan) dalam hakikatnya bukan
lafaz\nya, namun makna yang timbul dari lafaz/’aam tersebut. Yang secara majas antara
lafaz\ yang ditakhsis adalah lafaz/’aam masih berhubungan dalam penetapan hukum.
10
Bentuk Takhshish (Mukhassis)
11
Muthlaq dan
Muqayyad
12
Hukum Lafadz
Muthlaq dan Muqayyad
13
Jika sesuatu soal disebutkan dengan lafaz mutlaq, dan ditempat lain
dengan lafaz muqayyad, maka terdapat empat kemungkinan:
a. Tidak berbeda (sama) hukum b. Berbeda hukum dan sebabnya
dan sebabnya. Dalam hal ini (kebalikan poin a). Dalam hal ini
mutlaq harus dibawa ke muqayyad. masing- masing mutlaq dan
Artinya, muqayyad menjadi muqayyad tetap pada tempatnya
penjelasan terhadap mutlaq. sendiri. Muqayyad tidak menjadi
penjelas mutlaq.
14
Lanjutan…
c. Berbeda hukum, tetapi d. Berisi hukum yang sama, tetapi berlainan sebabnya.
sebabnya sama. Dalam Dalam hal ini ada dua pendapat:
hal ini masing- masing ⋄ Menurut golongan Syafi’i, mutlaq dibawa kepada
mutlaq dan muqayyad muqayyad.
tetap pada tempatnya
⋄ Menurut golongan Hanafiyah dan Makiyah, mutlaq
sendiri.
tetap pada tempatnya sendiri, tidak dibawa kepada
muqayyad.
15
Muradhif dan
Musytarak
16
pengertian
Muradhif ialah lafaznya banyak sedang
artinya sama (Synonim) seperti lafaz
asad dan allaits (artinya singa), hintah
dan qamhum (artinya gandum).
Musytarak ialah satu lafaz yang
mempunyai dua arti yang
sebenarnya dan arti- arti tersebut
berbeda- beda.
17
Hukum lafadz Muradhif
18
Sebab- Sebab Timbulnya Lafadz Musytarak
19
Hukum lafadz Musytarak
20
Find more maps at slidescarnival.com/extra-free-resources-icons-and-maps
Bentuk- bentuk Lafal Muradif dan Musytarak
Dalam mengetahui bentuk- bentuk lafadz muradif dan musytarak, hal utama yang harus diperhatikan adalah
siyaqul kalamnya karena itu berikut contoh- contohnya:
21
Dzahir dan Ta'wil
Dzahir
23
⋄ Contoh lafadz Dzahir
⋄ Al-Baqarah :275
⋄ وأحل الله البيع وحرم الربوا
⋄ Pada ayat ini di temukan lafadz yang menjelaskan hukum halalnya jual beli dan hukum
haramnya riba. Arti tersebut termasuk lafal yang dzahir, sebab hanya pada arti seperti itu
saja yang selama ini dapat dipahami dari sisi dzahir ayat, lantaran tidak ada karinah
(indikasi) lain yang dapat merubah pada arti asli dari lafal dzahirnya.
24
Hukum Lafadz Dzahir
25
Ta'wil
26
Syarat-syarat Ta'wil
⋄ 1. Lafal yang di ta’wil harus betul-betul lafal yang memiliki kriteria lafal yang boleh di ta’wil dan
masih dalam kajiannya.
⋄ 2. Ta’wil harus berdasarkan dalil yang shahih yang bisa menguatkan pada hasil penta’wilannya.
⋄ 3. Lafal ta’wil harus mencakup arti yang telah di hasilkan melalui ta’wil bahasa.
⋄ 4. Ta’wil tidak boleh bertentangan dengan nash qoth’iy.
⋄ 5. Arti dari hasil penta’wilan harus lebih kuat dari pada lahiriyah nya yang di kuatkan oleh dalil.
⋄ 6. Seseorang yang menta’wil harus betul-betul orang yang ahli dalam menta’wil.
27
Klasifikasi Ta'wil
28
Mantuq dan
Mafhum
Mantuq
⋄ Mantuq menurut bahasa adalah yang diucapkan, yang tersurat atau teks. Sedangkan dalam
istilah ushul fiqh, mantuq adalah sesuatu yang ditunjuk oleh lafadz sesuai dengan teks
ucapan tersebut.
⋄ Mantuq dalam pandangan Syafi’iyah, didefinisikan dengan penunjukan lafaz menurut apa
yang diucapkan atas hukum menurut apa yang disebut dalam lafaz itu.
⋄ Menurut Manna’ Khalil al-Qattan, mantuq adalah sesuatu (makna) yang ditunjukkan oleh
lafaz menurut ucapannya, yakni menunjukkan makna berdasarkan materi huruf-huruf
yang diucapkannya.
30
Mafhum
⋄ Mafhum artinya adalah yang difaham dan yang tersirat. Menurut istilah ushul
fiqh mafhum adalah sesuatu yang ditunjuk oleh lafaz di luar teks ucapan
itu atau dalam definisi lain, mafhum merupakan pengertian yang ditujukan oleh
lafal tidak ditempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terhadap ucapan
tersebut.
⋄ Menurut pandangan ulama Syafi’iyah, mafhum merupakan penunjukan lafal
yang tidak dibicarakan atas berlakunya hukum yang disebutkan atau tidak
berlakuknya hukum yang disebutkan.
31
Pembagian Mantuq
32
⋄ 2. Zhahir ⋄ Sehingga dapat dipahami bahwa zhahir sama
dengan nash dalam penunjukan makna
⋄ Yaitu suatu perkataan yang berdasarkan pada ucapan. Bedanya, nash
menunjukkan suatu makna, bukan hanya menunjukkan satu makna secara tegas
yang dimaksud dan menghendaki dan tidak mengandung kemungkinan
kepada penta’wilan. Jadi, pada mantuq menerima makna lain, sedangkan zhahir
zhahir merupakan lafaz yang selain menunjukkan satu makna ketika
diucapkan juga disertai kemungkinan
menunjukkan suatu makna yang segera
menerima makna lain meskipun lemah
dipahami ketika diucapkan, namun
dengan disertai adanya makna lain
yang lemah
33
Pembagian Mafhum
34
Implikasi dan Penerapan Hukumnya
35
⋄ Jumhur ulama berpendapat bahwa mafhum mukhalafah dapat
digunakan, kecuali mafhum mukhalafah laqab. Dalam penggunaan
mafhum mukhalafah ini tidak bisa langsung serta merta digunakan,
melainkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
⋄ Berbeda dengan jumhur ulama, para ulama di kalangan madzhab
Hanafi berpendapat bahwa mafhum mukhalafah tidak dapat
digunakan.
36
Contoh-contoh dan Kaidahnya
37
⋄ Mafhum yang digunakan dalam memahami ayat di atas termasuk
mafhum muwafaqah (memahami sesuatu menurut teks tersebut) yang
fahwal khitab, yakni apa yang difahamkan lebih utama hukumnya dari
yang diucapkan. Seperti memukul orang tua hukumnya lebih tidak
boleh daripada berkata kasar kepada orang tua. Jadi, berkata kasar saja
tidak boleh apalagi memukulnya.
38
AL-Mujmal dan Al-
Mubayyan
39
Pengertian Al-Mujmal
Etimologi Bahasa Abdul Wahab Khallaf
Secara etimologi, al- Adalah kabur atau tidak Mujmal adalah "lafaz yang
Mujmal berarti global jelas, samar-samar. pengertiannya tidak dapat
atau tidak terperinci, Maksudnya suatu perkara dipahami dari lafaz itu sendiri
secara umum dan atau lafaz yang tidak jelas apabila tidak ada qarinah yang
keseluruhan atau bisa juga atau hal-hal yang menjelaskannya
sekumpulan sesuatu tanpa memerlukan penjelasan
memperhatikan satu
persatunya
40
Hukum Al-Mujmal
"Tentang hukum mujmal pada umumnya ulama berkata Hukum mujmal adalah
tawaqquf (ditunda, ditangguhkan) sampai ada atau terdapat bayan (penjelasan)".
Maksudnya adalah apabila terdapat satu dalil yang bersifat mujmal, sedang
bayan-nya belum didapat atau belum ditemukan, maka dalil tersebut tidak boleh
diamalkan sebelum mendapat penjelasan atau bayan dari dalil tersebut.
Pembagian Al-Mujmal
02 Lafal-lafal yang
dinukilkan oleh Syari’
42
Pengertian Al-Mubayyan
43
Mubayyan Dilihat Dari Segi Jenisnya
Penjelasan Penjelasan-
dengan kata- Penjelasan penjelasan dengan
kata dengan perbuatan isyarat
01 02 03 04 05
Berkaitan dengan pengertian tersebut, maka nasikh (isim fa`il) diartikan sesuatu yang
membatalkan, menghapus, memindahkan, dan memalingkan.
Mansukh (isim maful) adalah sesuatu yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, diganti,
dan dipalingkan.
Komponen Naskh
Komponen naskh terdiri dari;
1. Adanya pernyataan yang menunjukan terjadi pembatalan hukum yang telah ada,
2. Harus ada naskh harus ada Mansukh dan harus ada yang dibebani hukum atasnya.
3. Dalam naskh diperlukan syarat yaitu hukum yang Mansukh adalah hukum syara’, dalil
pengahpusan hukum tersebut adalah kitab syar’i yang datang kemudian dari kitab yang
dimansukh, dan kitab yang dihapus atau diangkat hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan
waktu tertentu
47
Hal - hal Yang Mengalami Naskh
Naskh hanya terjadi pada perintah (amr) dan larangan (nahy), baik
yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan
dengan kalimat berita yang bermaksud perintah atau larangan, selama
tidak terhubung dengan akidah zat Allah dan sifat-sifat Allah, kitab-kitab
Allah, pada rasul, hari kiamat, dan juga tidak terkait dengan etika atau
akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan muamalat.
48
Pedoman untuk mengetahui naskh dan Mansukh
ada beberapa cara berikut :
1. Ada keterangan pegas pentransimisian yang jelas dari Nabi SAW;
2. Konsensus (Ijma) umat bahwa ayat ini naskh dan ayat Mansukh;
3. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang belakangan
berdasarkan histori.
49
4. Naskh tidak dapat ditetapkan berdasarkan pada ijtihad para mujtahid
tanpa penukilan yang shahih, tidak juga penadapat para ahli tafsir atau
karena ayat-ayat kontrakdiktif secara lahirin, terlambatnya keislaman salah
seorang dari dua periwayat. Yang di pegang dalam masalah ini adalah
penukilan yang meyakinkan dan sejarah.
Pembagian dan macam-macam naskh dalam Al-
Qur’an
Naskh terbagi kedalam 3 bagian:
51
Terima Kasih