Anda di halaman 1dari 16

HAJI WADA’ DAN WAFATNYA RASULULLAH SAW

Dosen Pengampu: Suarni Abdullah, S.Ag., M.A.

Mata Kuliah: Sirah Nabawiyah

Disusun Oleh Kelompok 12:

Hanif Audyva Harza (220303077)

Setiadi Gunawan (220303098)

Imam Saputra (220303085)

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN AR-RANIRY BANDA ACEH

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 30 Mei 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

A. Latar Belakang..............................................................................................4

B. Rumusan Masalah.........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6

A. Haji Wada’....................................................................................................6

B. Wafatnya Rasulullah SAW.........................................................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................15

A. Kesimpulan.................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Haji Wada’ merupakan sebuah tanda mengenai berakhirnya risalah


dakwah Nabi Muhammad SAW. Pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mulai
merasakan bahwa tugasnya di dunia sudah akan berakhir. Satu tanda peristiwa
penting adalah saat Nabi Muhammad SAW hendak mengutus Mu’adz bin Jabal
untuk berangkat ke Yaman pada tahun 10 Hijriah. Nabi Muhamad SAW telah
mengatakan kepada Mu’adz “Wahai Mu’adz, boleh jadi engkau tidak akan
bertemu aku lagi sesudah tahun ini, dan boleh jadi engkau akan lewat di depan
masjidku dan kuburanku ini”.1

Pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awaal 11 H atau 8 Juni 632 M, Nabi
Muhammad SAW meninggal di rumah istrinya, Aisyah. Nabi Muhammad SAW
meninggal karena sakit, dalam usia 63 tahun, ketika posisi kepalanya sedang
bertumpu pada pangkuan Aisyah. Ketika Nabi Muhammad baru saja dinyatakan
meninggal, banyak kerabat dan para sahabat yang tidak percaya.

Maka sangat penting untuk bisa membaca peristiwa haji wada’ dan
wafatnya Rasulullah SAW dari berbagai sumber sejarah. Tujuannya adalah agar
bisa memahami bagaimana sejarah dituliskan. Paling tidak bisa menemukan
bagaimana seorang penulis sejarah Nabi mendapatkan sumber sejarah tersebut.
Hal ini tentu dapat dilihat pada misalnya referensi yang digunakan. Sejauh mana
penulis sejarah ini menempatkan sumber sebagai bagian penting dari penulisan
buku. Tujuan lain misalnya adalah untuk mengetahui seberapa komprehensif
penulisan peristiwa haji wada’ dan wafatnya Rasulullah SAW dilakukan.

1
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2002), hal. 605

4
B. Rumusan Masalah

Berikut perumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini,


diantaranya:

1. Apa yang dimaksud dengan haji wada’?


2. Kapan pelaksanaan haji wada’?
3. Apa-apa saja yamg terjadi ketika haji wada’?
4. Bagaimana kronologi wafatnya Rasulullah SAW?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Haji Wada’

1. Penamaan Haji Wada’

Menurut An-Nadwi, Haji Wada’ ini memiliki nilai yang sama dengan
seribu khutbah dan seribu pelajaran. Haji Wada’ merupakan representasi dari
sekolah yang berpindah, masjid yang berjalan, dan asrama tantara yang bergerak.
Haji Wada’ merupakan menjadi sejarah pendidikan penting bagi orang-orang
yang tadinya malas agar menjadi lebih baik. Haji Wada’ disebut juga dengan Haji
Balagh atau Haji Tamam serta masih banyak nama lainnya. Pada peristiwa Haji
Wada’ tercatat para pengikut lebih dari 100.000 jamaah. 2 Haji Wada’ ini juga bagi
kalangan umat Islam juga dapat disebut sebagai haji pamitan. Sebab, setelah
peristiwa ini, Rasulullah SAW tahun depan tidak akan lagi melaksanakan ibadah
haji. Pada tahun berikutnya, Rasululllah SAW telah wafat.3

Penanaman nama Haji di atas juga dijelaskan oleh M. Qurasih Shibab


dengan terminologi yang lebih kontemporer. Haji Balaghah dengan alasan bahwa
Nabi Muhammad SAW membuat pertanyaan apakah dirinya telah menyampaikan
risalah Islam. Haji Tamam karena waktu yang itu adalah saat Nabi Muhammad
SAW melakukan wukuf di Arafah. Saat itu juga Allah SWT telah sempurannya
risalah Islam sebagai agama dan semua itu diberikan sebagai nikmat dari Allah
SWT kepada seluruh umat Islam (baca Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 3). Nama
yang terakhir adalah Haji Islam atau Hajjat al-Islam karena peristiwa haji ini
merupakan awal dan akhir sebagai risalah tuntutan Islam. Setelah tahun ini tidak

2
Abdul Hasan ’Ali al-Hasani An-Nadwi, Sirah Nabawiyah: Sejarah Lengkap Nabi
Muhammad SAW, (Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2007), hal. 474
3
Khoirizi H Dasir, Yuk Dakwah Haji: Tawaran Materi bagi Pendakwah, (Bekasi:
Mario’s Publisher, 2019), hal. 32

6
akan ada lagi haji yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. Haji ini
merupakan sebuah isyarat berakhirnya risalah kenabian Nabi Muhammad SAW.4

2. Waktu Pelaksanaan Haji Wada’

Menurut Ibnu Hisyam, Haji Wada’ diperintahkan oleh Nabi Muhammad


SAW pada tanggal 25 Dzulqa’dah 10 H atau 22 Februari 632 M. Ibu Hisyam
mengutip pendapat Ibnu Ishaq "Abdurrahman bin Al-Qasim berkata kepadaku,
dari ayahnya. Al-Qasim bin Muhammad, dadir Aisyah Radhiyallahu anha, yang
berkata “Rasulullah Shallahu Alaihi wa sallam berangkat untuk melaksanakan
ibadah haji pada tanggal dua puluh lima bulan Dzulqa’dah”. 5 Haji Wada’
dimulai oleh Nabi Muhammad SAW dari Madinah pada hari Sabtu siang setelah
Dzuhur, lima hari terakhir dari bulan Dzulqa’dah. Sebelum berangkat diawali
dengan shalat dzhuhur 4 rakaat dan khutbah sebelumnya. Saat khutbah ini Nabi
Muhammad SAW memberikan pengajaran tentang ihram, kewajiban-kewajiban
dan sunnah-sunnahnya.

3. Khutbah terakhir Rasulullah SAW

Ibnu Hisyam mengutip pendapat Ibnu Ishaq mengatakan “Rasulullah


SAW meneruskan melaksanakan ibadah haji, memperlihatkan manasik haji
kepada kaum Muslimin, menjelaskan sunnah-sunnah haji kepada mereka, dan
berkhutbah kepada mereka dalam khutbahnya yang di dalamnya beliau
menjelaskan berbagai permasalahan.” Nabi Muhammad SAW kemudian
menganggungkan Allah SWT kemudian bersabda:

“Hai manusia dengarkan ucapkanku, karena aku tidak tahu apakah aku
dapat kembali bertemu kalian setelah tahun ini atau tidak di tempat ini. Hai
manusia, sesungguhnya darah dan harta kalian adalah haram bagai kalian
hingga kalian berjumpa dengan Allah sebagaimana haramnya hari dan bulan
kalian ini. Sesungguhnya kalian semua akan berjumpa dengan Tuhan kalian
4
M. Quraisy Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Qur’an
dan Hadits-Hadits Shohih, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hal. 1043
5
Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam
Jilid 2, (Jakarta: PT. Darul Falah, 2006), hal. 584

7
kemudian Dia akan menanyakan tentang amal perbuatan kalian. Sungguh hal ini
telah aku sampaikan. Barangsiapa pada dirinya terdapat amanah, hendaklah ia
menunaikannya kepada pihak yang memberikan amanah. Sesungguhnya, semua
riba dihapus terkecuali modal harta kalian, kalian tidak berlaku dhalim dan tidak
pula didhalimi, karena Allah telah menentukan bahwa hal tersebut termasuk riba.
Sesungguhnya riba Al-Abbas bin Abdul Muthalib semuanya adalah terhapus.
Sesungguhnya seluruh darah pada masa jahiliyah itu terhapus dan darah yang
pertama kali aku hapus ialah darah Ibnu Rab’iah bin AlHarits bin Abdul
Muthalib. Ia mencari wanita yang menyusui di Bani Laits kemudian dibunuh
orang-orang Hudzail….”

Pada khutbah selanjutnya Nabi Muhammad SAW juga menambahkan


khutbah yang sangat penting. Khutbah ini menjadi landasan fundamental atas
kesempurnaan Islam sebagai agama terakhir. Berikut adalah teks khutbah yang
penting tersebut:

“Hai manusia, sesungguhnya kalian mempunya hak-hak atas istri-istri


kalian dan istri-istri kalian juga mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas
istri-istri kalian adalah hendaknya istri-istri kalian tidak membolehkan siapa pun
dari orang-orang yang kalian benci untuk mendatangi ranjang-ranjang kalian
dan istri-istri kalian wajib tidak mengerjakan perbuatan keji yang
terangterangan. Jika istri-istri kalian mengerjakan hal-hal tersebut, Allah
mengijinkan kalian untuk mendiamkan mereka di tempat tidur dan memukul
mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Jika mereka berhenti dari perbuatan
tersebut, mereka berhak atas nafkah dan pakaian-pakaian mereka dengan cara
yang baik. Berbuat baiklah kepada para wanita, karena keadaan mereka di
tempat kalian adalah seperti keadaan tawanan yang tidak memiliki sesuatu
apapun tentang diri mereka. Sesungguhnya kalian mengambil istri-istri kalian
dengan amanah Allah dan menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat-
kalimat Allah, oleh karena itu, pahamilah ucapkanku ini, hai manusia, karena
aku telah menyampaikannya. Aku tinggalkan pada kalian sesuatu yang jika kalian
berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan tersesat selama-selamanya.

8
Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang jelas yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan
Sunnah Rosullnya (Al-Hadits).”

Rasulullah SAW menyelesaikan haji, memperlihatkan manasik haji


kepada kaum Muslimin, menerangkan kepada mereka apa saja yang diwajibkan
Allah kepada mereka di haji mereka, tempat wuquf, melempar jumrah, thawaf,
dan menjelaskan apa saja yang dihalalkan oleh Allah dan apa saja yang Dia
haramkan untuk mereka di haji mereka. Jadi haji kali ini adalah haji penyampaian
pesan-pesan dan haji terakhir karena Rasuullah SAW tidak berhaji lagi setelah
tahun tersebut. Khutbah Wada merupakan pesan yang mengandung nilai-nilai dan
prinsip-prinsip kehidupan, jika isi dakwah tersebut diterapkan secara universal
maka akan tercipta keadilan dan kesetaraan semua golongan, baik warna kulit
maupun etnis sekalipun.

Khutbah yang dilakukan di Jabal Arafat ini merupakan kisah yang


monumental di hadapan lebih dari 100 ribu jamaah. Khutbah ini merupakan
bagian terpenting dari Haji Wada’ yang menjadi ajaran Islam yang sangat
fundamental. Khutbah Wada’ ini dapat dikatakan sebagai pondasi penting
mengenai undang-undang dasar dalam Islam. Isi penting dari khutbah ini adalah
adanya asas persamaan bagi seluruh umat manusia. Tidak ada lagi perbedaan
mana yang memiliki darah Habsyi maupun yang memiliki darah tuan Quraisy.
Kesempurnaan Islam ditutup dengan turunnya Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 3.6

Ada yang berpendapat bahwa setelah turun Al-Quran Surat Al-Maidah


ayat 3, Rasulullah SAW membacakan ayat tersebut dengan tidak memberikan
komentar apapun. Setelah itu, Abu Bakar RA menangis karena ia merasa dengan
turunnya ayat tersebut tugas kerasulan Rasulullah SAW telah berakhir. Maka,
sudah saatnya Rasulullah SAW harus Kembali kepada Allah SWT. Pada petang
hari Nabi Muhammad SAW bersama dengan kaum Muslimin dari Padang Arafah
menuju Muzdalifah dan bermalam di sana. Pagi harinya, sesudah beliau
mengerjakan shalat subuh, beliau berangkat ke Masjidil Haram kemudian
berlanjut ke Mina untuk menyelesaikan manasik haji.
6
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam 1, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hal. 282

9
Sesampainya di Mina, Nabi Muhammad SAW melempar jumrah
(batubatu) pada beberapa tempat yang telah ditentukan. Kaum Muslimin
mendirikan kemah Nabi Muhammad SAW dan beliau beristirhat sebentar dalam
kemah tersebut. Tidak lama kemudian, beliau bangun dan menyembelih 63 ekor
unta sebagai qurban dengan perhitungan seekor unta dalam setahunnya seumur
beliau. Saat Nabi Muhammad akan berangkat ke Madinah dengan membawa
seratus ekor unta untuk diqurbankan, sisa unta yang beliau sembelih 37 ekor unta
diserahkan kepada Ali RA agar menyembelihnya juga sebagai qurban. Setelah
Nabi Muhammad SAW mencukur rambut, maka selesai sudah ibadah haji beliau
yang populer dengan Hajjatul Wada atu Hajjatul Balagh dan terkenal juga dengan
nama Hajjatul Islam.7

B. Wafatnya Rasulullah SAW

Setelah melaksanakan ibadah haji dengan sempurna Rasulullah SAW


memerintahkan umat muslim agar segera pulang menuju Madinah Al-
Munawarah. Dan Rasulullah SAW memerintahkan satu pasukan besar disiapkan
berangkat ke Syam, terdiri dari kaum Muhajirin, termasuk Abu Bakar As-Siddiq,
dan Umar Bin Khatab.8 Rasulullah SAW mengangkat Usamah Bin Zaid sebagai
komando pasukan, dan memerintahkan bermarkas di Balqa dan Darum di wilayah
Palestina. Tujuan dari pengiriman pasukan yang besar adalah untuk menakut-
nakuti pasukan Romawi sekaligus mengembalikan kepercayaan bangsa Arab yang
menetap di daerah perbatasan, hingga tidak ada lagi anggapan bahwa masuk Islam
itu akan membahayakan keselamatan mereka. Pasukan Usamah Bin Zaid
berangkat dan tiba di Zurf, namun setelah mendengar kabar beritan bahwa
Rasulullah SAW jatuh sakit perjalanannya tidak diteruskan.

Lima hari sebelum wafat, sakit Rasulullah SAW semakin parah dan suhu
bandanya semakin tinggi pada saat keadaan seperti ini Rasulullah SAW bersabda:
“Guyurkan air dari mana pun ke tubuhku, hingga aku bisa pergi untuk memenuhi

7
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid 3, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2015), hal. 237
8
Muhammad Husen Haekal, Abu Bakar As-Siddiq, (Jakarta; Pt. Pustako Utera Antar
Nusa 2003), hal. 25

10
janjiku menemui orang-orang”. Setelah diguyurkan air dan merasa ringan
Rasulullah SAW masuk masjid dengan kepala yang diikat kemudian duduk diatas
mimbar, Rasulullah SAW pun bersabda dihadapan orang-orang yang berada di
masjid “Wahai semua orang, berkumpulah dihadapanku. Laknat Allah
dijatuhkan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena mereka menjadikan
kuburan para nabi mereka sebagai tempat sujud. Janganlah kalian menjadikan
pusaranku nanti sebagai sesembahan.”

Rasulullah SAW masih sanggup melaksanakan shalat Magrib berjamaah


bersama kaum muslim dan membacakan surah Al-Mursalat pada hari kamis
empat hari sebelum Rasulullah SAW wafat. Pada waktu Isya keadaan Rasulullah
SAW semakin bertambah parah sehingga Nabi Muhammad SAW tidak bisa lagi
ke Masjid untuk melaksanakan Shalat berjamaah dan Rasulullah SAW menyuruh
Abu Bakar As-Siddiq untuk mengimami shalat.

Dua hari sebelum wafat keadaan Nabi Muhammad sedikit lebih baik dan
pergi ke Masid untuk melaksanakan shalat Dzuhur berjamaah dan Rasulullah
SAW meminta agar Abu Bakar As-Siddiq tetap menjadi Imam shalat, Rasulullah
SAW duduk di samping kiri Abu Bakar As-Siddiq. Satu hari sebelum wafat
Rasulullah SAW memerdekakan para pembantu lelakinya, menyedekahkan enam
atau tujuh dinar yang Rasulullah SAW miliki. Senjata milik Rasulullah diberikan
kepada orang-orang Muslim.

Pada hari Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya turun
ke bumi menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian sebaik-baiknya. Allah
menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah SAW dengan lemah
lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk.
Tetapi jika Rasulullah tidak mengizinkannya, dia tidak boleh masuk dan
hendaklah dia kembali saja.

Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah Swt. Dia
menyamar sebagai seorang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman
Rasulullah, Malaikat Maut pun berkata: “Assalamualaikum wahai ahli rumah

11
kenabian, sumber wahyu dan risalah!” Fatimah pun keluar menemuinya dan
berkata kepada tamunya itu: “Wahai Abdullah (hamba Allah), Rasulullah
sekarang dalam keadaan sakit.”

Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum,


bolehkah saya masuk?” Akhirnya Rasulullah SAW mendengar suara Malaikat
Maut itu, lalu Rasulullah bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah yang
ada di muka pintu itu?” Fatimah menjawab: “Seorang lelaki memanggil
Rasulullah. Saya katakan kepadanya bahawa Rasulullah dalam keadaan sakit.
Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma.”
Rasulullah bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia?” Fatimah menjawab: “Tidak
wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah menjelaskan: “Wahai Fatimah, dia adalah
pengusir kelezatan, pemutus keinginan, pemisah jamaah dan yang meramaikan
kubur. Kemudian Rasulullah bersabda: “Masuklah, wahai Malaikat Maut.”

Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: “Assalamualaika


ya Rasulullah.” Rasulullah saw pun menjawab: “Waalaikassalam ya Malaikat
Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?” Malaikat
Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan
izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang.” Rasulullah bertanya:
“Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan Jibril?” Jawab Malaikat
Maut: “Saya tinggalkan dia di langit dunia.” Baru saja Malaikat Maut selesai
bicara, tiba-tiba Jibril datang lalu duduk di samping Rasulullah . Maka
bersabdalah Rasulullah: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa
ajalku telah dekat?” Jibril menjawab: “Ya, wahai kekasih Allah.”

Pada waktu Dhuha, Rasulullah SAW memanggil putrinya yaitu Fatimah


dan membisikan sesuatu, bisikan tersebut ialah bahwa Rasulullah SAW akan
meninggal dunia, sehingga membuat Fatimah sedih. setelah itu Raulullah kembali
memanggilnya dan membisikan sesuatu, bisikan tersebut ialah Rasulullah SAW
mengatakan bahwa Fatimah adalah keluarga Rasulullah SAW yang pertama akan
menyusul Rasulullah SAW dan membuat Fatimah tersenyum.

12
Rasa sakit Rasulullah semakin parah dan semakin berat. Pengaruh racun
yang pernah Rasulullah SAW termakan saat di Khaibar, yaitu racun yang
disusupkan seorang wanita Yahudi yang bernama Zainab Bin Harits kedalam
daging yang Rasulullah makan, sehingga menambah parah sakit yang di rasakan.
Dan Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah: “Wahai Aisyah, rasanya aku
masih merasa sakit akibat dari racun yang aku makan pada waktu di Khaibar.
Mungkin inilah saatnya aku merasakan bagaimana terputusnya nadiku, karena
racun itu.” Menjelang Rasulullah SAW wafat Aisyah mendekap tubuhnya dan
menceritakan peristiwa yang memilikan. “Salah satu dari nikmat Allah SWT
bagiku adalah bahwa Rasulullah SAW wafat di rumahku, di hari giliranku
sehingga pada saat terakhir beliau berada dalam pelukan.”

Aisyah memberikan siwak kepada Rasulullah SAW, karena Aisyah


mengetahui bahwa Rasalullah SAW sangat senang bersiwak, seusai bersiwak
Rasulullah SAW berkata: “Tiada ada illahi selain Allah, sesungguhnya bagi
kematian itu ada sekaratnya. Bersama dengan orang-orang yang Engkau
anugerahi nikmat, yaitu mereka dari para nabiyyin, shadiqiin, syuhada dan
shalihin. Ya Allah, ampunilah dosaku, dan rahmatilah aku. Pertemukanlah aku
dengan kekasih yang Maha Tinggi. Setelah mengucapkan kalimat itu Rasulullah
SAW wafat.

Peristiwa Rasulullah SAW wafat membuat para kaum Muslimin berduka.


Umar Bin Khatab berdiri dihadapan orang-orang setelah mendengar kabar
Rasulullah SAW wafat dan berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SWT tidak akan
mati sampai Allah SWT menghancurkan orang-orang munafik”. Maka Abu Bakar
berkata dan memuji Allah SWT lalu berkata, Allah berfirman: kamu mati dan
mereka mati. (QS. Az-Zumar : 30).9

Abu Bakar As-Siddiq keluar dari masjid setelah melihat jasad Rasulullah
SAW. Umar Bin Khatab kehilangan kesadarannya dan Abu Bakar As-Siddiq
menghampiri Umar Bin Khatab yang sedang berbicara di hadapan orang-orang,
Abu Bakar As-Siddiq membaca syahadat dan berkata: “Barangsiapa yang
9
Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wa An-Nihayah, (Damaskus 774 H), hal. 806

13
menyembah Muhammad, ketahuilah bahwa dia telah meninggal dunia. Dan
barangsiapa yang menyembah Allah, maka dia Maha hidup dan tidak akan
pernah mati”.10

Lalu Abu Bakar As-Siddiq membaca surat Ali-Imran ayat 144 yang
artinya: “Muhammad itu tidak lain seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu
berbealik kebelakang (murtad)?.” (Qs. Ali-Imran: 144).

Dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW maka berakhirlah seorang


pemimpin tunggal yang memiliki otoritas spiritual dan temporal (duniawi) yang
berdasarkan kenabian dan bersumberkan Wahyu Illahi. Nabi Muhammad SAW
tidak meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa diantara sahabat yang harus
menggantikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat.11

BAB III
PENUTUP

10
Ibnu Hisyam, As-Sirah An- Nabawiyah, (Darul Kitab Al-Arabi, Beirut 312), hal. 307
11
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta:
UI Press 1993), hal. 21

14
A. Kesimpulan

Haji Wada’ atau Haji Perpisahan merupakan haji terakhir bagi Nabi


Muhammad Shalallahu alaihi wa Salam, nabi umat Islam, yang dilaksanakan pada
Dhulhijjah 10 Hijriah (632 Masehi). Kaum muslim mematuhi setiap gerakan,
tindakan, dan gerak-gerik Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Salam. pada
ketika itu, dan setiap perbuatan yang dilakukan olehnya menjadi contoh untuk
selama-lamanya bagi muslim di seluruh dunia.

Wafatnya Rasulullah SAW (570–632) terjadi di usianya yang ke-63 tahun


di rumah istrinya yakni Aisyah. Pada saat sakitnya yang berujung pada ajalnya,
Nabi Muhammad kerap mengadu kepada Aisyah bahwa dia masih merasakan
sakit yang diakibatkan oleh racun yang terkonsumsi olehnya dari daging yang
diberikan wanita yahudi bernama Zainab binti al-Harits di Khaibar. Dan Nabi
Muhammad merasa pembuluh jantungnya seakan-akan sedang dipotong oleh
racun itu. Wanita yahudi tersebut mengaku berbuat demikian untuk membalaskan
dendam rakyatnya, ayahnya, pamannya dan suaminya yang dibunuh pasukan Nabi
Muhammad. Dan jika Nabi Muhammad adalah benar seorang Nabi, perempuan
tersebut yakin kalau apa yang dilakukannya tidak akan membahayakan Nabi
Muhammad. Nabi Muhammad meninggal dunia ketika kepalanya berada di antara
dada dan leher Aisyah. Ini terjadi pada hari Senin, 8 Juni 632 M atau 12 Rabiul
Awal 11 H. Berbeda dari pihak Sunni, pihak Syi’ah menuding dalam riwayat
mereka bahwa kematian Muhammad justru terjadi karena racun yang disisipkan
oleh kedua istrinya, yakni Aisyah yang berkomplot dengan Hafshah.

DAFTAR PUSTAKA

15
Al-Muafiri, Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam. 1994. As-Sirah An-
Nabawiyah li Ibni Hisyam. Beirut: Darul Fikr.

Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyyurrahman. 2002. Sirah Nabawiyah. Jakarta:


Pustaka Al-Kautsar.

An-Nadwi, Abdul Hasan ’Ali al-Hasani. 2007. Sirah Nabawiyah: Sejarah


Lengkap Nabi Muhammad SAW. Yogyakarta: Mardhiyah Press.

Chalil, Moenawar. 2015. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid 3. Jakarta:


Gema Insani Press.

Dasir, Khoirizi H. 2019. Yuk Dakwah Haji: Tawaran Materi bagi Pendakwah.
Bekasi: Mario’s Publisher.

Haekal, Muhammad Husen. 2003. Abu Bakar As-Siddiq. Jakarta: Pt. Pustako
Utera Antar Nusa.

Hasan, Hasan Ibrahim. 2009. Sejarah Kebudayaan Islam 1. Jakarta: Kalam Mulia.

Hisyam, Ibnu. As-Sirah An-Nabawiyah. Darul Kitab Al-Arabi, Beirut 312 H.

Katsir, Ibnu. Al-Bidayah Wa An-Nihayah. Damaskus 774 H.

Shihab, M. Quraisy. 2012. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan
AlQur’an dan Hadits-Hadits Shohih. Tangerang: Lentera Hati.

Sjadzali, Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan
Pemikiran. Jakarta: UI Press.

16

Anda mungkin juga menyukai