Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah
ini dengan tepat waktu. Tanpa bantuannya, mungkin penulis tidak akan mampu menyelesaikan
makalah ini.

Penulis juga mengucapkan ribuan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing dan
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini penulis buat dengan tujuan agar para pembaca mengetahui lebih dalam tentang
TAWAASUL. Penulis berharap makalah ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya,
sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan dan juga ilmu
pengetahuan.

Penulis sadar bahwa makalah yang buat ini tidaklah sempurna, masih banyak kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini. Untuk kesempurnaan makalah ini penulis menerima segala
kritikan dan saran yang membangun dari semua pembaca. Terima kasih

Lamongan, 18 Desember 2019

Penulis

Daftar Isi
Kata Pengantar.........................................................................................................

Daftar Isi....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................

1.2 Perumusan Masalah................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tawassul.......................................................

2.2 Macam-Macam Tawassul.................................................................

2.3 Tawassul dengan Hamba pilihan Allah ..................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...............................................................................................

3.2 Saran........................................................................................................

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tawassul adalah mengadakan wasilah (perantara) antara seorang hamba dan Rabbnya saat
hamba tersebut berdoa. Dalam tradisi keagamaan umat Islam di Nusantara, tradisi tawassul
merupakan sebuah ritual yang sudah mengakar bahkan telah menjadi kekhususan tersendiri dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah proses peribadahan ini (berdoa).

Namun demikian, dalam praktiknya tawassul seringkali dibumbui oleh hal-hal negatif yang
justru bertentangan dengan aqidah Islamiyah, yang dalam hal ini dapat menjerumuskan
seseorang ke dalam dosa yang paling besar dalam Islam, musyrik. Karena dalam beberapa
praktiknya, kegiatan tawassul justru kemudian memberikan hak dan sifat-sifat uluhiyah
(ketuhanan), yang seharusnya menjadi hak milik Allah semata, kepada sang perantara. Atas
dasar ini, sebagian orang kemudian berpendapat bahwa seluruh jenis tawassul yang tidak
dicontohkan Rasulullah merupakan kemusyrikan. Sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa
seluruh jenis tawassul merupakan kegiatan yang diperbolehkan karena hal ini tidaklah berkaitan
dengan aqidah, melainkan permasalahan furu’ (cabang) dalam tata cara berdoa kepada Allahu
ta’ala.

Syaikh Abu Saif Al- Hammami, salah seorang ulama al Azhar menyatakan bahwa terdapat
sekelompok ( di Indonesia juga ada ) yang mengatakan bahwa tawassul Hukumnya Musyrik,
membawa kekafiran dan karenanya maka orang yang tawassul dengan Nabi dan para Wali Allah
telah menjadi halal darahnya.

Selanjutnya ulama Al Azhar itu menegaskan bahwa orang yang bertawassul itu sama sekali tidak
beri'tqad bahwa terlintas dalam hatinyapun tidak bahwa para Nabi dan wali yang ditawasuli
itulah tempat mereka memohon. Tetapi hanya Allahlah tempat meminta, hanya Allah belaka
yang mengabulkan permohonan

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut:

1. Apa Pengertian Tawassul?


2. Jelaskan Macam-macam Tawassul?

3. Bagaimana Tawassul dengan Hamba pilihan Allah?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk Memahami pengertian Tawassul

2. Untuk mengetahui apa saja Macam-Macam Tawassul

3. Untuk mengetahui bagaimana Tawassul dengan hamba pilihan Allah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tawassul


Kata tawassul berasal dari bahasa Arab yaitu tawassala-yatawassalu-tawassulan yang memiliki
arti mengambil wasilah atau perantara. Sedangkan wasilah adalah jalan atau sebab yang
mendekatkan diri kepada yang lain, tentunya dalam hal ini yang dimaksud adalah mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Seperti Firman Allah SWT. di dalam Al-Qur‘an surat Al-Maidah ayat
35, yaitu:

‫وبتغوا إليە الوسيلة‬.

Artinya:

Dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.[1]

Menurut K.H Ali Ma’sum Yogyakarta, menyatakan bahwa tawassul memiliki arti perantara atau
sebab. Beliau mengatakan bahwa hasilnya dari apapun yang dituju itu harus melalui perantara
atau sebab, tetapi yang mendatangkannya bukan perantara atau sebab tersebut, namun yang
mendatangkannya adalah Allah SWT. atau dengan kata lain tawassul yaitu berdoa untuk
terkabulnya suatu hajat atau keinginan kepada Allah dengan pangkat Nabi SAW, para nabi, para
wali, dan orang-orang saleh. Salah satu contohnya, yaitu jika ada orang yang menginginkan
masuk surga, orang tersebut tidak cukup hanya memohon kepada Allah SWT. saja, melainkan
harus melakukan amal-amal shalih, tetapi yang membuat orang tersebut masuk surga bukanlah
amal-amal shalih tersebut, melainkan Allah SWT. yang memasukkannya ke dalam surga dengan
rahmat-Nya.[2]

Perlu diketahui dan diperhatikan, bahwa sebenarnya tidak ada satu pun ayat Al-Qur‘an, Hadits
Nabi SAW, maupun pendapat ulama’ salaf yang saleh, yang tegas (sharih) melarang ber-
tawassul dengan orang yang sudah mati ataupun masih hidup. Namun di dalam Al-Qur‘an jika
dikaji dengan benar padahal hukum Islam justru menganjurkan ber-tawassul. Hal ini setidaknya
dapat dilihat dari salah satu ayat Al-Qur‘an yang berkaitan dengan tawassul serta penafsiran para
ahli hadits terhadap ayat tersebut. Misalkan pada Q.S Al-Ma‘idah Ayat 35 disebutkan:

َ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوا ْبتَ ُغوا إِلَ ْي ِه ْال َو ِسيلَةَ َو َجا ِهدُوا فِي َسبِيلِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan
diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”
Dalam ayat tersebut Allah SWT memerintahkan kita agar mencari wasilah atau jalan yang dapat
mendekatkan kita kepada-Nya, termasuk ber-tawassul dengan nabi dan wali yang sudah
meninggal. Al-Hafizh Ibn Katsir mengatakan: “Wasilah adalah segala sesuatu yang dapat
menjadi sebab sampai pada tujuan”. Sedangkan ber-tawassul dengan nabi dan wali yang sudah
meninggal, menurut beliau dapat mengantarkan kita pada terkabulnya permohonan kita.

Imam At-Thabari berkata: “Wabtaghuu ilaihi al-wasiilata, berarti carilah kedekatan (jalan
apapun atau bentuk kedekatan apapun) yang mampu mendekatkan diri kepada Allah SWT). (juz
10/ 290)

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di
antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan
azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS 17:57)

2.2 Macam-Macam Tawassul

a. Tawasul Syar'i

Hanya tawasul jenis ini yang diperbolehkan karena tidak mengandung kesyirikan dan
dicontohkan oleh Rasullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu 'anhum.
Tawasul dalam kategori ini ada 3 bentuk:

1. Tawasul dengan Zat Allah nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Hal ini berdasarkan firman Allah ta'ala

َ‫َولِلَّـ ِه اأْل َ ْس َما ُء ْال ُح ْسن َٰى فَا ْدعُوهُ بِهَا ۖ َو َذ ُر‌وا الَّ ِذينَ ي ُْل ِح ُدونَ فِي أَ ْس َمائِ ِه ۚ َسيُجْ زَ وْ نَ َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬

"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul
husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan" [QS. Al A'raf : 180]

Nabi Muhammad juga berdo'a : “… Aku memohon dengan setiap nama-Mu, yang Engkau
memberi nama diri-Mu dengannya, atau yang Engkau ajarkan kepada salah satu makhluk-Mu,
atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau sembunyikan dalam ilmu ghaib di sisi-
Mu…” [HR Ahmad, disohihkan Al-Albani]

2. Tawasul dengan amal-amal sholih yang pernah dilakukan.

Terdapat kisah dalam hadis sohih tentang tiga orang yang terjebak dalam gua tidak bisa keluar
karena mulut gua tertutup oleh batu sehingga masing masing mereka berdoa kepada Allah
dengan bertawasul dengan amalan sholih yang pernah mereka kerjakan hingga Allah keluarkan
mereka dari gua tersebut.

Hal ini juga dicontohkan oleh Nabi Ibrahim 'alaihi salam :

َ‫يل أَن طَه َِّر‌ا بَ ْيتِ َي لِلطَّائِفِين‬ ِ ‫صـلًّى ۖ َو َع ِهـ ْدنَا إِلَ ٰى إِ ْبـ َر‌ا ِهي َم َوإِ ْسـ َم‬
َ ‫اع‬ ِ ‫اس َوأَ ْمنًــا َواتَّ ِخـ ُذوا ِمن َّمقَـ‬
َ ‫ـام إِ ْبـ َر‌ا ِهي َم ُم‬ ِ َّ‫َوإِ ْذ َج َع ْلنَا ْالبَيْتَ َمثَابَـةً لِّلن‬
‫َو ْال َعا ِكفِينَ َوالرُّ‌ َّك ِع ال ُّسجُو ِد‬

"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia
dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah
Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang
thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". [QS. Al Baqarah : 125].

3. Bertawasul dengan doa orang sholih

Hal ini pernah dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu tatkala terjadi
paceklik di kota Madinah beliau meminta doa paman Nabi Al Abbas bin Abdul Mutholib bukan
dengan Nabi dikarenakan beliau telah wafat. Begitu juga yang dilakukan Ukasyah ketika
meminta Nabi Muhammad agar mendoakannya termasuk dari golongan yang masuk surga tanpa
dihisab.

Allah juga mengisahkan kisah saudara-saudara yusuf dalam Al Qur'an :

ِ ‫﴾ قَا َل َسوْ فَ أَ ْستَ ْغفِ ُ‌ر لَ ُك ْم َ‌ربِّي ۖ ِإنَّهُ ه َُو ْال َغفُو ُ‌ر ال َّر‬٩٧﴿ َ‫َاطئِين‬
‫‌حي ُم‬ ِ ‫قَالُوا يَا أَبَانَا ا ْستَ ْغفِرْ‌ لَنَا ُذنُوبَنَا إِنَّا ُكنَّا خ‬

"Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami,
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". (97) Ya'qub berkata: "Aku
akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang". [QS. Yusuf : 97-98]
b. Tawasul Bid'ah

Tawasul jenis ini termasuk katagori tawasul yang diharamkan, bahkan dapat menjerumuskan
pelakunya kedalam kesyirikan. Tawasul jenis ini adalah tawasul yang tidak pernah dicontohkan
oleh Nabi maupun para Sahabat seperti bertawasul dengan kedudukan Nabi Muhammad atau
para wali, contohnya ketika seseorang berkata : "Ya Allah demi kedudukan Nabi-Mu, demi
kedudukan wali fulan….",

hal ini terlarang karena dua alasan :

Pertama : Dia telah bersumpah dengan selain Allah, sedangkan bersumpah dengan selain Allah
adalah haram dan termasuk syirik kecil.

Kedua : Orang tersebut berkeyakinan bahwa orang lain berhak atas diri Allah, padahal Allah lah
yang maha kuasa tidak ada seorang pun berhak atas diri Allah 'azza wa jalla.

c. Tawasul Syirik

Tawasul jenis ini tentu saja haram dan dapat membatalkan keislaman seseorang dan
menyebabkan pelakunya kekal di neraka. Tawasul jenis ini yang dilakukan oleh kaum musyrikin,
mereka berdoa kepada selain Allah seperti batu, pepohonan, jasad para nabi atau wali yang telah
meninggal.

Allah mengisahkan dalam Al – Qur'an :

‫َوالَّ ِذينَ اتَّ َخ ُذوا ِمن دُونِ ِه أَوْ لِيَا َء َما نَ ْعبُ ُدهُ ْم إِاَّل لِيُقَرِّ‌بُونَا إِلَى اللَّـ ِه ُز ْلفَ ٰى‬

"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya".
[QS. Az Zumar : 3]

Dalam ayat lain Allah menyebutkan :

‫ت َواَل‬
ِ ‫اوا‬َ ‫َويَ ْعبُ ُدونَ ِمن دُو ِن اللَّـ ِه َما اَل يَضُرُّ‌هُ ْم َواَل يَنفَ ُعهُ ْم َويَقُولُونَ هَ ٰـؤُاَل ِء ُشفَ َعا ُؤنَا ِعن َد اللَّـ ِه ۚ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّـهَ بِ َما اَل يَ ْعلَ ُم فِي ال َّس َم‬
َ‫رْ‌ض ۚ ُسب َْحانَهُ َوتَ َعالَ ٰى َع َّما يُ ْش ِ‌ر ُكون‬
ِ َ ‫فِي اأْل‬
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu
adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan
kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha Suci
Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu)". [QS. Yunus : 18]

Kedua ayat di atas menggambarkan kondisi kaum musyrikin di zaman Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Mereka menyembah selain Allah sebagai perantara, mendekatkan mereka
kepada Allah dan memberi syafaat bagi mereka. Mereka tidak semata-mata meminta kepada
sesembahan mereka, namun sesembahan mereka hanyalah sebagai perantara dan pemberi
syafaat. Kondisi ini sama persis dengan yang dilakukan kaum musyrikin zaman kita. Mereka
menganggap wali yang sudah meninggal dapat menjadi perantara dan pemberi syafaat bagi
mereka.

2.3 Tawassul dengan hamba pilihan Allah

Kebolehan ber-tawassul dengan para nabi dan wali, baik ketika mereka masih hidup atau sudah
meninggal, adalah sebuah hukum yang telah disepakati oleh seluruh ulama’ salaf yang saleh
sejak generasi sahabat sampai generasi ulama’ abad pertengahan.

Pandangan para ulama tentang Tawassul denganan hamba Allah.

Pandangan Ibnu Taimiyah.

Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi
Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau
berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa,
sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :

‫ اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يــا محمــد إنى أتوجــه بــك إلى ربــك فيجلى‬: ‫أن النبي علم شخصا أن يقول‬
)‫حاجتى ليقضيها فشفعه ف ّي (أخرجه الترميذى وصححه‬.

Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)"Ya Allah sesungguhnya aku meminta
kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu Muhammad yang penuh kasih, wahai
Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan
kebutuhanku maka berilah aku sya'faat". Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu
Taimiyah jilid 3 halaman 276)

Pandangan Imam Syaukani

Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain
( orang sholeh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’
para shohabat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari beberapa pengertian tawassul di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tawassul yaitu
memohon kepada Allah SWT, supaya dapat dikabulkan apa yang menjadi keinginan atau
hajatnya melalui jalan atau sebab atau perantara orang lain (wasilah) dengan memuliakannya.
Wasilah dalam hal ini tentunya tidak sembarangan, namun wasilah yang memang dapat
membantu terkabulnya sebuah permohonan. Misalkan wasilah dengan Nabi Muhammad SAW,
para nabi terdahulu, para wali baik yang sudah meninggal maupun masih hidup, dan orang-orang
saleh yang dekat dengan Allah SWT.
Untuk menjaga tauhid dan kesempuranannya, setiap mukmin harus berupaya dan berusaha
menjauhkan dirinya dari bentuk tawassul yang mengandung bid’ah dan dilarang oleh Islam.
Karena tawassul yang mengandung nilai kemungkaran ini akan berpengaruh pada terkabulnya

3.2 Saran

Saran yang dapat saya sampaikan melalui makalah ini yaitu

Semoga karya ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Kepada pembaca, penulis menganjurkan agar biasa mempelajari, memahami sidari makalah ini
dengan sebaik-baiknya.

Semoga dengan adanya makalah ini kita bisa memahami Tawassul lebih mendalam.

Kepada pembaca diharapkan bisa mengamalkan hal ini dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Shalih bin fauzan. 1998. kitab tauhid. Akafa press, jakarta.

Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albani, perantara terkabulnya do’a (Tawassul),


(Jakarta:AkbarMedia,2015), Hal. 195

http://id.wikipedia.org/wiki/tauhid rububiyah

Diakses pada: 17 Desember 2019 pukul: 08:00 wib

Anda mungkin juga menyukai