Anda di halaman 1dari 14

ISIM LA DAN MUNADA

Di Susun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Bahasa Arab Ekonomi

Dosen Pengampu: MUH. IRHAS DAROJAT , LC.,M.E.

Disusun Oleh:

Kelompok 11-B1ESR

1. Abdullah Charis (2350110054)


2. Azlin Effendi Saidinal Amin (2350110058)
3. Muhammad Abrorraihan (2350110072)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil ‘alamin, marilah kita panjatkan puji syukur atas


kehadiran Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Isim La dan Munada” yang menjadi
salah satu tugas dari mata kuliah Bahasa Arab Ekonomi dengan baik dan lancar.
Kami sebagai penyusun makalah ini sepenuhnya menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan di
masa yang akan datang.
Akhir kata semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi
kami selaku penyusun makalah pada khususnya bagi pembaca serta kami
mengucapkan terima kasih.

Kudus, November 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Nahwu adalah ilmu yang mempelajari tatanan bahasa arab. baik
dan adil. Dalam kitab Jurumiyyah karya Ibnu Adjurrum diberikan pengertian
ilmu nahwu adalah qowaa'idu yu'rofu biha a tarkiibu al-kalimati mina al-I'roobi.
Berarti Ilmu Nahwu berkaitan dengan kaidah penentuan lokasi sebuah kalimat
dengan penampilannya aku terbang. I'rob adalah perubahan di akhir kata karena
Bedanya 'amil pada bagian kata, apakah pada pengucapannya (yang jelas) atau
muqoddaroh (tersembunyi). Sederhananya ilmu nahwu adalah ilmu penelitian
cara mengucapkan atau melafalkan akhir suatu kata atau frase dalam Arab.
Dalam kitab Fathu Rabbil Bariyyah fii Syahri Nadzam Al Jurumiyah,
Syaikh Ahmad bin Umar Al Hazimi mengatakan bahwa manfaat penelitian
ilmiah nahwu adalah kunci mempelajari syariah, dengan tetap menjaga tradisi
lisan kesalahan saat berbicara adalah keuntungan tambahan. Menurut sudut
pandang ini barulah kita mengetahui pentingnya belajar nahwu agar bisa terus
berlanjut Pelajari hukum Islam secara akurat. Harap dicatat bahwa hukum agama
Islam semuanya berbahasa Arab. Oleh karena itu, ilmu nahwu penting untuk
dipelajari. Ingatlah bahwa ilmu nahwu ini menjadi dasar pemahaman hukum
syariah Islam yang baik berarti Quran dan Hadits menggunakan bahasa Arab.
Dengan memahami ilmu nahwu, kita juga bisa memahami makna hukum islam,
Dalam bahasa Arab, huruf vokal dan huruf akan memiliki arti yang berbeda jika
salah mengartikannya mengucapkan huruf terakhir.
Salah satu upaya beberapa lembaga pendidikan Terus melestarikan ilmu
nahwu bagi pelajar bersifat inklusif nahwu dalam kurikulum sekolah agar
minimal siswa bias mengetahui apa itu nahwu dan bagaimana penerapannya
dalam bahasa arab. Saat ini Banyak pesantren dan lembaga pendidikan Islam
yang masih eksis memasukkan Nahwu ke dalam program studinya.
Dalam memahami ilmu Nahwu tidak pernah lepas dari namanya Munada
yang di namakan Munada berfungsi untuk menyerukan atau memanggil
seseorang.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelakan tentang Isim La dan pembagianya
2. Apa yang di maksud Munada
3. Ketentuan Munada Dan hukumnya

C. Tujuan
1. Memahami apa yang di maksud Isim La dan pembagianya
2. Mengetahui apa itu Munada
3. Memahami ketentuan Munada beserta Hukumnya
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian isim La dan Pembagianya

1. Pengertian Isim La
Isim laa ( ‫ )اَل‬adalah mubtada’ yang dimasuki huruf laa nafi liljinsi.
Sedangkan khabar dari mubtada menjadi khabar laa.
Ada Beberapa macam Tentang La:
1. Ziyadah, seperti:
‫َم ا َم َنَعَك َأْن اَل َتْسُج َد‬
2. Nahi, Seperti:
‫ال َتْض ِر ْب َز ْيًدا‬
3. Athof, Seperti
‫َج اَء َز ْيُد اَل َع ْم ُر و‬
4. Yang beramal seperti Laysa:
‫ال َز ْيُد َقاِئًم ا‬
5. Yang beramal seperti Inna:
‫ال َر ُج َل ِفي الَّدار‬

Laa’ ( ‫ )اَل‬dalam bahasa Arab ada tiga macam, ada laa’ nahyi dan laa’ nafi.
1. Laa nahyi
Laa nahyi adalah kata yang digunakan untuk menujukkan larangan dan
diterjemahkan “jangan”. Laa nahyi berada sebelum fi’il mudhari dengan fa’il dhamir
mukhathab. Laa nahyi juga termasuk amil jazim, sehingga fi’il mudhari yang
didahului laa nahyi ber’irab jazm. Contoh:
‫اَل َتُقْل – اَل َتُقْو ُلْو ا – اَل َتْد ُخ ِلْي – اَل َتْد ُخ اَل – اَل َتْد ُخ ْلَن‬
2. Laa nafi
Laa nafi adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan makna tiada.
Laa nafi bisa masuk ke isim dan juga fi’il. Contoh:
‫ اَل َتُقْو ُلْو َن – اَل َأْع َلُم‬- ‫اَل َر ُج َل – اَل ُج َناَح‬
Nah laa yang masuk ke isim nakirah disebut dengan “laa nafi liljinsi”
yakni laa yang menafikan jenis. Yang dimaksud menafikan jenis adalah
menyangkal keberadaan dari seluruh bagian jenis isimnya.
3. La Zaaidah
La Zaaidah atau yang biasadi sebut Huruf tambahan, Seperti contoh:
‫َم ا ُم َتَعَك َأال َتْسُج َد ِإْذ َأَم ْر ُتَك (األعراف‬
“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di
waktu aku menyuruhmu?”
Laa yang masuk ke mubtada’ khabar akan mengubah i’rabnya.
Mubtada’ menjadi isim laa dan khabarnya menjadi khabar laa.

Ketentuan isim Laa dan Khobarnya Laa yang menafikan jenis bisa
ber`amal seperti inna jika terpenuhi syarat berikut:

1. La harus Menafi’kan jinis

2. Isimnya La dan Khobarnya harus berupa isim nakiroh

3. La dan isimnya tidak ada pemisah

4. La tidak kemasukan huruf jar1

2. Pembagian Isimnya La
Isimnya La di bagi menjadi Tiga, yaitu

1. Mudlof

Hukumnya di baca Nashob

Seperti: ‫ َال َص اِحَب ِع ْلٍم َم ْم ُقوت‬Tidak ada jinisnya orang yang memiliki ilmu
yang di benci

1
Shofiyullah Al-Kahfi, Petualang Nahwu:Terjemah Syarah Mukhtasor Jiddan (Kediri: LIRBOYO
PRESS, 2016).
‫ اَل ُغاَل َم َر ُج ٍل َح اِض ٌر‬Tidak ada jinisnya pembantu seseorang lelaki yang
datang

2. Serupa Mudlof

Serupa Mudlof atau biasa di sebut sibeh Mudlof adalah Isim yang punya
Taalluq atau hubungan dengan lafadz setelahnya sebagai penyempurna
ma’nanya

Hubunganya adakalanya dengan:

a. Amal.

Seperti ‫ اَل َطاِلًعا َجَبًال َظاِهٌر‬Tidak ada jenisnya pendaki gunung yang tampak

b. Athof

Seperti ‫ ال َثالَثٌة َو ُثالِثيَن ِع نَدَنا‬Tidak ada tiga puluh tiga di suka

3. Mufrod

Mufrod dalam bab ini di devinisikan, lafadz yang bukan mudlof dan bukan serupa
mudlof, maka memasukkan isim tasniyah dan jama’. Isimnya La yang mufrod
hukumnya di mabnikan dengan sesuai tanda nashobnya. Karena isimnya
bersamaan dengan La di tarkibkan dan menjadi seperti sesuatu yang satu. Sedang
isimnya la yang mufrod dengan perincian sebagai berikut:

a. Mufrod yang bukan tasniah dan jama’

Di mabnikan Fathah, karena nashobnya di tandai fathah

Contoh: ‫اَل َح ْو َل َو اَل ُقَّو َة ِإاَّل ِباِهلل‬

b. Mufrod yang berupa Isim tasniyah dan jama’

Di mabnikan dengan di tandai ya’


Contoh: ‫اَل ُم سَلميَن َلَك‬2

B. Munada

3
Munada secara bahasa dapat diartikan sebagai “yang dipanggil”. Isim
(kata benda dalam Bahasa Arab) Munada dalam Bahasa Indonesia seperti kata Hai
atau Wahai. Berdasarkan pendapat dari Imam Musthafa bin Salim Al-Ghulaayalni,
definisi Munada adalah isim yang terletak setelah salah satu huruf Nida. Secara
umum Munada adalah kata benda yang terletak setelah huruf nida' (huruf untuk
memanggil). Dengan bahasa lain, isim munada adalah isim yang dipanggil atau
disapa menggunakan kata seru. Isim ini menjadi makrifat karena setiap objek
yang diseru pasti telah tertentu dan diketahui oleh si penyeru

Adapun I’rob munada yang berbentuk mufrod ‘alam dan nakiroh


maqsudah, maka kedua duanya di mabnikan atas kharokat dhommah tanpa
memakai tanwin. Ada beberpa hal yang perlu diketahui dalam bab munada Salah
satunya:

HURUF NIDA'

Pengertian nida' menurut istilah adalah setiap lafaz atau ayat yang struktur
bahasanya tersusun dari huruf nida dan munada (nama yang dipanggil atau lawan
bicara). Huruf-huruf al-Nida ada 8 yang meliputi: ‫ هيا – وا‬- ‫يا – ا – اي – اي – ا – ايا‬
secara rinci terbagi kepada dua, yaitu pertama huruf al-Nida untuk memanggil
orang dekat meliputi: ‫( ا – اي‬hamzah dan ay), kedua, enam huruf al-Nida yang
lainnya digunakan untuk memanggil orang jauh. Selanjutnya, huruf al-Nida untuk
orang jauh, sekalipun secara umum dapat dipakai memanggil semua yang jauh
akan tetapi masing-masing memiliki fungsi khusus antara lain;
‫ يا‬termasuk adat al-Nida yang paling banyak dipakai, oleh karena itu
sebagian ulama berpendapat ‫ يا‬ini dapat dipakai untuk memanggil orang jauh dan
dekat. Sekalipun mayoritas ulama bahasa berpendapat ‫ يا‬untuk memanggil orang
jauh saja
2
Muhammad Sholihuddin Shofwan, Maqhosid An-Nahwiyyah:Pengantar Memahami AlFiyyah
(Jombang: Darul Hikmah, 2002).
3
Abu An’im, Sang Pangeran Nahwu Al Ajurumiyyah (Kediri: MU’JIZAT GROUP, 2009).
C. Ketentuan Munada dan Hukumnya

1. Pembagian Munada dan Hukumnya

4
Munada terbagi lima bagian:
 Munada Mufrod Ma’rifat
Munada mufrod Ma’rifat hukumnya di mabnikan sesuai dengan tanda
Rofa’nya (ketika sebelum di jadikan Munada)dengan rincian sebagai
berikut:
a. Di tandai dhommah.
Apabila berupa isim mufrod, jama’ taksir dan jama’ muanast.
Contoh: ‫َيا َز ْيُد اْج َتِهد‬ Hai Zaid, rajinlah kamu.
‫َيا الِّر َج اُل ِإْج َتِهُدوا‬ Hai orang laki2 rajinlah kalian
b. Di tandai Alif.
Apabila berupa isim tasniyah atau yang mulhad denganya
(disamakan dengan isim tasniyah)
Contoh: ‫َيا َز ْيَداِن ِإْج َتَهَدا‬ Hai dua Zaid, Rajinlah
c. Di tandai Wawu
Apabila Munadanya berupa jama’ mudzakar salim atau yang di
mulhaqkan denganya.
Contoh: ‫َهَيا ُم ْسِلُم ْو َن َأَّتُقوا َهَّللا‬ Hai orang orang islam
bertqwalah kalian pada Allah.
 Munada Nakiroh Maqsudah
Munada Nakiroh Maqsudah yaitu mengkhususkan panggilan kepada
seseorang dengan panggilan secara umum. Munada nakiroh Maqsudah
hukumnya di mabnikan sesuai tanda rofa’nya Seperti:
o ‫َو َيا َر ُج ُل‬ Wahai Laki laki
 Munada Mufrod Nakiroh Ghoiru Maqsudah

4
BAHRUDIN FUAD, “TERJEMAH ALFIYAH IBNU MALIK DAN PENJELASANNYA” (M0BILE SANTRI,
n.d.).
Munada Mufrod Nakirh Ghoiru Maqsudah adalah setiap Isim Nakiroh
yang berada pada setelah huruf Nida,Hukumnya 5 Wajib di baca nashob,
Seperti:
o Ucapan orang yang buta.
‫ َيا َر ُج اًل ُخ ْذ ِبَيِد ي‬Hai orang laki laki peganglah tanganku
o Ucapan orang orang yang memberi nasehat
‫ َي ا َغ اِفًال َو اْلَم ْو ُت َيْطُلُب ُه‬Hai orang orang yang lupa, maut selalu
mencari
 Munada Mudhof
Hukumnya juga di baca nashob, baik idhofah madhoh atau ghoiru madhoh
seperti:
o ‫َيا ُغ اَل َم َز ْيٍد‬ Hai pembantu zaid
o ‫َر َّبَنا اْغ ِفْر َلَنا‬ Wahai Tuhanku, ampunilah diriku
 Munada Sibih Muhdof

Yaitu setiap kalimah isim yang berhubungan dengan lafadz setelahnya


sebagai penyempurna maknanya sehingga lafadznya menjadi panjang
seperti Mudhof, baik lafadz yang terletak setelahnya itu menjadi
ma’mulnya (seperti menjadi fail, naibul fail, maf’ul bih, dhorof atau jar
majru) atau sebagai ma’thufnya atau sebagai naatnya hukumnya munada.
Dengan kata lain yang di namakan sibih Mudof karena Munada
bersambung dengan kata yang dapat menyempurnakan ma’nanya seperti
bersambungnya mudhaf dan mudhaf ilaih6. Sibih mudhof juga di baca
nashob seperti:

o Sebagai failnya ‫َيا َح َس ًنا َو ْج ُهُه‬ Hai orang orang yang


tampan wajahnya
o Sebagai Naibul Fa’il ‫َيا َم ْح ُم وًدا ُخ ُلقه‬ Hai orang orang yang terpuji
o Sebagai Maf’ul ‫َيا َطاِلعا جبًال‬ Hai orang orang yang
mendaki

5
Muhammad Ridwan Qoyyum Sa’id, Ilmu Nahwu:Terjemah Praktis Nadhom ’Amrithi (Kediri:
MITRA GAYATRI, n.d.).
6
ALI ALJARIM & MUSTAFA AMIN, Tata Bahasa Arab Ibtidaiyah 3 (Bandung: PT ALMA’ARIF, 2002).
o Sebagai jar Majrur ‫َيا َر ِفيًقا ِباْلِع َباِد‬ Hai dzat yang penyayang
pada hambanya
o Sebagai Dhorof ‫َيا َج اِلًس ا ِع ْنَد َنا‬ Hai orang orang yang duduk
o Sebagai Ma’tuf ‫َيا َثالَثٌة َو َثالِثيَن‬ Hai paitsalasah wasalasin7

2. Hukum Tawabi’ Munada

Tawabi’/Lafadz-lafadz yang mengikuti pada munada


pengi’robanya sebagai berikut. Apabila Munada di hukumi Mabni, maka
tabi’nya (lafazh yang mengikutinya) ada empat macam:

a. Tabi’ wajib di baca rofa’. Tabi’ semacam ini apabila mengikuti munada
berupa lafadz ‫اشارة‬, ‫أية‬, ‫أي‬
Contoh: ‫َيا َأَّيُتَها اْلَم ْر َأُة‬
‫َيا َهَذ ا الَّرُج ُل‬
b. Tabi’ wajib di mabnikan dhommah, demikian ini ketika tabi’ di takrib
menjadi badal atau berupa ma’thuf yang tidak besertaan “AL” yang mana
keduanya bukan tarkib idhofah.
Contoh: ‫َيا َسِع يُد َخ ِلْيُل‬ (Wahai Sa’id, yakni Kholil)
‫َيا َسِع يُد َو َخ ِليُل‬ (Wahai Sa’id dan Kholil)
c. Tabi’ wajib di baca nashob, karena mengikuti pada mahalnya munada.
Demikian ini ketika tabi’ berupa mudhof yang sunyi dari “AL”
Contoh: ‫َيا َع ِلُّي َأَبا اْلَح َس ِن‬ (wahai Ali, yakni ayahnya hasan)
‫َيا َخ ِليُل َص اِحَب َخ اِلٍد‬
‫َيا َع ِلٌّي َو َأَبا َسِع يٍد‬
‫َيا َتاَل ِم يُذ ُك ُّلُهْم‬
d. Tabi’ di perbolehkan dua wajah yaitu rofa’, karena mengikuti munada, dan
nashob mengikuti mahalnya. Demikian ini ketika Tabi’ berupa Mudhof
yang bersamaan dengan “AL”. Mudhof yang kemasukan “AL” Yaitu
berupa isim sifat yang di mudhofkan pada ma’mulnya’
Contoh: ‫َيا َخ اِلُد اْلَح َس ُن اْلُخ ُلِق\ اْلَح َس َن اْلُخ ُلِق‬

7
Atau tabi’ yang tidak di mudhofkan baik berupa naat, taukid, badal, athof
bayan atau berupa ma’tuf (diatofkan) yang bersamaan “AL”

Contoh: ‫ اْلَك ِر يَم‬/ ‫َيا َع ِلُّي اْلَك ِر يُم‬

‫ اْلَك ِر يَم‬/ ‫َيا َع ِلُّي اْلَك ِر يُم‬

‫َيا َر ُج ُل َخ ِلْيٌل َأْو َخ ِلياًل‬

‫ الضيف‬/ ‫َيا َع ِلُّي َو الَّضِّيف‬8

BAB III
8
Abu An’im, Sang Pangeran Nahwu Al Ajurumiyyah.
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bedasarkan Pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa Isim laa ( ‫)اَل‬


adalah mubtada’ yang dimasuki huruf laa nafi liljinsi. Sedangkan khabar dari
mubtada menjadi khabar laa, dan pembagian isim nya La di bagi menjadi 3 Yaitu:
Mudlof, Serupa Mudlof,dan Mufrod. Sedangkan Munada adalah isim yang
terletak setelah salah satu huruf Nida. Secara umum Munada adalah kata benda
yang terletak setelah huruf nida' (huruf untuk memanggil). Dengan bahasa lain,
isim munada adalah isim yang dipanggil atau disapa menggunakan kata seru. Isim
ini menjadi makrifat karena setiap objek yang diseru pasti telah tertentu dan
diketahui oleh si penyeru. Munada terbagi menjadi 5 bagian Yaitu: Munada
mufrod Ma’rifat, Munada nakiroh, Munada Nakiroh maqsudah, Munada mufrod
Nakiroh Maqsudah, Munada Mudlof, dan Munada Sibih Mudlof.

B. Saran

Kami Menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk memperbaiki Makalah ini. Kami juga berharap Makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan tentang Isimnya
La dan Munada dan ilmu yang di peroleh dapat di terapkan dalam kehidupan
sehari hari

DAFTAR PUSTAKA
Abu An’im. Sang Pangeran Nahwu Al Ajurumiyyah. Kediri:
MU’JIZAT GROUP, 2009.

Al-Kahfi, Shofiyullah. Petualang Nahwu:Terjemah Syarah Mukhtasor


Jiddan. Kediri: LIRBOYO PRESS, 2016.

AMIN, ALI ALJARIM & MUSTAFA. Tata Bahasa Arab Ibtidaiyah 3.


Bandung: PT ALMA’ARIF, 2002.

FUAD, BAHRUDIN. “TERJEMAH ALFIYAH IBNU MALIK DAN


PENJELASANNYA.” M0BILE SANTRI, n.d.

Muhammad Ridwan Qoyyum Sa’id. Ilmu Nahwu:Terjemah Praktis


Nadhom ’Amrithi. Kediri: MITRA GAYATRI, n.d.

Shofwan, Muhammad Sholihuddin. Maqhosid An-


Nahwiyyah:Pengantar Memahami AlFiyyah. Jombang: Darul
Hikmah, 2002.

Anda mungkin juga menyukai